Anda di halaman 1dari 53

BLOK PANCA INDERA

WRAP UP SKENARIO 1
MATA MERAH

Kelompok B-15

Ketua Kelompok : Zulfikar Caesar Narendra 1102014294


Sekertaris : Rafa Assidiq 1102014218
Anggota : Nurul Dahniar Latupono 1102013220
Tuty Fajaryanti 1102013291
Yogi Saputra Annas 1102013310
Muhammad Faisal Indrasyah 1102014167
Muhammad Rayi Wicaksono 1102014170
Nimas Ayu Azizah 1102014194
Shabrina Ardelia Ananta 1102014244

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI 2017
JL. LETJEN. SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH, JAKARTA 10510
TELP. 62.21.4244574 FAX. 62.21.4244574
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................. 2

SKENARIO 1........................................................................................................... 3

KATA SULIT............................................................................................................. 4

PERTANYAAN.......................................................................................................... 5

JAWABAN................................................................................................................ 6

HIPOTESIS.............................................................................................................. 7

SASARAN BELAJAR................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 52

2
SKENARIO 1
MATA MERAH
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik diantar ibunya dengan keluhan
kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu setelah bermain sepak bola. Keluhan disertai dengan
keluar banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami gangguan. Pasien pernah
menderita penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan oftalmologi:


VOD: 6/6, VOS: 6/6
Segmen anterior ODS: palpebral edema (-), lakrimasi (+), Konjungtiva tarsalis superior: giant
papil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi: injeksi konjungtiva (+), limbus
kornea: infiltrate (+).
Lain-lain tidak ada kelainan.

Pasien sudah mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada perubahan.

Setelah mendapatkan terapi pasien diminta untuk control rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan mata sesuai ajaran Islam.

3
KATA SULIT
1. VOD (visus oculi dextra) : pemeriksaan fisik mata untuk menilai ketajaman
penglihatan pada mata kanan.
2. VOS (visus oculi sinistra) : pemeriksaan fisik mata untuk menilai ketajaman
penglihatan pada mata kiri.
3. Lakrimasi : keluarnya air mata.
4. Giant papil : penimbunan cairan dan sel limfoid yang terletak di
bawah konjungtiva dan membentuk seperti benjolan yang besarnya 10 mm.
5. Injeksi konjungtiva : pelebaran arteri konjungtiva posterior.
6. Limbus kornea : batas antara kornea dengan sclera.
7. Infiltrate : kumpulan sel radang yang berasal dari pemeriksaan
darah sekitar limbus.

4
PERTANYAAN
1. Mengapa pada pasien ini tidak terjadi penurunan visus?
2. Bagaimana terjadi gatal dan keluar air mata?
3. Apakah ada hubungan antara gejala yang dirasakan sekarang dengan riwayat penyakit
terdahulu?
4. Mengapa dapat ditemukan giant papil pada konjungtiva tarsalis superior?
5. Mengapa penglihatan pasien tidak terganggu?
6. Mengapa mata pasien merah?
7. Bagaimana cara menjaga dan memelihara kesehatan mata menurut pandangan islam?
8. Bagaimana terapi yang tepat untuk penyakit tersebut?
9. Apa diagnosis pasien tersebut?
10. Apa yang menyebabkan terjadinya infiltrate?

5
JAWABAN
1. Karena gejala yang dialami pasien merupakan suatu gangguan yang terjadi pada
konjungtiva dan tidak mengenai media refraksi.
2. Mata terpapar zat asing yang mengakibatkan terjadinya infeksi yang menyebabkan
mata merah dan reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan gatal pada mata, serta
terjadi respon fisiologi tubuh untuk melindungi mata dengan mengeluarkan air mata
yang berlebih.
3. Ya, karena reaksi hipersensitivitas yang terjadi maka apabila terpajan allergen mata
merah akan berulang.
4. Karena akibat mata yang terpajan oleh allergen terjadi reaksi antigen antibody dalam
tubuh, antigen yang telah dimakan oleh makrofag menumpuk dan menyebabkan
terjadinya giant papil.
5. Karena gejala yang dialami pasien merupakan suatu gangguan yang terjadi pada
konjungtiva dan tidak mengenai media refraksi.
6. Karena mata terpapar zat asing yang mengakibatkan terjadinya infeksi yang
menyebabkan mata merah.
7. Berwudhu dan menjaga pandangan
8. Untuk konjungtivitis alergi diberikan antihistamin: deksametason, kortikosteroid dan
untuk konjugtivitis lain diberikan sesuai dengan etiologinya.
9. Konjungtivitis alergi karena gejala klinis berupa mata merah, gatal, dan lakrimasi
serta ditemukan giant papil.
10. Terdapat adanya benda asing yang menstimulus sel-sel radang dan berkumpul di
sekitar mata.

6
HIPOTESIS
Konjungtivitis alergi adalah reaksi inflamasi dan reaksi hipersensitivitas di daerah
konjungtiva yang disebabkan oleh salah satunya zat asing. Gejala yang dirasakan berupa
gatal dan kemerahan akibat dari reaksi inflamasi serta mengalami pengeluaran air mata
berlebih sebagai reaksi hipersensitivitas. Namun pada pasien ini tidak terjadi penurunan visus
karena reaksi tersebut hanya terjadi di daerah konjungtiva dan tidak mengenai media refraksi.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan segmen anterior contohnya kultur,
sediaan hapus, snellen chart, dan oftalmoskof. Untuk penangan pada penyakit ini dapat
diberikan antihistamin. Dalam islam penyakit ini dapat dicegah salah satunya dengan
berwuhu dan menjaga pandangan.

7
SASARAN BELAJAR
1. Mempelajari tentang anatomi mata
1.1. Memahami dan menjelaskan tentang makroskopis anatomi mata
1.2. Memahami dan menjelaskan tentang mikroskopis anatomi mata
2. Mempelajari tentang fisiologi mata
2.1. Memahami dan menjelaskan tentang fisiologi penglihatan dan lakrimasi mata
2.2. Memahami dan menjelaskan tentang mekanisme imunitas mata terhadap infeksi
3. Mempelajari tentang konjungtivitis
3.1. Memahami dan menjelaskan tentang definisi konjungtivitis
3.2. Memahami dan menjelaskan tentang epidemiologi konjungtivitis
3.3. Memahami dan menjelaskan tentang klasifikasi konjungtivitis
3.4. Memahami dan menjelaskan tentang etiologi konjungtivitis
3.5. Memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi konjungtivitis
3.6. Memahami dan menjelaskan tentang manifestasi klinik konjungtivitis
3.7. Memahami dan menjelaskan tentang diagnosis dan diagnosis banding
konjungtivitis
3.8. Memahami dan menjelaskan tentang tatalaksana konjungtivitis
3.9. Memahami dan menjelaskan tentang komplikasi konjungtivitis
3.10. Memahami dan menjelaskan tentang pencegahan konjungtivitis
3.11. Memahami dan menjelaskan tentang prognosis konjungtivitis
4. Mempelajari tentang mata merah visus normal dan mata merah visus turun
5. Mempelajari tentang menjaga dan memelihara kesehatan mata menurut ajaran agama
Islam

8
1. Mempelajari tentang anatomi mata
1.1. Memahami dan menjelaskan tentang makroskopis anatomi mata

Mata merupakan organ yang terletak di dalam rongga orbita. Memiliki organ
asesorius yang berfungsi sebagai pelindung, seperti superciliaris, ciliae serta palpebra. Selain
itu, mata juga terdiri atas organ-organ yang berfungsi sebagai media refrakta yang berperan
penting dalam proses penglihatan.
Palpebra
Palpebra terletak di depan mata
serta dapat melindungi mata dari
cedera dan kelebihan cahaya. Palpebra
superior lebih besar dan lebih mobile
dibandingkan dengan palpebra
inferior. Hal tersebut dikarenakan pada
palpebra superior terdapat insertio dari
M. levator palpebra, yang mana sangat
berperan dalam proses membuka dan
menutupnya kelopak mata. Kedua
palpebra saling bertemu pada sudut
medial dan lateral. Fissura palpebra
adalah lubang berbentuk elips diantara Gambar 2. Tampak depan kelopak mata
palpebra superior dan inferior yang merupakan tempat masuknya saccus konjungtiva. (Snell,
1997)
Permukaan superfisialis palpebra ditutupi kulit dan permukaan dalamnya ditutupi oleh
membrane mukosa yang disebut dengan konjungtiva. Bulu mata yang pendek dan
melengkung terletak ditepi bebas palpebra. Mereka tersusun berbaris dua atau tiga pada batas
mucocutanea. Glandula sebasea (glandula Zeis) bermuara langsung ke dalam folikel bulu
mata. Glandula ciliaris (glandula Moll) yang merupakan modifikasi dari kelenjar keringat,
bermuara sendiri-sendiri diantara bulu mata. Glandula tarsalis adalah modifikasi kelenjar
sebasea yang panjang, mencurahkan sekret
berminyaknya pada tepi palpebra.
Muaranya terdapat dibelakang bulu mata.
Bahan berminyak seperti ini mencegah
lubernya air mata dan membantu
mencegah masuknya air bila mata ditutup.
(Snell, 1997).
Sudut lateral fissure palpebra lebih
sempit daripada sudut medial dan
berkontak langsung dengan bola mata.
Sudut medial yang lebih bulat, dipisahkan
dari bola mata oleh suatu rongga sempit
yaitu saccus lacrimalis. Lipatan semilunar
kemerahan disebut plica semilunaris yang Gambar 3. Antomi saluran air mata
terletak di lateral carancula. (Snell, 1997).
Dekat sudut medial mata, bulu mata dan glandula tarsalis mendadak terputus dan
terdapat tonjolan kecil, yaitu papilla lacrimalis. Pada puncak papilla terdapat lubang kecil,
punctum lacrimale, yang berhubungan dengan canaliculus lacrimalis. Papilla lacrimalis
terjulur ke dalam lacus dan punctum. Canalicus berfungsi untuk mengalirkan air mata ke
dalam hidung. (Snell, 1997).

9
Gambar 4. Bagian mata tampak depan
Konjungtiva adalah membran mukosa tipis yang melapisi palpebra, melipat pada fornix
superior dan inferior untuk melapisi permukaan anterior bola mata. Epitelnya bersambung
dengan epitel kornea. Bagian lateral atas fornix superior ditembus oleh ductus glandula
lacrimalis. Jadi konjungtiva membentuk ruang potensial, yaitu saccus conjungtivalis, yang
terbuka pada fissure palpebrae. (Snell, 1997)
Di bawah kelopak mata terdapat alur, sulcus subtarsalis, yang berjalan dekat pada dan
paralel dengan tepi palpebra. Sulcus ini cenderung menangkap jasad renik yang masuk ke
saccus conjungtivalis. (Snell, 1997)
Kerangka fibrosa palpebra dibentuk oleh lembaran membran septum orbital. Septum ini
melekat pada tepi orbital, dimana ia menyatu dengan periosteum. Septum orbital menebal
pada tepi kelopak dan membentuk tarsus. Tarsus adalah lamina jaringan ikat berbentuk bulan
sabit. Yang terbesar adalah tarsus superior. Ujung lateral lempang tarsal melekat melalui pita,
lig. palpebrae lateral, pada tuberculum betulang, tepat disebal dalam tepi orbita. Ujung medial
lempeng dikuatkan oleh lig. palpebrae
medial, pada crista os lacrimalis. Kelenjar-
kelenjar tarsalis tependam di bawah
permukaan tarsus posterior. (Snell, 1997)
Permukaan superfisial lempeng tarsal
dan septum orbitale ditutupi serabut-serabut
M. orbicularis oculi pars palpebralis.
Aponeurosis insertio dari M. levator
palpebrae superior menembus septum orbital,
mencapai permukaan anterior tarsus superior
dan kulit. (Snell, 1997) Gambar 5. Otot pada bagian mata
Bola Mata
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun dipisahkan oleh selubung
fasia bola mata. Bola mata terdiri atas lapisan, dari luar ke dalam adalah tunica fibrosa,
tunica vasculosa (uvea), tunica sensoria bulbi. (Snell, 1997).

