1
DEFINISI
VENTLASI MEANIK
2
dan pasien yang diintubasi untuk memproteksi jalan napas, seperti kejang,
gangguan status mental, dan anestesi membutuhkan perhatian terhadap ventilasi
yang adekuat. Pasien tersebut membutuhkan VM untuk mempertahankan
kapasitas pernapasan normal. Ventilasi mekanik pada kondisi tersebut harus
secepatnya dilakukan penyapihan bila kondisi yang mendasari sudah teratasi.10
Kondisi penyakit yang membutuhkan bantuan VM dapat dilihat pada tabel 1
dibawah ini.
Tabel 2. Beberapa kondisi penyakit dan kelainan fisilogi primer yang membutuhkan
bantuan ventilasi mekanik
Kondisi klinis Kelainan fisiologi primer
3
saat ada usaha napas pasien atau ditentukan sendiri oleh ventilator setiap waktu
tertentu bila tidak ada usaha napas dari pasien. Prinsip PSV adalah ventilator
memberikan tekanan pada setiap usaha napas spontan pasien dan nilai tekanan
disesuaikan dengan frekuensi pernafasan pasien. Prinsip SIMP adalah ventilator
memberikan bantuan pernapasan sejumlah tertentu yang disesuaikan dengan
siklus pernapasan pasien dan memberikan VT, diantara pernapasan tersebut
pasien dapat bernapas secara spontan. 9,10
4
dengan f. Nilai sasaran ventilasi setiap menit berbeda pada setiap individu
maupun kondisi klinis tertentu. Rentang f pada pasien gagal napas hipoksemia
sekitar 20 - 25 kali/menit, sedangkan pada pasien gagal napas hiperkapnia
10
sekitar 8 - 15 kali/menit. Laju pernapasan pasien ARDS dapat mencapai
35 kali/menit, karena menggunakan VT rendah.9
4. Peak airway pressure (Paw)
Peak airway pressure adalah tekanan yang diberikan ventilator untuk
memberikan VT kepada pasien dalam satuan cm H2O. Peak airway pressure
diatur seoptimal mungkin untuk mempertahankan Pplat kurang atau sama
dengan 35 cm H2O. Peak airway pressure pada mode volume berkaitan
dengan peningkatan atau penurunan resistensi saluran napas atau compliance
paru. Peningkatan resistensi saluran napas akan meningkatkan Paw tanpa
perubahan Pplat, sedangkan penurunan compliance paru akan meningkatkan
Pplat. Peak airway pressure pada mode tekanan tidak terjadi perubahan
meskipun terjadi perubahan resistensi saluran napas atau perubahan compliance
paru, karena tekanan yang diberikan dibatasi, tetapi VT dapat berubah.10
5. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2)
Fraksi O2 inspirasi adalah konsentrasi O2 yang terkandung dalam gas inspirasi,
nilai FiO2 antara 21-100%. Fraksi O2 inspirasi harus 100% pada saat pasien
diintubasi dan dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali, ketika
penempatan pipa endotrakea sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi,
FiO2 harus diturunkan sampai konsentrasi paling rendah yang masih dapat
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) hemoglobin diatas 90%, karena
hiperoksia dapat menyebabkan oxygen toxic effect yang akan memperberat
VILI.10
6. Postive end-expiratory pressure (PEEP)
Postive end-expiratory pressure adalah tekanan positif akhir ekspirasi yang
berfungsi mempertahankan tekanan positif jalan napas pada tingkatan tertentu
selama fase ekspirasi. Pemberian PEEP pada pasien ARDS akan meningkatkan
tekanan rerata alveolar, meningkatkan area reekspansi atelektasis, dan dapat
mendorong cairan dari ruang alveolar menuju interstisial, sehingga
5
memungkinkan alveoli yang sebelumnya tertutup atau terendam cairan, untuk
berperan serta dalam pertukaran gas.10
7. Sensitivitas pemicu (trigger sensitivity)
Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh pasien
untuk memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan tersebut harus
cukup rendah untuk mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus cukup
tinggi untuk menghindari sensitivitas yang berlebihan terhadap usaha napas
pasien. Tekanan tersebut berkisar antara -0,5 sampai -1,5 cmH2O. Pemicu
ventilator ini timbul bila aliran napas pasien menurun 1 sampai 3 l/menit.10
8. Perbandingan waktu inspirasi terhadap waktu ekspirasi (rasio I:E)
Rasio I:E yang umum digunakan adalah 1:2. Perbandingan rasio pada gagal
napas hipoksemia akut dapat meningkat untuk memperbaiki oksigenasi dengan
adanya pemanjangan waktu inspirasi. Rasio I:E bisa terbalik pada hipoksemia
berat menjadi 2:1, sehingga kewaspadaan harus dipertahankan untuk mengatasi
akibat yang merugikan terhadap hemodinamik dan integritas paru.10
PATOGENESIS
6
lung injury yang sulit dibedakan dengan ARDS, dan memicu terjadinya MODS,
karena pelepasan mediator inflamasi kealiran darah yang disebut biotrauma.13
Mekanisme VILI dapar dijelaskan pada gambar 1 berikut ini.
