Anda di halaman 1dari 32

Askep Infeksi puerperalis

A.Konsep Dasar Penyakit


1.Pengertian
Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke
dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam
masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi puerperalisa adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia
yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38C atau lebih selama 2
hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.

2.Etiologi
Penyebab dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob patogen
yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang
terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen
sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
puerperalis antara lain :
o Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain ,
alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
o Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah
sakit
o Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
o Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus
yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
3.Faktor predisposisi
Faktor predisposisi dari infeksi puerperalis yaitu :
a. Semua tindakan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu seperti perdarahan,
anemia, nutrisi buruk, status sosial ekonomi rendah, dan imunosupresi.
b. Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
c.Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d.Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.

4.Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter
kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol benjol karena banyak vena yang
ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-uman
dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami
perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya
merupakan tempat masuknya kuman-kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada
luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi
sebagai berikut:
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di
ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki kamar
bersalin.
c. .Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara
kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang
digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika
menyebabkan pecahnya ketuban.
e. Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus
lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan
dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan
takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi
keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus
pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula
pada janin.

5.Klasifikasi
Infeksi puerperalis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1) Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan endometrium
a. Infeksi perineum, vulva, dan serviks
Tanda dan gejalanya :Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria,
dengan atau tanpadistensi urine.
Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.
Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu sekitar
38C, dan nadi kurang dari 100x/menit.
Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar,
demam bisa meningkat hingga 39-40 C, kadang-kadang disertai
menggigil.
2) Endometritis
a. Kadang kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa plasenta dan
selaput ketuban yang disebut lokiametra.
b. Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang berbau/tidak,
lokhea berwarna merah atau coklat.
c. Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi biasanya
sesuai dengan kurva suhu tubuh.
d. Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
e. Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his susulan
biasanya sangat mengganggu.
3) Septikemia dan piemia
a. Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah
sampai 3 hari postpartum suhu meningkat dengan cepat. Biasanya
disertai menggigil dengan suhu 39-40C. Keadaan umum cepat
memburuk, nadi sekitar 140-160x/menit atau lebih. Klien juga
dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum.
b. Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigl
yang terjadi berulang-ulang. Suhu meningkat dengan cepat
kemudian suhu turun dan lambat laun timbul gejala abses paru,
pneumonia, dan pleuritis.
4) Peritonotis
a. Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil,
perut kembung dan nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien
mula-mula kemrahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung,
kulit wajah dingin, serta terdapat facishipocratica.
b. Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak
seberat peritonis umum klien demam, perut bawah nyeri,tetapi
keadaan umum tetap baik.
5) Selulitis pelvis
a. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau
kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis
pelvic.
b. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus.
c. Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang
mula mula tinggi menetap , menjadi naik turun disertai menggigil.
d. Klien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.

6.Gejala klinis
Tanda dan gejala umum dari infeksi puerperalis ini yaitu :
a. Peningkatan suhu
b. Takikardi
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomi

7.Pemeriksaan fisik
a.Keadaan Umum : Baik, CM, Tidak Anemis
b.Vital Sign
c.Status Generalis
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar tiroid.
Dada : Pernafasan kanan dan kiri tidak simetris, tidak ada retraksi, tidak
ada ronki
Abdomen : Tenang, supel, NT (-), tidak teraba masa dan tidak nyeri tekan
Ekstremitas : Tidak ada gangguan gerak dan edema
d.Status Obstetri
Inspeksi :
Mata : Konjungtiva tidak anemis
Dada : Hiperpikmentasi papila dan aerola mamae terlihat
Abdomen : Tenang, Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, dan
tidak nyeri tekan
Ekstremitas : Tidak ada edema

8.Pemeriksaan diagnostik
Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran
diferensial ke kiri.
Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat
meningkat dengan adanya infeksi.
Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada
keadaan anemia.
Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau
drainase luka atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme
penyebab.
Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang
tertahan melokalisasi abses perineum.
Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa
atau pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan trombosis.

9.Prognosis
Prognosis baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut
derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas
tinggi diikuti peritonitis umum.