10
Gambar 6. Bola mata
Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sclera dan bagian anterior
transparan, kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih. Pada
bagian posterior ia ditembus oleh N. opticus dan akan menyatu dengan selubung dura
(duramater) saraf tersebut. Lamina cribrosa adalah daerah-daerah pada sklera yang ditembus
oleh N. opticus. Daerah ini relative lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh
pembesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi N. opticus. Jika tekanan intraocular
meningkat, lamina cribrosa akan menonjol keluar yang menyebabkan discus menjadi cekung,
apabila dilihat oleh ophtalmoscop. (Snell, 1997).
Sklera juga ditembus oleh A.N. ciliaris dan pembuluh yang terkait yaitu Vv. Vorticosea.
Sklera langsung bersambung dengan kornea di depannya, pada batas kornea-sklera disebut
limbus. (Snell, 1997).
Kornea yang transparan mempunyai fungsi utama merefraksi cahaya yang masuk ke
mata. Tersusun atas 5 lapisan, yaitu (1) epitel kornea (epithelium anterius), yang bersambung
dengan epitel konjungtiva; (2) lamina limitans anterior; (3) substantia propria terdiri atas
jaringan ikat transparan; (4) lamina limitans posterior; (5) endotel (epithelium posterior),
yang berhubungan langsung dengan humor aquosus. (Snell, 1997).
Tunica Vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh choroidea, corpus ciliaris dan iris. Choroidea terdiri
atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vascular. Corpus ciliaris ke belakang
bersambung dengan choroidea, dan ke anterior, terletak ditepi belakang perifer iris. Ia terdiri
atas corona ciliaris, processus ciliares dan M. ciliaris. (Snell, 1997).
Corona ciliaris adalah lipatan-lipatan atau rabung-rabung yang tersusun radial dimana
pada permukaan posteriornya melekat lig. Suspensorium lensa. (Snell, 1997).
M. ciliaris terdiri atas serat-serat otot polos meridional dan sirkular. Serat-serat
meridional berjalan ke belakang dari daerah batas cornea-sclera ke processus ciliares. Serat-
serat sirkular berjumlah lebih sedikit dan terletak disebelah dalam serat-serat meridional.
Persarafannya disokong oleh serabut-serabut parasimpatis dari N. okulomotor. Sesudah
bersinaps dalam ganglion ciliare, serabiut-serabut pasca ganglion berjalan ke depan bola mata
sebagai Nn. ciliares brevis. (Snell, 1997)

11
Gambar 7. Otot bola mata dan persarafan
Kontraksi M. ciliares, terutama serat-serat meridional, menarik corpus ciliare ke depan.
Hal ini menghilangkan ketegangan dalam lig. suspensorium sehingga lensa yang elastic
menjadi lebih cembung. Keadaan ini dapat meningkatkan daya refraksi lensa. (Snell, 1997).
Iris adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang dipusatnya,
yaitu papilla (pupil). Ia terletak didalam humor aquosus diantara kornea dengan lensa. Tepi
iris melekat pada permukaan anterior corpus ciliare. Iris membagi ruang antara lensa dan
kornea menjadi cornea anterior dan posterior. (Snell, 1997).
Serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.
Serat-serat sirkuler menyusun menyusun M. sphincter pupillae disekitar tepi pupil. Serat-
serat radial menyusun M. dilator pupillae berupa lembar tipis serat-serat radier, yang terlekat
dekat permukaan posterior. (Snell, 1997).
M. sphincter pupillae dipasok oleh serabut parasimpatis dari N. okulomotorius, setelah
bersinaps dalam ganglion ciliare, serabut pasca ganglion berjalan ke depan, ke bola mata
dalam Nn. ciliares brevis. M. dilator pupillae dipasok oleh serabut simpatis, yang berjalan ke
depan, ke bola mata dalam Nn. ciliares longus. (Snell, 1997).
M. sphincter pupillae bertugas untuk mengecilkan pupil dalam keadaan cahaya terang
dan selama akomodasi. M. dilator pupillae bertugas untuk melebarkan pupil dalam keadaan
cahaya yang redup ataupun rangsangan simpatis yang berlebihan, seperti perasaan takut.
(Snell, 1997)
Tunica Sensoria (Retina)
Retina terdiri dari pars pigmentosa di luar dan pars nervosa di sebelah dalam. Permukaan
luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum.
Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior cincin
berombak, yaitu ora serrata, ditempat inilah jaringan saraf berakhir. Bagian anterior retina
bersifat non reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen dengan lapisan epitel silindris
dibawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi processus ciliares dan bagian belakang iris.
(Snell, 1997)

12
Gambar 8. Bagian bola mata
Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, yaitu macula lutea,
merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian tengahnya berlekuk, disebut
fovea centralis. (Snell, 1997)
N. opticus meninggalkan retina kurang lebih 3 mm medial dari macula lutea melalui
discus N. optici. Discus N.optici agak berlekuk dipusatnya yaitu tempat dimana ia ditembus
oleh A. centralis retina. Pada discus ini ia sama sekali tidak ditemukan sel batang dan sel
kerucut, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada
pengamatan dengan ophtalmoscop, bintik buta ini tampak berwarna merah muda pucat, jauh
lebih pucat dibandingkan dengan daerah retina disekitarnya. (Snell, 1997)
Isi Bola Mata
Isi bola mata ialah media refraksi, humor aquosus, corpus vitreum dan lensa. (Snell,
1997)
Homor Aquosus
Humor aquosus adalah cairan bening yang mengisi camera anterior (COA) dan
camera posterior (COP). Diduga merupakan sekret transudat dari processus ciliaris, dari sini
cairan akan mengalir ke camera posterior. Lalu, mengalir kedalam camera anterior melalui
pupillae dan diangkut pergi melalui celah-celah pada angulus iridocornealis ke dalam canalis
Schlemm. Gangguan drainase humor aquosus mengakibatkan peningkatan tekanan
intraocular (TIO), yang disebut dengan glaucoma. Keadaan ini dapat menimbulkan
perubahan degenerative pada retina, yang mengakibatkan kebutaan. (Snell, 1997)

13
Gambar 9. Humor Aquosus
Fungsi humor aquosus adalah untuk menyokong dinding bola mata dengan memberi
tekanan dari dalam. Selain itu juga, berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada lensa serta
ekskresi produk sampingan dari proses metabolisme. Hal tersebut sangatlah penting,
dikarenakan lensa merupakan organ avaskular. (Snell, 1997)
Corpus Vitreum
Corpus vitreum mengisi bola mata dibelakang lensa. Merupakan gel transparan yang
dibungkus membrane vitrea. Canalis hyalodeus adalah saluran sempit yang berjalan melalui
corpus vitreum dari discus N. optici ke permukaan posterior lensa. Pada janin, saluran ini
terisi oleh A. hyaloidea yang akan menghilang beberapa saat sebelum hamil. (Snell, 1997)

Gambar 11. Corpus vitreum


Di depan pada daerah perbatasan dengan lensa, membrane viterum menebal dan terdiri
atas 2 lapisan. Lapis posterior menutup corpus viterum, lapis anterior terdiri atas satu seri
serat halus yang tersusun secara radier, bersama-sama serat ini membentuk lig. suspensorium
lensa, yang melekat pada dinding lateral processus ciliaris dan disentral dari capsula lentis di
daerah equator. (Snell, 1997)
Di dalam corpus vitreous tidak terdapat pembuluh darah. Fungsi corpus vitreous adalah
sedikit menambah daya pembesaran mata. Selain itu juga menyokong permukaan posterior
lensa dan membantu melekatkan pars nervosa pada pars pigemntosa retina. (Snell, 1997)

14
Lensa
Lensa adalah badan bikonveks yang transparan yang terbungkus oleh kapsul transparan.
Terletak dibelakang iris, di depan corpus vitreous serta dikelilingi oleh processus ciliares.
(Snell, 1997)
Lensa terdiri atas, (1) kapsul elastis (pembungkus lensa), (2) epitel kuboid, hanya
terdapat pada permukaan anterior lensa, (3) serat-serat lensa, dibentuk oleh epitel kuboid
equator lensa, serat ini merupakan penyusun bagian terbesar lensa. (Snell, 1997)

Gambar 12. Lensa mata


Kapsul elastic berada dalam ketegangan, sehingga menyebabkan lensa tetap berbentuk
bulat dan bukan cakram. Daerah atau circum ferential equatorial lensa melekat pada
processus ciliares melalui ligamentum suspensorium. Tarikan serat-serat ligamentum
suspensorium yang tersusun radier cenderung menggepengkan lensa yang elastis ini,
sehingga mata dapat difokuskan pada objek-objek jauh. (Snell, 1997)
Agar mata berakomodasi terhadap objek-objek dekat, M. ciliaris berkontraksi dan
menarik corpus ciliare ke depan dan dalam, sehingga serat ligamentum suspensorium yang
radier dalam keadaan relaksasi. Keadaan ini memungkinkan lensa untuk menjadi lebih bulat.
(Snell, 1997)
Dengan meningkatnya usia lensa menjadi lebih padat dan kurang elastic sehingga
kemampuan akomodasi pun berkurang (presbiopi). Kelemahan ini dapat diatasi dengan
memakai lensa tambahan berupa kaca mata untuk penglihatan dekat. (Snell, 1997)
1.2. Memahami dan menjelaskan tentang mikroskopis anatomi mata

Gambar 13. Mikroskopik bola mata

15
Mata adalah organ indera yang sangat khusus bagi penglihatan dan fotoresepsi. Setiap
bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan yang berbeda. Lapisan luar adalah sklera, yaitu lapisan
opak jaringan ikat padat. Dibagian anterior, sklera dimodifikasi menjadi kornea transparan
yang memungkinkan cahaya masuk ke mata. Di bagian dalam sklera, terdapat lapisan
berpigmen padat yang disebut dengan choroid. Di dalam choroid terdapat banyak pembuluh
darah yang memberi makan kepada sel-sel fotoreseptor di retina dan struktur lain bola mata.
Lapisan paling dalam mata adalah retina fotosensitif yang melapisi tiga perempat mata bagian
posterior. Sel-sel fotosensitif retina berakhir pada daerah yang disebut ora serrata. Di bagian
anterior ora serrata retina tidak lagi fotosensitif. (Eroschenko, 2003)
Mata juga mengandung 3 bilik, camera oculi anterior (COA), terletak diantara kornea
dan iris; camera oculi posterior, terletak diantara iris dan lensa; corpus vitreous, ruang besar
berisi humor vitreous yang berupa gel, terletak diantara lensa dan retina. Camera oculi
anterior dan posterior terisi suatu cairan yang disebut dengan humor aqueosus. Cairan ini
dihasilkan oleh processus ciliaris yang berada di belakang iris, berjalan dari camera posterior
ke camera anterior lalu akan didrainase melalui vena. (Eroschenko, 2003)
Retina mengandung selapis sel fotoreseptor (sel kerucut dan sel batang) yang peka
terhadap berkas cahaya melalui lensa. Saraf yang keluar dari retina adalah saraf (sensoris)
afferen yang menghantarkan impuls cahaya dari fotoreseptor ke otak melalui N. Opticus
untuk interpretasi visual. (Eroschenko, 2003)
Pada bagian posterior mata terdapat sebuah bercak berpigmen kekuningan yang disebut
makula lutea. Di pusat makula lutea terdapat sebuah lekukan kecil yang disebut dengan fovea
centralis. Bagian fovea centralis ini tidak mengandung sel batang maupun pembuluh darah,
yang ada hanya kumpulan dari sel kerucut. Oleh karena itu bisa dikatakan fungsi dari fovea
centralis ini lebih mengarah kepada interpretasi warna. (Eroschenko, 2003)
Palpebra
Lapisan terluar palpebra adalah kulit tipis. Epidermis terdiri atas epitel berlapis
gepeng dengan papilla. Pada bagian dermis, dibawahnya terdapat folikel-folikel rambut
dengan kelenjar sebasea. Selain itu, kelenjar keringat juga dapat ditemukan pada bagian
dermis. (Eroschenko, 2003)

Gambar 14. Mikroskopik palpebra


Lapisan terdalam palpebra adalah membran mukosa, yang disebut juga sebagai
konjungtiva palpebra. Lapisan ini letaknya bersebelahan dengan bola mata. Epitel yang
melapisinya adalah epitel berlapis silindris rendah dengan sedikit sel goblet. Epitel berlapis
gepeng kulit berlanjut ke atas tepi palpebra, kemudian ditransformasikan menjadi epitel
berlapis silindris pada bagian konjungtiva palpebra. Lamina propria pada konjungtiva

16
palpebra mengandung serat-serat kolagen serta elastin. Di bawah lamina propria terdapat
lempeng jaringan ikat padat kolagen, yang disebut dengan tarsus. Daerah ini mengandung
kelenjar sebasea khusus (besar) yang disebut dengan kelenjar tarsalis Meibom. Asini
sekretorius yang keluar dari kelenjar ini akan bermuara ke dalam suatu ductus centralis yang
panjang yang berjalan paralel dengan konjungtiva palpebra dan bermuara di tepi palpebra.
(Eroschenko, 2003)
Ujung bebas palpebra mengandung bulu mata yang muncul dari folikel rambut besar dan
panjang. Terdapat kelenjar sebasea kecil yang berkaitan dengan bulu mata. Diantara folikel
rambut bulu mata terdapat kelenjar keringat Moll. (Eroschenko, 2003)
Palpebra mengandung 3 sel otot. Bagian terbesarnya adalah otot rangka, yang disebut
dengan M. orbicularis oculi. Lalu ada M. ciliaris (Roilan), di daerah folikel rambut bulu mata
dan kelenjar tarsal. Di bagian atas palpebra terdapat berkas-berkas otot polos, yaitu M.
tarsalis superior (Muller). (Eroschenko, 2003)

