Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti organ-organ yang lain, telinga pun mengalami kemunduran pada


usia lanjut. Kemunduran ini dirasakan sebagai kurangnya pendengaran, dari
derajat yang ringan sampai dengan yang berat. Bila kekurang pendengaran ini
berat, akan menimbulkan banyak masalah bagi penderita dengan orang-orang
sekitarnya. Misalnya salah faham dalam komunikasi. Penderita sering membantah
karena mengira orang lain-lain marah-marah kepadanya, tak perduli kepadanya,
atau malah mentertawakannya, mengejeknya atau lain-lain lagi. Dalam perjalanan
mencapai usia lanjut, alat pendengaran dapat mengalami berbagai gangguan, salah
satunya presbikusis.

Presbiskusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat prose


degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.

Beberapa dari tanda dan gejala yang paling umum dari penurunan
pendengaran yaitu Kesulitan mengerti pembicaraan, Ketidakmampuan untuk
mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada tinggi, Kesulitan membedakan
pembicaraan; bunyi bicara l ain yang parau atau bergumam, Masalah
pendengaran pada kumpulan yang besar, terutama dengan latar belakang yang
bising, Latar belakang bunyi berdering atau berdesis yang konstan, Perubahan
kemampuan mendengar konsonan seperti s, z, t, f dan g, Suara vokal yang
frekuensinya rendah seperti a, e, i, o, u umumnya relatif diterima dengan lengkap.

Berdasarkan besarnya angka insiden terjadinya presbiakusis dan resiko


insiden yang dapat terjadi, maka pemakalah tertarik membahas masalah Asuhan
keperawatan pada klien dengan presbiakusis.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi presbiakusis
2. bagaimana Etiologi presbiakusis
3. apa patofisiologi presbiakusis
4. bagaimana manifestasi klinik presbiakusis
5. bagaimana penanganan medis / keperawatan
6. bagaimana Pemeriksaan Diagnostik presbiakusis
7. bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan presbiakusis

C. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan ASKEP pada klien dengan
Presbikusis dengan menggunakan metode proses keperawatan Tujuan Khusus
1. mengetahui Definisi presbiakusis
2. mengetahui Etiologi presbiakusis
3. mengetahui Patofisiologi presbiakusis s
4. mengetahui manisfetasi klinik presbiakusis
5. Mengetahui penanganan medis/keperawatan
6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik presbiakusis
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan presbiakusis

D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang presbiakusis
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada lansia dengan
presbiakusis

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1.Definisi
Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu
ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat
berat. Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau
beberapa bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris)
maupun serabut saraf auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi
antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara
berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik.

Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral.


Presbikusis perifer, di mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi
kata. Alat Bantu dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk
menghindari berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat
ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami
gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar
sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih
lambat tanpa mengabaikan irama dan intonasi.

Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang


mendukung dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi. (Jaime,
2007)

2.Etiologi
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:
a. Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah

3
yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)
Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran
di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).

b. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:


Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga
dalam)
Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak pada saraf
pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).

Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan,


tetapi mungkin juga disebabkan oleh:
a. Trauma akustik (suara yang sangat keras)

b. Infeksi virus pada telinga dalam

c. Obat-obatan tertentu

d. Penyakit Meniere.

Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:


a. Tumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf di sekitarnya
dan batang otak

b. Infeksi

c.Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke) - Beberapa penyakit


keturunan (misalnya penyakit Refsum). (Maryam, 2008)

3.Manifestasi Klinis
Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh
gejala berikut:

a. kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya

4
berisik
terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)

b. tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal

c. kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
pusing atau gangguan keseimbangan. (Nugroho, 2003)

4.Anatomi Fisiologi

Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium terbagi dalam tiga bagian,
yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang
menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang
berespons pada gerakan kepala. Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan
proses penuaan adalah kulit telinga berkurang elastisitasnya. Daerah lobus yang
merupakan satu-satunya bagian yang tidak disokong oleh kartilago mengalami
pengeripu tan, aurikel tampak lebih besar, dan tragus sering ditutupi oleh rumbai-
rumbai rambut yang kasar. Saluran auditorius menjadi dangkal akibat lipatan ke
dalam, pada dindingnya silia menjadi lebih kaku dan kasar juga produksi serumen
agak berkurang dan cenderung menjadi lebih kering. Perubahan atrofi telinga
tengah, khususnya membran timpani karena proses penuaan tidak mempunyai
pengaruh jelas pada pendengaran. Perubahan yang tampak pada telinga dalam
adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit fungsional pendengaran
mengalami penurunan sehingga mengakibatkan presbikusis.

Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan pendengaran


(presbikusis). Gangguan pendengaran mulai dari derajat ringan sampai berat dapat
dipantau dengan menggunakan alat audiometer. Pada umumnya laki-laki lebih
sering menderita gangguan pendengaran dibandingkan perempuan.

Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa
bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun
serabut saraf auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor
genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-

5
menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik. Presbikusis terbagi dua menjadi
prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer, di mana para lansia
hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih cukup
bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara
terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis
sentral, di mana lansia mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat,
sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan
dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan irama dan
intonasi.

Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang


mendukung dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi.
Gangguan komunikasi ini dapat terjadi akibat:

Pertama, pembicaraan mengalami gangguan karena suara musik, radio, televisi,


maupun pembicaraan lain.

Kedua, sumber suara mengalami distorsi yang berasal dari pengeras suara yang
tidak sempurna seperti di terminal, masjid, telepon, maupun bila diucapkan oleh
anak-anak atau pembicara yang terlalu cepat. Ketiga, kondisi akustik ruangan
yang tidak sempurna seperti di dapur, ruang makan restoran, serta ruang
pertemuan yang mudah memantulkan suara. (Pudjiastuti, 2003)

5. Patofisiologi

Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:


a.Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh
b.Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging
Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
karena gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika
di sertai dengan inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi)
dan biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll. Pada tuli
sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi
dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat

6
melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran
maka telinga tidak dapat berespon lagi terhadap frekuensi suara. Namun jika suara
keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu
dengungan keras pada telinga yang di alami oleh penerita.(penatalaksanaan
penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga kita terdiri
atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput.
Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat
berdenging, suara berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah
siput tidak bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran itu di terima saraf
pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang
akan mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag
cukup lama. Setiap bising yang berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan.
Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan nilai ambang batas yangn di
perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka waktu
maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata. Makin tinggi
paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga.
(Pudjiastuti, 2003)

6. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Dengan Garputala

Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan


garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati
udara agar sampai ke telinga. Penurunan fungsi pendengaran atau ambang
pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga,
telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di
otak.

Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan


ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang
yang menonjol di belakang telinga). Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang

7
tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel
rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan
berjalan di sepanjang saraf pendengaran. Pemeriksaan ini hanya menilai telinga
dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran
melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang
normal, dikatakan terjadi tuli konduktif. Jika pendengaran melalui hantaran udara
dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang
penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.

b. Audiometri

Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu


dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara
dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian
nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita
tidak lagi dapat mendengarnya. Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara
terpisah. Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan
earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang
digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus
mastoideus.

c. Audimetri Ambang Bicara

Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan


supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri
dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang
separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.

d. Diskriminasi

Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk


membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang

8
terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama. Pada tuli konduktif, nilai
diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada
dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal.
Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.

e. Timpanometri

Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan


terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu
menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur in tidak memerlukan
partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.
Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus
menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah
dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di
saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:

1) penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah


dengan hidung bagian belakang)

2) cairan di dalam telinga tengah.

3) kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara


melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot
stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di
telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang
keras/gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan
berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak

9
dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.
f. Respon Auditoris Batang Otak

Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat


rangsangan pada saraf pendengaran. Respon auditoris batang otak juga dapat
digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau
penderita yang menjalani pembedahan otak.

g. Elektrokokleografi

Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf


pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari
penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Elektrokokleografi dan respon
auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita
yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara.
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk
memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli). Beberapa
pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang
mengolah pendengaran di otak. Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan
untuk: mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan memahami
pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan
yang lain menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada
kedua telinga menjadi pesan yang bermakna menentukan sumber suara pada
saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang bersamaan. Jalur
saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu
kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam
menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan
dalam menentukan sumber suara. (Stanley, 2006)

10
7. Pengobatan

Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada


penyebabnya.
Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di
telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan
dan kotoran tersebut. Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat
bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea. (Stanley, 2006)

8. Alat Bantu Dengar

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:

a. Sebuah mikrofon untuk menangkap suara.

b. Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara.

c. Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.

Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan


apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis
adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan
beratnya gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu
proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi
pendengaran sensorineural.
Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal berikut: kemampuan mendengar penderita, aktivitas
di rumah maupun di tempat bekerja, keterbatasan fisik, keadaan
medis,penampilan. harga.