10.Penatalaksanaan
a.Pencegahan
Selama kehamilan, bila ibu anemia diperbaiki. Berikan diet yang baik.
Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan
agar tidak berlarut-larut. Selesai persalinan dengan trauma sedikit
mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dan
petugasdalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan
pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi tepat.
Selama nifas rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat ibu
dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita dalam nifas yang
sehat.
b.Penanganan medis
Suhu diukur dari mulut sedikitnya empat kali sehari.
Berikan terapi antibiotik prokain penisilil 1,2-2,4 juta unit 1M penisilin G
500.000 satuan setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam 1 M ditambah
dengan ampisilin kapsul 4 x 250 mg per oral.
Perhatikan diet ibu : diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).
Lakukan transfusi darah bila perlu.
Hati-hati bila ada abses , jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga
peritoneum.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1.Pengkajian
a.Aktivitas / istirahat
Malaise, letargi. Kelelahan dan/ atau keletihan yang terus menerus
(persalinan lama, stresor pascapartum multipel).
b.Sirkulasi
Takikardia dari dengan berat bervariasi.
c.Eliminasi
Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik
ileus.
d.Integritas ego
Ansietas jelas (peritonitis).
e.Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah. Haus, membran mukosa kering. Distensi
abdomen, kekauan, nyeri lepas (peritonitis).
f.Neurosensori
Sakit kepala.
g.Nyeri/ ketidaknyaman
Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Afterpain berat atau
lama, nyeri abdomen bawah atau uterus serta nyeri tekan guarding
(endometritis). Nyeri/kekakuan abdomen unilateral/ bilateral
(salpingitis/ooferitis, parametritis)
h.Pernafasan
Pernafasan cepat/dangkal (berat/proses sistemik)
i.Keamanan
Suhu: 100,4 F (38,0 C) atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus
menerus, diluar 24 jam pasca partum adalah tanda infeksi. Namun suhu
lebih tinggi dari 101 F (38,9 C) pada24jam pertama menandakan
berlanjutnya infeksi.
Demam ringan kurang dari 101 F menunjukkan infeksi insisi, demam
lebih tinggi dari 102 F (38,9 C) adalah petunjuk atau infeksi lebih berat
(misalnya salpingitis, parametritis, peritonitis).
Dapat terjadi menggigil, menggigil berat atau berulang(seringberakhir 30-
40 menit), dengan suhu memuncak sampai 104F, menunjukkan infeksi
pelvis, tromboflebitis atau peritonitis.
Melaporkan pemantauan internal, pemeriksaan vagina intra partum sering,
kecerobohan pada teknik aseptik.
j.Seksualitas
Pecah ketuban dini atau lama, persalinan lama (24 jam / lebih). Retensi
produk konsepsi, eksplorasi uterus atau pengangkatan plasenta secara
manual, atau hemoragi pasca partum.
Tepi insisi mungkin kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, atau memisah
dengan drainase purulen atau cairan sanguinosa. Subinvolusi uterus
mungkin ada.
Lokea mungkin bau busuk, tidak ada bau (bila infeksi oleh streptokokal
beta hemolitik), banyak atau berlebihan.
k.Interaksi sosial
Status sosio ekonomi rendah dengan stresor bersamaan.

2.Diagnosa keperawatan
a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi
nosokomial.
b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan
medis.
c.Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan
dengan infeksi pada proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang
dirasakan pada kehidupan sendiri.

3.Rencana keperawatan
a.Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi
nasokomial.
Tujuan 1:mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi:
Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan
senter yang baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan
pinggir epis dan kemungkinan perdarahan / nyeri.
Kaji tinggi fundus dan sifat.
Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data
post partum.
Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari
puting). Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing
dan catat apakah klien menyusui dengan ASI.
Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien
kritis. Catat kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari
pertama dalam 10 hari post partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-
kurangnya 4 kali sehari.
Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci
tangan pada pasien dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas
tempat tidur secara teratur.
Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan
cairan.
Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin
C dan zat besi.
Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk
efektif dan nafas dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/
kelumpuhan. Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur
secara sering dan teratur.
Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.

Tujuan 2: identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.


Intervensi:
Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan
dan test sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline,
cefoxitin, chloramfenicol atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine
atau methyler gonovine.
Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan
elektrolit secara intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada
pasien yang muntah
Pemberian analgetika dan antibiotika.

b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan
medis.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan
kriteria hasil: Nafsu makan meningkat, mual muntah tidak terjadi.
Intervensi :
Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi, dan vitamin C, bila
masukkan oral dibatasi.
Tingkatkan masukan sedikitnya 2000ml/hari jus, sup, dan cairan lain.
Anjurkan istirahat/ tidur secukupnya
Berikan cairan atau nutrisi parenteral, sesuai indikasi
Berikan preparat zat besi dan/atau vitamin sesuai indikasi.

c.Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi.