Gambar 15. Mikroskopik palpebra


Jaringan ikat palpebra juga mengandung jaringan lemak, pembuluh darah serta jaringan
limfatik. (Eroschenko, 2003)
Kelenjar Lakrimalis
Kelenjar lakrimalis menyekresi air mata dan disusun
oleh beberapa kelenjar tubulo asinar. Asini sekretorisnya
bervariasi dalam hal bentuk maupun ukurannya dan mirip
jenis serosa, tetapi lumennya lebih besar. Sejumlah asini
menampakkan kantung-kantung tak teratur sel di dalam
lumennya. Sel-sel asinar lebih silindris dibandingkan dengan
piramidal, mengandung granul sekresi dan tetes lipid lebih
besar yang terpulas lemah. Sel-sel mioepitel mengelilingi
setiap asini. (Eroschenko, 2003)
Duktus ekskretorius intralobular yang lebih kecil
dilapisi epitel selapis kuboid atau silindris. Duktus Gambar 16. Kelenjar lakrimalis
intralobular yang lebih besar dan duktus interlobularis yang dilapisi dua sel silindris rendah
atau epitel bertingkat semu. (Eroschenko, 2003)
Jaringan ikat intralobular hanya sedikit, tetapi jaringan ikat interlobular sangat banyak
dan dapat mengandungn sel-sel lemak. (Eroschenko, 2003)

17
Kornea
Permukaan anterior kornea ditutupi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk dan tanpa papil. Lapisan sel
terbawah (basal) silindris dan berada di atas membran basal
tipis. Di bawah epitel kornea terdapat membrana limitans
anterior (membrana Bowman). Membrana Bowman berasal
dari lapisan dibawahnya, stroma kornea (substantia proria).
Stroma kornea membentuk badan kornea. Stroma terdiri
atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk lamela
tipis dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng yang bercabang,
keratosit, yang terletak diantara serat kolagen. Keratosit
kornea merupakan bagian yang telah dimodifikasi.
(Eroschenko, 2003)
Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid
rendah, epitel posterior, yang juga merupakan endotel Gambar 17. Lapisan Kornea
kornea. Membrana limitans posterior (membrana Descement) lebar dan merupakan
membrana basalis epitel kornea posterior. Membran ini berada pada bagian posterior dari
stroma kornea. (Eroschenko, 2003)
Bola Mata
Bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan konsentris utama, yaitu jaringan ikat fibrosa kuat di
luar (sklera dan kornea), lapisan tengah atau uvea (choroid berpigmen yang sangat vaskular;
corpus ciliaris, terdiri atas processus ciliaris dan M. ciliaris; iris), yang terakhir adalah lapisan
terdalam (jaringan saraf fotosensitif, retina). (Eroschenko, 2003)
Sklera adalah lapisan jaringan ikat kuat, opak, putih, terdiri atas anyaman padat serat
kolagen. Sklera membantu mempertahankan kekakuan bola mata dan tampak sebagai bagian
putih mata. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea, yang terletak di bagian
anterior mata. Di bagian posterior mata terdapat N. opticus yang muncul dari kapsul ocular,
tempat peralihan sklera bola mata dan duramater (jaringan ikat susunan saraf). (Eroschenko,
2003)

Gambar 18. Bola mata

18
Choroid dan corpus ciliaris terletak bersebelahan dengan sklera. Pada potongan sagital
bola mata, corpus ciliaris tampak berbentuk segitiga, terdiri atas M. ciliaris dan processus
ciliaris. M. ciliaris adalah otot polos, serat-seratnya tersusun memanjang, melingkar dan
radial. Perluasan corpus ciliaris yang berlipat dan vaskular akan membentuk processus
ciliaris. Processus ini melekat pada equator lensa melalui ligamentum suspensorium bulbi dan
membuat lensa berbentuk konveks. (Eroschenko, 2003)
Iris menutupi sebagian lensa dan merupakan bagian berwarna mata. Penyebaran serat
otot polos secara melingkar dan radial membentuk sebuah lubang yang dinamakan pupil.
(Eroschenko, 2003)
Bagian dalam mata yang terdapat di depan lensa dapat dibagi menjadi 2 kompartemen,
yaitu camera oculi anterior (COA) dan camera oculi posterior (COP). Camera oculi anterior
terletak diantara iris dengan kornea. Sedangkan camera oculi posterior (COP) terletak
diantara iris dengan lensa. Kedua ruangan ini berisi cairan yang encer, yang disebut dengan
humor aquosus. Kompartemen yang berada dibagian belakang lensa disebut corpus vitreous.
Corpus vitreous berisi materi gelatinosa, yaitu humor vitreous yang transparan. (Eroschenko,
2003)
Lapisan dalam retina merupakan bagian dari bola mata yang fotosensitif. Namun tidak
semua bagian retina ini fotosensitif, dibagian depan dari ora serrata (terletak di belakang
corpus vitreous) merupakan bagian retina yang non-fotosensitif. Hal tersebut dikarenakan
pada bagian ini tidak ditemukan lagi adanya sel-sel batang dan kerucut. (Eroschenko, 2003)
Dinding posterior mata mengandung macula lutea dan papilla opticus atau discus
opticus. Makula lutea merupakan bercak pigmen kuning kecil, yang mana pada pusatnya
terdapat lekukan dangkal yang disebut fovea. Daerah ini merupakan daerah penglihatan
paling tajam pada mata. Pada fovea centralis tidak dapat ditemukan pembuluh darah maupun
sel batang. Pada daerah ini hanya terdapat sel kerucut, yang berperan dalam interpretasi
warna suatu benda. (Eroschenko, 2003)
Papilla opticus merupakan tempat N. opticus meninggalkan bola mata. Pada papilla
opticus tidak terdapat sel batang maupun sel kerucut. Oleh sebab itu daerah ini disebut juga
bintik buta mata. (Eroschenko, 2003)
Sklera luar bersebelahan dengan jaringan orbital, yang mengandung jaringan ikat
longgar, sel-sel lemak, jaringan lemak orbita, serat saraf, pembuluh darah, pembuluh limfatik
serta kelenjar. (Eroschenko, 2003)
Retina, Choroid dan Sklera
Dinding bola mata terdiri atas 3 lapisan, yaitu sklera, choroid dan retina. Retina
mengandung sel-sel reseptor fotosensitif. Stroma sklera terdiri atas serat-serat kolagen padat
yang berjalan paralel terhadap permukaan bola mata. Diantara berkas kolagen terdapat
anyaman serat elastin halus. Fibroblas gepeng atau memanjang terdapat diseluruh sklera,
sedangkan melanosit terdapat di lapisan paling dalam. (Eroschenko, 2003)
Lapisan-lapisan Choroid dan Retina
Choroid terbagi atas beberapa lapis, (1) lamina suprachoroid, (2) lapisan vaskular, (3)
lapisan koriokapilar serta (4) lapisan membrana limitans transparan atau membran vitrea
(membran Bruch). (Eroschenko, 2003)
Lamina suprachoroid terdiri atas lamel-lamel serat kolagen halus, anyaman serat elastin
luas, fibroblas dan banyak melanosit besar. Lapisan vaskular mengandung banyak pembuluh
darah berukuran sedang dan besar. Dilapisan jaringan ikat longgar antar pembuluh darah
banyak terdapat melanosit berukuran besar dan gepeng yang memberi warna gelap dan khas
pada lapisan ini. Lapisan chorio-capilar mengandung anyaman kapiler dengan lumen yang

19
besar di dalam stroma serat kolagen dan elastin halus. Pada lapisan terdalam choroid,
membrana vitrea, bersebelahan dengan sel-sel pigmen retina. (Eroschenko, 2003)
Lapisan terluar retina adalah epitel pigmen. Membran basalnya membentuk lapisan
terdalam membran vitrea choroid. Sel pigmen kuboid mengandung granul (pigmen) melanin
di bagian apeks sitoplasma, sementara processus dengan granul pigmen terjulur diantara sel
kerucut dan sel batang retina. (Eroschenko, 2003)
Disebelah sel pigmen terdapat lapisan fotosensitif yang terdiri atas sel batang langsing
dan sel kerucut yang lebih tebal. Kedua jenis ini terdapat di sebelah membrana limitans
eksterna yang dibentuk oleh cabang-cabang sel neuroglia, yaitu sel Muller. (Eroschenko,
2003)

Gambar 19. Lapisan retina


Lapisan inti luar mengandung inti sel batang dan sel kerucut serta cabang luar sel Muller.
Di dalam lapisan pleksiform luar, akson sel kerucut dan batang bersinaps dengan dendrit sel-
sel bipolar dan sel horizontal. Lapisan inti dalam mengandung inti sel-sel bipolar, horizontal
dan amakrin, serta sel neuralgia Muller. Sel-sel horizontal dan amakrin adalah sel asosiasi. Di
dalam lapisan pleksiform dalam, akson-akson sel bipolar bersinaps dengan dendrit sel
ganglion dan sel amakrin. (Eroschenko, 2003)
Lapisan sel ganglion mengandung badan sel-sel ganglion dan sel neuroglia. Dendrit dan
sel ganglion bersinaps pada lapisan pleksiform dalam. (Eroschenko, 2003)
Lapisan serat N. opticus mengandung akson sel ganglion dan anyaman serat dalam sel
Muller. Akson sel ganglion berkumpul pada discus opticus dan membentuk N. opticus. Ujung
dalam serat sel Muller memancar membentuk membrana limitans interna retina. (Eroschenko,
2003)
Pembuluh darah retina berjalan di dalam lapisan serat N. opticus dan sampai ke lapisan
inti dalam. Terlihat berbagai potongan pembuluh pada lapisan ini. (Eroschenko, 2003)
2. Mempelajari tentang fisiologi mata
2.1. Memahami dan menjelaskan tentang fisiologi penglihatan dan lakrimasi mata
A. Fisiologi Penglihatan

STRUKTUR FUNGSI

20
Aqueous humor Memberi nutrisi untuk kornea dan lensa
Korpus siliaris Membentuk aqueous humor
Diskus optikus Tempat keluarnya nervus optikus dan pembuluh darah
Fovea Daerah dengan ketajaman paling tinggi
Iris Mengubah ukuran pupil, memberi pigmen pada mata
Kornea Berperan penting dalam kemampuan refraktif mata
Koroid Mencegah berhamburnya berkas cahaya di mata,
mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi retina
Lensa Menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama
akomodasi
Ligamentum Berperan penting dalam proses akomodasi
suspensorium
Makula lutea Memiliki ketajaman yang tinggi karena mengandung
banyak sel kerucut
Neuron bipolar Berperan penting dalam pengolahan rangsang cahaya
Otot siliaris Berperan penting dalam proses akomodasi
Pupil Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
Retina Mengandung fotoreseptor
Nervus optikus Bagian pertama jalur penglihatan ke otak
Sel batang Bertanggung jawab untuk penglihatan dengan sensitivitas
tinggi, hitam putih dan penglihatan pada malam hari
Sel ganglion Berperan penting dalam pengolahan rangsang cahaya oleh
retina, membentuk nervus optikus
Sel kerucut Bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan,
penglihatan warna dan penglihatan pada siang hari
Sklera Lapisan jaringan ikat protektif,
Vitreous humor Zat semicair mirip gel yang membantu mempertahankan
bentuk mata
Tabel 1. Struktur dan fungsi dari mata
Proses Penglihatan
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan
menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat
dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi
maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu
papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari
sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai
myoepithelial cells.

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil
sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada
kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita
ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki
mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata.

21
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan
lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya
berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang
dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina,
tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial
yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina.

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina.
Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-
sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam
penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-
fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan
fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh
plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada
diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak
diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic.

Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan
diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus,
superior colliculi, dan korteks serebri. Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan
sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Jaras Penglihatan
Berkas-berkas cahaya dari separuh kiri lapangan pandang jatuh di separuh
kanan retina kedua mata. Demikian sebaliknya, berkas-berkas cahaya dari separuh kanan
lapangan pandang jatuh di separuh kiri retina kedua mata. Tiap-tiap saraf optikus keluar dari

22
retina membawa informasi dari kedua belahan retina yang dipersarafi. Informasi ini
dipisahkan sewaktu kedua saraf optikus tersebut bertemu di kiasma optikus. Di dalam kiasma
optikus, serat-serat dari separuh medial kedua retina bersilangan ke sisi yang berlawanan,
tetapi serat-serat yang dari separuh lateral tetap di sisi yang sama. Berkas-berkas serat yang
telah direorganisasi dan meninggalkan kiasma optikus dikenal sebagai traktus optikus. Tiap-
tiap traktus optikus membawa informasi dari separuh lateral salah satu retina dan separuh
medial retina yang lain. Dengan demikian, persilangan parsial ini menyatukan serat-serat dari
kedua mata yang yang membawa informasi dari separuh lapangan pandang yang sama. Tiap-
tiap traktus optikus menyampaikan ke belahan otak di sisi yang sama informasi mengenai
separuh lapangan pandang dari sisi yang berlawanan. Perhentian pertama di otak untuk
informasi dalam jalur penglihatan adalah nukleus genikulatus lateralis di thalamus. Di korpus
atau nucleus genikulatum, serat-serat dari bagian nasal retina dan temporal retina yang lain
bersinaps di sel-sel yang axonnya membentuk traktus genikulokalkarina. Traktus ini menuju
ke lobus oksipitalis korteks serebrum (area Brodmann 17).

