Anda di halaman 1dari 6

Malnutrisi (oleh Dr.

Rahajeng)

Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam


penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi
dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun adanya gangguan
terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh.[1]

Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta


memiliki berbagai sebab yang saling berkaitan. Penyebab malnutrisi menurut
kerangka konseptual UNICEF dapat dibedakan menjadi penyebab langsung
(immediate cause), penyebab tidak langsung (underlying cause) dan penyebab
dasar (basic cause).[2]

Gambar 1.

Kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit merupakan penyebab langsung


malnutrisi yang paling penting. Penyakit, terutama penyakit infeksi,
mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah
makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara
pemberian makanan yang salah.
Di Indonesia, angka kebutuhan energi untuk kelompok umur 0-6 bulan adalah 550
kkal/hari, kelompok umur 7-12 bulan 650 kkal/hari, kelompok umur 1-3 tahun
1000 kkal/hari, dan kelompok umur 4-6 tahun 1550 kkal/hari.[3]

Pemberian makanan tambahan sebagai pendamping ASI dimulai saat anak berusia
6 bulan dengan tetap memberikan ASI. Pemberian makanan tambahan ASI
dinaikkan bertahap dari segi jumlah, frekuensi pemberian, dan jenis dan
konsistensi makanan yang diberikan. Untuk anak yang mendapatkan ASI, rata-
rata makanan tambahan yang harus diberikan 2-3 kali/hari untuk usia 6-8 bulan,
3-4 kali/hari untuk usia 9-11 bulan dan 4-5 kali/hari usia 12-24 bulan.[4] Jika
densitas dalam makanan rendah atau anak tidak lagi mendapatkan ASI mungkin
diperlukan frekuensi makan yang lebih sering. Variasi makanan diberikan untuk
memenuhi kebutuhan nutrien. Daging, ayam, ikan atau telur harus diberikan
setiap hari atau sesering mungkin. Demikian pula buah dan sayuran, sebaiknya
diberikan setiap hari. Kegagalan untuk menyediakan asupan makanan sesuai
angka kebutuhan ini secara terus-menerus akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.[5]

Cara pemberian makanan yang salah dapat dapat disebabkan karena ibu tidak
memiliki pengetahuan yang cukup, misalnya mengenai pemberian ASI eksklusif
maupun cara pemberian makanan pendamping ASI. Ibu seharusnya mendapatkan
informasi yang lengkap dan obyektif mengenai cara pemberian makanan yang
bebas dari pengaruh komersial. Mereka perlu mengetahui masa pemberian ASI
yang dianjurkan; waktu dimulainya pemberian makanan tambahan; jenis makanan
apa yang harus diberikan, berapa banyak dan berapa sering makanan diberikan,
dan bagaimana cara memberikan makanan dengan aman.[6]

Kematian akibat penyakit dapat disebabkan salah satu atau kombinasi dari
berbagai penyebab lain seperti rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan,
kurangnya suplai air bersih dan fasilitas sanitasi, kurangnya kebersihan makanan
serta pengasuhan anak yang tidak memadai. Pengasuhan anak yang tidak
memadai sendiri dapat dikarenakan ibu bekerja sehingga ibu juga memiliki lebih
sedikit waktu untuk memberi makan anaknya.

Penyebab tidak langsung yang dapat menyebabkan malnutrisi adalah kurangnya


ketahanan pangan keluarga, kualitas perawatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan
serta sanitasi lingkungan. Ketahanan pangan dapat dijabarkan sebagai kemampuan
keluarga untuk menghasilkan atau mendapatkan makanan. Sebagai tambahan,
perlu diperhatikan pengaruh produksi bahan makanan keluarga terhadap beban
kerja ibu dan distribusi makanan untuk anggota keluarga. Sanitasi lingkungan
berpengaruh terhadap kesehatan, produksi serta persiapan makanan untuk
dikonsumsi serta kebersihan. Pelayanan kesehatan bukan hanya harus tersedia,
namun juga harus dapat diakses dengan mudah oleh ibu dan anak. Status
pendidikan dan ekonomi perempuan yang rendah menyebabkan kurangnya
kemampuan untuk memperbaiki status gizi keluarga. Adapun penyebab dasar
berupa kondisi sosial, politik dan ekonomi negara.
Malnutrisi, yang dapat berupa gizi kurang atau gizi buruk, dapat bermanifestasi
bukan hanya di tingkat individual namun juga di tingkat rumah tangga,
masyarakat, nasional dan internasional sehingga upaya untuk mengatasinya perlu
dilaksanakan secara berkesinambungan di berbagai tingkatan dengan melibatkan
berbagai sektor.[7] Dengan demikian, penting untuk mengenali penyebab gizi
kurang dan gizi buruk di tingkat individu, masyarakat, maupun negara agar
selanjutnya dapat dilakukan tindakan yang sesuai untuk mengatasinya.

