Anda di halaman 1dari 38

PENGERTIAN ASMA

Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau


kronis pada saluran pernapasan yang ditandai
dengan peradangan dan penyempitan saluran napas
yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain
sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami
gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan
mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia,
baik muda atau tua.

Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui


secara jelas, namun ada beberapa hal yang kerap
memicunya, seperti asap rokok, debu, bulu binatang,
aktivitas fisik, udara dingin, infeksi virus, atau
bahkan terpapar zat kimia.

Bagi seseorang yang memiliki penyakit asma,


saluran pernapasannya lebih sensitif dibandingkan
orang lain yang tidak hidup deng
an kondisi ini. Ketika paru-paru teriritasi pemicu di
atas, maka otot-otot saluran pernapasan penderita
asma akan menjadi kaku dan membuat saluran
tersebut menyempit. Selain itu, akan terjadi
peningkatan produksi dahak yang menjadikan
bernapas makin sulit dilakukan.
Penderita asma di Indonesia
Laporan riset kesehatan dasar oleh Kementrian
Kesehatan RI tahun 2013 memperkirakan jumlah
pasien asma di Indonesia mencapai 4.5 persen dari
total jumlah penduduk. Provinsi Sulawesi Tengah
menduduki peringkat penderita asma terbanyak
sebanyak 7.8 persen dari total penduduk di daerah
tersebut.

Menurut data yang dikeluarkan WHO pada bulan


Mei tahun 2014, angka kematian akibat penyakit
asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau
sekitar 1,77 persen dari total jumlah kematian
penduduk. Setelah dilakukan penyesuaian umur dari
berbagai penduduk, data ini sekaligus menempatkan
Indonesia di urutan ke-19 di dunia perihal kematian
akibat asma.
Diagnosis asma
Untuk mengetahui apakah seorang pasien menderita
penyakit asma, maka dokter perlu melakukan
sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan, dokter
biasanya akan mengajukan pertanyaan pada pasien
mengenai gejala apa saja yang dirasakan, waktu
kemunculan gejala tersebut, dan riwayat kesehatan
pasien serta keluarganya.

Jika seluruh keterangan yang diberikan pada pasien


mengarah pada penyakit asma, maka selanjutnya
dokter bisa melakukan tes untuk memperkuat
diagnosis, misalnya:

Spirometri
Tes Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Uji Provokasi Bronkus
Pengukuran Status Alergi
CT Scan
Rontgen
Jika seseorang terdiagnosis mengidap asma saat
kanak-kanak, gejalanya mungkin bisa menghilang
ketika dia remaja dan muncul kembali saat usianya
lebih dewasa. Namun gejala asma yang tergolong
menengah atau berat di masa kanak-kanak, akan
cenderung tetap ada walau bisa juga muncul
kembali. Kendati begitu, asma bisa muncul di usia
berapa pun dan tidak selalu berawal dari masa
kanak-kanak.

Pengobatan asma
Ada dua tujuan dalam pengobatan penyakit asma,
yaitu meredakan gejala dan mencegah gejala
kambuh. Untuk mendukung tujuan tersebut,
diperlukan rencana pengobatan dari dokter yang
disesuaikan dengan kondisi pasien. Rencana
pengobatan meliputi cara mengenali dan menangani
gejala yang memburuk, serta obat-obatan apa yang
harus digunakan.

Penting bagi pasien untuk mengenali hal-hal yang


dapat memicu asma mereka agar dapat
menghindarinya. Jika gejala asma muncul, obat
yang umum direkomendasikan adalah inhaler
pereda.

Bilamana terjadi serangan asma dengan gejala yang


terus memburuk (secara perlahan-lahan atau cepat)
meskipun sudah ditangani dengan inhaler atau obat-
obatan lainnya, maka penderita harus segera
mendapatkan penanganan di rumah sakit. Meski
jarang terjadi, serangan asma bisa saja
membahayakan nyawa. Bagi penderita asma kronis,
peradangan pada saluran napas yang sudah
berlangsung lama dan berulang-ulang bisa
menyebabkan penyempitan permanen.

Komplikasi asma
Berikut ini adalah dampak akibat penyakit asma
yang bisa saja terjadi:

Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi).


Menurunnya performa di sekolah atau di
pekerjaan.
Tubuh sering terasa lelah.
Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada
anak-anak.
Status asmatikus (kondisi asma parah yang tidak
respon dengan terapi normal).
Pneumonia.
Gagal pernapasan.
Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-
paru.
Kematian.

Mengendalikan penyakit asma


Jika Anda kebetulan mengidap asma atau hidup
dengan asma sejak lama, jangan cemas dengan
kondisi ini karena asma merupakan penyakit yang
masih dapat dikendalikan asalkan Anda:

Mengenali dan menghindari pemicu asma.