Proses pada saat otak mengekspresikan gelap atau terang yaitu:


Gelap

konsentrasi GMP-siklik meningkat

Konsentrasi Na meningkat

Depolarisasi membrane

Pengeluaran zat inhibitor

Neuron bipolar dihambat

Tidak adanya melihat pada korteks penglihatan di otak

Tidak ada ekspresi melihat

Cahaya/terang

Fotopigmen terjadi disosiasi dari retinen dan opsin

23
Konsentrasi Na tinggi

Penurunan GMP-siklik

Penutupan kanal Ca

Menutupnya canal Ca

Pengeluaran zat inbihitor dihambat

Terjadi eksitasi neuron bipolar

Perambatan potensial aksi ke korteks penglihatan di otak

Adanya ekspresi melihat
B. Fisiologi Lakrimasi
Glandula lacrimalis terletak pada tepi supero-lateral orbita. Saluran-salurannya
bermuara ke dalam bagian lateral fornix superior di conjunctiva. Persarafan: serabut-serabut
sekremotorik dari nukleus salivatorius superior melalui ganglion geniculi, n. petrosus
superficialis major, ganglion pterygopalatinum, ramus zygomatico-temporalis, n. maxillaris,
selanjutnya melalui nn. lacrimales.
Sirkulasi air mata:
1 Glandula lacrimalis.
2 Lacus lacrimalis.
3 Meluas di atas cornea.
4 Punctum lacrimalis di tepi medial.
5 Canalis lacrimalis.
6 Saccus lacrimalis.
7 Ductus nasolacrimalis.
8 Meatus nasi inferior di dinding lateral cavum nasi.
Proses lakrimasi merupakan mekanisme fisiologis yang berguna untuk membantu
melindungimata kita dari cedera. Kedipan kelopak mata secara spontan berulang-ulang
membantu menyebarkan air mata yang melumasi, membersihkan, dan bersifat bakterisidal
(membunuh kuman-kuman). Air mata diproduksi secara terus-menerus oleh kelenjar
lakrimalis di sudut lateral atas di bawah kelopak mata. Cairan Pembasuh mata ini mengalir
melalui permukaan kornea dan bermuara ke dalam saluran halus di sudut kedua mata, dan
akhirnya dikosongkan ke belakang saluran hidung. Sistem drainase ini tidak dapat menangani
produksi air mata yang berlebihan sewaktu menangis, sehingga air mata membanjiri mata.
Glandula lacrimalis terdiri atas pars orbitalis yang besar dan pars palpebralis yang
kecil. Keduanya saling berhubungan pada ujung lateral m. levator palpebrae superioris.
Glandula ini terletak diatas bola mata, di bagian anterior dan superior orbita, posterior
terhadap septumorbitale. Kira-kira 12 duktus keluar dari permukaan bawah kelenjar dan
bermuara pada bagianlateral fornix superior konjungtiva. Persarafan Glandula lacrimalis;
saraf sekremotorik parasimpatis berasal dari nucleus lacrimalis n. facialis. Serabut-serabut
preganglionik mencapai ganglion pterygopalatinum (sphenopalatinum) melalui
n.intermediusdan ramus petrosus magnus serta n.canalis pterygoidei. Serabut-serabut
postganglionik meninggalkan ganglion dan bergabung dengan n.maxillaris. Kemudian
serabut ini berjalan didalam ramus zygomaticum serta n.zygomaticotemporalis, dan mencapai
glandula lacrimalis melalui n.lacrimalis.

24
Serabut postganglionik simpatis berjalan didalam plexus carotis internus, n.petrosus
profundus,n.canalis pterygoidei, n.maxillaris, n.zygomaticus, n.zygomaticotemporalis, dan
akhirnyan.lakrimalis. Air mata membasahi cornea dan berkumpul didalam lacus lacrimalis.
Dari sini, air mata masuk ke canaliculi lacrimales melalui puncta lacrimalia. Canaliculi
lacrimales berjalan ke medial dan bermuara ke dalam saccus lacrimalis, yang terletak didalam
alur lacrimalis di belakang ligamentum palpebra mediale dan merupakan ujung atas yang
buntu dari ductus nasolacrimalis. Ductus nasolacrimalis panjangnya lebih kurang 0,5
inchi/1,3 cm dan keluar dari ujung bawah saccus lacrimalis. Ductus berjalan kebawah,
belakang dan lateral di dalam canalis osseosa dan bermuara kedalam meatus nasi inferior.
Muara ini dilindungi oleh lipatan membrana mucosa yang dikenal sebagai plica lacrimalis.
Lipatan ini mancegah udara masuk melalui ductus ke dalam saccus lacrimalis pada waktu
membuang sekret hidung (ingus). (Sherwood, 1996)
2.2. Memahami dan menjelaskan tentang mekanisme imunitas mata terhadap
infeksi
Seperti halnya dengan respons imun yang terjadi di organ-organ lain, mata juga
memberikan respon imun baik humoral maupun seluler. Mata merupakan kelanjutan susunan
saraf pusat sedangkan konjungtiva merupakan kelanjutan dari jaringan ikat. Mata merupakan
bagian tubuh yang unik yang dapat memberikan petanda dari proses imun aktif langsung.
Mata memiliki mekanisme perlindungan yang bersifat non imun dan imun secara alamiah.
A PROTEKSI NON IMUN (BARIER ANATOMIK):
Mekanisme perlindungan yang bersifat non imun secara alamiah antara lain:
1 Palpebra, yang melindungi mata dari paparan dengan lingkungan luar. Palpebra
melindungi permukaan okuler terhadap organisme yang tersebar di udara, benda
asing dan trauma minor.
2 Bulu mata, mampu mendeteksi adanya benda asing dan segera memicu kedipan mata.
3 Air mata, mempunyai efek mengencerkan dan membilas. Memegang peranan dalam
menjaga integritas dari epitel konjungtiva dan kornea yang berfungsi sebagai barier
anatomi. Pembilasan yang terus menerus pada permukaan okuler mencegah
melekatnya mikroorganisme pada mata.
Integrasi antara palpebra, silia, air mata dan permukaan okuler merupakan sebuah
mekanisme proteksi awal terhadap benda asing. Epitel kornea adalah epitel skuamosa non
keratin yang terdiri hingga lima lapis sehingga akan menyulitkan mikroorganisme untuk
menembus lapisan-lapisan tersebut. Selain itu kornea juga diinervasi oleh ujung serabut saraf
tidak bermielin sehingga akan memberikan peringatan awal yang sangat cepat bagi mata
terhadap trauma dikarenakan oleh sensitifitasnya.
B PROTEKSI IMUN:
1 SISTEM LAKRIMALIS
Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk permukaan okuler adalah Mucosa-
Associated Lymphoid Tissue (MALT) . MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah
mukosa yang memberikan gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu terdapat banyak
APC, struktur khusus untuk memproses antigen secara terlokalisir (tonsil) dan sel efektor (sel
T intraepitelial dan sel mast yang berlimpah). Salah satu fungsi utama MALT adalah untuk
menciptakan keseimbangan antara imunitas dan toleransi untuk mencegah kerusakan jaringan
mukosa.
Jaringan limfoid difus pada permukaan glandula lakrimal, duktus lakrimal,
konjungtiva (conjunctival associated lymphoid tissue atau CALT) dan berlanjut sampai
kanalikulus serta sistem drainase lakrimal (lacrimal drainadeassociated lymphoid tissue
atau LDALT) secara keseluruhan disebut Eye-Associated Lymphoid Tissue (EALT). EALT
merupakan kumpulan sel-sel limfoid yang terletak pada epitel permukaan mukosa. Sel-sel ini
menghasilkan antigen dan mampu menginduksi terjadinya respon imun seluler maupun

25
humoral. Kelenjar lakrimalis merupakan penghasil IgA terbesar bila dibandingkan dengan
jaringan okuler lainnya.
2 TEAR FILM
Air mata mengandung berbagai mediator seperti histamin, triptase, leukotrin dan
prostaglandin yang berhubungan dengan alergi pada mata. Mediator-mediator itu berasal dari
sel mast. Semuanya dapat menimbulkan rasa gatal, kemerahan, air mata dan mukus yang
berhubungan dengan penyakit alergi akut dan kronis. Pengerahan komponen seluler lokal
melibatkan molekul adhesi seperti Intercelluler Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) di epitel
konjungtiva yang meningkatkan adhesi leukosit ke epitel dan endotel. Ekspresi molekul
adhesi diatur oleh banyak komponen ekstraseluler dan intraseluler seperti sitokin
proinflamasi, matriks protein ekstraseluler dan infeksi virus.
Pada lapisan mukus yang diproduksi oleh sel goblet dan sel epitel konjungtiva,
glikocalyx yang disintesis epitel kornea membantu perlekatan lapisan mukus sehingga
berhubungan dengan imunoglobulin pada lapisan akuos. Pada lapisan akuos sendiri, banyak
mengandung faktor-faktor terlarut yang berperan sebagai antimikroba. Seperti laktoferin,
lisozim, dan -lisin. Laktoferin berfungsi utama dalam mengikat besi yang dibutuhkan oleh
pertumbuhan bakteri, sehingga bersifat bakteriostatik dan bakterisidal. Lisozim efektif dalam
menghancurkan dinding sel bakteri gram positif. -lisin memiliki kemampuan dalam merusak
dinding sel mikroorganisme. Selain faktor terlarut tersebut, lapisan akuos juga mengandung
banyak IgA yang sangat efektif dalam mengikat mikroba, lalu melakukan opsonisasi,
inaktivasi enzim dan toksin dari bakteri, serta berperan langsung sebagai efektor melalui
Antigen Dependent Cell Cytotoxycity (tanpa berinteraksi dengan komplemen).
3 KONJUNGTIVA
Konjungtiva terdiri dari dua lapisan : lapisan epitel dan lapisan jaringan ikat yang
disebut substansia propria. Konjungtiva tervaskularisasi dengan baik dan memiliki sistem
drainase limfe yang baik ke limfonodi preaurikularis dan submandibularis. Jaringan ini
mengandung banyak sel Langerhans, sel dendritik dan makrofag yang berperan sebagai
Antigen Presenting Cell (APC) yang potensial. Folikel pada konjungtiva yang membesar
setelah infeksi ataupun inflamasi pada ocular surface menunjukkan adanya kumpulan sel T,
sel B dan APC. Folikel ini merupakan daerah untuk terjadinya respon imun terlokalisir
terhadap antigen oleh sel B dan sel T secara lokal di dalam folikel.
Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk ocular adalah Mucosa-Associated
Lymphoid Tissue. MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah mukosa yang
memberikan gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu banyak terdapat APC, struktur
khusus untuk memproses antigen secara terlokalisir (Peyers patches atau tonsil) dan sel
efektor (sel T intraepitelial dan sel mast yang berlimpah). Salah satu fungsi utama MALT
adalah untuk menciptakan keseimbangan antara imunitas dan toleransi untuk mencegah
kerusakan jaringan mukosa.
Substansia propria kaya akan sel-sel imun dari bone marrow yang akan membentuk
sistem imun mukosa pada konjungtiva yang dikenal dengan Conjunctiva Associated
Limphoied Tissue (CALT) yang merupakan salah satu bagian dari MALT. CALT merupakan
sistem imunoregulasi yang utama bagi konjungtiva. Pada substansia propria terdapat
neutrofil, limfosit, IgA, IgG, sel dendrite dan sel mast. Eosinofil dan basofil tidak ditemukan
pada konjungtiva yang sehat. Konjungtiva mengandung banyak sel mast. IgA merupakan
antibodi yang paling banyak dalam lapisan air mata. IgA menyerang bakteri dengan cara
membungkusnya sehingga mencegah terjadinya perlekatan antara bakteri dengan sel epitel.
Molekul terlarut yang banyak adalah komplemen. Respon imun yang terjadi pada
konjungtiva sebagian besar merupakan respon imun yang dimediasi oleh antibodi dan
limfosit, namun juga terdapat respon imun yang dimediasi oleh IgE terhadap sel mast pada
reaksi alergi.

