Laporan Kasus
Laporan Kasus
SKROFULODERMA
DisusunOleh:
Glen Sandi Saapang
(2008-83-008)
Pembimbing :
PENDAHULUAN
satunya adalah kulit. Infeksi tuberkulosis pada kulit disebut tuberkulosis kutis. 1 Faktor-
yang buruk, kondisi ekonomi yang kurang, keadaan gizi yang buruk, serta infeksi HIV.
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah dunia. Sejak tahun 1993 WHO
(high burden countries) dan Indonesia merupakan negara high burden countries yang
Infeksi tuberkulosis pada kulit (tuberkulosis kutis) sangat sulit didiagnosis karena
memiliki gambaran klinisnya yang mirip dengan penyakit kulit lainnya. 2 Diagnosis
tuberkulosis kutis bisa didapat dengan anemnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
Tuberkulosis kutis sering terjadi pada bayi dan orang dewasa dengan status
infeksi tuberkulosis merupakan masalah dan Indonesia sendiri merupakan negara kelima
dengan kasus tuberkulosis terbanyak didunia, tetapi jumlah infeksi tuberkulosis kutis
Data insiden penyakit ini dari beberapa rumah sakit sekitar 1-4%. Di negara-
negara barat, frekuensi yang terbanyak terjadi adalah bentuk lupus vulgaris. Sedangkan
untuk daerah tropis seperti Indonesia, yang paling sering terjadi adalah skrofuloderma
multibasiler dan endogen yang berasal dari infeksi tulang, sendi dan limfe dibawah kulit. 2
Di daerah tropis, skrofuloderma lebih dominan. Lupus vulgaris lebih sering ditemukan
22
pada wanita, sedangkan tuberkulosis verukosa sering ditemukan pada laki-laki. 3
merupakan bentuk tersering dengan presentase kasus sebesar 84% disusul dengan
BAB II
LAPORAN KASUS
23
I. Identitas Pasien
Nama : An. M.C.P
No. RM : 00-24-67
Tanggal lahir/Umur : 19 Juni 2013 / 1 tahun 4 Bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 1 dari 1 saudara
Alamat Orang Tua : Batu Gajah
Bangsa/suku : Indonesia
BBL/PBL : 9 Kg/77cm
Ruang perawatan : Poliklinik Anak BP4
Nama orang tua : Tn.GP dan Ny.WP
Jam periksa : 18.00 WIT
pasien selama berkunjung ke poliklinik anak di BP4 yang dibuat pada tanggal 1
sebelah kiri yang dialami 1 minggu yang lalu sebelum datang ke poliklinik
anak. Keluhan ini awalnya hanya berupa benjolan pada leher kiri yang dialami
dialami semakin hari semakin membesar dan kemudian pecah. Benjolan yang
24
pecah ini mengeluarkan cairan berwarna bening kecokelatan tanpa disertai
darah. Selain itu, pasien juga mengalami batuk sejak 2 minggu sebelum
datang ke poliklinik anak. Batuk yang dialami disertai lendir dan hilang timbul
mengalami batuk pasien tampak lemas dan kurang aktif bermain. Nafsu makan
benjolan pada leher yang baru pecah 1 hari sebelumnya. Oleh dokter spesialis
mengarah ke penyakit bedah. Sewaktu datang ke polklinik bedah pada hari yang
foto rontgen thorax tapi tidak sempat dilakukan karena sudah terlalu siang.
Riwayat keluarga :
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan dengan ibu dan kakek pasien diketahui
bahwa dalam keluarga ada yang mengalami batuk-batuk lama yaitu paman
pasien, tapi intensitasnya tidak terlalu sering dan tidak pernah mendapat
pengobatan.