UNICEF memperkenalkan pendekatan Assessment, Analysis and Action dalam


penanganan malnutrisi. Setelah adanya penilaian (assessment) mengenai adanya
malnutrisi, selanjutnya perlu dilakukan analisis mengenai penyebabnya.
Berdasarkan analisis penyebab dan penilaian sumber daya yang tersedia, tindakan
(action) dirancang dan dilaksanakan untuk mengatasi masalah. Malnutrisi
merupakan manifestasi dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan. Namun
demikian, identifikasi penyebab langsung malnutrisi pada kasus-kasus individual
ataupun pada masyarakat dengan prevalensi malnutrisi yang tinggi tetap relevan
untuk dilakukan agar dapat dilakukan penanganan yang sesuai konteks kasus
maupun masyarakat.[8]

Secara klinis, malnutrisi dinyatakan sebagai gizi kurang dan gizi buruk. Gizi
kurang belum menunjukkan gejala khas, belum ada kelainan biokimia, hanya
dijumpai gangguan pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam
waktu singkat dan dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gangguan
pertumbuhan dalam waktu yang singkat sering terjadi pada perubahan berat badan
sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare dan ISPA, atau karena
kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan
yang berlangsung lama dapat terlihat pada hambatan pertambahan panjang badan.

Pada gizi buruk disamping gejala klinis didapatkan pula kelainan biokimia yang
khas sesuai bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu
kwashiorkor, marasmus,dan marasmus kwashiorkor. Kwashiorkor adalah
gangguan gizi karena kekurangan protein biasa sering disebut busung lapar. Gejala
yang timbul diantaranya adalah edema di seluruh tubuh terutama punggung kaki,
wajah membulat dan sembab, perubahan status mental: rewel kadang apatis,
menolak segala jenis makanan (anoreksia), pembesaran jaringan hati, rambut
kusam dan mudah dicabut, gangguan kulit yang disebut crazy
pavement,pandangan mata tampak sayu. Pada umumnya penderita sering rewel
dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran
yang menurun.[9],[10]

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang


timbul diantaranya tampak sangat kurus (tinggal tulang terbungkus kulit), muka
seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit, perut
cekung, kulit keriput, rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan pencernaan
(sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan
banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Pada
stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
[11]
Untuk menentukan status gizi menggunakan beberapa langkah. Langkah pertama
adalah dengan melihat berat badan dan umur anak disesuaikan dengan grafik
KMS (Kartu Menuju Sehat). Bila dijumpai berat badan di bawah garis merah
(BGM) maka dilanjutkan dengan langkah menentukan status gizi balita dengan
menghitung berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) berdasarkan standar
WHO-NCHS. Dinyatakan gizi buruk bila BB/TB <-3 SD standar WHO-NCHS.
[12]

[1] UNICEF. A UNICEF Policy Review: Strategy for Improved Nutrition of


Children and Women in Developing Countries. New York: 1990. Hal: 8.

[2] UNICEF. A UNICEF Policy Review: Strategy for Improved Nutrition of


Children and Women in Developing Countries. New York: 1990. Hal: 20-22.

[3] Hardinsyah, Tambunan V. Angka kecukupan energi, protein, lemak dan serat
makanan. Dalam: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta; 2004.

[4] Michaelsen KF. What is known? Short term and long term effects of
complementary feeding. Nestle Nutr Workshop Ser Pediatr Program. 2005;
(56):h.185.

[5] LINKAGES. Guidelines for appropriate complementary feeding of breastfed


children 6-24 months of age. USAID. Academy for Educational Development.
2001.

[6] WHO. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. Geneva: 2003.
Hal: 12.

[7] UNICEF, Nutrition Section Programme Division. Toward a Common


Understanding of Malnutrition: Assessing the Contributions of the UNICEF
Framework. New York: 2002. Hal: 2-15.

[8] UNICEF. A UNICEF Policy Review: Strategy for Improved Nutrition of


Children and Women in Developing Countries. New York: 1990. Hal: 16-18.

[9] Depkes RI. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Depkes RI. 2002.

[10] Pusponegoro DP, Hadinegoro SRS, Firmanda D, et al. Standar Pelayanan


Medis Kesehatan Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2005.

[11] Pusponegoro DP, Hadinegoro SRS, Firmanda D, et al. Standar Pelayanan


Medis Kesehatan Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2005

[12] Depkes RI. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta: Depkes RI.
2003. Hal: 2.

http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/19/malnutrisi/
a. Penilaian secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi


empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan
biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai
berikut (Supariasa, dkk, 2001):

a.1. Antropometri

Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia.


Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi.

a.2. Klinis

Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang


terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal
tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata,
rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

a.3. Biokimia

Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara


laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine,
tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan
otot.

http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/335-3-
penilaian-status-gizi.html
a.4. Biofisik

Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode


penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi,
khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.

Penilaian secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3


yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor
ekologi (Supariasa, 2001). Adapun uraian dari ketiga hal
tersebut adalah:

b.1. Survey konsumsi makanan

Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak


langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi.

b.2. Statistik vital

Adalah dengan cara menganalisis data beberapa


statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan
data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

b.3. Ekologi

Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa


malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.

Anda mungkin juga menyukai