Mengikuti rencana penanganan asma yang
dibuat bersama dokter.
Mengenali serangan asma dan melakukan
langkah pengobatan yang tepat.
Menggunakan obat-obatan asma yang
disarankan oleh dokter secara teratur.
Memonitor kondisi saluran napas Anda.
Jika penggunaan inhaler pereda asma reaksi cepat
makin meningkat, segera konsultasikan kepada
dokter agar rencana penanganan asma Anda
disesuaikan kembali. Selain itu, disarankan untuk
melakukan vaksinasi
influenza dan pneumonia secara teratur untuk
mencegah memburuknya penyakit asma yang
disebabkan kedua penyakit tersebut.

GEJALA ASMA

Gejala utama asma meliputi sulit bernapas


(terkadang bisa membuat penderita megap-megap),
batuk-batuk, dada yang terasa sesak, dan mengi
(suara yang dihasilkan ketika udara mengalir
melalui saluran napas yang menyempit). Apabila
gejala ini kumat, sering kali penderita asma menjadi
sulit tidur.
Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai
dari yang ringan hingga parah. Memburuknya gejala
biasanya terjadi pada malam hari atau dini hari.
Sering kali hal ini membuat penderita asma menjadi
sulit tidur dan kebutuhan akan inhaler semakin
sering. Selain itu, memburuknya gejala juga bisa
dipicu oleh reaksi alergi atau aktivitas fisik.

Gejala asma yang memburuk secara signifikan


disebut serangan asma. Serangan asma biasanya
terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau bahkan
beberapa hari. Meskipun begitu, ada beberapa
penderita yang gejala asmanya memburuk dengan
sangat cepat kurang dari waktu tersebut.

Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang


memburuk secara signifikan, tanda-tanda lain
serangan asma parah dapat meliputi:

Inhaler pereda yang tidak ampuh lagi dalam


mengatasi gejala.
Gejala batuk, mengi dan sesak di dada semakin
parah dan sering.
Sulit bicara, makan, atau tidur akibat sulit
bernapas.
Bibir dan jari-jari yang terlihat biru.
Denyut jantung yang meningkat.
Merasa pusing, lelah, atau mengantuk.
Adanya penurunan arus puncak ekspirasi.
Jangan abaikan jika Anda atau keluarga Anda
mengalami tanda-tanda serangan asma di atas.
Segera temui dokter untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
PENYEBAB ASMA

Penyebab asma secara pasti masih belum


diketahui. Meskipun begitu, ada beberapa hal
yang dapat memicu kemunculan gejala penyakit
ini, di antaranya:
Infeksi paru-paru dan saluran napas yang
umumnya menyerang saluran napas bagian atas
seperti flu.
Alergen (bulu hewan, tungau debu, dan serbuk
bunga).
Paparan zat di udara, misalnya asap kimia, asap
rokok, dan polusi udara.
Faktor kondisi cuaca, seperti cuaca dingin, cuaca
berangin, cuaca panas yang didukung kualitas udara
yang buruk, cuaca lembap, dan perubahan suhu
yang drastis.
Kondisi interior ruangan yang lembap,
berjamur, dan berdebu.
Stres.
Emosi yang berlebihan (kesedihan yang
berlarut-larut, marah berlebihan, dan tertawa
terbahak-bahak).
Aktivitas fisik (misalnya olahraga).
Obat-obatan, misalnya obat pereda nyeri anti-
inflamasi nonsteroid (aspirin, naproxen,
dan ibuprofen) dan obat penghambat beta (biasanya
diberikan pada penderita gangguan jantung atau
hipertensi).
Makanan atau minuman yang mengandung
sulfit (zat alami yang kadang-kadang digunakan
sebagai pengawet), misalnya selai, udang, makanan
olahan, makanan siap saji, minuman kemasan sari
buah, bir, dan wine.
Alergi makanan (misalnya kacang-kacangan).
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau
penyakit di mana asam lambung kembali naik ke
kerongkongan sehngga mengiritasi saluran cerna
bagian atas.
Sangat penting untuk mengetahui apa yang kerap
memicu munculnya gejala apabila Anda adalah
seorang penderita asma. Setelah mengetahuinya,
hindari hal-hal tersebut karena itu merupakan
cara terbaik bagi Anda untuk mencegah terjadinya
serangan asma.

Faktor-faktor risiko asma


Saluran pernapasan orang yang memiliki asma
lebih sensitif dan mudah mengalami inflamasi
dibandingkan dengan orang-orang normal ketika
teriritasi oleh pemicu-pemicu yang telah
disebutkan di atas.
Saat gejala asma muncul, saluran pernapasan
akan menyempit dan otot-otot di sekitar saluran
tersebut mengencang. Selain itu, ada peningkatan
peradangan pada lapisan saluran pernapasan dan
produksi dahak yang makin menambah
penyempitan pada saluran pernapasan.
Dengan menyempitnya bagian-bagian dari
saluran pernapasan, maka udara akan lebih sulit
mengalir dan penderita menjadi makin sulit
bernapas.
Menurut penelitian, ada beberapa faktor yang
dapat meningkatkan risiko seseorang untuk
terkena penyakit asma, di antaranya:
Memiliki keluarga dengan riwayat penyakit
asma atau
alergi atopik (kondisi yang berkaitan dengan
alergi, misalnya alergi makanan daneksim).
Mengidap penyakit bronkiolitis atau infeksi
paru-paru saat masih kecil.
Lahir dengan berat badan di bawah normal,
yaitu kurang dari dua kilogram.
Kelahiran prematur, terutama jika
membutuhkan ventilator.
Terpapar asap rokok saat masih kecil. Pada
kasus ibu yang merokok saat hamil, risiko anak
untuk menderita asma akan meningkat.
DIAGNOSIS ASMA

