Mal Prak Tek
Mal Prak Tek
Malpraktek RS Omni
Posted on 4 Juni 2009 by M Shodiq Mustika
Lazimnya yang menjadi korban malpraktek adalah pasien. Kali ini, justru
seorang dokter senior yang menjadi korban malpraktek. Jangan kaget dulu.
Dokter yang menjadi korban ini memang sedang pindah posisi sebagai pasien.
Namanya, dokter Salman. Pria yang pernah berpraktek di Rumah Sakit (RS)
Harapan Kita ini terpaksa menggugat rekan seprofesinya karena
dianggap melakukan malpraktek.
Tertarik dengan keampuhan metode TUNA melalui iklan di media massa, Salman
berminat untuk menjajalnya. Singkat cerita, Salman mulai cari info soal metode
TUNA itu di RS Omni Medical Center. Di tempat itu, ia ditangani oleh dokter
Johan R. Wibowo. Belakangan, bukan kesembuhan yang ia terima, tapi malah
kesakitan yang luar biasa. Salman mengaku mengalami pendarahan hebat, susah
kencing, dan kencing berdarah.
Selain meminta ganti rugi, Salman meminta haknya yang lain, yakni fotocopy
rekam medis (medical record). Virza mencatat ada dua hal penting terkait
kehadiran rekam medis itu. Pertama, isi rekam medis sangat penting bagi
penggugat untuk mengetahui informasi penyakit yang dideritannya demi
keberlangsungan proses perawatan atau pengobatan atas diri penggugat.
UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran
Pasal 47
1. Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien
2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 52 huruf a
Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: a. mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)
Dan kedua, isi rekam medis juga diperlukan untuk kepentingan proses
pemeriksaan perkara maupun pembuktian dalam perkara. Rekam medis ini
sangat penting, jelas Virza ketika ditemui hukumonline di PN Jakarta Timur,
Rabu (28/5). Untuk itu, Virza memohon Majelis Hakim agar bisa menghadirkan
bukti tersebut, sebagai tindakan pendahuluan.
Namun, Majelis menolak permintaan tersebut. Apalagi, perkara ini baru sidang
awal. Permintaan itu sudah masuk substansi perkara, ujar Ketua Majelis
Hakim Firdaus seraya mempersilahkan para pihak untuk melewati tahap mediasi
terlebih dahulu.
Sementara itu, Kuasa Hukum RS Omni Medical Centre, Susi Tan, menolak
berkomentar tentang kasus yang menimpa kliennya. Ia berdalih, perkara ini
masih proses mediasi. Ini kan belum masuk pokok perkara. Masih mediasi.
Nantilah, elaknya ketika dicegat hukumonline.
Ternyata, gugatan ini bukan yang pertama. Tahun lalu, Salman pernah
melaporkan dokter Johan ke Polres Jakarta Timur. Kami laporkan karena ada
unsur penipuan dan kelalaian, ujar Salman. Laporan itu sendiri kabarnya
mandeg di Kepolisian. Kasus itu katanya di SP3 (Surat Perintah Pemberhentian
Penyidikan,-red), ungkap Virza.
Meski mendapat kabar bahwa kasus tersebut telah di SP3, namun Salman sendiri
mengaku belum menerima surat tersebut. Akibatnya, Salman kesulitan dalam
mengajukan permohonan praperadilan. Apalagi, Salman menduga ada
permainan dalam penghentian kasus ini. Makanya kami adukan penyidiknya
ke Propam, tegas Salman.
Yang jelas, Salman sudah telanjur tak percaya dengan penjaga kode etik korpsnya
itu. Makanya, gugatan perbuatan melawan hukum merupakan langkah
selanjutnya yang diambil oleh dokter senior ini.