Barotrauma
Barotrauma adalah ektravasasi udara ekstra alveolar yang ditimbulkan
karena overdistensi dan ruptur dinding alveolar karena tekanan saluran napas
melampaui nilai kritis tekanan transpulmonar.7 Tekanan saluran napas dan
tekanan transpulmonar merupakan faktor yang menetukan cedera paru. Tekanan
7
transpulmonar merupakan pengurangan antara tekanan alveolar dengan tekanan
pleura.9,14
Tingkat tekanan transpulmonal yang menyebabkan kerusakan paru tidak
hanya tergantung dari VT dan Pplat, tetapi dari variabel yang multipel.
Pemberian PEEP pada sebagian besar bagian paru recruitable akan menyebabkan
kecendrungan terjadi VT dan Pplat tinggi, sehingga untuk menentukan batas nilai
tekanan transpulmonal aman sangat sulit. Nilai tekanan transpulmonal maksimal
yang aman secara teori adalah 20 cm H2O yang sesuai dengan tingkat Pplat
25-35 cm H2O pada keadaan dinding dada normal.12 Batas maksimal elastisitas
paru sesuai dengan tekanan transpulmonal maksimal, yaitu 20 cm H2O.
Peningkatan tekanan tekanan transpulmonal diatas 20 cm H2O tidak menghasilkan
perubahan volume.15 Kemampuan distensi paru dapat dilihat pada gambar 2
berikut ini.
8
kekakuan dinding dada, pada kondisi tersebut Pplat diatas 35 cm H2O tidak
menyebabkan hiperinflasi, karena terjadi penigkatan tekanan pleura.9
Nilai Pplat yang diberikan oleh ventilator bervariasi tergantung kondisi
kelainan paru. Plateau pressure dapat dipahami berdasarkan kurva
tekanan-volume paru. Kurva tekanan-volume paru berbentuk sigmoid dengan
satu garis inflasi yang dibatasi oleh inflection poin. Plateau pressure melebihi
upper inflection point menyebabkan hiperinflasi alveolar dan penurunan Pplat
dbawah lower inflection point akan menyebakan atelektasis.9,17 Kurva
tekanan-volume paru dengan inflection poin dapat dijelaskan pada gambar 3
dibawah ini.
Volutrauma
Volutrauma adalah kerusakan alveoli karena overdistensi. Penelitian
mengenai peranan VT dan Paw terhadap VILI dilakuakan oleh Dreyfuss dkk.
Penelitian tersebut mengunakan tekanan inspirasi tinggi dan volume tinggi pada
binatang model. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa kombinasi Paw
9
tinggi dengan VT tinggi menghasilkan peningkatan permeabilitas alveolar,
kombinasi Paw rendah dengan VT tinggi menghasilkan penigkatan permeabilitas
alveolar, sedangkan kombinasi Paw tinggi dengan VT rendah menghasilkan
permeabilitas alveolar yang sama dengan kelompok kontrol. Dikutip dari 3
Ventilasi dengan volume rendah juga dapat menyebabkan cedera paru.
Cedara paru karena VT rendah terjadi bila tanpa PEEP. Cedera paru tersebut
terjadi karena peningkatan share stress lokal disebabkan siklus pembukaan atau
penutupan / recruitment derecruitment pada saluran napas kecil dan unit
11
alveolar.
Penyakit paru yang membutuhkan VM sebagian besar terjadi perubahan
patologik tidak merata di seluruh lapangan paru. Volume inflasi cenderung
menyebar pada daerah yang normal dibanding paru yang sakit, karena volume
inflasi hanya dapat terdistribusi pada daerah paru yang memiliki fungsi normal.