Untuk mengetahui apakah seorang pasien


menderita penyakit asma, dokter perlu melakukan
sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan,
dokter biasanya akan mengajukan pertanyaan
seputar gejala yang dirasakan, misalnya apakah
pasien suka mengalami sesak napas, nyeri dada,
mengi, sulit bicara, dan kondisi bibir atau kuku
berubah warna menjadi kebiruan.
Jika jawabannya positif, maka selanjutnya dokter
akan bertanya mengenai waktu kemunculan gejala
tersebut. Misalnya apakah ketika malam hari atau
dini hari, ketika berolahraga, ketika merokok,
ketika berada di dekat binatang berbulu, ketika
tertawa, ketika merasa stres, atau tidak bisa
diprediksi. Selain itu, dokter juga perlu
menanyakan apakah pasien memiliki keluarga
yang memiliki riwayat penyakit asma atau alergi.
Jika seluruh keterangan yang diberikan oleh
pasien mengarah pada penyakit asma, maka
selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan tes
laboratorium. Tes laboratorium bisa dilakukan
untuk memperkuat bukti. Tes yang paling sering
dilakukan adalah spirometri. Di dalam tes ini,
pasien akan diminta dokter untuk menarik napas
dalam-dalam dan mengembuskannya secepat
mungkin ke sebuah alat yang dinamakan
spirometer. Tujuan tes ini adalah untuk mengukur
kinerja paru-paru dengan berpatokan kepada
volume udara yang dapat pasien embuskan dalam
satu detik dan jumlah total udara yang
diembuskan. Adanya hambatan pada saluran
pernapasan yang mengarah kepada asma dapat
diketahui oleh dokter setelah membandingkan
data yang didapat dengan ukuran yang dianggap
sehat pada orang-orang seusia pasien. Selain
berpatokan pada ukuran sehat, asma juga bisa
dideteksi melalui spirometri dengan cara
membandingkan data awal dengan data setelah
pasien diberikan obat inhaler. Jika setelah
diberikan inhaler hasilnya menjadi lebih bagus,
maka pasien kemungkinan besar menderita asma.
Tes berikutnya yang bisa dipakai untuk
mendiagnosis asma adalah tes kadar arus
ekspirasi puncak. Di dalam tes yang dibantu
dengan alat bernama peak flow meter (PFM) ini ,
kecepatan udara dari paru-paru dalam sekali
napas yang bisa diembuskan oleh pasien akan
diukur guna mendapatkan data tingkat arus
ekspirasi puncak (PEFR). Dokter biasanya
menyarankan pasien untuk membeli sebuah PFM
untuk digunakan di rumah, serta membuat
sebuah catatan PEFR tiap harinya. Selain itu,
pasien juga akan disarankan untuk mencatat tiap
gejala yang muncul agar dokter bisa mengetahui
kapan asma memburuk.
Jika pasien merasa bahwa gejala gangguan
pernapasan kerap pulih ketika sedang tidak
bekerja, kemungkinan pasien mengidap asma
yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan.
Kemungkinan di tempat pasien bekerja terdapat
zat-zat yang memicu kambuhnya gejala asma. Hal
ini biasanya terjadi pada orang-orang yang
berprofesi sebagai perawat, pegawai pabrik
pengolahan bahan kimia, staf laboratorium,
tukang cat, tukang las, pekerja pengolahan kayu,
pengurus hewan, dan pekerja pengolahan
makanan. Untuk mendukung diagnosis, biasanya
dokter akan meminta pasien melakukan tes aliran
ekspirasi puncak (PEFR) dengan
menggunakan peak flow meter (PFM), baik di
tempat bekerja maupun di luar lingkungan kerja.
Dari data yang didapat, dokter bisa
memperkirakan apakah pasien mengidap asma
akibat pekerjaan.
Jika Anda terdiagnosis mengidap asma akibat
paparan zat di lingkungan pekerjaan,
informasikan hasil diagnosis tersebut kepada
perusahaan tempat Anda bekerja, terutama pada
bagian layanan kesehatan kerja. Perusahaan
memiliki tanggung jawab untuk menjamin
kesehatan karyawan.
Contohnya, apabila asma Anda dipicu kandungan
zat yang ada pada bahan baku produksi, maka
minta perusahaan untuk memberi Anda
perlengkapan yang dapat melindungi diri dari
paparan zat tersebut atau memindahkan Anda ke
divisi lain yang tidak melibatkan pengolahan
secara langsung. Hal ini bisa coba Anda ajukan
apabila perusahaan tidak memungkinkan untuk
mengganti bahan-bahan produksi tersebut
dengan bahan-bahan yang lebih aman.
Jika dalam waktu setahun Anda tetap sering
terkena asma ketika berada di tempat kerja, maka
pertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru.