26
4 SKLERA
Sklera sebagian besar terdiri atas jaringan ikat kolagen. Hal ini menyebabkan sklera
bersifat relatif lebih avaskuler dibandingkan dengan konjungtiva. Karenanya pada sklera
hanya terdapat sedikit sel imun jika dibandingkan dengan konjungtiva. Dalam keadaan
normal sklera hanya sedikit mengandung sel-sel limfosit, makrofag dan neutrofil. Namun
sebagai respon imun saat terjadi inflamasi pada sklera sel-sel imun tersebut memasuki sklera
melalui pembuluh darah episklera dan pembuluh darah koroid Pada saat istirahat IgG
ditemukan dalam jumlah yang cukup besar.
5 KORNEA
Kornea unik karena bagian perifer dan sentral jaringan menunjukkan lingkungan
mikro imunologis yang jelas berbeda. Hanya bagian limbus yang tervaskularisasi. Limbus
banyak mengandung sel Langerhans, namun bagian perifer, parasentral dan sentral dari
kornea dalam keadaan normal sama sekali tidak mengandung APC. Namun demikian,
berbagai stimulus dapat membuat sitokin tertentu (seperti IL-1) menarik APC ke sentral
kornea. Komplemen, IgM dan IgG ada dalam konsentrasi sedang di daerah perifer, namun
hanya terdapat IgG dengan level yang rendah pada daerah sentral.
Sel kornea juga terlihat mensintesis berbagai protein imunoregulasi dan antimikrobial.
Sel efektor tidak ada atau hanya sedikit terdapat pada kornea normal, namun PMN, monosit
dan limfosit siap siaga bermigrasi melalui stroma jika stimulus kemotaktik teraktivasi.
Limfosit, monosit dan PMN dapat pula melekat pada permukaan endotel selama inflamasi,
memberikan gambaran keratik presipitat ataupun garis Khodadoust pada rejeksi endotel
implan kornea. Proses lokalisasi dari suatu respon imun tidak terjadi pada kornea, tidak
seperti halnya pada konjungtiva.
Kornea juga menunjukkan suatu keistimewaan imun (Immune Privilege) yang
berbeda dengan uvea. Keistimewaan imun dari kornea bersifat multifaktorial. Faktor utama
adalah struktur anatomi limbus yang normal, dan lebih khusus lagi kepada keseimbangan
dalam mempertahankan avaskularitas dan tidak adanya APC pada daerah sentral kornea.
Ditambah oleh tidak adanya pembuluh limfe pada daerah sentral, menyebabkan lambatnya
fase pengenalan pada daerah sentral. Meski demikian, sel-sel efektor dan molekul-molekul
lainnya dapat menginfiltrasi kornea yang avaskuler melalui stroma. Faktor lain adalah adanya
sistem imunoregulasi yang intak dari bilik mata depan, dimana mengadakan kontak langsung
dengan endotel kornea.
6 BILIK MATA DEPAN, UVEA ANTERIOR DAN VITREUS
Bilik mata depan merupakan rongga berisi cairan humor akuos yang bersirkulasi
menyediakan medium yang unik untuk komunikasi interseluler antara sitokin, sel imun dan
sel pejamu dari iris, badan siliar dan endotel kornea. Meskipun humor akuos relatif tidak
mengandung protein jika dibandingkan dengan serum (sekitar 0,1 1,0 % dari total protein
serum), namun humor akuos mengandung campuran kompleks dari faktor-faktor biologis,
seperti sitokin, neuropeptida, dan inhibitor komplemen yang mampu mempengaruhi peristiwa
imunologis dalam mata. Terdapat blood aquous barrier yakni Tight junction antara epitel
nonpigmen memberikan barier yang lebih eksklusif yang dapat mencegah makromolekul
interstisiel menembus secara langsung melalui badan silier ke humor akuos. Meski demikian,
sejumlah kecil makromolekul plasma melintasi barier epitel nonpigmen ini dan dapat
meresap dengan difusi ke anterior melalui uvea memasuki bilik mata depan melalui
permukaan iris anterior.
Intraokuler tidak mengandung pembuluh limfe. Pengaliran sangat tergantung pada
saluran aliran humor akuos untuk membersihkan substansi terlarut dan pada endositosis oleh
sel endotelial trabekula meshwork atau makrofag untuk pembersihan partikel-partikel.
Traktus uvea merupakan bagian yang penting dalam sudut pandang imunologi.Uvea
banyak mengandung komponen seluler dari sistem imun termasuk makrofag, sel mast,

27
limfosit dan sel plasma. Iris dan badan siliar mengandung banyak makrofag dan sel dendritik
yang berperan sebagai APC ataupun sebagai sel efektor. Proses imun tidak mungkin terjadi
secara terlokalisasi, namun APC meninggalkan mata melalui trabekula meshwork bergerak ke
lien tempat terjadinya proses imun seluler, berupa aktivasi sel T supresor CD8+. Konsentrasi
IgG, komplemen dan kalikrein sangat rendah didapat pada bilik mata depan yang normal.
Uvea anterior memiliki sistem imunoregulasi yang telah digambarkan sebagai
immune privilege (keistimewaan imun). Konsep modern mengenai immune privilege ini
mengacu pada pengamatan bahwa implan tumor atau allograft dengan tidak diharapkan dapat
bertahan lebih baik dalam regio ini, sedangkan implan atau graft yang sama mengalami
penolakan lebih cepat pada daerah tanpa keistimewaan imun. Daerah immune privilege lain
yaitu ruang subretina, otak dan testis. Meskipun sifat dasar dari antigen yang terlibat mungkin
penting, immune privilege dari uvea anterior telah diamati dengan banyak antigen, meliputi
antigen transplantasi, tumor, hapten, protein terlarut, autoantigen, bakteri dan virus.
Immune privilege dimediasi oleh pengaruh fase aferen dan efektor dari lintasan
respon imun. Imunisasi dengan menggunakan segmen anterior sebagai fase aferen dari respon
imun primer berakibat dihasilkannya efektor imunologis yang unik. Imunisasi seperti dengan
protein lensa atau autoantigen lain melalui bilik mata depan tidak menyebabkan terjadinya
pola imunitas sistemik yang sama seperti yang ditimbulkan oleh imunisasi pada kulit.
Imunisasi oleh injeksi bilik mata depan pada hewan coba menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk imunitas sistemik terhadap antigen yang disebut Anterior Chamber-Associated
Immune Deviation (ACAID).
Pada vitreus tidak ditemukan kekhususan tertentu. Gel vitreus dapat mengikat protein
dan berfungsi sebagai depot antigen. Gel vitreus secara elektrostatik dapat mengikat substansi
protein bermuatan dan mungkin kemudian berperan sebagai depot antigen dan substrat untuk
adhesi sel leukosit. Karena vitreus mengandung kolagen tipe II, ia dapat berperan sebagai
depot autoantigen potensial pada beberapa bentuk uveitis terkait arthritis.

7 RETINA DAN KOROID


Sirkulasi retina menunjukkan adanya blood retinal barrier pada tight junction antara sel
endotel pembuluh darah. Pembuluh darah koriokapiler sangat permeabel terhadap
makromolekul, memungkinkan terjadinya transudasi sebagian besar makromolekul plasma ke
ruang ekstravaskular dari koroid dan koriokapiler. Tight junction antar sel RPE menyediakan
barier fisiologis antara koroid dan retina. Pembuluh limfe tidak didapatkan pada retina dan
koroid, namun APC ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi. Mikroglia (derifat monosit)
pada retina memiliki peran dalam menerima stimulus antigenik, dapat mengadakan
perubahan fisik dan bermigrasi sebagai respon terhadap berbagai stimuli.
RPE dapat diinduksi untuk mengekspresikan molekul MHC kelas II, yang
menunjukkan bahwa RPE juga dapat berinteraksi dengan sel T. Namun pada keadaan normal,
segmen posterior tidak mengandung sel limfosit. Perisit yang berada pada pembuluh darah
retina dapat mensintesis berbagai sitokin yang berbeda (seperti TGF-)yang dapat mengubah
respon imun yang terjadi setelahnya. Proses imun yang terlokaliser juga tidak terjadi pada
segmen posterior ini.
BAHASAN KHUSUS DALAM SISTEM IMUN PADA MATA
1 IMMUNE PRIVILEGE (KEISTIMEWAAN IMUNITAS)
Immune privilege menggambarkan beberapa organ tubuh yang memiliki kemampuan
toleransi pengenalan antigen tanpa menyebabkan terjadinya inflamasi sebagai respon imun.
Beberapa organ yang memiliki immune previlege adalah otak, mata, uterus dan testis.
Immune previlege dapat dikatakan sebagai evolusi dari adaptasi tubuh untuk melindungi
fungsi organ vital dari respon imun yang dapat menimbulkan kerusakan. Inflamasi pada otak

28
atau mata dapat menyebabkan hilangnya fungsi organ tersebut.
Keberadaan immune previlege pada mata diketahui pada akhir abad 19 oleh
Medawar. Mata merupakan struktur dengan keistimewaan imunitas, terlindungi dari sistem
imun oleh berbagai mekanisme. Perlu ditekankan bahwa keistimewaan imunitas bukan
berarti ketidakmampuan host memicu respon imun, namun merupakan kemampuan
menghindarkan diri dari konsekuensi berat yang terjadi akibat adanya proses inflamasi. Pada
tahap dimana terjadi gangguan dari mekanisme ini, akan menyebabkan inflamasi yang lebih
berat yang bias mengancam penglihatan. Baik dari faktor infeksi maupun mekanisme imun,
sangat berpengaruh dalam memicu kelemahan mekanisme keistimewaan imunitas mata.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keistimewaan imunitas pada mata:
1 Adanya Blood Ocular Barrier
2 Tidak terdapatnya drainase limfatik pada mata
3 Adanya faktor-faktor imunomodulator pada humor akuous
4 Adanya ligand imunomodulator pada permukaan sel-sel parenkim ocular
5 Adanya kemampuan toleransi imun pada bilik mata depan dan bilik mata belakang
(Anterior Chamber Associated Immune Deviation / ACAID).
2 INFLAMASI
Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap cidera. Reaksi dapat
menimbulkan reaksi berantai dan rumit yang berdampak terjadinya vasodilatasi, kebocoran
vaskulatur mikro dengan eksudasi cairan dan protein serta infiltrasi lokal sel-sel inflamasi.
Sel fagosit diperlukan untuk menyingkirkan bahan-bahan asing dan mati di jaringan yang
cidera. Mediator inflamasi yang dilepas fagosit seperti enzim, radikal bebas anion superoksid
dan oksida nitrit berperan untuk menghancurkan makromolekul dalam cairan eksudat.
Namun respon inflamasi merupakan resiko yang harus diperhatikan pejamu. Bila terjadi
rangsangan yang menyimpang dan menetap atau bahkan ditingkatkan. Reaksi dapat berlanjut
yang menimbulkan kerusakan jaringan pejamu dan penyakit.
Pada inflamasi akut terjadi reaksi yang cepat terhadap benda asing, dapat beberapa
jam sampai hari. Gejala inflamasi dini ditandai dengan lepasnya berbagai mediator sel mast
seperti histamin dan bradikinin, yang diikuti oleh aktivasi komplemen dan sistem koagulasi.
Sel endotel dan sel inflamasi akan melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti
panas. Netrofil yang dikerahkan ke lokasi cidera akan melepas produk toksik. Bila penyebab
inflamasi tidak dapat disingkirkan atau terjadi pajanan berulang-ulang dengan antigen, akan
terjadi inflamasi kronik yang dapat merusak jaringan dan kehilangan fungsi sama sekali.
Bila inflamasi terkontrol, neutrofil tidak lagi dikerahkan dan berdegenerasi.
Selanjutnya dikerahkan sel mononuklear seperti monosit, makrofag, limfosit dan sel plasma
yang memberikan gambaran inflamasi kronik. Dalam inflamasi kronik ini, monosit-makrofag
memiliki 2 peran yaitu memakan dan mencerna mikroba, debris seluler dan neutrofil yang
berdegenerasi serta modulasi respon imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen dan
sekresi sitokin. Monosit-makrofag juga mempunyai fungsi dalam penyembuhan luka dan
memperbaiki parenkim dan fungsi sel inflamasi melalui sekresi sitokin.
Inflamasi yang terjadi pada praktek sehari-hari biasanya berfungsi secara fisiologis
pada level subklinis tanpa manifestasi yang jelas. Misalnya, pada sebagian besar individu,
paparan alergen permukaan okular yang terjadi tiap hari pada semua manusia atau
kontaminasi bakteri selama operasi katarak yang terjadi pada sebagian besar mata biasanya
dibersihkan oleh mekanisme respon imun bawaan atau adaptif tanpa inflamasi yang jelas.
3 REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Respon imun, baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya berfungsi protektif,
namun respon imun juga dapat menimbulkan akibat buruk.Hal ini disebut dengan penyakit
hipersensitivitas. Komponen-komponen sistem imun yang bekerja pada proteksi adalah sama
dengan yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang

29
patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh.
Reaksi hipersensitivitas secara umum dibagi menurut mekanismenya oleh Robert
Coombs dan Philip HH Gell pada tahun 1963. Lalu klasifikasi ini ditambahkan menjadi 5
Tipe.
Hipersensitivitas Tipe I : Alergi
Hipersensitivitas tipe I terdiri atas tiga fase. Yang pertama, alergen menyebabkan
produksi IgE pada paparan pertama yang disebut fase sensitasi. IgE kemudian kontak dengan
sel mast dan basofil. Fase kedua terjadi pada paparan kedua oleh antigen yang sama, dimana
akan diproduksi lebih banyak IgE dan terjadi degranulasi sel mast sehingga menghasilkan
mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin dan bradikin.
Fase ketiga adalah terjadinya reaksi sebagai efek dari mediator-mediator yang dilepas
oleh sel mast dengan aktivitas farmakologik. Manifestasi okuler adalah konjungtivitis alergi,
konjungtivitis papil raksasa, keratokonjungtivitis atopik dan keratokonjungtivitis vernal.
Hipersensitivitas Tipe II : Sitotoksik
Tipe ini melibatkan antibodi IgG dan IgM, yang dapat menyebabkan lisis seluler
akibat dari adanya dan teraktivasinya sel inflamasi yang berinteraksi dengan komplemen.
Antibodi akan mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R, dimana salah satunya adalah
sel NK. Sel NK akan menyebabkan lisisnya sel yang terpapar antigen melalui Antibody
Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC) (tanpa interaksi dengan komplemen). Manifestasi
okuler : Ulkus Mooren dan Sikatriks Pemfigoid, Dermatitis Herpetiformis.
Hipersensitivitas Tipe III : Kompleks Antigen-Antibodi
Hipersensitivitas tipe III terjadi akibat penimbunan kompleks antigen-antibodi.
Normalnya, kompleks imun akan disingkirkan oleh fagosit, namun bila terdapat kompleks
imun yang persisten akan mengaktifkan komplemen sehingga sel inflamasi memasuki deposit
kompleks imun.
Karena pembuluh darah lebih mudah untuk menjadi tempat deposit kompleks imun,
maka badan siliar merupakan bagian yang mudah mengalami reaksi tipe ini. Manifestasi
okuler : Uveitis, Sindroma Behcet dan Sindroma Sjgren.
Hipersensitivitas Tipe IV : Tipe Lambat
Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe ini diawali oleh adanya peptida antigen yang
dipresentasikan oleh APC ke sel T. Sel T ini akan bermigrasi ke jalan masuk antigen dan
melepaskan mediator inflamasi seperti TNF. Reaksi ini terdiri dari 2 tipe yaitu Delayed Type
Hypersensitivity (DTH) dan T Cell Mediated Cytolisis (TMC). Pada DTH, sel CD4+ Th 1
melepas sitokin IFN- yang mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai sel efektor. Pada
DTH terdapat 2 fase yaitu fase sensitasi (pengenalan) dan fase peningkatan respon imun.
Pada TMC, sel CD8+ yang langsung membunuh sel sasaran (efektor). Manifestasi okuler :
Simpatetik oftalmia, Uveitis idiopatik, alergi okuler, reaksi penolakan transplantasi kornea.
Hipersensitivitas Tipe V : Stimulasi
Merupakan kategori yang baru dimana autoantibodi terikat pada reseptor hormon
yang menyerupai hormon itu sendiri. Hal ini mengakibatkan stimulasi terhadap sel target.
Contoh reaksi ini adalah pada tirotoksikosis.
4 AUTOIMUNITAS
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan
kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel
T atau keduanya. Potensi untuk autoimunitas ditemukan pada semua individu oleh karena
limfosit dapat mengekspresikan reseptor spesifik untuk banyak self-antigen. Autoimunitas
terjadi karena self-antigen yang dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel
T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ.
Baik antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam patogenesis penyakit

30
autoimun.
Penyakit autoimun merupakan akibat dari rusaknya mekanisme imunoregulator.
Penyebabnya merupakan multifaktorial. Dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, infeksi
dan genetik. Salah satu faktor yang menarik dalam imunologi adalah hubungan antara
Human Leucocyte Antigen (HLA) dan penyakit autoimun.
HLA adalah MHC pada manusia yang merupakan regio genetik luas yang menyandi
molekul MHC-I, MHC-II dan protein lain. Molekul MHC diekspresikan pada semua
permukaan sel dengan nukleus sedang MHC-II diekspresikan terutama pada permukaan sel
khusus seperti APC, sel dendritik, makrofag, sel B, sel endotel dan sel epitel timus.
Molekul MHC-I dan MHC-II berperan pada pengenalan imun, yaitu pada presentasi
fragmen antigen kepada sel T. Molekul MHC-I terdiri atas HLA-A, HLA-B dan HLA-C. Jika
protein mikroba telah masuk kedalam kompartemen intraseluler, maka protein tersebut akan
diikat oleh molekul MHC-I yang selanjutnya akan diekspresikan pada permukaan sel untuk
dipresentasikan kepada sel T CD8+ / Cytotoxic T Lymphocyte (CTL). Namun sel darah merah
tidak mengekspresikan molekul MHC-I, sehingga memudahkan bagi Plasmodium hidup
didalamnya tanpa intervensi sistem imun. Molekul MHC-II terdiri atas HLA-D (DP, DQ dan
DR). Molekul MHC-II mengikat molekul protein mikroba yang sudah diproses oleh sel APC
menjadi kompleks yang kemudian diangkut ke permukaan sel sehingga dapat dikenal oleh sel
T CD4+.
3. Mempelajari tentang konjungtivitis
3.1. Memahami dan menjelaskan tentang definisi konjungtivitis
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit
mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010).
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-
faktor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata
dari substansi luar: pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi,
mucus menangkap debris, dan aktivitas pompa palpebra membilas air mata ke duktus air
mata secara konstan; air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan
antibody (IgG dan IgA).
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia .
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva
atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada
mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai
dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan
mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang
memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga menjadi
kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan
akut yang berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis
didapatkan hiperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya
injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-
lain.
3.2. Memahami dan menjelaskan tentang epidemiologi konjungtivitis
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh
seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci

31
menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai
penyakit yang sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al,
2005).
Pada anak, sering terjadi keratokonjungtivitis vernal, sedangkan keratokonjungtivitis
atopik dan alergika sering terjadi pada dewasa muda. Sekitar 1-3% pengguna kontak lensa
terkena konjungtivitis papiler raksasa dan 10% neonatus mengalami konjungtivitis dengan
berbagai penyebab. Konjungtivitis infeksius mengenai perempuan dan laki-laki dengan
insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih sering terjadi pada perempuan.
Sebaliknya, keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis akibat kimia dan mekanik lebih
sering terjadi pada pria.
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan
dengan kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.
3.3. Memahami dan menjelaskan tentang klasifikasi konjungtivitis
1. Konjungtivitis Bakteri
2. Konjungtivitis Virus
3. Konjungtivitis Alergi
4. Konjungtivitis Jamur
5. Konjungtivits Parasit
6. Konjungtivitis zat kimia atau iritatif
3.4. Memahami dan menjelaskan tentang etiologi konjungtivitis
1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan
oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli,
sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien
dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata
yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi
pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi (Marlin, 2009).
2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat
menular melalui di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi
musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam
satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar
raksasa (Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh- tumbuhan biasanya
disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi
serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat

32
asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan
riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa- kontak
atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).
4. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan
infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat
timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain
Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium
serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
5. Konjungtivits Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa,
Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan
Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
6. Konjungtivitis zat kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi- substansi iritan yang masuk
ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan
angin, dapat menimbulkan gejala- gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia,
dan blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang
toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian
substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).
3.5. Memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi konjungtivitis
Patofisiologi
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme,
disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik
dan menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar,
mungkin disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih
menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran
spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu
dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental
campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak
(memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa.
3. Stadium Konvalesen (penyembuhan). hipertrofi papil
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva
masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi
pada saat berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu
yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari
penularan penyakit kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen

33
padat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva
dan konjungtiva kemotik.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak
mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna, karena
mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran
pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan
sclera yang merah, edema, rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent. Akibat jangka
panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen,
dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu
menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran
cairan berlebihan akan meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan
saluran air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan
menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan
kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga
pandangan menjadi kabur dan rasa pusing
Patogenesis
Mekanisme pasti atau mekanisme bagaimana terbentuknya flikten masih belum jelas.
Secara histologis fliktenulosa mengandung limfosit, histiosit, dan sel plasma. Leukosit PMN
ditemukan pada lesi nekrotik. Bentuk tersebut kelihatannya adalah hasil dari reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein tuberkulin, Staphylococcuc aureus,
Coccidioides immitis, Chlamydia, acne rosacea, beberapa jenis parasit interstisial dan fungus
Candida albicans. Jarang kasusnya idiopatik (Alamsyah, 2007).
Keratitis flikten dapat berkembang secara primer dari kornea meskipun seringkali
biasanya menyebar ke kornea dari konjungtiva. Epitel yang ditempati oleh flikten rusak,
membentuk ulkus dangkal yang mungkin hilang tanpa pembentukan jaringan parut
(Alamsyah, 2007).
Flikten khas biasanya unilateral pada atau di dekat limbus, pada konjungtiva bulbar
atau kornea, dapat satu atau lebih, bulat, meninggi, abu-abu atau kuning, hiperemis, terdapat
nodul inflamasi dengan dikelilingi zona hiperemik pembuluh darah. Flikten konjungtiva tidak
menimbulkan jaringan parut. Jaringan parut fibrovaskuler kornea bilateral limbus cenderung
membesar ke bawah daripada ke atas mungkin mengindikasikan flikten sebelumnya. Flikten
yang melibatkan kornea sering rekuren, dan migrasi sentripetal lesi inflamasi mungkin
berkembang. Kadangkala, beberapa inflamasi menimbulkan penipisan kornea dan jarang
menimbulkan perforasi (Alamsyah, 2007).
3.6. Memahami dan menjelaskan tentang manifestasi klinik konjungtivitis
Konjungtivitis Bakterialis
Gejala khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun
tidur. Selain itu gejala yang timbul biasanya injeksi konjungtiva segmental maupun
menyeluruh. Sekretnya biasanya lebih purulent daripada konjungtivtis lainya, dan pada kasus
yang ringan terlihat edema pada kelopak mata.
Ketajaman penglihatan tidak terganggu, namun sedikit kabur karena adanya secret dan
debris pada lapisan air mata, reaksi pupil juga masih normal.

34
Gambar 10. Konjungtivitis bakterialis dengan mata merah dan secret purulen
(sumber: http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/bacterial-conjunctivitis.cfm)
Konjungtivitis virus
Gejalanya berbeda-beda. Pada keratokonjungtivitis karena adenovirus biasanya terdaat
demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang ada pseudomembran. Selain
itu ada infiltrate subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis ini biasanya
pasien juga mengeluh gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi pada umumnya.

Gambar 11. Pseudomembran pada konjungtivitis viral


(Sumber: openi.nlm.nih.gov)
Pada konjungtivitis herpetic disebabkan virus herpes simpleks yang biasanya pada anak,
dapat ditemukan injeksi unilateral, iritasi, secret mucoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering
keratitis herpes.

Gambar 12. Keratitis pada konjungtivitis herpes virus


(Sumber: http://www.herpessimplex1.co/herpes/herpes-simplex-virus-
conjunctivitis.html)
Konjungtivitis Alergi

35
Konjungtivitis ini gejalanya berbeda tergantung dari sub kategori. Pada alergi musiman
dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama dapat berupa gatal, kemerahan, air mata, injeksi
ringan konjungtiva dan sering kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal
sering mengeluh dengan mata sangat gatal dengan kotoran mata berserat, konjungtiva tampak
putih susu dan banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior.

Gambar 13. Kemosis pada konjungtivitis alergi


(Sumber: 5minuteconsult.com & www.ste.ki.se)
Sensasi terbakar, pengeluaran secret mucoid, merah dan foto fobia merupakan keluhan
paling sering pada keratokonjungtivitis atopic. Ditemukan juga tepian palpebral yang
eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan
menurun, sedangkan pada konjungtivitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip
dengan konjungtivitis vermal.

Gambar 13. Giant papil pada konjungtivitis


(Sumber: www.tedmontgomery.com)

3.7. Memahami dan menjelaskan tentang diagnosis dan diagnosis banding


konjungtivitis
1. Sign & Simptom
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas,
sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan tergores atau
terbakar sering berhubungan dengan edema dan hipertrofi papiler yang biasanya menyertai
hiperemi konjungtiva. Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea.
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi, pseudoptosis,
hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid
stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikuler
2. Pemeriksaan

36
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan eksternal dan
slit-lamp biomikroskopi.Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:
Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,
kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan
sikatrikal, simblepharon, massa, sekret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:


Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau vesikel, sisa
kulit berwarna darah, keratinisasi
Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
Konjungtiva tarsal dan forniks
1 Adanya papila, folikel dan ukurannya
2 Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
3 Membran dan psudomembran
4 Ulserasi
5 Perdarahan
6 Benda asing
7 Massa
8 Kelemahan palpebra
Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila,
ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
Kornea
1 Defek epitelial
2 Keratopati punctata dan keratitis dendritik
3 Filamen
4 Ulserasi
5 Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
6 Vaskularisasi
7 Keratik presipitat
Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea
3. Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik
membantu.
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat
sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan
giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia
konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
1 Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan
konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk konjungtivitis

37
purulen berat atau berulang pada semua grup usia dan pada kasus dimana konjungtivitis
tidak berespon terhadap pengobatan.
2 Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes imunodiagnostik
yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen sudah tersedia untuk
konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan
spesifikasi 91% sampai 94%. Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi
tidak diakui untuk spesimen dari okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA
virus. Ketersediannya akan beragam tergantung dari kebijakan laboratorium.
3 Tes diagnostik klamidial
Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan
imunologikal telah tersedia, meliputi tes antibodi imunofloresens langsung dan enzyme-
linked imunosorbent assay. Tes ini telah secara luas digantikan oleh PCR untuk spesimen
genital, dan, karena itu, ketersediaannya untuk spesimen konjungtival lebih terbatas.
Ketersedian PCR untuk mengetes sampel okuler beragam. Meskipun spesimen dari mata
telah digunakan dengan performa yang memuaskan, penggunaannya belum diperjelas
oleh FDA.
4 Smear/sitologi
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan
pada kasus dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau
berulang, dan pada kasus dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.
5 Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon
pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi langsung
dapat menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival
dan tes diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari
penyakit seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar harus
dilakukan dan sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan dengan
limbus dari mata dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP. Pada kasus
dicurigai karsinoma glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh ketebalan diindikasikan.
Saat merencanakan biopsi, konsultasi preoperatif dengan ahli patologi dianjurkan untuk
meyakinkan penanganan dan pewarnaan spesimen yang tepat.
6 Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui
menderita penyakit tiroid.
Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan riwayat pasien.
Paparan bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat mengindikasikan konjungtivitis
toksik/kimiawi. Pada kasus yang dicurigai luka percikan bahan kimia, pH okuler harus
dites dan irigasi mata terus dilakukan hingga pH mencapai 7. Konjungtivitis juga dapat
disebabkan penggunaan lensa kontak atau iritasi mekanikal dari kelopak mata.3

38
Tabel 2. Diagnosis Banding Konjungtivitis
Konjungtiviti Keratitis/ Iritis akut Glaukoma
s Tukak akut
Kornea
Kornea Jernih Fluoresein + Presipitat Edema
++/-
Penglihatan N <N <N <N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Fler - -/+ ++ -/+
Pupil N <N <N >N
Tekanan N N <N> N+++
Vaskularisasi a.konjungtiva Siliar Pleksus Episkleral
posterior Siliar
Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkleral
Pengobatan Antibiotic Antibiotika Steroid Miotika
sikloplegik sikloplegik diamox +
bedah
Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi local Tonometri
Tabel 3. Diagnosis Banding Konjungtivits Dengan Penyakit Lain
3.8. Memahami dan menjelaskan tentang tatalaksana konjungtivitis
A. Non Farmakologi

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata
yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan
kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit.
Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran
konjungtivitis antar pasien.