Tujuan : Setelah diberikan askep, diharapkan nyeri hilang atau berkurang
dengan kriteria hasil :pasien tampak rileks, skala nyeri 0-3.
Intervensi :
Kaji lokasi dan ketidaknyamanan atau nyeri
Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi
-Berikan analgetik atau antipiretik.
Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas atau
rendam duduk sesuai indikasi.

d.Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan


dengan infeksi pada proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang
dirasakan pada kehidupan sendiri.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan klien menunjukkan perilaku
kedekatan terus menerus selama interaksi orangtua-bayi.
Intervensi :
Berikan kesempatan untuk kontak ibu-bayi kapan saja memungkinkan.
Pantau respons emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi,
seperti depresi dan marah.
Anjurkan klien menyusui bayi bila memungkinkan dan meningkatkan
partisipasinya dalam perawatan bayi saat infeksi teratasi.
Observasi interaksi bayi-ibu
Buat rencana untuk tindak lanjut evaluasi yang tepat trehadap
interaksi/respons ibu-bayi

4.Evaluasi
Dx 1 :
Tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Klien mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara
individual.
-Klien dapat melakukan prilaku untuk membatasi penyebaran infeksi
dengan tepat, menurunkan resiko komplikasi.
Klien dapat sembuh tepat waktu, bebas dari komplikasi tambahan.

Dx 2 :
Nutrisi klien terpenuhi.
Nafsu makan meningkat.
Tidak terjadi mual muntah.
Pemasukan oral yang adekuat.

Dx 3 :
Nyeri hilang atau berkurang.
Skala nyeri 0-3
Wajah tidak meringis.

Dx 4 :
Klien menunjukkan perilaku kedekatan terus-menerus selama interaksi
dengan bayinya.
Klien mempertahankan/melakukan tanggungjawab untuk perawatan fisik
dan emosi terhadap bayi baru lahir sesuai kemampuan.
Klien dapat mengekspresikan kenyamanan dengan peran menjadi
orangtua.

Daftar Pustaka
Doenges, E. Marilynn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi :
Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Sastrawinata, Sulaiman, et. al. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri
Patologi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Mansjoer, arif, et.al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga,
Cetakan Kedua. Jakarta : Media Aesculapius.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba
Medika.
Varney, Helen, et.al. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC.

Sumber : http://aritangahu.blogspot.co.id/2011/04/askep-infeksi-puerperalis.html

Laporan kasus infeksi saluran kencing (ISK)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal masa nifas normal
dimulai setelah plesenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu.
Menurut buku ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo edisi keempat tahun 2009 mengatakan
pada masa nifas atau peurperium seorang ibu memerlukan informasi dan konseling tentang
perawatan bayi dan pemberian asi, apa yang terjadi termasuk gejala adanya masalah yang
mungkin terjadi, kesehatan pribadi, kebersihan diri dan masa penyembuhan, kehidupan seksual,
kontrasepsi dan nutrisi, seorang ibu pascapersalinan juga memerlukan dukungan dari petugas
kesehatan dan dukungan emosional dan psikologis oleh suami dan keluarganya, serta
mendapatkan pelayanan kesehatan untuk kecurigaan atau munculnya tanda terjadinya komplikasi
seperti perdarahan pascapersalinan yang biasa disebabkan atonia uteri, retensio plasenta, laserasi
jalan lahir, rupture uteri dan inverse uteri, infeksi seperti sepsis, infeksi genital, eklampsia, serta
komplikasi pascapersalinan lain yang sering juga dijumpai yaitu infeksi saluran kemih, retensio
urine atau inkontinensia.
Berdasarkan pendapat mengenai masa nifas dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa
nifas, kami menemukan sebuah kasus diruang instalasi gawat darurat (IGD) di Rumah Sakit Sari
Mulia Banjarmasin yaitu ibu pascapersalinan dengan diagnose infeksi saluran kemih. Sesuai
dengan gejala komplikasi yang telah disebutkan diatas yang salah satunya adalah infeksi saluran
kemih, oleh sebab itu kami mengangkat kasus ini untuk lebih menambah wawasan dan
pengetahuan kami mengenai ibu pasca persalinan dengan diagnose infeksi saluran kemih.

B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Mengetahui tentang asuhan kebidanan ibu pascapersalinan dengan diagnose infeksi saluran
kemih di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
2. Tujuan khusus :
a. Mengatahui gejala yang dirasakan ibu pasca persalinan dengan infeksi saluran kemih.
b. Mengetahui penanganan awal ibu pasca persalinan dengan infeksi saluran kemih.