Kecenderungan tersebut terjadi bila volume inflasi yang diberikan terlalu besar.9,13
Atelektrauma
Semua unit paru dalam keadaan normal memiliki tekanan transalveolar
sama ketika paru mengembang, tetapi pada keadaan ARDS pengembangan paru
tidak sama. Kekuatan traksi pada alveolar kolaps diteruskan ke dinding alveolar
yang berdekatan, dan kemudian dipromosikan area lain. Atelektrauma adalah
kerusakan paru terjadi karena adanya tegangan geser yang dibutuhkan untuk
membuka kembali jalan napas pada saluran napas kecil yang tersumbat. 13
Pioneering work of Med dkk, melakukan analsis mengenai atelektrauma.
Analisis tersebut menyatakan bahwa, karena adanya interdependence alveolar,
share force dari jaringan paru yang mengalami kelainan tidak hanya diterapkan
pada tekanan transpulmonal, tetapi di sebarkan ke jaringan intestisial antara
alveolar terbuka dan alveolar kolaps. Tekanan transpulmomnal sebesar 30 cm
H2O akan memberikan share force sebesar 140 cm H2O. Share force diatas
end-inspiratory overstretching akan terjadi distrupsi epitel alveolar.Dikutip dari 7
Stres mekanik karena VM dapat memperberat pasien ALI dan ARDS.
Pemberian VT 10-15 ml/kg BB prediksi pada ARDS dapat menyebabkan
10
overdistensi alveolar, pengulangan siklus kolaps dan pembukaan kembali
alveolar atau recruitment derecruitment, dan dapat mempromosikan kerusakan
alveolar lebih berat.8
Mekanotransduksi
Peregangan mekanik karena ventilasi tekanan tinggi terutama berefek
pada epitel alveolar, extracellulare matric (ECM), dan kapiler paru.14 Stres
mekanik pada epitel alveolar akan diteruskan ke sel lainnya yang disebut
mekanotransduksi. Epitel alveolar bersipat mekanosensitif, sehingga peregangan
yang terjadi akan merangsang mekanosensor pada membran sitoplasma.
Mekanosensor tersebut meliputi: strench-activated ion chanel, ECM-integrin-
cytoskleton network, growth factor receptor, dan molekul adhesi.2,13,14
Peregangan mekanik menyebabkan peningkatan permeabilitas membran
sitoplasma epitel alveolar terhadap berbagai ion. Perubahan konsentrasi ion
spesifik didalam sel menyebakan konversi rangsangan mekanik menjadi sinyal
elektrik atau kimia, yaitu canel membran K+, canel kation yang memediasi influks
Ca2+, dan canel voltge-gate Na+. Strench-induced ion chanel akan merangsang
aktivasi protein C kinase, sehingga terjadi peningkatan sintesis deoxyribonucleic
acid (DNA). 2
Sel epitel alveolar melekat pada ECM melalui suatu proten yang disebut
integrin. Integrin berfungsi menghubungkan ECM dengan cytoskeleton.
Cytoskeleton meliputi: microfilament, microtubule, dan intermediate filament.
Stres mekanik ditransmisikan ke sel yang lain melaui struktur interkoneksi yaitu
intercellular adhesion pada epitel alveolar yang meliputi: gap junction, adherent
2,13
junction, dan tight junction. Mekanisme mekanotransduksi dapat dijelaskan
pada gambar 4 dibawah ini.
11
Gambar 5. Mekanisme mekanotransduksi
Dikutip dari (2)
Biotrauma
Perangsangan mekanosensor menyebabkan upregulation sitokin
proinflamasi. Sitokin tersebut diproduksi oleh epitel bronkial, bronkoalveolar,
alveolar, makrofag alveolar, netrofil, dan edotel. Sitokin tersebut diantaranya:
Tumor necrosis factor- (TNF-), interleukin (IL) -1, IL-6, IL-10, kemokin CXC
seperti macrofag inflammatory protein-2 (MIP-2) atau IL-8, dan interferon
(IFN). Tumor necrosis factor- dan IL- merupakan respons sitokin yang paling
awal yang menginduksi produksi mediator inflamasi lainnya.18,19
Makrofag alveolar berperan sebagai orkestra pada VILI. Makrofag
alveolar memproduksi berbagai sitokin dan kemokin, diantaranya
matrix-metaloproteinase-9 (MMP-9). Matrix-metaloproteinase-9 merupakan
enzim yang mendegradasi ECM sebagai respons dari stress mekanik, berperan
dalam remodeling paru, dan migrasi sel inflamasi akut.1,18
Neutrofil merupakan sel yang paling berperan dalam progresivitas ALI
dan ARDS. Konsentrasi neutrofil yang didapatkan dari bilasan bronkus pasien
ARDS berkorelasi positip dengan tingkat keparahaan dan luaran ARDS.