B. Farmakologi

39
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologinya.
Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.
1. Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan


antibiotic tunggal seperti

Kloramfenikol

Gentamisin

Tobramisin

Eritromisin

Sulfa

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 5 hari maka pengobatan


dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri
sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk
mengetahui penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan. Apabila
tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas
dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata,
sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh
dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air
mata atau kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal.

2. Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus


Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya.
Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi
virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sedmbuh sendiri
sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen, dan lubrikasi. Pada
kasus yang berat diberikan antibodi untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal.
Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari.
Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis,
tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan
analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin.
Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus
dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24jam.
3. Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi
Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti ringan
sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit
ringan sampai sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi
konjungtiva papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat
mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril)
ulkus kornea.

40
Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres
dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan
yang mungkin ada pada permukaan okuler.
Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang
timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer.
Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja
cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping;
tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang
mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal antihistamin,
yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi pembuluh darah, tapi
dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva. Topikal NSAID juga
digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek anti-peradangan.
Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan
dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah
bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan
spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana
memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID dapat
ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya
beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat,
infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid
yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat
dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna
sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal.
3.9. Memahami dan menjelaskan tentang komplikasi konjungtivitis
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
Glaukoma
Katarak
Ablasi retina
Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan

41
3.10. Memahami dan menjelaskan tentang pencegahan konjungtivitis
a Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang
sakit
c Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
d Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
g Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.
h Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya
setelah membersihkan kotoran mata.
Makanan yang disarankan untuk penderita konjungtivitis adalah makanan tinggi protein
dan tinggi kalori, berguna untuk mempercepat proses penyembuhan dan dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A yang berguna untuk memperbaiki
sensori penglihatan dan juga vitamin C untuk memperbaiki sistem pertahanan tubuh.
Kompres mata dengan air hangat jika disebabkan oleh bakteri atau virus, jika disebabkan
oleh alergi, kompres dengan air dingin.
3.11. Memahami dan menjelaskan tentang prognosis konjungtivitis
1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri dalam 10-14 hari tanpa pengobatan.
Namun, konjungtivitis akan sembuh lebih cepat dalam 1-3 hari apabila diobati dengan tepat.
Sebaliknya, infeksi kronik membutuhkan terapi yang adekuat untuk dapat pulih. Infeksi
staphylococcal dapat menimbulkan blefarokonjungtivitis. Kemudian, konjungtivitis
gonococcal dapat menyebabkan ulkus kornea dan endoftalmitis jika tidak diobati. Oleh
karena konjungtiva dapat menjadi port dentry, maka septikemia dan meningitis menjadi
komplikasi dari konjungtivitis meningococcal.
2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus merupakan penyakit limited disease, yang dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan khusus. Pada infeksi adenovirus, infeksi dapat hilang sempurna
dalam 3 4 minggu, dan 2 3 minggu untuk HSV. Dan infeksi enterovirus tipe 70 atau
coxsackievirus tipe A24 sembuh dalam 5 7 hari, tanpa butu tatalaksana khusus.
3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis ini bersifat self limited, ketika alergen hilang, maka reaksi inflamasi
diharapkan juga berhenti. Beberapa memiliki masa perjalanan penyakit yang pendek, namun
ada pula yang berjalan kronik, tergantung dengan kapasitas sitem imun pasien. Penyakit ini
banyak timbul pada usia anak, remaja, hingga dewasa. Pada sebagian kasus rekurensi
berkurang jauh ketika meninjak usia tua, diatas 40 50 tahun.
4. Mempelajari tentang mata merah visus normal dan mata merah visus turun
MATA MERAH VISUS NORMAL
A. PTERIGIUM

Definisi
Pterigium merupakan penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga
dengan banyak pembuluh darah. Punvaknya terletak dikornea dan dasarnya dibagian perifer.
Biasanya terletak di celah kelopak dan sering meluas ke daerah pupil.
Penyebab
Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab yang paling umum
adalah :

42
- Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan
- Bekerja di luar rumah
- Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran, panas, angin,
kekeringan dan asap.
- Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent

Epidemiologi
Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis.
Klasifikasi Pterygium

1 Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan Stocker
line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium. Lesi/jejas ini
asimtomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika
memakai soft contact lense, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas
bersandar pada ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat
menyebabkan iritasi.

2 Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu tindakan
pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.

3 Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis).
Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis
subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan
keterbatasan pergerakan mata.

Gambar 1. Tampak jaringan fibrovaskuler konjungtiva. Gambar 2. Pterigium


Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang, pterigyum
akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium ini diperhatikan karena
alasan kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan tumbuh cepat dan dapat meyebabkan
kaburnya penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit.
Gejalanya termasuk :
Mata merah

Mata kering

Iritasi

Keluar air mata (berair)

Sensasi seperti ada sesuatu dimata

Penglihatan yang kabur

43
Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan berikut:
Pemeriksaan Visus

Slit lamp

Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pterygium adalah untuk :
1 Mengevaluasi ukuran
2 Mencegah inflamasi
3 Mencegah infeksi
4 Aid dalam proses penyembuhan, apabila operasi dilakukan
Observasi:
Pemeriksaan mata secara berkala, biasanya ketika pterygium tidak menimbulkan atau
menimbulkan gejala yang minimal.
Apabila gejala bertambah berat, dapat ditambahkan :
1 Medikamentosa
Dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi, kortikosteroid untuk mengurangi
inflamasi, lubrikasi okular seperti airmata buatan.
2 Therapy radiasi
Apabila penglihatan menjadi kabur, maka pterygium harus dioperasi. Akan tetapi
pterigium dapat muncul kembali. Pemberian mytomycin C to aid in healing dan mencegah
rekurensi, seusai pengangkatan pterygium dengan operasi, selain itu menunda operasi sampai
usia dekade 4 dapat mencegah rekurensi.
Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan angin, misalnya
dengan memakai kacamata hitam.
B. PSEUDOPTERIGIUM
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang
terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM
1. Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
2.Progresifitas Bisa progresif atau Selalu stasioner
stasioner
3.Riwayat Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
peny.
4.Tes sondase Negatif Positif
Pseudopterygium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali sangat
mengganggu visus, atau alasan kosmetik.
C. PINGUEKULA

Definisi
Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan degenerasi
hialin jaringan submukosa konjungtiva.

44
Pinguekula sangat umum terjadi, tidak berbahaya, biasanya bilateral (mengenai kedua
mata). Pinguecula biasanya tampak pada konjungtiva bulbar berdekatan dengan limbus nasal
(di tepi/pinggir hidung) atau limbus temporal. Terdapat lapisan berwarna kuning-putih
(yellow-white deposits), tak berbentuk (amorphous).
Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain adalah
panas, debu, sinar matahari, udara kering6.
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah.
Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan.

Gambar 3. Pinguekula

D. HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh
(umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis hemorraghik, pemakaian antikoagulan, batuk
rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak
langsung, yang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam waktu 1-
3 minggu.
E. EPISKLERITIS SKLERITIS
Episkleritis
Merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak anatara konjungtiva dan
permukaan sklera.
Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan
dengan bawaan penyakit rematik.
Keluhannya dapat berupa :
1 mata terasa kering
2 rasa sakit yang ringan
3 mengganjal
4 konjungtiva yang kemotik.
Pengobatan yang diberikan adalah vasokonstriktor, pada keadaan yang berat diberi
kortikosteroid tetes mata atau sistemik atau salisilat. Pada episkleritis penglihatan normal,
dapat sembuh sempurna atau bersifat residif.

45
Gambar 4. Episkleritis
Skleritis
Adalah reaksi radang yang mempengaruhi bagian luar berwarna putih yang melapisi
mata.Penyakit ini biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Skleritis dibedakan
menjadi :

1 Skleritis anterior diffus


Radang sklera disertai kongesti pembuluh darah episklera dan sklera, umumnya mengenai
sebagian sklera anterior, peradangan sklera lebih luas, tanpa nodul.
2 Skleritis nodular
Nodul pada skleritis noduler tidak dapat digerakkan dari dasarnya, berwarna merah, berbeda
dengan nodul pada episkleritis yang dapat digerakkan.
3 Skleritis nekrotik
Jenis skleritis yang menyebabkan kerusakan sklera yang berat.

Gambar 5. Skleritis
Gejala
- Kemerahan pada sklera dan konjungtiva
- Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis dan dagu
yang kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering
kambuh.
- Fotofobia
- Mata berair
- Penglihatan menurun

Pengobatan
Pada skleritis dapat diberikan suatu steroid atau salisilat. Apabila ada penyakit yang
mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati.
MATA MERAH VISUS MENURUN
A. KERATITIS
Kornea dapat mengalami peradangan (keratitis) dengan atau tanpa adanya komponen
infektif. Hal ini diikuti perbaikan jaringan , dengan pembentukan luka dan pembuluh darah,
yang berakibat pengapuran kornea dan astigmatisma, sehingga terjadi penurunan visus.
Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kekurangan air mata, keracunan obat,
alergi terhadap suatu jenis obat topikal dan reaksi konjungtivitis kronis. Keratitis memberikan
gejala silau, mata merah, dan sensasi seperti kelilipan.
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan
kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau
Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma).

46
1. Keratitis Pungtata
Merupakakan keratitis pada kelenjar Bowman dengan adanya inflitrat berbentuk
bercak halus pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi
virus antara lain virus herpes, herpes zoster, dan vaksinia, trakoma, radiasi, dan mata kering.
Keratitis pungtata biasanya bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat kelainan konjungtiva.
a. Keratitis Superfisialis
Merupakakan keratitis superfisial dengan adanya inflitrat berbentuk bintik-bintik
putih pada permukaan kornea. Terjadi pada kornea superfisial, dan hijau saat pewarnaan
fluoresen. Penyebabnya di antaralain adalah blefaritis, keratopati, dan keracunan obat topikal.
Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan. Pengobatan yang bisa
diberikan adalah air mata buatan, tobramisisn tetes mata, dan siklopegik.

b. Keratitis pungtata subepitel


Terjadi di daerah kelenjar bowman. Biasanya bilateral dan kronis, nampak kelainan
konjungtiva.