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang ibu pasca persalinan dengan infeksi saluran
kemih.
2. Bagi pasien
Menambah pengetahuan serta sebagai pengalaman.
3. Bagi Institusi
a. Pendidikan
menambah referensi atau sebagai bahan kepustakaan mengenai ibu pascapersalinan dengan
infeksi saluran kemih.
b. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan agar meningkatkan pelayanan di kamar Instalasi gawat Darurat (IGD)
Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep masa nifas
1. Pengertian
Masa nifas yaitu masa sesudah persalinan terhitung dari saat selesainnya persalinan sampai
pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, lamanya kurang lebih 6 minggu
(Anik Maryunani; kamus saku bidan hal.103)
2. Etiologi
Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi dan keluarganya, secara
fisiologis, emosional dan social. Baik dinegara maju maupun berkembang perhatian utama bagi
ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan sementara keadaan
pascapersalinan malah sebaliknya. Keadaan yang sebenarnya angka kesakitan dan kematian ibu
serta bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan, keadaan ini terutama disebabkan oleh
konsekuensi ekonomi disamping ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas
kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. (Sarwono
Prawirohardjo; Asuhan Nifas Normal Hal.357)
Tempat-tempat umum terjadinya infeksi masa pascapersalinan yaitu Rongga pelvic
(daerah asal yang paling umum terjadinya infeksi), Perineum, Payudara, Saluran kemih, System
vena.
3. Patofisiologi
Pada masa nifas umumnya jika normal tanpa episiotomy dan tidak ada luka bekas jahitan
umumnya tidak menimbulkan gejala yang signifikan atau parah, hanya mengeluh susah untuk
mobilisasi. Namun jika dengan komplikasi maka akan menimbulkan keluhan yang berbeda
disetiap komplikasi dan mendapatkan penanganan yang berbeda pula.

B. Konsep Infeksi Saluran Kemih


1. Pengertian
Infeksi disebabkan oleh hama, masuknya penyebab penyakit kadalam tubuh terutama mikroba,
juga ketularan penyakit yang belum diketahui pasti penyebabnya. Infeksi nifas merupakan
infeksi yang mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman dalam
alat genital pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi saluran kemih merupakan peradangan pada
daerah saluran perkemihan. (Anik Maryunani; Kamus saku Bidan, hal.71)

2. Etiologi
Menurut Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso kuman penyebab infeksi saluran air
kemih : Kuman gram negatif : E.Coli (85%), Klebsiela, Entero-bakter, Proteus, dan
Pseudomonas. Stafilokokus Aureus, Streptokokus fecalis, kuman anaerob, TBC, jamur, virus dan
bentuk L bakteri protoplas.

3. Patofisiologi
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang mengatur keseimbangan cairan tubuh
dan elektrolit dalam tubuh, dan sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan
mengeksresikan air yang dikeluarkan dalam bentuk urine apabila berlebih. Diteruskan dengan
ureter yang menyalurkan urine ke kandung kemih. Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih
atau urine bebas dari mikroorganisme atau steril. Masuknya mikroorganisme kedalam saluran
kemih dapat melalui penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat
(ascending), Hematogen, Limfogen, Eksogen sebagai akibat pemakaian berupa kateter. Dua jalur
utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari kedua cara ini ascendinglah
yang paling sering terjadi. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus. Pada laki-laki Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra lalu
prostate menuju vas deferens dan testis (pada pria) buli-buli lalu ke ureter, dan sampai ke ginjal.
Pada wanita flora normal akan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium
penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. (Gambar 1).
Keterangan Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih, (1)
Kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3)
penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal.
Kuman Escherichia coli yang menyebabkan ISK mudah berkembang biak di dalam urine,
disisi lain urine bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan spesies
Escherichia coli. Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah
mekanisme wash-out urine, yaitu aliran urine yang mampu membersihkan kuman-kuman yang
ada di dalam urine bila jumlah cukup. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum menghasilkan
urine yang tidak adekuat sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi saluran kemih.

4. Gejala Klinis
Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik yaitu nyeri bila buang
air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala infeksi saluran kemih
bagian bawah biasanya panas tinggi, gejala gejala sistemik, nyeri di daerah pinggang belakang.
Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih bagian atas dan bagian bawah
berdasarkan gejala klinis saja.

5. Menentukan diagnose
Biakan air kemih dikatakan infeksi positif apabila : Air kemih tampung porsi tengah :
biakan kuman positif dengan jumlah kuman 105/ml, 2 kali berturut-turut. Dan Air kemih
tampung dengan fungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman patogen yang tumbuh pasti infeksi.
Pembiakan urin melalui fungsi suprapubik digunakan sebagai gold standar. Dugaan infeksi :
dengan cara Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, torak leukosit dan Uji kimia : TTC,
katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test.
Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih : Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk
mengetahui kelainan struktur ginjal dan kandung kemih. Pemeriksaan Miksio Sisto
Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya refluks. Pemeriksaan pielografi intra vena
(PIV) untuk mencari latar belakang infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal
serta saluran kemih.
Dengan cara diagnosa banding yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan
sistitis. ingat akan pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-
gejala umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons terhadap
antibiotik kurang baik.