11
d. Alat Bantu Dengar Hantaran Udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga
dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

e. Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan

Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah
kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh
bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.

f. Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.


Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.

g. CROS (contralateral routing of signals)

Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi
pendengaran pada salah satu telinganya. Mikrofon dipasang pada telinga yang
tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui
sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini. Dengan alat ini,
penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.

h. BICROS (bilateral CROS)

Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran
yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.

i. Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar
hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika
dari telinganya keluar cairan (otore). Alat ini dipasang di kepala, biasanya di

12
belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui
tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang
bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga. (Tomher, 2009)

9. Pencangkokan Koklea

Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang
tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian: Sebuah
mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar Sebuah prosesor percakapan yang
berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon
Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari
prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan
mengirimnya ke otak. Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan
fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris
kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam memahami percakapan.
Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar.
Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan
fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan. Jika fungsi
pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh
telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya
sebagai suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik,
implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak

10. Penatalaksanaan

Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pendengaran Lansia


- Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi.

- Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak terlalu keras.

- Berbicara secara perlahan-lahan, jelas, dan tidak terlalu panjang.

13
- Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan.

- Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan persepsi klien.

- Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan.

- Beri motivasi dan reinforcement.

- Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran.

- Lakukan pemeriksaan secara berkala.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, golongan darah dan lain sebagainya.

b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama : Klien susah mendengar pesan atau rangsangan suara

b) Riwayat kesehatan sekarang


- Saat sekarang keluarga klien mengatakan susah mendengar pesan atau
rangsangan berupa suara.
- Ketika berbicara dengan orang lain klien tidak mengerti terhadap
pembicaraan.
- Untuk lebih mengerti, klien sering meminta untuk mengulangi pembicaraan.
- Keluarga klien mengatakan lebih senang menyendiri dan dengan
kesendiriannya itu klien mengekspresikan kesepian dan keluarga klien
mengatakan bahwa klien sering menarik diri dari lingkungan dan tidak mau
tampil bersama anggota keluarga.
- Untuk mengisi kebosanannya, keluarga klien mengatakan bahwa klien lebih
banyak tidur dan tidak mau melakukan aktivitas apapun.
- Komunikasi dengan klien sebagian besar berjalan melalui pesan-pesan
tertulis.

c) Riwayat penyakit dahulu

14
- Dikaji dari keluarga klien, apakah klien mengalami penyakit akut maupun
kronis.
- Sejak kapan gangguan pendengaran mulai dirasakan klien ? biasanya
prebikusis sering muncul pada umur 60 tahun keatas ,tapi hal tersebut
belum terlalu mengganggu bagi klien.
- Apakah klien pernah mengalami cedera kepala dan mengalami alergi
terhadap berbagai makanan dan minuman.
- Bagaimana gaya hidup klien, apakah klien seorang perokok berat atau tidak.
- Apakah Klien sering terpajan dengan suara bising?

d) Riwayat kesehatan keluarga


Apakah ada keluarga yang menderita penyakit pada sistem pendengaran, apakah
ada kelurga yang menderita DM.

c. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian Daun telinga
a) Inspeksi:
1) Kesimetrisan daun telinga (simetris kiri dan kanan)
2) Posisi telinga normal yaitu sebanding dengan titik puncak
3) Penempatan pada lipatan luar mata ( masih terdapat/tampak atau tidak)
4) Terdapat pembengkakan pada Auditorius eksternal atau tidak.
b) Palpasi:
1) Apakan terdapat nyeri raba
2) Apakah ada pembengkakan

d. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan otoskopik
Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan
membran timpani dengan cara inspeksi:
Hasil:
1) Serumen berwarna kuning, konsistensi kental.
2) Dinding liang telinga berwarna merah muda
b) Tes ketajaman pendengaran
1) Tes penyaringan sederhana
Hasil:
- Biasanya klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang disebutkan
- Klien tidak mendengar secara jelas detak jarum jam pada jarak 12 inchi.
2) Uji rinne
Hasil: Biasanya klien tidak mendengarkan adanya getaran garpu tala dan
tidak jelas mendengar adanya bunyi dan saat bunyi menghilang.

2. Diagnosa keperawatan

15
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan degenerasi tulang
pendengaran bagian dalam.
b. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran.
c. Kurang aktivitas berhubungan dengan menarik diri dengan lingkungan.