Tes lainnya
Selain spirometri dan tes kadar arus ekspirasi
puncak, beberapa tes lainnya mungkin
dibutuhkan pasien untuk memperkuat dugaan
asma atau membantu mendeteksi penyakit-
penyakit selain asma. Contoh-contoh tes tersebut
adalah:
Tes untuk melihat adanya peradangan
pada saluran napas. Dalam tes ini, dokter akan
mengukur kadar oksida nitrat dalam napas ketika
pasien bernapas. Jika kadar zat tersebut tinggi,
maka bisa jadi merupakan tanda-tanda peradangan
pada saluran pernapasan. Selain oksida nitrat,
dokter juga akan mengambil sampel dahak untuk
mengecek apakah paru-paru pasien mengalami
radang.
Tes responsivitas saluran napas (uji
provokasi bronkus). Tes ini digunakan untuk
memastikan bagaimana saluran pernapasan pasien
bereaksi ketika terpapar salah satu pemicu asma.
Dalam tes ini, pasien biasanya akan diminta
menghirup serbuk kering(mannitol). Setelah itu
pasien akan diminta untuk menghembuskan napas
ke dalam spirometer untuk mengukur seberapa
tinggi tingkat perubahan FEV1 dan FVC setelah
terkena pemicu. Jika hasilnya turun drastis, maka
dapat diperkirakan pasien mengidap asma. Pada
anak-anak, selain mannitol, media yang bisa dipakai
untuk memicu asma adalah olah raga.
Pemeriksaan status alergi. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui apakah gejala-gejala
asma yang dirasakan oleh pasien disebabkan
oleh alergi. Misalnya alergi pada makanan, tungau,
debu, serbuk sari, atau gigitan serangga.
CT Scan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh
dokter apabila mencurigai bahwa gejala sesak napas
pada diri pasien bukan disebabkan oleh asma,
melainkan infeksi di dalam paru-paru atau kelainan
struktur rongga hidung.
Pemeriksaan rontgen. Tujuan dilakukannya
pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan CT Scan,
yaitu untuk melihat apakah gangguan
pernapasandisebabkan oleh kondisi lain.
PENGOBATAN ASMA

Tujuan pengobatan asma adalah mengendalikan


gejala dan mencegah timbulnya kembali serangan.
Bagi sebagian besar penderita asma, obat-obatan
dan metode pengobatan yang ada saat ini sudah
terbukti efektif dalam menjaga agar gejala asma
tetap terkontrol.
Untuk mendapatkan hasil yang efektif, dokter
perlu menyesuaikan pengobatan dengan gejala-
gejala asma yang muncul. Selain itu, pasien juga
harus menjalani pemeriksaan secara rutin
(minimal sekali dalam setahun) untuk
memastikan pengobatannya cocok dan penyakit
asma telah berada dalam kendali. Terkadang
pasien membutuhkan tingkat pengobatan yang
lebih tinggi pada jangka waktu tertentu.

Rencana penanganan asma


Informasi mengenai obat-obatan harus disertakan
di dalam rencana penanganan asma. Rencana
penanganan ini juga bisa membantu Anda
mengetahui kapan gejala bisa memburuk dan
langkah apa yang harus diambil. Setidaknya sekali
dalam setahun, rencana penanganan asma
tersebut harus Anda tinjau ulang bersama dokter.
Bahkan peninjauan secara lebih berkala perlu
dilakukan jika gejala asma telah mencapai tingkat
parah.
Anda mungkin akan disarankan untuk
membeli peak flow meter (PFM) atau alat
pengukur aliran ekspirasi puncak sebagai bagian
dari pengobatan. Dengan cara ini Anda dapat
memonitor asma Anda sendiri sehingga dapat
mengetahui serangan asma lebih dini dan
mengambil langkah penanganan yang perlu.