6. Penatalaksanaan
Ada 3 prinsip penatalaksanaan infeksi saluran air kemih yaitu Memberantas infeksi,
Menghilangkan faktor predisposisi, Memberantas penyulit. Melakukan pemantauan dalam 2 x 24
jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK umumnya menghilang. Bila gejala belum
menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain sesuai dengan uji kepekaan
antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang 3 hari setelah pengobatan
fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK
berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan. Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun
fungsional yang menyebabkan obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan
dengan antibiotik profilaksis. Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada
neonatus, dan pielonefritis akut.

Sumber http://yoshiecintaallah.blogspot.co.id/2013/09/laporan-kasus-infeksi-
saluran-kencing_3.html

ASKEP pada ibu post partum dengan ISK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bertambahnya jumlah populasi di dunia, memungkinkan peningkatan berbagai macam
kondisi dan keadaan serta tindakan yang menyebabkan banyak penyakit berkembang akibat
perubahan gaya hidup, kebiasaan, dan pemahaman terkait kesehatan. Adanya perubahan tersebut
mengakibatkan semua orang menjadi rentan terhadap penyakit. Khususnya pada individu dengan
keadaan khusus, seperti ibu hamil dan penderita penyakit bawaan. Hal itu, tentunya
mempengaruhi pada semua sistem yang ada di dalam tubuh individu tersebut. Salah satu
penyakit yang dapat timbul yaitu infeksi saluran kemih (ISK). Dengan adanya peningkatan
jumlah populasi khususnya di Indonesia, seperti yang dipaparkan diatas. Sehingga penulis ingin
memberikan sedikit gambaran terkait ISK. Pada umumnya ISK atau infeksi saluran kemih ini
banyak terjadi pada wanita, hal itu kemungkinan besar dikarenakan uretra wanita lebih pendek
sehingga mikroorganisme dari luar lebih mudah mencapai kandung kemih dan juga letaknya
dekat dengan daerah perianal dan vagina.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) juga menjadi suatu komplikasi pada saat masa nifas hal itu
dikarenakan berbagai faktor penyebab baik langsung ataupun tidak langsung pada ibu nifas.
Saluran kencing yang pendek pada perempuan dan kebersihan daerah sekitar kelamin luar yang
menjadi bagian yang sulit dipantau pada perempuan hamil akan mempermudah ISK. ISK
postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus urinarius, terjadi sesudah melahirkan, ditandai
kenaikan suhu sampai 38 derajat celcius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Keperawatan memiliki peran penting dalam
memberikan pelayanannya terhadap klien yang menderita ISK, sehingga perlu pemahaman yang
baik tentang konsep ISK pada klien serta asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien
yang menderita ISK dengan harapan perawat dapat menjalankan perannya dalam memberikan
asuhan dengan baik dan benar

Setelah melahirkan pasien wanita mengalami peningkatan resiko untuk mengalami masalah
kemih karena diuresis pos partum normal, penurunan sensitivitas kandung kemih, dan
kemungkinan terhambatnya persyarafan setelah anestesia. Yang mungkin mengalami kesulitan
berkemih karena trauma jaringan, pembengkakan, dan nyeri perineal. Kemih dalam jumlah
sedikit dan dengan interval sering, menandakan retensi dengan aliran yang berlebihan. Bila urine
tertahan maka akan menjadi pertumbuhan bakteri yang amat baik dan kemungkinan terjadi ISK
pada ibu hamil.
B. Tujuan

Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari penulisan makalah dengan pembahasan mengenai
Infeksi Sauran Kemih pada Klien Post Partum ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem reproduksi;

2. Mengetahui definisi dari infeksi saluran kemih pada klien post partum;

3. Mengetahui epidemiologi terjadinya infeksi saluran kemih pada klien post partum;

4. Mengetahui etiologi terjadinya infeksi saluran kemih pada klien post partum;

5. Mengetahui tanda dan gejala infeksi saluran kemih pada klien post partum;

6. Mengetahui patofisiologi infeksi saluran kemih pada klien post partum;

7. Mengetahui cara pencegahan infeksi saluran kemih pada klien post partum;

8. Mengetahui cara pengobatan dari infeksi saluran kemih pada klien post partum;

9. Mengetahui asuhan keperawatan untuk pasien post partum dengan infeksi saluran kemih

C. Manfaat

1. Bagi Pembaca

Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai pemeliharaan kesehatan manusia terutama


pada wanita dengan komplikasi infeksi saluran kemih saat postpartum sehingga dapat
meningkatkan pemeliharaan kesehatan. Serta dapat mengurangi angka kejadian ISK.