Neutrofil memproduksi IL-8 yang menarik neutrofil lainnya ke paru. Aktivasi
12
neutrofil yang berlebihan menyebabkan kerusakan jaringan paru, karena neutrofil
memproduksi proteinase, cationic polypeptide, dan reactive oxygen species
(ROS).5 Peranan neutrofil pada ARDS dapat dijelaskan pada gambar 5 berikut ini.
Disfungsi Surfaktan
Epitel alveolar terdiri dari 2 tipe sel yang berbeda. Epitel alveolar tipe I
berbentuk pipih, berjumlah sekitar 20% dari seluruh epitel alveolar, tetapi
menutupi 80% permukaan alveolar dan berfungsi menjaga elastisitas alveoli.
Epitel alveolar tipe II berbentuk kuboid, berjumlah sekitar 80% dari seluruh epitel
alveolar, sebagai sel progenitor yang bisa meregenerasi epitel alveolar tipe I
ketika terjadi cedera paru, dan berfungsi memproduksi surfaktan.5 Peregangan
alveolar yang terjadi karena tekanan tinggi dan atau volume tinggi menyebabkan
kerusakan epitel alveolar tipe I maupun epitel alveolar tipe II.20
Disfungsi surfaktan pada VILI terjadi melalui beberapa mekanisme.
Mekanisme tersebut meliputi: (1) degradasi enzimatik komponen penting
surfaktan oleh protease dan fosfolipase yang diproduksi oleh neutrofil, (2)
modifikasi komponen lemak dan protein surfaktan oleh ROS yang dilepaskan
oleh netrofil dan makrofag terkativasi, (3) penurunan sintesis dan sekresi
apoprotein surfaktan selama fase akut proses inflamasi. Penurunan kadar
13
komponen apoprotein surfaktan menyebabkan disfungsi lapisan film permukaan
alveolar. 20
Gregory dkk, menunjukan bahwa pada ARDS dan pada binatang model
ALI terjadi penurunan kadar surfaktan protein (SP)-A dan SP-B. Penurunan SP-A
dan SP-B terjada pada berbagai fase respons inflammasi, tetapi penurunan SP-B
mempunyai pengaruh lebih besar terhadap gangguan fisiologi dan biofisik.
Surfaktan protein-B mempunyai peranan penting dalam mempromosikan absorpsi
komponen aktif permukaan terhadap interaksi udara-cairan alveolar untuk
meningkatkan area aktif permukaan alveolar dan sangat penting dalam
memperthankan stabilitas lapisan film permukaan alveolar. dikitip dari 20
Disfungsi surfaktan juga karena interaksi surfaktan dengan sitokin. Tumor
necrosis factor- merupakan sitokin yang mempunyai peranan kunci dalam
disfungsi surfaktan. Tumor necrosis factor- menyebabkan penurunan kadar SP-B
messenger ribonucleic acid (mRNA) pada jaringan paru. Sitokin IL-1 dan IL-6
berperan dalam downregulation ekspresi apoprotein surfaktan.20 Disfungsi
surfaktan menyebabkan peningkatan tegangan permukaan alveolar, kolaps
alveolar dan saluran napas kecil, serta peningkatan permeabilitas endotel
mikrovaskular paru.11
Hiperoksia
Hiperoksia dapat memicu terjadinya VILI karena efek toksik dari oksigen.
Hiperoksia memicu produksi ROS oleh mitokondria, aktivasi jalur mitogen-
activated protein kinase (MAPK), aktivasi extracellular signal-regulated kinase
(ERK) 1/2, dan c-Jun NH2-terminal kinase (JNK). Hiperoksia menginduksi
infiltrasi netrofil untuk memproduksi MIP-2, memproduksi proten, peningkatan
vermeabilitas mikrovaskular, apoptosis, dan nekrosis epitel alveolar. Proses
tersebut menyebabkan terjadinya formasi membran hialin alveolar, oedema,
hyperplasia, proliferasi sel epitel alveolar tipe II, destruksi sel alveolar tipe I,
fibrosis interstitial, dan remodeling vaskular paru.21,22 Produksi MIP-2 akibat
hiperoksia dan peregangan pada paru dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini.