Obat-obatan asma yang disarankan


Biasanya obat-obatan asma diberikan melalui alat
yang disebut inhaler (obat hirup untuk asma).
Alat ini dapat mengirimkan obat ke dalam saluran
pernapasan secara langsung dengan cara dihirup
melalui mulut. Menggunakan obat asma dengan
cara dihirup dinilai efektif karena obat tersebut
langsung menuju paru-paru. Kendati begitu,
tiap inhalerbekerja dengan cara yang berbeda.
Biasanya dokter akan mengajari Anda cara
menggunakan alat tersebut dan melakukan
pemeriksaan setidaknya sekali dalam setahun.
Selain inhaler, ada juga yang disebut
sebagai spacer. Ini merupakan wadah dari logam
atau plastik yang dilengkapi dengan corong isap di
satu ujungnya dan lubang di ujung lainnya untuk
dipasangkan inhaler. Saat inhaler ditekan, obat
akan masuk ke dalam spacer dan dihirup melalui
corong spacer itu sendiri. Spacer juga dapat
mengurangi risiko sariawan di mulut atau
tenggorokan akibat efek samping dari obat-obatan
asma yang dihirup.
Spacer mampu meningkatkan jumlah obat-obatan
yang mencapai paru-paru dan mengurangi efek
sampingnya. Beberapa orang bahkan merasa lebih
mudah
memakaispacer ketimbang inhaler saja. Pada
kenyataannya karena dapat meningkatkan
distribusi obat ke dalam paru-paru,
penggunaan spacer sering disarankan.
Sebagai bagian dari penanganan asma yang baik,
penting bagi Anda untuk memastikan bahwa
dokter atau apoteker mengajari cara
menggunakan inhaler dengan benar.
Ada dua jenis inhaler yang digunakan dalam
penanganan penyakit asma, yaitu:
Inhaler pereda. Inhaler pereda digunakan
untuk meringankan gejala asma dengan cepat saat
serangan sedang berlangsung. Biasanya inhaler ini
berisi obat-obatan yang disebut short-acting beta2-
agonist atau beta2-agonist yang memiliki reaksi
cepat (misalnya terbutaline dan salbutamol). Obat
ini mampu melemaskan otot-otot di sekitar saluran
pernapasan yang menyempit. Dengan begitu,
saluran pernapasan dapat terbuka lebih lebar dan
membuat pengidap asma dapat bernapas kembali
dengan lebih mudah. Obat-obatan yang terkandung
di dalam inhaler pereda jarang menimbulkan efek
samping dan aman digunakan selama tidak
berlebihan. Inhaler pereda tidak perlu sering
digunakan lagi jika asma sudah terkendali dengan
baik. Bagi pengidap asma yang harus menggunakan
obat ini sebanyak lebih dari tiga kali dalam
seminggu, maka keseluruhan penanganan perlu
ditinjau ulang.
Inhaler pencegah. Selain dapat mencegah
terjadinya serangan asma, inhaler pencegah juga
dapat mengurangi jumlah peradangan dan
sensitivitas yang terjadi di dalam saluran napas.
Biasanya Anda harus menggunakan inhaler
pencegah tiap hari untuk sementara waktu sebelum
merasakan manfaatnya secara utuh. Anda juga
mungkin akan membutuhkan inhaler pereda untuk
meredakan gejala saat serangan asma terjadi.
Namun jika Anda terus-menerus membutuhkan
inhaler pereda tersebut, maka penanganan Anda
harus ditinjau ulang secara keseluruhan. Umumnya
pengobatan pencegah disarankan jika Anda
mengalami serangan asma lebih dari dua kali dalam
seminggu, harus menggunakan inhaler pereda lebih
dari dua kali dalam seminggu, atau terbangun pada
malam hari sekali atau lebih dalam seminggu akibat
serangan asma. Inhaler pencegah biasanya
mengandung obat-obatan steroid seperti
budesonide, beclometasone, mometasone, dan
fluticasone. Merokok dapat menurunkan kinerja
obat ini.
Jika asma tidak kunjung mereda oleh pengobatan
di atas, dokter bisa meningkatkan
dosisinhaler pencegah. Jika langkah ini tidak juga
dapat mengendalikan gejala asma, biasanya
dokter akan memberikan Anda tambahan obat
yang disebut long-acting reliever atau obat
pereda asma reaksi lambat (long-acting
bronchodilator/long-acting beta2-agonist atau
LABA). Khasiatnya sama dengan obat pereda
reaksi cepat, hanya saja kinerjanya butuh waktu
yang lebih lama dan efeknya bisa bertahan hingga
12 jam. Contoh inhaler pereda reaksi lambat
adalah salmeterol dan formoterol.
Dikarenakan LABA juga tidak meredakan
peradangan pada saluran napas penderita asma,
obat ini dapat memperparah asma sembari
menyembunyikan gejalanya. Hal ini
meningkatkan kemungkinan serangan asma parah
yang mungkin membahayakan jiwa penderita.
Oleh karena itu selalu gunakan inhaler kombinasi
atau inhaler yang dikombinasikan dengan steroid
inhalasi dan bronkodilator jangka panjang dalam
satu perangkat.