2. Bagi Penyusun

Memberikan informasi sekaligus pemahaman yang lebih terhadap penyusun sehingga nantinya
dapat menerapkan dalam praktik klinik tentang konsep keperawatan mengenai infeksi saluran
kemih khususnya pada wanita postpartum.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

ISK adalah infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih,
yang dalam keadaan normal air kemih tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme
lain.

Infeksi Saluran Kemih adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih.
(Enggram, Barbara, 1998).

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih.
Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini dihubungkan dengan
hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktupersalinan, pemeriksaan dalam
yang sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau katerisasi yang sering (Krisnadi, 2005).

B. Penyebab

Sebagian besar ISK diawali dan disebabkan oleh bakteri Eschericia Coli (80%-90%).
Sebagian besar sisa kasus ISK disebabkan oleh Staphylococcus saprophyticus dan C.
Trachomatis

ISK dapat terjadi setelah kelahiran dari hipotonia kandung kemih, stasis kencing, luka
kelahiran, kateterisasi, pemeriksaan vagina yang rutin, atau obat bius epidural. Selama kelahiran,
kandung kemih dan uretra terluka dengan tekanan janin yang turun. Setelah kelahiran, kandung
kemih dan uretra yang hipotonik dapat meningkatkan stasis perkemihan dan retensi urin.

C. Manifestasi klinis
Disuria

Urgensi perkemihan

Sering bekemih

Warna yang tidak biasa pada urin

Leikositosis

Kram pada area suprapubis

Nyeri pada punggung bawah sampai tengah

Demam

Anoreksia

Mual, muntah

Malaise

D. Patofisiologi

Terdapat 2 hal utama mengapa ISK dapat terjadi:

1. Rute infeksi

Terdapat 3 rute invasi bakteri ke dalam saluran kemih, antara lain:

Ascending route : Bakteri periurethral melalui uretra bermigrasi ke atas menuju vesika urinaria
yang jika terus berlanjut dapat mencapai ureter hingga ginjal. Dapat pula terjadi akibat aktivitas
seksual atau pada pemasangan kateter yang tidak higienis.

Hematogenik : Sering kali disebabkan oleh Staphylococcus aureus; Sering ditemukan pada
pasien immunocompromised

Lymphogenic : Rute infeksi ini masih memiliki bukti scientific yang minimal.
2. Host-defence

Normalnya, ISK dapat dicegah dengan adanya proses wash-out oleh saluran kemih sehingga
bakteri-bakteri yang ada dapat dikeluarkan melalui urin. Di dalam urin juga terdapat pH,
osmolalitas, dan kadar urea yang dapat menghambat perkembangan bakteri.Jika mekanisme
pertahanan host tersebut terganggu, misalkan akibat retensi urin, statis atau refluks urin, bakteri-
bakteri tersebut dapat berkembang biak dan berkolonisasi sehingga bisa menimbulkan infeksi.

E. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan

Nyeri dan ketidaknyamanan dapat dikurangi dengan ketika antimikrobia dimulai. Agen
antispamodic mebantu dalam mengurangi iritabilitas kandung kemih dan nyeri. Aspirin,
pemanasan perineum dan mandi rendam panas membantu mengurangi ketidaknyamanan dan
spasme.

2. Mengurangi frekuensi (berkemih), urgency dan hesitancy

Pasien didorong untuk minum dengan bebas sejumlah cairan (air adalah pilihan terbaik) untuk
mendukung aliran darah renal dan untuk membilas bakteri dari traktur urinarius. Hidari cairan
yang dapat mengiritasi kandung kemih (misal ; kopi, teh, cola, alkohol).

3. Pendidikan pasien

Pasien harus menerima perncian instruksi berikut :

a. Mengurangi konsentrasi patogen pada orifisium vagina (khusus pada wanita) melalui tindakan
hygnie : seing mandi pancuran dari pada rendam karena bakteri dalam air bak dapat masuk ke
uretra, bersihkan sekeliling perineum dan meatus uretra setiap selesai defekasi dengan gerakan
dari depan ke belakang.

b. Minum dengan bebas sejumlah cairan dalam sehari untuk membilas keluar bakteri dan hindari
untuk minum kopi, teh, cola dan alkohol.

c. Berkemih setiap 2-3 jam dalam sehari dan kosongkan kandung kemih dengan sempurna hal ini
mencegah distensi kandung kemih yang berlebihan dan gangguan terhadap suplai darah ke
dinding kandung kemih yang merupakan predisposisi systitis.
d. jika bakteri tetap muncul dalam urin, terapi antimikrobia jangka panjang diperlukan untuk
mencegah kolonisasi area periuretral dan kekambuhan infeksi.

e. Konsul ke tenaga kesehatan secara teratur untuk tindak lanjut, kekambuhan gejala atau infeksi
nonresponsif terhadap penanganan.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Urinalisis

Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif
bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih

Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria
disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
urolitiasis.