ketubah berwarna jernih. BBL 3400 gr, PBL 50 cm. Diagnosis lahir BCB-SMK,
riwayat Pemberian vitamin K (+), riwayat ibu keguguran tidak ada. Riwayat berbalik
saat 3 bulan, duduk saat 7 bulan, berdiri saat 9 bulan, gigi pertama pasien muncul
25
saat berumur 10 bulan, dan mulai berbicara saat 12 bulan. Status ASI mulai dari 0-10
V. Status Imunisasi :
Vaksin Jumlah Belum Tidak Vaksin Jumlah Belum Tidak Vaksin Jumlah Belum Tidak
Pernah Tahu Pernah
Tahu Pernah Tahu
BCG 1 Hib + Hep.A +
Hep.B 3 PVC + Varisela +
Polio 4 Influenza + HPV +
DPT 3 MMR + Lain- +
lain
Campak 1 Tifoid + Lengka +
26
- Gigi : Intak
- Caries : (-)
- Tenggorokan : Edema (-), hiperemis (-)
- Leher : Sikatrik Skrofulderma regio cervikal sinistra (+). Pada saat pertama kali
coli, dan servikal dextra dan sinistra berukuran > 2cm, konsistensi kenyal,
Neurologi
- Refleks pupil : +/+
- Nervus Kranialis : Normal
- Refleks cahaya : +/+
Toraks :
Jantung :
- Inspeksi : simetris ka = ki
- Palpasi : Batas jantung kiri linea midclavicularis kiri Batas jantung
kanan parasternalis kanan, batas jantung atas ICS III kiri, Ictus
27
Abdomen :
- Inspeksi : Datar
- Palpasi : Supel , nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Hepar : Tidak teraba
- Lien : Tidak teraba
- Lingkar perut : 53 cm
Ekstremitas :
- Col. Vertebralis : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-), gibus (-)
- KPR : +/+ Normal
- APR : +/+ Normal
- Refleks Patologis : Babinski (-)
- Refleks Fisiologis : +/+ Normal
- Kekuatan : 5555
- Tonus : Eutonis
- Lingkar lengan atas : 25 cm
- Edema : (-)
Tabel Skoring TB pada Pasien An. M.C.P saat datang ke poliklinik
Parameter 0 1 2 3 Hasil
Kontak TB Tidak jelas BTA (-) Lapora Kontak
n dengan
keluar pasien BTA
ga (+)
kontak 0
dengan
pasien
BTA
(-)
Uji Negatif Positif ( Belum
28
tuberkulin 10mm atau
5mm pd
dilakuk
keadaan
an
imunosupre
si)
Status gizi BB/TB Klinis
<90% atau Gizi
BB/U < 80% Buruk
atau
BB/TB 0
<70%
atau
BB/U
<60%
Demam 2 minggu
tanpa sebab 0
jelas
Batuk 3 minggu 0
Pembesaran 1 cm,
kelenjar jumlah >1, 1
limfe tidak nyeri
Pembengkak Ada
an Pembengkak 0
tulang/sendi an
Foto toraks Normal/tid Sugestif TB
0
ak jelas
Jumlah 1
Pada kasus ini skoring TB tidak perlu dilakukan karena sudah ditemukan adanya
Sklufoderma.
29
VIII. Diagnosis kerja
Skrofuloderma
IX. Resume
Seorang anak laki-laki 1,2 tahun dengan BB 9 kg diantar oleh keluarganya
dengan keluhan luka pada leher sebelah kiri yang dialami 1 hari yang lalu
sebelum datang ke poliklinik anak. Keluhan ini awalnya hanya berupa benjolan
pada leher kiri yang dialami pasien selama 2 minggu sebelum datang ke
poliklinik anak. Banjolan yang dialami semakin hari semakin membesar dan
bening kecokelatan tanpa disertai darah. Selain itu, pasien juga mengalami
batuk sejak 2 minggu sebelum datang ke poliklinik anak. Batuk yang dialami
disertai lendir dan hilang timbul serta tidak menentu waktu munculnya.
Menurut keluarga pasien, pasien terlihat lemas dan kurang aktif serta nafsu
makan pasien juga mulai menurun dan lebih suka minum susu. Riwayat
leher yang baru pecah 1 hari sebelumnya. Oleh dokter spesialis anak
penyakit bedah. Sewaktu datang ke polklinik bedah pada hari yang sama, pasien
thorax tapi tidak sempat dilakukan karena sudah terlalu siang. Pada riwayat
dalam keluarga ditemukan ada yang mengalami batuk-batuk lama yaitu paman
pasien, tapi intensitasnya tidak terlalu sering dan tidak pernah mendapat
pengobatan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, N : 112 x/ menit P : 28x/ menit, suhu
36,9C. Pada saat pertama kali datang ke poliklinik anak BP4 ditemukan
30
skrofuloderma daerah cervikal sinistra. Pada palpasi didapatkan Pembesaran
kelenjar getah bening multipel regio submandibula, coli, dan servikal dextra dan
X. Riwayat Poliklinik
Assasement (A)
25 06 2014 S: Bengkak pecah, batuk (+) > 2 P: OAT FDC tahap awal
minggu 1 tablet/hari
O: BB : 9 Kg, limfadenopati Metronidazole tab 3 x
31
sinistra mulai mengering.