2. Keratitis Marginalis
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Bila tidak
diobati dapat menyebabkan tukak pada kornea. Penyakit ini dapat terjadi berulang dengan
adanya Streptococcus pneumonia, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata, dan Esrichia.
Biasanya penderita akan mengeluh sakit seperti kelilipan, keluar banyak air mata, sakit,
sengan fotofobia berat.
Pengobatan yang dapat diberikan berupa vitamin B dan C dosis tinggi.
3. Keratitis Interstisial
Keratitis ini terjadi pada jaringan kornea lebih dalam, merupakan keratitis
nonsupuratif profunda yang disertai dengan neovaskularisasi. Pasien biasanya akan
mengeluhkan fotofobia, keluar banyak air mata, dan penurunan visus. Kelainan ini biasanya
bilateral.
Pada kornea keruh, sehingga iris susah dilihat. Terdapat injeksi siliar disertai
pembuluh darah ke arah dalam sehingga memberikan gambaran merah pucat salmon patch.
Pada keratitis akibat sifilis akan ditemukan trias Hutchinson, sadlenose, dan serologik positif
terhadap sifilis.
Pengobatan yang dapat diberikan berupa tetes mata atropin untuk mencegah sinekia.
4. Keratitis bakterial
Keratitis yang disebabkan oleh bakteri, dapat berupa bakteri gram negatif atau gram
positif. Terapi antibitotik yang diberikan untuk bakteri gram negatif adalah tobramisin
15mg/ml, gentamisin 15mg/ml, polimiksin. Antibiotik untuk gram positif antaralain cefazolin
50mg/ml, vancomycin , dan basitrasin. Selain itu siklopegik diberikan untuk istirahat mata.
5. Keratitis Jamur
Pasien biasanya akan mengeluh sakit mata hebat, berair, dan silau. Gejala yang bisa
didapatkan pada pasien adalah infiltrat yang berhifa dan satelit. Disetai juga adanya cincin
endotel dengan plak yang tampak bercabang. Diagnosis dibuat dengan preparat KOH10%
menunjukkan adanya hifa. Pengobatan yang diberikan adalah gentamisin setiap 1-2 jam.
6. Keratitis Herpes Simpleks
Virus herpes simpleks merupakan parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada
mukosa rongga hidung, rongga mulut, dan mata.
Bentuk infeksi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stromal. Pada yang epithelial akan mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk ulkus
kornea superfisialis. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang

47
menyerang reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini
mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan
stromal di sekitarnya. Pengobatan pada yang epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang
pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya.
a Tipe epitel
Gambaran klinis infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikulasris akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan
kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat
mengenai troma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan
tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan
menyerang stroma.
Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrit, akan tetapi dapat juga bentuk lain.
Secara subjektif, keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak dikeluhkan oleh penderita,
keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit membengkak atau mata berair yang bila sering
diusap menyebabkan lecet kulit palpabra. Secara objektif didapatkan iritasi yang ringan,
sedikit merah, berair, dan unilateral.
b Tipe stromal
Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan keratitis
stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea adalah lesi disiformis
tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak spesifik dan lazim disebut keratitis meta-
herpetika. Pada keadaan ini penderita datang dengan keluhan silau, mata berair, penglihatan
kabur dan pada pemeriksaan didapatkan injeksi konjungtiva dan silier, penderita menutup
matanya karena silau, dan pada kornea didapatkan infiltrat stroma yang dapat disertai uveitis
dan hipopion.
Pada keratitis epitel/dendritik dapat diberikan trifuldin per 2 jam atau antiviral oral
5x400mg/hari. Pada keratitis stromal
7. Keratitis Herpes Zoster
Disebabkan oleh virus varicella-zoster. Virus ini dapat menyerang saraf kranial V, VII,
dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion Gasseri, maka
akan terjadi gangguan pada ketiga cabang N V. Biasanya yang terganggu adalah cabang
oftalmik.
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi,
alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami
supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks.
Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah hidung dan
kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit varisela
beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan rasa nyeri yang biasanya
berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi kadang-kadang rasa nyeri ini dapat
berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai edema kulit
yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas serta sudah disertai dengan
vesikel.
Secara objektif, tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang oftalmik
nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median. Palpebra tampak
menyempit apabila kelopak atas mengaami pembengkakan. Nyeri disertai erupsi kulit yang
tidak melewati garis median adalah khas untuk infeksi oleh herpes zoster.biasanya juga
pembengkakan kelenjar pre-aurikler regional yang sesuai dengan sisi cabang oftalmik N V
yang terkena.

48
Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila disertai infeksi
sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan pula obat-obatan yang
meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik, serta dapat dibantu dengan
vitamin C dosis tinggi.
Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil selulose,
siklopegia.
Pemberian kortikosteroid oral maupun topikal merupkan kontraindikasi karena dapat
meningkatkan aktivitas virus, memperpanjang perjalanan klinik penyakit, serta memicu
infeksi bakteri atau jamur.
8. Keratitis Flikten
Merupakan reaksi imunologi terhadap stafilokokus aureus, koksidiodes imiitis serta
bakteri patogen lainnya. Terdapat hiperemia konjungtiva, dan memberikan kesan kurangnya
air mata. Secara subjektif, penderita biasanya datang karena ada benjolan putih kemerahan di
pinggiran mata yang hitam. Apabila jaringan kornea terkena, maka mata berair, silau, dan
dapat disertai rasa sakit dan penglihatan kabur.
Terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus yang dikelilingi daerah konjungtiva
yang hiperemis.Bila kornea terkena, dapat ditemukan keratitis dengan gambaran yang
bermacam-macam; yaitu infiltrat dan neovaskularisasi. Gambaran yang khas adalah
terbentuknya papula atau pustula pada kornea atau konjungtiva karena itu penyakit ini
biasanya disebut kerato konjungtivits flikten.
Pada tukak dapat diberikan antibiotik topikal atau oral.
9. Keratitis Sika
Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan oleh kurangnya sekresi
kelenjar lakrimal dan atau sel globet. Secara objektif, pada tingkat dry-eye, kejernihan
permukaan konjungtiva dan kornea hilang, tes schirmer berkurang, tear-film kornea mudah
pecah, tear break-up time berkurang, sukar menggerakan kelopak mata. Kelainan kornea
dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau pungtata. Pada kerusakan kornea yang
lebih lanjut dapat terjadi ulkus kornea dengan segala komplikasinya.
Apabila yang kurang adalah komponen air dari air mata, diberikan air mata tiruan; sedangkan
bila komponen lemaknya yang berkurang maka diberikan lensa kontak.
10. Keratitis lagoftalmus
Akibat mata tidak dapat menutup sempurna, sehingga kornea menjadi kering dan
mudah terkena trauma. Dapat dikarenakan parese Nervus VII.
11. Keratitis neuroparalitik
Akibat kerusakan Nervus V
B. ULKUS KORNEA
Ulserasi kornea dapat meluas ke dua arah yaitu melebar dan mendalam. Ulkus yang
kecil dan superfisial akan lebih cepat sembuh, kornea dapat jernih kembali.
Pada ulkus yang menghancurkan membran Bowman dan stroma, akan menimbulkan sikatriks
kornea.
Gejala Subjektif sama seperti gejala keratitis. Gejala Objektif berupa injeksi siliar,
hilangnya sebagaian jaringan kornea, dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih berat dapat
terjadi iritis disertai hipopion.
1. Tukak karena Bakteri
Tukak streptokokus
Gambaran tukak kornea khas, tukak yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Tukak berwarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram. Tukak cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan
oleh Streptokokus Pneumonia.

49
Pengobatan dengan Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkojungtiva,
dan intravena.
Tukak stafilokokus
Pada awalnya berupa tukak yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat secara
adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel lekosit.
Walaupun terdapat hipopion tukak seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Tukak
kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap
Stafilokokus Aureus.
Tukak Pseudomonas
Biasanya dimulai dengan tukak kecil di bagian sentral kornea dengan infiltrat
berwarna keabu-abuan disertai edema epitel dan stroma. Trauma kecil ini dengan cepat
melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Tukak mengeluarkan discharge
kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan diberikan Gentamaisin, tobramisin, karbensilin yang diberikan secara
lokal subkonjungtiva serta intravena.
2. Tukak Virus
Tukak kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuiti oleh vesikel-vesikel kecil di lapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan
tukak. Tukak dapat juga terjadi pada bentuk diiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral.
3. Tukak Jamur
Tukak kornea oleh jamur akhir-akhir ini banyak ditemukan, hal ini dimungkinan oleh
penggunaan antibiotik secara berlebihan dalam waktu yang lama atau pemakaian
kortikosteroid jangka panjang, Fusarium dan sefalosporim menginfeksi kornea setelah suatu
trauma yang disertai lecet epitel.
Pengobatan obat anti jamur dengan spektrum luas. Apabila memungkinkan dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan tes sensitivitas untuk dapat memilih obat jamur yang spesifik.
C. UVEITIS
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi
atau merupakan fenomena alergi terhadap antigen dari luar atau antigen dari dalam.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada
penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan lebi jelas bila menggunakan slit lamp,
berkas sinar yang disebut fler.
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia
posterior).
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Apabila presipitat keratik ini besar, berminyak disebut mutton fat keratic precipitate.
Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut Koeppe nodules, bila di
permukaan iris disebut Busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa
dan sudut bilik mata depan.
Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak hingga menimbulkan
hipopion.
Uveitis Anterior
Keluhan pasien pada awalnya dapat berupa sakit di mata, sakit kepala, fotofobia, dan
lakrimasi. Sakit mata lebih nyata pada iridosiklitis akut daripada iridosiklitis kronik dan
sangat hebat bila disertai dengan keratitis. Sakit terbatas di daerah periorbita dan mata serta
bertambah sakitnya bila dihadapkan pada cahaya dan tekanan.

50
Pada uveitis anterior supuratif dapat disertai gejala umum sepertii panas, gelisah,
menggigil, dan sebagainya.
Dari pemeriksaan akan didapatkan Terdapat injeksi siliar, presipitat keratik, fler serta sel
dalam bilik mata depan serta endapan fibrin pada pupil yang dapat menyebabkan sinekia
posterior.
Pengobatan Iridosiklitis adalah tetes mata sulfas atropin 1 %, prinsipnya untuk
membuat pupil selebar-lebarnya dan tetap tinggal lebar selama 2 minggu, tetes mata steroid
4-6 x sehari tergantung pada beratnya penyakit, kortikosteroid oral diberikan apabila
pemberian lkal dipertimbangkan tidak cukup, antibiotik diberikan apabila mikro-organisme
penyebab diketahui.

D. GLAUKOMA AKUT
Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma memberi kesan seperti
orang yang sakit berat dan kelihatan payah; mereka diantar oleh orang lain atau dipapah.
Penderita sendiri memegang kepalanya karena sakit, kadang-kadang pakai selimut. Hal inilah
yang mengelabui dokter umum; sering dikiranya seorang penderita dengan suatu penyakit
sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian hari penderita
tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di dalam dan di
sekitar mata. Penglihantannya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi di sekitar lampu.
Pada pemeriksaan, ditemukan bengkak palpebra, visus menurun (kadang sampai 1/~),
konjungtiva : Injeksi siliar, kornea : edema, COA : dangkal atau sedang, pupil : middilatasi /
iridoplegi, Iris : sinekia (-), lensa : glaukoma flicken, tekanan intraokular sangat tinggi, media
refraksi keruh, funduskopi : papil hiperemis.
Terapi :
Glaukoma sudut tertutup merupakan keadaan darurat bedah mata.
Pemberian obat-obatan untuk menurunkan TIO pre-operasi :
Gliserin gliserol oral 1 ml/kgBB dalam larutan 50% dicampur air jeruk dingin
Pilokarpin 2%, 2 tetes tiap 15 menit selama beberapa jam
Manitol hipertonis 20% I.V 1,5-3 gram/kgBB bila gliserol tidak berhasil
Bila mual diberi asetazolamid 500 mg I.M
Untuk nyeri bila perlu meperidin 100 mg I.M atau analgetik lain.
Operatif tetap diperlukan baik tekanan intraokular sudah bisa diturunkan ataupun belum.
5. Mempelajari tentang menjaga dan memelihara kesehatan mata menurut ajaran
agama Islam

Perintah menjaga dan menundukkan pandangan dengan sangat jelas terungkap pula
dalam Al-Quran. Mata sesungguhnya adalah gerbang maksiat, apabila tidak digunakan
dengan baik sesuai tuntunan Islam. Barang siapa yang tidak dapat menahan pandangan mata
sangat mungkin akan menjerumuskan nya pada zina dan maksiat.
Rasulullah sangat berhati-hati dalam memandang yang dilarang Islam. Diantarannya
dari melihat wanita yang bukan mahramnya. Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasulullah
saw suri teladan yang baik bagi kamu (yaitu) bagi siapa yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kebahagiaan) hari akhir dan banyak menyebut nama Allah. (QS.Al-Ahzab [33]: 21)
Allah Swt berfirman, Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah

51
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
(QS An-Nr [24]: 30)

Fungsi mata: melihat dan penyempurnaan indera pendengaran


Tujuan : petunujk dalam kegelapan, melihat ayat-ayat Allah
Hukum Taklifi :
a Wajib:melihat mushaf al quran,buku-buku yang bermanfaat, membedakan yang
halal dan yang haram.
b Haram :memandang wanita dengan syahwat
c Sunnah :melihat muka dan telapak tangan calon istri yang diduga kuat
lamarnya akan diterima, membaca buku-buku yang bermanfaat, melihat ulama dan
orang tua untuk menghormati.
d Makruh :melihat secara berlebihan sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
e Mubah :mendadak tanpa sengaja melihat lawan jenis, pasangan suami-istri
melihat tubuh pasanganya, melihat sesama jenis (aurat)
Terapi :penyadaran diri bahwa Allah senantiasa melihat, berdoa dan meminta pertolongan
Allah, berwudhu, memperbaharui taubat.

52
DAFTAR PUSTAKA
1 Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Grays Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2005
2 Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008
3 Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007
4 Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2013
5 Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 7 th edition.
Philadelphia: Elsevier; 2011
6 Univrab. Menjaga Pandangan. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://www.univrab.ac.id/berita-198-menjaga-pandangan.html
7 USU. Chapter II. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf
8 USU. Chapter II. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32585/4/Chapter%20II.pdf
9 Vaughan and Asburys. General Ophthalmology. 17th edition. New York: McGraw-Hills;
2007
10 Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asburys general ophthalmology. Edisi ke-17.
McGraw-Hill, 2007.
11 Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:EGC

53

Anda mungkin juga menyukai