2. Bakteriologis

Mikroskopis

Biakan bakteri

3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik

4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran
tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.

5. Metode tes

Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan
nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess
positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.

Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):

Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria
gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes- tes tambahan:

Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan
untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa
renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic,
sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab
kambuhnya infeksi yang resisten.

G. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe

b. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:

Adakah riwayat infeksi sebelumnya?

Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?

c. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial

Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?

Imobilisasi dalam waktu yang lama.

Apakah terjadi inkontinensia urine?

d. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih

Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien
(dorongan, frekuensi, dan jumlah)

Adakah disuria?

Adakah urgensi?
Adakah hesitancy?

Adakah bau urine yang menyengat?

Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?

Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah

Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas

Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.

e. Pengkajian psikologi pasien:

Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Nyeri Berhubungan dengan ISK

Perubahan Eliminasi Urine

Defisit Pengetahuan yang Berhubungan dengan Terapi dan Pencegahan ISK

Ansietas mengenai efek ISK

Rencana Keperawatan :

Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Nyeri Setelah Pain manajemen : 1. untuk
Berhubungan dilakukan 1. lakukan menentukan
dengan agen tindakan pengkajian nyeri tindakan
cedra biologis keperawatan secara selanjutnya
selama ...x24 komprehensif terkait nyeri.
jam klien termasuk lokasi, 2. untuk
diharapkan karakteristik, mengetahui
dapat durasi, frekuensi, apakah reaksi
mencapai pain kualitas dan verbal yang
control dengan faktor presipitasi dinyatakan sesuai
kriteria hasil : 2. observasi dengan reaksi
- Mampu reaksi nonverbal non verbal.
mengontrol dari 3. supaya klien
nyeri (tahu ketidaknyamanan merasa nyaman
penyebab 3. gunakan teknik saat berinteraksi ,
nyeri, mampu komunikasi sehingga lebih
menggunakan terapeutik untuk mudah
teknik non mengetahui mendapatkan
farmakologi pengalaman nyeri informasi.
untuk pasien 4. untuk
mengurangi 4. kaji kultur yang mengetahui apa
nyeri, mencari mempengaruhi yang
bantuan) dari respon nyeri menyebabkan
skala ... ke ... 5. evaluasi timbulnya nyeri,
- Melaporkan pengalaman nyeri sehingga dapat
bahwa nyeri masa lampau. menentukan
berkurang tindak lanjut.
dengan 5. supaya dapat
menggunakan membandingkan
manajemen antara nyeri yang
nyeri dari sedang dialami
skala ... ke ... dengan nyeri
- Mampu masa lampau.
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
dari skala ... ke
...
- Mengatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang dari
skala ... ke ...
- TTV dalam
rentang normal
dari skala ... ke
...

2. Perubahan Setelah Urinary 1. Untuk


Eliminasi Urine dilakukan elimination mengetahui
berhubungan tindakan management: warna, frekuensi,
dengan ISK keperawatan 1. Memonitor bau, volume, dan
selama ...x24 eliminasi urine warna
jam klien termasuk 2. Untuk
diharapkan frekuensi, bau, mengetahui tanda
dapat volume, dan dan gejala retensi
mencapai warna urine
urinary 2. Memonitor tanda 3. Supaya pasien
elimination dan gejala retensi mengetahui tanda
dengan kriteria urine dan gejala ISK
3. Beri tahu pasien4. Agar pasien
hasil:
tanda dan gejala untuk mengetahui
Pola eliminasi
ISK pasien seberapa banyak
dari skala ... ke
4. Anjurkan pasien dan seberapa
...
Bau urine dari untuk memantau sering keluaran
skala ... ke ... keluaran urine urine
Jumlah urine 5. Rujuk ke dokter 5. Untuk
dari skala ... ke jika tanda dan mendapatkan
... gejala ISK terjadi. penanganan
Warna urine segera bila terjadi
dari skala ... ke ISK.
...
Kejernihan
urine dari
skala ... ke ...
Asupan cairan
dari skala ... ke
...
Disuria dari
skala ... ke ...
Urgensi
perkemihan
dari skala ... ke
...

Sumber : http://titinfatsey.blogspot.co.id/2016/01/askep-pada-ibu-post-partum-
dengan-isk.html

ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH

Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto,
2001).Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari
semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan
tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka
populasi umu, kurang lebih 5 15 %.
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang
disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat
dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis
perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker,
dkk, 1998)
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang
berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan
jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam
cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria
jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya
abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.

