Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Fatigue

Kelelahan (Fatigue) adalah salah satu jenis kegagalan (patah) pada komponen akibat
beban dinamis (pembebanan yang berulangulang atau berubah-ubah). Kerusakan material
tersebut diakibatkan oleh adanya tegangan yang berfluktuasi yang besarnya lebih kecil dari
tegangan tarik maksimum (ultimate tensile strength) maupun tegangan luluh (yield) material
yang diberikan beban konstanpenyebab terbesar dari kerusakan yang terjadi merupakan
akumulasi dari tegangan yang diberikan secara dinamik dan tanpa disadari memberikan
pengaruh yang tidak terdeteksi. Sifat mekanik yang membahas kerusakan (failure) tipe ini
disebut sebagai fatigue. Sebanyak 90% dari kerusakan material metal, keramik, dan polimer
disebabkan oleh jenis kegagalan fatigue

Tegangan berulang pada fatigue dapat berupa tension, compression, bending


(flexural), ataupun torsional. Kuantitas tegangan yang diberikan dapat stabil ataupun
berfluktuasi. Jenis-jenis kuantitas tegangan tersebut dapat berupa pemberian tegangan dari
titik nol, dimana pada keadaan awal bahan tidak mengalami tegangan. Kemudian seiring
berjalannya waktu tegangan diberikan dengan beban maks max yang diakibatkan oleh
tension dan beban min yang diakibatkan oleh compression, seperti diilustrasikan pada
Gambar A dimana membentuk gelombang sinusoidal dengan amplitudo max dan -min.
Pemberian tegangan lainnya pada keadaan awal dimana telah ada timbul tegangan dengan
bentuk gelombang sinusoidal seperti pada B Sedangkan untuk tegangan acak terlihat pada
gambar C dimana grafiknya tidak lagi sinusoidal karena variasi tegangan dan frekuensi yang
diberikan. Pada standard yang digunakan, ASTM 3479, metode yang digunakan adalah beban
dinamis dengan amplitudo konstan. (Asrikin,2011)

Gambar 2.1. Bentuk Tegangan Berulang Fatigue Terhadap Waktu. A) Tegangan pada titik
nol. B)Tegangan pada titik tidak nol, dan C) Tegangan acak

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau cenderung mengubah kondisi kelelahan atau


kekuatan lelah yaitu tipe pembebanan, putaran, kelembaban lingkungan (korosi), konsentarsi
tegangan, suhu, kelelahan bahan, komposisi kimia bahan, tegangan-tegangan sisa, dan
tegangan kombinasi. Faktor-faktor yang cenderung mengubah kekuatan lelah pada pengujian
ini adalah kelembaban lingkungan (korosi) dan tipe pembebanan sedangkan putaran, suhu,
komposisi kimia dan tegangan sisa sebagai variable yang konstan selama pengujian sehingga
tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan lelah.

a. Faktor kelembaban lingkungan

Faktor kelembaban lingkungan sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang telah
diteliti Haftirman (1995) bahwa pada kelembaban relatif 70 % sampai 80%. Lingkungan
kelembaban tinggi membentuk pit korosi dan retak pada permukaan spesimen yang
menyebabkan kegagalan lebih cepat terjadi.

b. Tipe pembebanan

Tipe pembebanan ini sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang diteliti oleh
Ogawa (1989) bahwa baja S45S yang diberikan tipe pembebanan lentur putar dan
pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah yang sangat berbeda, baja S45S dengan
pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah lebih rendah dari baja yang menerima
pembebanan lentur putar.

c. Faktor putaran

Sebagaimana yang telah diteliti oleh Iwamoto (1989) dengan hasil bahwa putaran antara 750
rpm sanpai 1500 rpm mempunyai kekuatan lelah yang hampir sama tetapi apabila putaran 50
rpm menurunkan kekuatan lelah jauh lebih besar dari putaran 750 rpm dan 1500 rpm,
sehingga putaran yang berada diantara 750 rpm sampai 1500 rpm tidak mempengaruhi
kekuatan lelah dengan signifikan.

d. Faktor suhu

Faktor suhu sangat mempengaruhi kekuatan lelah karena suhu menaikan konduktifitas
elektrolit lingkungan sehingga dapat mempercepat proses oksidasi. Untuk mengkondisikan
pengujian standar terhadap suhu, pengujian dilakukan pada temperatur kamar. Menurut
Haftirman (1995) bahwa pada pengujian di suhu 40o C retakan pada spesimen memanjang
dari pada pengujian di suhu 20oC dengan retakan yang halus, karena suhu yang tinggi
menyebabkan molekul air yang terbentuk mengecil di permukaan baja sehingga mempercepat
terjadinya reaksi oksidasi dan membuat jumlah pit korosi jauh lebih banyak, akibatnya pit
korosi cepat bergabung membentuk retakan yang memanjang. Dieter (1986) mengemukakan
secara umum kekuatan lelah baja akan turun dengan bertambahnya suhu di atas suhu kamar
kecuali baja lunak dan kekuatan lelah akan bertambah besar apabila suhu turun.

e. Faktor tegangan sisa

Faktor tegangan sisa yang mungkin timbul pada saat pembuatan spesimen direduksi dengan
cara melakukan pemakanan pahat sehalus mungkin terhadap spesimen sehingga pemakanan
pahat tidak menimbulkan tegangan sisa maupun tegangan lentur pada spesimen.

f. Faktor komposisi kimia


Pengaruh faktor komposisi kimia terhadap kekuatan lelah diharapkan sama untuk seluruh
spesimen uji dengan pemilihan bahan yang diproduksi dalam atu kali proses pembuatan,
sehingga didapat kondisi pengujian yang standar untuk seluruh spesimen uji. Fatigue life
dapat ditingkatkan dengan :

1. Mengontrol tegangan

a. Peningkatan tegangan menurunkan umur fatik

b. Pemicunya dapat secara mekanis (fillet atau alur pasak) maupun metalurgi (porositas atau
inklusi).

c. Kegagalan fatik selalu dimulai pada peningkatan tegangan.