14
Gambar 6. Aktivasi MIP-2 melalui efek hiperoksia
dan mekanisme peregangan paru.
Dikutip dari (22)
PATOFISIOGI
15
Perubahan struktur akibat dari cedera karena VM digambarkan dengan
model tikus dan anak babi. Kerusakan pada tikus terjadi dalam beberapa menit
setelah penggunaan VM tekanan tinggi, yaitu terjadi perampingan sel-sel endotel
dari membran basal membentuk intercapilary blebs, sejumlah besar permukaan
epitel pecah dan terjadi kerusakan sel pneumosit tipe I dan sel pneumosit tipe II.
Kerusakan yang terjadi setelah VM tekanan tinggi dengan Paw 45 cmH2O pada
tikus dapat dilihat pada gambar 8, yaitu setelah VM 5 menit terdapat area fokal
atelektasis terutama pada apeks paru kiri. Setelah VM 20 menit paru mengalami
kongesti luas, membesar, oedema, dan cairan memenuhi kanul trakea.dikutip dari 11
Penelitian yang dilakukan pada anak babi menunjukan kerusakan terjadi
setelah 2-3 hari dengan dilatasi bronkiolar pada area yang mengalami konsolidasi.
Terjadi reaksi inflamasi pada 24 jam pertama dan setelah 3-6 hari terjadi
perubahan fibroproliferatif. Keadaan tersebut mirip dengan penelitian yang
dilakukan pada kelinci dengan menggunakan ventilasi konvensional yaitu dengan
penggunaan VT 12 ml/kg BB prediksi, terdapat akumulasi netrofil didalam paru,
kerusakan epitel yang parah, dan terbentuk formasi membran hialin. Dikutip dari 11
Gambar 8. Keadan paru tikus normal dan paru tikus yang telah
menerima VM tekanan tinggi dengan Paw 45 cmH2O.
16
TERAPI
17
Gambar 9. Perbandingan VM konvensional pasien ARDS, BB 70kg,
VT 12 ml/kg BB, dan PEEP 0 cm H2O versus ventilasi protektif, VT 6
ml/kg BB dan PEEP adekuat.
Dikutip dari (6)
Laju pernapasan awal harus diatur dalam kisaran 18 - 22 kali / menit. Laju
pernapasan tersebut lebih tinggi dibandingkan menggunakan skema ventilasi lain,
dengan tujuan mempertahankan ventilasi semenit yang cukup tinggi untuk
menghindari terjadinya hiperkapnia.6
Postive end-expiratory pressure juga harus diberikan dalam tekanan
optimal. Nilai PEEP disesuaikan dengan nilai FiO2 yang diberikan untuk
mempertahankan SaO2 diatas 90%. Nilai normal PEEP antara 10-25 cm H2O.
Nilai PEEP pada kenyataannya disesuaikan dengan respons individual.5,28 Nilai
PEEP yang digunakan pada ARDSnet dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.
18
Tabel 3. Setting PEEP pada VM protektif berdasarkan fraksi oksigen inspirasi
FiO2 PEEP (cm H2O)
0.3 5
0,4 5-8
0,5 8-10
0,6 10
0,7 10-14
0,8 14
0,9 14-18
1,0 18-24
19
hiperkapnia yang tidak terkompensasi, dan kondisi yang membutuhkan Pplat
tinggi. 24
4. Prone positioning
Efek fisiologi prone positioning adalah memperbaiki oksigenasi dan
mekanika respirasi. Perbaikan oksigenasi terjadi karena perbaikan
ventilasi-perfusi yang disebabkan oleh peningkatan volume paru, redistribusi
perfusi, recruitment area dorsal paru, dan homogenisasi distribusi ventilasi.
Perbaikan mekanika respirasi terjadi karena penurunan distribusi Pplat inhomogen
25
dan inflasi alveolar, peningkatan volume paru, dan menurunkan area ateletasis.
Prone positioning juga dapat memperbaiki dinamika diafragma, karena
perubahan gaya gravitasi sehingga area dependent dorsobasal terbuka kembali.26
Prone positioning digunakan sebagai intervensi darurat pada pasien ARDS
berat karena hipoksemia. Penelitian yang dilakukan oleh Guarin dkk. dan
Gattinoni dkk. dikutip dari 26 pengguanan prone positioning 8 jam / hari memperbaiki
oksigenasi dan mengurangi angka kejadian pneumonia dibandingkan durasi
20 jam atau < 6 jam/hari.