Etiologi
Bakteri (Eschericia coli)
Jamur dan virus
Infeksi ginjal
Prostat hipertropi (urine sisa)

Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya
membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan
dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria)
yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar
kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih. Setiap hari ginjal
menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu
suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun
sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah
jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-
kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang
dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak
retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari
ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan
medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya
sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan
ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada
dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar
dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik).
Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang
terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah
kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak
di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin
teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih.
Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-
organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-
uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem
reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan
bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra
internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat
ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra,
sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali
pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.

Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.
b. Hematogen.
c. Limfogen.
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :


1. Bendungan aliran urine.
1) Anatomi konginetal.
2) Batu saluran kemih.
3) Oklusi ureter (sebagian atau total).
2. Refluks vesi ke ureter.
3. Urine sisa dalam buli-buli karena :
1) Neurogenik bladder.
2) Striktur uretra.
3) Hipertropi prostat.
4. Gangguan metabolik.
1) Hiperkalsemia.
2) Hipokalemia
3) Agamaglobulinemia.
5. Instrumentasi
1) Dilatasi uretra sistoskopi.
6. Kehamilan
1) Faktor statis dan bendungan.
2) PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.

Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang
naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan
mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat
pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan
melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap,
gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme
normal.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis. Pielonefritis
akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga
dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua
ginjal.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai
pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya
infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke
dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter
atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang
digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh
niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ;
uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya
disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal,
tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai
kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 %
curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus
penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.

Macam-macam ISK :
1) Uretritis (uretra)
2) Sistisis (kandung kemih)
3) Pielonefritis (ginjal)
Gambaran Klinis :
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1) Mukosa memerah dan oedema
2) Terdapat cairan eksudat yang purulent
3) Ada ulserasi pada urethra
4) Adanya rasa gatal yang menggelitik
5) Good morning sign
6) Adanya nanah awal miksi
7) Nyeri pada saat miksi
8) Kesulitan untuk memulai miksi
9) Nyeri pada abdomen bagian bawah.

Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :


1) Disuria (nyeri waktu berkemih)
2) Peningkatan frekuensi berkemih
3) Perasaan ingin berkemih
4) Adanya sel-sel darah putih dalam urin
5) Nyeri punggung bawah atau suprapubic
6) Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.

Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :


1) Demam
2) Menggigil
3) Nyeri pinggang
4) Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis
akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan
gagal ginjal.

Komplikasi :
1) Pembentukan Abses ginjal atau perirenal
2) Gagal ginjal
Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis
1) Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2) Hematuria 5 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1) Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
2)Biakan bakteri102 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.
2) Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.

Pengobatan penyakit ISK


1) Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
2) Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka
diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
3) Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas
microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari
depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri
faeces.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat
menyeluruh yaitu :
Data biologis meliputi :
1) Identitas klien
2) Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal
3) Riwayat penyakit DM, jantung.

Pengkajian fisik :
1) Palpasi kandung kemih
2) Inspeksi daerah meatus
a) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b) Pengkajian pada costovertebralis

Riwayat psikososial :
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit
Mekanisme kopin dan system pendukung
Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

Diagnosa Keperawatan
1) Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
2) Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia)
yang berhubungan dengan ISK.
3) Nyeri yang berhubungan dengan ISK.
4) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Perencanaan
1. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal
2) Nilai kultur urine negative
3) Urine berwarna bening dan tidak bau

Intervensi :
1) Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2) Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang diharapkan.
3) Anjurkan pasien untuk minum 2 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4) Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon
terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali
kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6) Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

2. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia)
yang berhubunganm dengan ISK.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
1) Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2) Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3) Klien dapat bak dengan berkemih
Intervensi :
1) Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2) Anjurkan untuk berkemih setiap 2 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4) Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5) Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

3. Nyeri yang berhubungan dengan ISK


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa
nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2) Kandung kemih tidak tegang
3) Pasien nampak tenang
4) Ekspresi wajah tenang

Intervensi :
1) Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2) Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3) Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4) Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri

4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-
tanda gelisah.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak gelisah
2) Klien tenang

Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan
pengobatan
3) Beri support pada klien
Rasional :
4) Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada
klien
5) Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas
perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang
dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E
Marilyn, dkk, 2000)

Evaluasi
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada
tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1. Nyeri yang menetap atau bertambah
2. Perubahan warna urine
3. Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin
kencing, menetes setelah berkemih.

IKLAN3

Selanjutnya klik disini: makalah asuhan kebidanan: Askep Infeksi Saluran Kemih
dapatkan kti skripsi kesehatan KLIK DISINI

Sumber http://makalah-asuhan-kebidanan.blogspot.co.id/2011/03/askep-infeksi-
saluran-kemih_22.html

Anda mungkin juga menyukai