Efek samping inhaler pereda dan pencegah


Selama penggunaannya tidak melebihi
dosis, inhaler pereda merupakan pengobatan
yang aman yang tidak memiliki banyak efek
samping. Efek samping yang mungkin muncul
dalam penggunaan dosis tinggi di antaranya
adalah sakit kepala, kram otot, dan sedikit
gemetar (tremor) pada tangan. Efek samping
tersebut biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit.
Sama seperti inhaler pereda, penanganan asma
dengan inhaler pereda juga terbukti sangat aman
pada dosis reguler. Efek samping biasanya terjadi
pada penggunaan dosis tinggi dan dalam
penggunaan jangka panjang. Efek samping
tersebut adalah infeksi jamur di dalam mulut atau
tenggorokan yang disebut juga sebagai kandidiasis
oral. Efek samping lainnya adalah suara Anda
menjadi serak. Namun efek samping ini bisa
dicegah jika Anda menggunakan spacer. Selain
itu, dianjurkan untuk berkumur dengan air bersih
setelah menggunakan inhaler pencegah.
Untuk penggunaan inhaler pereda reaksi lambat,
efek samping yang mungkin muncul adalah sakit
kepala, kram otot, dan sedikit gemetar pada
tangan. Dokter biasanya akan menjelaskan
kepada Anda mengenai manfaat dan risiko dari
pengobatan tersebut. Biasanya kondisi Anda akan
dipantau diawal pengobatan dan ditinjau ulang
secara rutin. Jika penggunaan inhaler pereda
reaksi lambat tidak kunjung meredakan asma
Anda, hentikan secepatnya.
Langkah penanggulangan serangan asma
dengan inhaler
Jika tiba-tiba gejala asma Anda kambuh, lakukan
tiga hal utama berikut. Yang pertama adalah
segera keluarkan inhaler jenis pereda dan isap
sebanyak 1 atau 2 kali. Setelah itu, lakukan
langkah kedua dengan cara duduk tenang dan
cobalah bernapas secara stabil. Apabila gejala
asma masih belum mereda, maka lakukan langkah
ketiga dengan cara mengisap inhaler Anda
kembali sebanyak 2 kali (atau hingga 10 kali jika
diperlukan) tiap dua menit sekali.
Apabila seluruh langkah tersebut tetap tidak
meredakan gejala asma dan Anda khawatir
kondisi bisa menjadi lebih buruk, maka segera
telepon ambulans atau minta orang-orang di
sekeliling Anda untuk membawa Anda ke rumah
sakit. Sebelum Anda benar-benar mendapatkan
penanganan rumah sakit, ulangi terus langkah
ketiga.

Obat-obatan asma lainnya


Selain dengan inhaler, penanganan asma juga bisa
dilakukan dengan obat-obatan seperti:
Steroid oral. Tablet steroid mungkin akan
diresepkan dokter jika asma Anda masih belum bisa
dikendalikan. Pengobatan ini biasanya dipantau oleh
dokter spesialis paru yang menangani penderita
asma karena jika digunakan secara jangka panjang
(misalnya lebih dari tiga bulan), berisiko
menyebabkan efek samping tertentu, seperti
hipertensi, kenaikan berat badan, otot melemah,
pengeroposan tulang, kulit menipis dan mudah
memar. Selain itu, efek samping yang lebih serius
yang bisa saja terjadi adalah katarak dan glaukoma.
Oleh karena itu pengobatan dengan steroid oral
hanya dianjurkan jika Anda telah melakukan cara
pengobatan lainnya, namun belum berhasil.
Sebagian besar orang hanya perlu menggunakan
steroid oral selama 1-2 minggu dan sebagai obat
tambahan untuk menangani infeksi tambahan
(seperti infeksi pada paru). Biasanya mereka akan
kembali ke pengobatan sebelumnya setelah asma
dapat dikendalikan. Sebaiknya Anda rutin
memeriksakan diri agar terhindar dari
osteoporosis, diabetes, dan tekanan darah tinggi.
Tablet theophylline. Obat yang bisa
difungsikan sebagai obat pencegah gejala asma ini
bekerja dengan cara membantu melebarkan saluran
napas dengan melemaskan otot-otot di
sekelilingnya. Pada sebagian orang, tablet
theophylline diketahui menyebabkan efek samping,
seperti mual, sakit kepala,
muntah,insomnia,dangangguan perut. Namun hal
ini biasanya dapat dihindari dengan penyesuaian
dosis.
Tablet leukotriene receptor antagonist
(montelukast). Obat ini bekerja dengan cara
menghambat bagian dari reaksi kimia yang
menyebabkan radang di dalam saluran pernapasan.
Sama seperti theophylline, obat ini digunakan untuk
mencegah gejala asma. Leukotriene receptor
antagonist dapat menimbulkan efek samping
berupa sakit kepala dan gangguan perut.
Ipratropium. Meski lebih banyak diresepkan
pada kasus bronkitis kronis dan
emfisema, ipratropium juga bisa digunakan untuk
menanggulangi serangan asma. Obat ini mampu
memperlancar aliran pernapasan dengan cara
melemaskan otot-otot saluran pernapasan yang
mengencang ketika gejala asma kambuh.
Omalizumab. Obat ini mampu menurunkan
risiko terjadinya peradangan saluran pernapasan
dengan cara mengikat salah satu protein yang
terlibat di dalam respons imun dan mengurangi
kadarnya pada darah.
Umumnya, omalizumabdirekomendasikan bagi
penderita yang menderita asma karena alergi dan
sering mengalami serangan asma. Sebagai obat yang
biasanya hanya diresepkan oleh dokter
spesialis, omalizumab diberikan dengan cara
disuntikkan tiap 2-4 minggu sekali.
Penggunaan omalizumab harus dihentikan jika obat
ini tidak berhasil mengendalikan asma dalam kurun
waktu enam belas minggu.
Bronchial thermoplasty. Ini merupakan
prosedur pengobatan asma baru yang masih terus
diteliti dan belum tersedia di Indonesia. Dalam
beberapa kasus, prosedur ini digunakan untuk
mengobati asma parah dengan cara merusak otot-
otot sekitar saluran napas yang dapat mengurangi
penyempitan pada saluran pernapasan. Ada
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa prosedur
ini dapat mengurangi serangan asma dan
memperbaiki kualitas hidup penderita asma parah.
Kendati begitu, keuntungan maupun kerugian
secara jangka panjangnya belum sepenuhnya
diketahui.
Metode pengobatan yang sifatnya
pelengkap
Latihan pernapasan merupakan metode
pelengkap pengobatan penyakit asma yang paling
disarankan. Dan ada bukti bahwa metode ini
dapat mengurangi gejala asma serta kebutuhan
obat-obatan pereda pada sebagian orang. Latihan
pernapasan bisa meliputi yoga, teknik pernapasan
Buteyko, dan teknik pernapasan yang diajarkan
fisioterapis.
Selain latihan pernapasan, metode pengobatan
pelengkap lainnya adalah:
Akupunktur
Obat herbal tradisional Tiongkok
Homeopati
Terapi suplemen oral
Hipnosis
Terapi Ionisasi
Chiropractic
Walau demikian, di antara semua pengobatan
pelengkap yang telah disebutkan, hanya latihan
pernapasan yang terbukti efektif mengurangi
gejala dan kebutuhan penderita akan obat asma.
Untuk terapi pelengkap lainnya, masih
dibutuhkan penelitian lebih lanjut akan efeknya
terhadap penyakit asma.
Susanto, Albert,dkk.2014.asma.
http://www.alodokter.com/asma/pengobatan
Terapi Asma Pada Ibu Hamil