A: Skrofuloderma
30 08 2014 S: Nafsu makan baik , batuk (-) P: OAT FDC tahap
skrofuloderma mengering
muncul).
A: Skrofuloderma
10 09 2014 S: nafsu makan baik, batuk (-) P: OAT FDC tahap
O: BB : 10 Kg, skrofuloderma
lanjutan 1 tablet/hari
menutup (jaringan sikatrik regio
cervikal sinistra).
A: Skrofuloderma
01 10 2014 S: nafsu makan baik, batuk (-) P: OAT FDC tahap
O: BB : 10 Kg, jaringan sikatrik
lanjutan 1 tablet/hari
regio cervikal sinistra
A: Skrofuloderma perbaikan
Gambar 2. Gambaran skrofuloderma pada saat pasien pertama kali berobat ke poliklinik
anak BP4.
32
Gambar 3. Skrofuloderma yang mulai mengering pada pengobatan OAT bulan pertama.
Gambar 4. Gambaran jaringan sikatrik dari skrofuloderma yang sudah sembuh setelah
pengobatan bulan ke-4.
BAB III
DISKUSI
Seorang anak laki-laki diantar oleh keluarganya dengan keluhan luka pada leher
sebelah kiri yang dialami 1 hari yang lalu sebelum datang ke poliklinik anak. Keluhan ini
awalnya hanya berupa benjolan pada leher kiri yang dialami pasien selama 2 minggu
sebelum datang ke poliklinik anak. Banjolan yang dialami semakin hari semakin
membesar dan kemudian pecah. Benjolan yang pecah ini mengeluarkan cairan berwarna
33
bening kecokelatan tanpa disertai darah. Selain itu, pasien juga mengalami batuk sejak
2 minggu sebelum datang ke poliklinik anak. Batuk yang dialami disertai lendir dan
hilang timbul serta tidak menentu waktu munculnya. Menurut keluarga pasien, pasien
terlihat lemas dan kurang aktif bermain serta nafsu makan pasien juga mulai menurun dan
lebih suka minum susu. Pada kasus ini pasien langsung didiagnosis dengan
cervikal. Skrofuloderma pada cervikalis biasanya berasal dari paru dan tonsil
yang merupakan port dentry-nya. Aliran getah bening dari daerah hidung, faring,
servikalis profunda, karena itu bagi skrofuloderma dileher kuman dapat masuk
dari tonsil. Demikian pula aliran getah bening paru akan menuju ke kelenjar
getah bening tersebut. Sedangkan skrofuloderma yang terjadi di daerah axila dan
yang mengalami pembesaran (ada juga pada sendi yang biasanya berasal dari
tulang dibawahnya dan pada epididimis yang berasal dari vaksin BCG) secara
lambat. Pembesaran kelenjar getah bening ini akan pecah dan membentuk seperti
ulkus dengan tepi yang berwarna kebiruan, tidak terdapat radang, sekeret
biasanya dari bening hingga purulen, dan tidak nyeri. Skrofuloderma sering
terjadi pada anak dan dewasa muda, apalagi pada negara-negara berkembang
skrofuloderma pada regio cervikal dengan ciri tepi yang berwarna kebiruan,
tidak ada tanda radang, tidak nyeri, dan sekret berwarna bening
34
getah bening 2 minggu sebelumnya dan kemudian pecah. Dari gejala klinisnya,
Pasien Tb anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada: (1)
anak yang kontak dengan pasien Tb menular (tinggal serumah) dan (2) anak yang
mempunyai gejala klinis yang sesuai dengan Tb anak. Gejala klinis penyakit ini berupa
gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu diingat bahwa gejala tuberkulosis
pada anak tidak khas karena mirip dengan gejala dari penyakit lain. Gejala
1. Berat badan menurun tanpa penyebab yang jelas atau tidak meningkat setelah
pada malam hari bukan gejala klinis yang khas pada anak jika tidak disertai
intensitasnya semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang disertai dengan gagal tumbuh.