3. Intervensi keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan degenerasi tulang
pendengaran bagian dalam
a) Tujuan : Komunikasi verbal klien berjalan dengan baik
b) Kriteria Hasil
Dalam 1 hari klien dapat :
1) Menerima pesan melalui metode alternatif
2) Mengerti apa yang diungkapkan
3) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan untuk berkomunikasi
4) Menggunakan alat bantu dengar dengan cara yang tepat
c) Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam penerimaan pesan
2) Periksa apakah ada serumen yang mengganggu pendengaran
3) Bicara dengan pelan dan jelas pada telinga yang masih baik dengan suara
yang tidak terlalu keras
4) Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan
5) Gunakan sikap dan gerakan / gunakan alat tulis pada waktu menyampaikan
pesan
6) Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan
7) Beri motivasi dan reinforcoment
8) Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan telinga
9) Lakukan pemeriksaan secara berkala

b. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran.


a) Tujuan : klien dapat menerima keadaan dirinya
b) Kriteria Hasil
Secara bertahap klien dapat :
1) Mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri
2) Berhubungan sosial dengan orang lain
3) Mendapat dukungan keluarga mengembangkan kemampuan klien untuk
berhubungan dengan orang lain
4) Membina hubungan saling percaya dengan perawat
c) Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab klien
tidak mau bergaul atau menarik diri
3) Diskusi bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang mungkin

16
4) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan
5) Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan dan kerugian dari perilaku
menarik diri
6) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
7) Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai klien
8) Bina hubungan saling percaya dengan klien
9) Anjurkan anggota keluarga untuk secar rutin dan bergantian mengunjungi
klien
10) Beri reinforcement positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
11) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip hubungan
terpeutik

c. Kurang aktivitas berhubungan dengan menarik diri dengan lingkungan.


a) Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas tanpa kesulitan
b) Kriteria Hasil
Secara bertahap klien dapat :
1) Menceritakan perasaan-perasaan bosan
2) Melaporkan adanya peningkatan dalam aktivitas yang menyenangkan.
3) Menceritakan metode koping terhadap perasaan marah atau depresi yang
disebabkan oleh kebosanan.
c) Intervensi :
1) Beri motivasi untuk dapat saling berbagi perasaan dan pengalaman
2) Bantu klien untuk mengatasi perasaan marah dari berduka
3) Variasikan rutinitas sehari-hari
4) Libatkkan individu dalam merencanakan rutinitas sehari-hari
5) Rencanakan suatu aktivitas sehari-hari
6) Beri alat bantu dengar dalam melakukan aktivitas (Http: // www.pfizer
peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id : 21)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Presbiskusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat prose
degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang
terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi
serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.

17
Beberapa dari tanda dan gejala yang paling umum dari penurunan
pendengaran yaitu Kesulitan mengerti pembicaraan, Ketidakmampuan untuk
mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada tinggi, Kesulitan membedakan
pembicaraan; bunyi bicara lain yang parau atau bergumam, Masalah pendengaran
pada kumpulan yang besar, terutama dengan latar belakang yang bising, Latar
belakang bunyi berdering atau berdesis yang konstan, Perubahan kemampuan
mendengar konsonan seperti s, z, t, f dan g, Suara vokal yang frekuensinya rendah
seperti a, e, i, o, u umumnya relatif diterima dengan lengkap

B. Saran
1. Untuk rumah sakit
a. Rumah sakit mampu memberikan pelajaran yang baik pada klien
b. Rumah sakit membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan
2. Untuk sesama profesi / perawat
a. Perawat selalu melakukan pengawasan pada klien
b. Perawat harus mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan klien
c. Perawat harus memberikan asuhan keperawatan dengan benar dan
bertanggung jawab
3. Untuk keluarga / klien
a. Keluarga harus memberi dukungan dan motivasi pada klien untuk
mengembangkan kemampuan berhubungan dengan orang lain.
b. Keluarga harus memotivasi klien untuk selalu menjaga kebersihan
telinganya.
DAFTAR PUSTAKA

Jaime L. Stockslager. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta :


EGC.
Maryam Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.

18
Nugroho Wahjudi, 2003. Keperawatan Gerontik dan Gerontrik Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Pudjiastuti Sri Surini, dkk. 2003. Fisioterapi pada lansia. Jakarta : EGC.
Stanley Mickey,dkk. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta :
EGC.
S. Tomher-Nookasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah
Yogyakarta, Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id :
21 Panduan diagnosa keperawatan NANDA

19

Anda mungkin juga menyukai