oleh :

dr. Freddy Dinata, SpOG

Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Azra Medical Healthcare

Diperkirakan terdapat hingga 4% kehamilan yang dipengaruhi


oleh penyakit asma, yang merupakan kelainan peradangan
jalan nafas menahun. Gejala utamanya adalah penyumbatan
jalan nafas akibat kontraksi otot polos bronkus, produksi lendir
yang berlebihan dan pembengkakan lapisan dalam (mukosa)
jalan nafas. Perubahan-perubahan normal pada fungsi paru
saat kehamilan, dapat menyebabkan penderita asma rentan
akan terjadinya hipoksemia (rendahnya kadar oksigen dalam
darah). Namun tidak terdapat bukti bahwa kehamilan memberi
pengaruh munculnya asma. Kendati demikian, sepertiga
penderita asma dapat memburuk kondisinya saat hamil,
sementara sisanya justru dapat membaik atau tidak berubah
sama sekali.

Pada serangan asma yang berat, kehamilan dapat terancam.


Meningkatnya kejadian preeklampsia, persalinan prematur,
bayi berat lahir rendah dan kematian bayi, semuanya berkaitan
dengan asma. Bahkan sang ibu dapat terancam jiwanya pada
komplikasi yang berat, yang disebut status asmatikus. Secara
klinis, asma merupakan spektrum luas dari suatu penyakit,
yang berkisar dari sesak nafas ringan hingga penyumbatan
jalan nafas berat yang menyebabkan gagal nafas, kekurangan
oksigen, bahkan kematian. Kejang otot bronkus yang
mendadak menyebabkan jalan nafas tersumbat dan minimnya
aliran udara. Sebagai kompensasi, kerja nafas meningkat
secara progresif, pasien merasakan berat di dada, timbul bunyi
mengi (wheezing) dan sulit bernafas.

Tata laksana yang efektif untuk asma selama kehamilan,


meliputi: penilaian obyektif fungsi paru, menghindari atau
mengendalikan faktor-faktor pencetus dari lingkungan, terapi
obat-obatan dan edukasi pasien. Pada umumnya, penderita
asma sedang dan berat dianjurkan untuk menjalani tes fungsi
paru yang rutin. Pengobatan pasien rawat jalan tergantung
pada tingkat keparahan asmanya. Untuk asma yang ringan,
obat golongan beta-agonist yang diberikan dengan cara
inhalasi (dihirup) cukup efektif, yang diberikan setiap 3-4 jam
sesuai kebutuhan. Jika asmanya tidak responsif, dapat
dikombinasikan dengan inhalasi obat golongan kortikosteroid.
Tujuannya adalah mengurangi penggunaan beta-agonist.
Kromolin dan nedokromil bermanfaat untuk mencegah
penghancuran sel mast, namun tidak efektif untuk asma yang
akut, sehingga lebih banyak digunakan untuk pencegahan
jangka panjang. Teofilin adalah suatu metilxantin, di mana
kandungan garamnya dapat melemaskan otot bronkus yang
kejang dan mungkin memiliki efek antiradang. Beberapa
turunannya dianggap bermanfaat untuk terapi lanjutan pada
pasien rawat jalan yang tidak responsif terhadap obat-obat
inhalasi.