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten / menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku diare.
Pada kasus An. M.C.P, dari anamnesis yang dilakukan pada ibu dan kakeknya
ditemukan bahwa ada orang yang mengalami batuk-batuk lama yang tinggal
serumah dengan pasien, yaitu paman pasien. Meskipun belum diketahui apakah paman
pasien merupakan penderita Tb atau bukan (karena belum dilakukan pemeriksaan dan
belum pernah menjalani pengobatan), sudah bisa dicurigai bahwa pasien bisa saja tertular
pada pasien. Ditambah lagi dengan keadaan klinis pasien yang mengarah pada Tb paru
35
yaitu batuk-batuk lama yaitu sejak 2 minggu sebelum diperiksa di poliklinik anak
disertai gagal tumbuh), pasien cenderung lemas atau kurang aktif bermain, serta
paru.
1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai
Bila terjadi infeksi oleh kuman M. Tuberculosis ini, maka kuman ini akan masuk
jaringan dan mengadakan multiplikasi intraseluler. Hal ini akan memicu terjadinya reaksi
jaringan yang ditandai dengan datang dan berkumpulnya sel-sel leukosit dan dan sel-sel
kaseasi ditengahnya. Granuloma yang terbentuk pada tempat infeksi paru disebut
ghonfocus dan bersamaan kelenjar getah bening disebut kompleks primer adalah
36
Gambar 1. Susunan kelenjar getah bening di kepala dan leher.
Skrofuloderma sering muncul pada kelenjar getah bening meskipun kadang juga
dapat berasal dari sendi dan tulang dan epididimis. Untuk itu sangat penting mengetahui
susunan kelenjar getah bening. Aliran getah bening dari daerah hidung, faring, dan tonsil
karena itu bagi skrofuloderma dileher kuman dapat masuk dari tonsil. Demikian pula
aliran getah bening paru akan menuju ke kelenjar getah bening tersebut.
Pada skrofuloderma di lipat paha yang diserang ialah kelenjar getah bening
inguinalis lateralis dan femoralis karena port dentree biasanya terletak di ekstremitas
bawah. Kelenjar getah bening inguinalis medialis merupakan kelenjar regional bagi
genitalia eksterna karena itu pada skrofuloderma biasanya tidak membesar. Pada stadium
lanjut dapat membesar akibat penjalaran dari kelenjar getah bening ingunalis lateralis.
Sedangkan kelenjar getah bening aksila merupakan kelenjar regional untuk ekstramitas
bagian atas.2
Pada daerah sendi dan tulang biasanya didahului dengan infeksi tuberkulosis pada
tulang yang berada dibawah jaringan kulit yang terdapat skrofuloderma. Sedangkan pada
Gejala klinis pada skrofuloderma, lesi awal yang terbentuk adalah limfadenitis
tuberkulosis berupa nodus subkutan yang keras, berbatas tegas, mudah digerakan tanpa
37
disertai tanda infiltrasi. Seiring bertambah besarnya infiltrat, nodus ini akan menjadi
lunak. Jumlah limfadenitis pada awalnya hanya hanya terjadi pada beberapa kelenjar
getah bening yang semakin lama semakin banyak dan sebagian berkonfluensi. Dengan
kelenjar getah bening tersebut dengan jaringan sekitarnya dan kemudian akan terjadi
menjadi lunak dan kenyal (abses dingin). Abses dingin ini membutuhkan waktu berbulan-
bulan hingga mencair dan pecah. Abses akan memecah dan membentuk fistel serta
muaranya akan meluas dan menjadi ulkus yang mengeluarkan cairan bening hingga
purulen dan jaringan-jaringan kaseosa. Ulkus ini mempunyai sifat yang khas, yaitu
bentuknya memanjang dan tidak teratur, yang sekitarnya berwarna merah kerbiru-biruan
(livid), dinding bergaung; jaringan granulasinya tertutup oleh pus sero-purulen serta jika
mengering akan menjadi krusta berwarna kuning. Terowongan dan celah penghubung