2. Mengontrol struktur mikro

a. Meningkatnya ukuran benda uji, umur fatik kadang-kadang menurun.

b. Kegagalan fatik biasanya dimulai pada permukaan.

c. Penambahan luas permukaan dari benda uji besar meningkatkan kemungkinan dimana
terdapat suatu aliran, yang akan memulai kegagalan dan menurunkan waktu untuk memulai
retak.

3. Mengontrol penyelesaian permukaan

a. Dalam banyak pengujian dan aplikasi pemakaian, tegangan maksimum terjadi pada
permukaan.

b. Umur fatik sensitif terhadap kondisi permukaan.

c. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah tegangan sisa permukaan (Akuan,2007)

2.4 Keausan

yaitu hilangnya bahan dari suatu permukaan atau perpindahan bahan dari
permukaannya ke bagian yang lain atau bergeraknya bahan pada suatu
permukaan [3]. Definisi lain tentang keausan yaitu sebagai hilangnya bagian dari
permukaan yang saling berinteraksi yang terjadi sebagai hasil gerak relatif pada
permukaan [4]. Keausan yang terjadi pada suatu material disebabkan oleh
adanya beberapa mekanisme yang berbeda dan terbentuk oleh beberapa
parameter yang bervariasi meliputi bahan, lingkungan, kondisi operasi, dan
geometri permukaan benda yang terjadi keausan

.
Jenis-jenis keausan

Mekanisme keausan dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu keausan yang


penyebabnya didominasi oleh perilaku mekanis dari bahan dan keausan yang
penyebabnya didominasi oleh perilaku kimia dari bahan [5], sedangkan menurut
Koji Kato, tipe keausan terdiri dari tiga macam, yaitu mechanical, chemical and
thermal wear

Keausan yang disebabkan perilaku mekanis (mechanical).

Keausan yang disebabkan oleh perilaku mekanis digolongkan menjadi abrasive,


adhesive, flow dan fatigue wear. 1. Abrasive wear. Keausan ini terjadi jika partikel
keras atau permukaan keras yang kasar menggerus dan memotong permukaan
sehingga mengakibatkan hilangnya material yang ada di permukaan tersebut
(earth moving equipment) [5, 6]. Contoh : micro-cutting, wedge forming, dan
ploughing

Adhesive wear. Keausan ini terjadi jika partikel permukaan yang lebih lunak
menempel atau melekat pada lawan kontak yang lebih keras
3. Flow wear. Keausan ini terjadi jika partikel permukaan yang lebih lunak
mengalir seperti meleleh dan tergeser plastis akibat kontak dengan lain, seperti
Gambar 2.5.
Keausan yang disebabkan perilaku kimia.

1. Oxidative wear.

Pada peningkatan kecepatan sliding dan beban rendah, lapisan oksida tipis,
tidak lengkap, dan rapuh terbentuk. Pada percepatan yang jauh lebih tinggi,
lapisan oksida menjadi berkelanjutan dan lebih tebal, mencakup seluruh
permukaan. Contoh: Permukaan luncur di dalam lingkungan yang oksidatif.

2. Corrosive wear. Mekanisme ini ditandai oleh batas butir yang korosif dan
pembentukan lubang. Misalnya, permukaan sliding di dalam lingkungan yang
korosif.
3. Keausan yang disebabkan perilaku panas (Thermal Wear).

1. Melt wear. Keausan yang terjadi karena panas yang muncul akibat gesekan
benda sehingga permukaan aus meleleh.

2. Diffusive wear. Terjadi ketika ada pancaran (diffusion) elemen yang melintasi
bidang kontak misalnya pada perkakas baja kecepatan tinggi. Dalam banyak
situasi keausan, ada banyak mekanisme yang beroperasi secara serempak, akan
tetapi biasanya akan ada satu mekanisme penentu tingkat keausan yang harus
diteliti dalam hal ini berhubungan dengan masalah keausan. Hubungan antara

koefisien gesek dan laju keausan belum ada penjelasan yang tepat, karena
hubungan keduanya akan selalu berubah terhadap waktu [10]. Saat ini yang
paling banyak digunakan dan paling sederhana dalam memodelkan keausan
adalah model keausan Archard, beberapa yang lain mencoba mengembangkan
model keausan dengan memasukkan efek gesekan dalam menawarkan model
yang lebih akurat yang dibandingkan dengan penelitian percobaan yang telah
dibuat
DAFTAR PUSTAKA

Akuan, Abrianto. 2007. Diktat kuliah kelelahan logam. Bandung : Universitas jenderal
achmad yani bandung

Asrikin. 2011. Karakterisasi fatigue dan analisa mikroskopis pada mekanisme kegagalan
material komposit fiber glass-epoxy untuk material struktur sudu turbin angin. Bekasi
: UI

Yanto,

Anda mungkin juga menyukai