Adapun tata laksana pada penderita serangan asma yang


akut, tidak berbeda dengan mereka yang tidak hamil.
Pengecualiannya adalah menurunnya jumlah pasien yang
perlu dirawat pada saat hamil. Sebagian besar penderita
mendapat perbaikan dengan pemberian cairan infus untuk
mengurangi produksi lendir paru. Oksigen diberikan dengan
sungkup setelah pemeriksaan analisa gas darah. Tujuannya
adalah mempertahankan tekanan oksigen lebih besar
daripada 60 mm Hg dan saturasi oksigen 95%. Terapi pilihan
pertama untuk asma akut meliputi obat beta-agonist seperti
epinefrin, isoproterenol, terbutalin, albuterol, dan lain-lain. Saat
ini direkomendasikan bahwa kortikosteroid diberikan lebih awal
untuk semua pasien dengan serangan asam akut yang berat.
Namun karena lama kerjanya hanya beberapa jam, obat ini
sebaiknya diberikan bersama-sama dengan beta-agonist. Tata
laksana selanjutnya tergantung respon pasien terhadap terapi.
Beberapa pasien membaik setelah observasi 24 jam.
Sebaliknya, jika tidak ada perubahan setelah pemberian beta-
agonist 3 kali, pasien dianjurkan untuk rawat inap untuk
mendapatkan pengobatan intensif. Asma yang berat, yang
tidak menunjukkan perbaikan setelah 30 hingga 60 menit
pengobatan intensif, disebut dengan status asmatikus. Pada
ibu hamil, jika terjadi kondisi seperti ini, pasien harus menjalani
intubasi, yakni pemasangan selang oksigen ke paru-paru
untuk menyalurkan oksigen dengan bantuan mesin. Kelelahan,
timbunan karbon dioksida dan hipoksemia merupakan indikasi
intubasi dan mesin oksigen.

Obat-obatan asma yang diminum secara teratur, dilanjutkan


selama persalinan berlangsung. Dalam memilih obat
penghilang nyeri selama proses bersalin, fentanil lebih dipilih
daripada morfin atau meferidin, karena tidak melepaskan
histamin yang dapat mencetuskan asma. Jika melalui prosedur
bedah sesar, jenis anestesi umum sebaiknya dihindari, karena
intubasinya dapat memicu kejang bronkus. Jenis obat lain
yang juga harus dihindari adalah prostaglandin F2-alfa, yang
sering digunakan untuk menghentikan perdarahan setelah
melahirkan.

http://www.rsazra.co.id/RSAZRA/index.php/tutorials-
mainmenu-
48/artikelkesehatanmenu/kebidanandankandungan/301-
kebidanandankandunganartikel14

ASMA

Cara Mengobati Asma Saat


Kehamilan
Mengobati asma bagi wanita hamil sama halnya dengan mengobati
asma pada umumnya. Layaknya para penderita asma lainnya, ibu
hamil harus memiliki tindakan perencanaan asma guna mengontrol
pembengkakan dan pencegahan serangan asma.

Berikut beberapa tindakan pengobatan yang dapat dilakukan saat


Anda menjalani kehamilan :

Jika lebih dari satu professional kesehatan yang terlibat selama


masa kehamilan Anda, pastikan mereka dapat berkomunikasi satu
dengan yang lain guna pengobatan terbaik. Pilihlah dokter kandungan
yang pernah bergabung di yayasan asma atau sudah terbiasa
mengobati wanita hamil penderita asma.
Terus awasi paru-paru Anda selama masa kehamilan guna
memastikan janin Anda mendapatkan oksigen yang cukup. Karena
keparahan asma dapat berubah sekitar 2/3 selama masa kehamilan,
Anda harus memeriksa kandungan setiap bulannya guna memantau
gejala dan fungsi paru-paru. Biasanya dokter akan menggunakan
Spirometri atau Peak Flow Meter untuk mengukur fungsi paru-paru
Anda.

Lakukan pantauan terhadap pergerakan janin secara teratur


setelah minggu ke-28

Pertimbangkan untuk melakukan USG setelah minggu ke-32


kehamilan guna memantau pertumbuhan janin jika asma Anda tidak
dikontrol dengan baik. USG juga dapat membantu dokter Anda
memeriksa janin setelah serangan asma.

Cobalah untuk menghindari segala bentuk pemicu asma, seperti


asap rokok, atau debu, sehingga Anda dapat mengonsumsi lebih
sedikit obat. Kebanyakan wanita memiliki gejala penyumbatan pada
hidung yang berhubungan dengan serangan asma. Tak hanya itu
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) yang sering terjadi saat
kehamilan, juga dapat menyebabkan gejala asma.

Penting halnya untuk melindungi diri Anda dari flu. Segera


berikan tubuh Anda vaksinasi flu, baik dalam trimeseter satu, dua
ataupn ketiga. Vaksinasi flu efektif selama satu musim. Vaksin ini juga
aman bagi kehamilan dan disarankan bagi seluruh wanita hamil.

http://meetdoctor.com/article/cara-mengobati-asma-saat-
kehamilan

Anda mungkin juga menyukai