Anda di halaman 1dari 4

RHINITIS ALERGI

A. Anamnesis
Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi
dihadapan pemeriksa. Diagnosis rinitis alergi ditegakkan dari anamnesis dengan
adanya trias gejala yaitu beringus (rinorea), bersin dan sumbatan hidung,
ditambah gatal hidung. Perlu diperhatikan juga gejala alergi di luar hidung (asma,
dermatitis atopi, injeksi konjungtiva, dan lain sebagainya).
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi
pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting.
a. Wajah
-
Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan
dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung
-
Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang
melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan
menggosok hidung keatas dengan tangan.
b. Hidung
-
Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi
spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi
-
Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna
pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.
-
Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis
alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya
berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental,
purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.
-
Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi
septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit
granulomatus.
-
Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip
dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan

1
tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut.
Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.
c. Telinga, mata dan orofaring
-
Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air-
fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani
dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan
tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan
disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder.
-
Pada pemeriksaan mata
-
Akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebral
yang disertai dengan produksi air mata.
d.
Leher. Perhatikan adanya limfadenopati
e.
Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma
f.
Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.
C. Pemeriksaan sitologi hidung.
Tidak dapat memastikan diagnosis pasti, tetap berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalen. Jika basofil mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.
D. Hitung eosinofil dalam darah tepi.
Jumlah eosinofil dapat meningkat atau normal. Begitu juga dengan
pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, Kecuali bila tanda
alergi pada pasien lebih dari satu penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga
menderita asma bronkial atau urtikaria.
E. Uji kulit.
Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada beberapa cara,
yaitu uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point
Titration/SET), uji cukit (Prick Test), dan uji gores (Scratch Test). Kedalaman
kulit yang dicapai pada kedua uji kulit (uji cukit dan uji gores) sama. SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekaannya. Keuntungan SET, selain alergen

2
penyebab, juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat
diketahui.
F. Tes penunjang lainnya
Yng lebih bermakna namun tidak selalu dikerjakan adalah tes IgE spesifik
dengan RAST (Radio Immunosorbent test) atau ELISA (Enzyme linked immuno
assay). IgE total > 200 IgE RAST untuk alergen alergen dengan tingkat skor 1+
s/d 4+.

3
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi


ke tujuh. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2012.
2. Adams G., Boies L., Higler P. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1997.

Anda mungkin juga menyukai