20
5. High-frequency oscillatory ventilation (HFOV)
High-frequency oscillatory ventilation merupakan metode VM alternatif
yang digunakan bila penggunaan VM standar dengan Paw > 35 cm H2O terjadi
hipoksmia refrakter.27 Metode HFOV digunakan pada pasien yang membutuhkan
FiO2 > 60% untuk mempertahankan SaO2 > 90% dan Pplat tidak bisa
dipertahankan < 30 cm H2O. Prinsip HFOV adalah frekuensi napas antara
3-5 kali/detik dengan VT 150-260 mL. Tujuan HFOV adalah menghindari Paw
tinggi, mencegah overdistensi alveolar, dan mempertahankan PEEP tinggi,
sehingga pengulangan recruitment-derecruitment dapat terhindar.8
21
SIMPULAN
1. Ventilator induce lung injury merupakan cedera paru yang ditimbulkan karena
penggunaan VM konvensional.
2. Ventilator induce lung injury terjadi karena stress mekanik yang meliputi:
volutrauma, barotrauma, dan atelektrauma serta karena peningkatan mediator
inflammasi, yaitu biotrauma.
3. Ventilator induce lung injury dapat meperberat kerusakan paru yang sudah
terjadi, dapat merupakan salah satu bentuk ALI dan ARDS, atau salah satu
komponen ALI dan ARDS.
4. Pendekatan terapi VILI sama seperti pada ARDS dan mencegah atau
mengurangi proses mekanik serta proses biologi yang sudah terjadi.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
12. Marini JJ, Gattinoni L. Ventilatory management of acute respiratory distress
syndrome: a consensus of two. Crit Care Med. 2004;32:250-5.
13. Pinhu L, Whitehead T, Evans T, Griffiths M. Ventilator-associated lung
injury. Lancet. 2003;361:332-40.
14. Gattinoni L, Carlesso E, cadringher P, Valenza F, Vagginelli F, Chiumello D.
Physical and biological triggers of ventilator-induced lung injury and its
prevention. Eur Respir J. 2003;22:15-25.
15. Cloutier MM. Mechanical properties of the lung and chest wall. In:
Respiratory physiology. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2007.p.17-31.
16. Jardins TD. Ventilation. In: Cardiopulmonary anatomy & physiolgy
th
essentials for respiratory care. 4 edition. Illinois: Delmar tomson learning;
2002.p.63-111.
17. Fuhrman BP. Avoidance of ventilator induced lung injury. Acta Pharmacol
Sin. 2002;23:44-7.
18. Han B, Liu M. Cytokines and ventilator-induced lung injury. Acta Pharmacol
Sin. 2002;23:39-43.
19. Halbertsma FJJ, Vaneker M, Scheffer GJ, Hoeven VD. Cytokines and
biotrauma in ventilator-induced lung injury:a critical review of the literature.
The Journal of Medicine. 2005;63:382-92.
20. Ingenito EP, Mora R, Cullivan M, Marzan Y, Haley K. Mark L, et al.
Decreased surfactant protein-B expression and surfactant dysfungtion
in a murine model acute lung injury. Am J Respir Cell Mol Biol. 2001; 25:
35-44.
21. Kuwono K. Epithelial cell apoptosis and lung remodeling. Cellular &
Molecular Immunology. 2007;4(6):419-29.
22. Li LF, Liao SK, Ko YS, Lee CH, Quinn DA. Hyperoxia increases
ventilator-induced lung injury via mitogen-activated protein kinases:
a prospective, controlled animal experiment. Critical Care. 2007;11:1-14.
23. Ricard JD, Dreyfuss D, Saumon G. Ventilator-induced lung injury. Eur Respir
J. 2003;22(42):2-9.
24
24. Brodie D, Bacchetta M. Extracorporal membrane oxygenation for ARDS in
adults. N Engl J Med. 2011;365:1905-14.
25. Pelosi P, Brazzi L, Gattinoni L. Prone position in acute respiratory distress
syndrome. Eur Respir J. 2002;20:1017-28.
26. Bein T, Kuhlen R, Quintel M. Ventilation in prone position in acute lung
failure. Dtsch Arztebl. 2007;104(28-29):2048-53.
27. Briggs S, Goettler CE, Schenarts PJ, Newell MA, Sagraves SG, Bard MR,
et al. High-frequency ventilation as a rescue theraphy for adult trauma
patients. Am J Crit Care. 2009;18:144-8.
Korektor,
25