(skin bridge) tergali di bawah kulit dan menghubungkan antara jaringan subkutan dengan
Gambaran klinik sikatrik dan skin bridge yang berbentuk tali dapat dilihat jika
tergantung dari lamamya penyakit. Gambaran klinik skrofuloderma yang menahun akan
38
Skrofuloderma di daerah leher umumnya memiliki gambaran yang khas, sehingga
paling efektif adalah dengan BAJAH (biopsi aspirasi jarum halus)/ FNAB (fine needle
pemeriksaan tersebut dicari adanya M. Tuberculosis dengan cara biakan dan pemeriksaan
histopatologis jaringan. Hasil patologi anatomi dapat berupa tuberkel granuloma dengan
nekrotik dibagian tengahnya, terdapat sel datia Langerhans, sel epiteloid, limfosit, serta
BTA.1,6
Pada pasien ini tidak dilakukan lagi pemeriksaan penunjang seperti tes mantoux
ataupun skoring Tb untuk membantu mendiagnosis pasien sebagai penderita Tb paru dan
skrofuloderma karena pada saat datang ke dokter spesialis anak, pasien langsung
didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Alasan tidak dilakukannya
1. Pada bulan Juli 2014 (saat pasien datang ke poliklinik anak BP4) tes tuberkulin
gambaran Tb paru pada anak mirip dengan gambaran pada penyakit lain.
3. Sistim skoring Tb anak tidak terlalu berarti karena sudah ditemukan adanya
adanya keterbatasan sarana pelayanan kesehatan dan jika pada anak telah
Pada kasus ini pesien An. M.C.P diterapi dengan OAT 3 FDC 1 tablet/hari,
Metronidazole tab 3 x 100 mg, Cefixim syrup 2x1/2cth, Puyer batuk (epexol +
39
salbutamol) pada awal pengobatan. Terapi pada pasien ini sesuai dengan yang ada di
literatur yaitu pasien yang baru pertama kali terinfeksi mendapat regimen pengobatan
obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 1. 2 Regimen ini diberikan selama enam bulan,
terdiri dari dua bulan fase intensif dan empat bulan fase lanjutan. Pengobatan fase intensif
adalah isoniazid (H), ethambutol (E), rimfapisin (R), dan pirazinamid (Z), sedangkan
pada fase lanjutan diberikan isoniazid (H) dan rifampisin (R). 2 Pasien hanya mendapat 1
tablet FDC per harinya, sedangkan menurut literatur seharusnya pasien dengan berat
FDC (fix drug combination)/ KDT (kombinasi dosis tetap) digunakan untuk
Pemberian metronidazole dan cefixime syrup bertujuan untuk mencegah terjadi infeksi
sekunder dan saat diberikan karena skrofuloderma pada pasien cukup diragukan karena
positif dan gram negatif, seperti sefalosporin oral yang lain, cefixime mempunyai
aktivitas yang poten terhadap mikroorganisme gram positif seperti Streptococcus sp.,
40
coli, Proteus sp., Haemophilus influenzae. Dosis cefixime untuk anak adalah 1,5 3
menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan
lokal maupun sistemik. Dosis untuk anak adalah 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. 6
perbaikan dimana batuk yang sudah sangat berkurang dan skrofuloderma yang mulai
menutup. Terapi tetap dilanjutkan (puyer batuk dihentikan karena batuk yang sudah
sangat berkurang) sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa terapi dilanjutkan
menunjukan perbaikan yang signifikan dimana sudah tidak ditemukan lagi batuk,
perbaikan dari nafsu makan pasien. Pada kunjungan ketiga ini pasien masih tetap
diberikan terapi yang sama tapi dosis OAT menjadi FDC tahap lanjutan 1 tablet/hari
sesuai dengan fase lanjutan dan terapi yang lain dihentikan. Pada kunjungan terakhir
pasien yaitu pada pengobatan bulan ke tiga keadaan klinis pasien sudah sangat membaik
diman sudah tidak ada lagi keluhan dan terapi OAT fase lanjutan tetap diteruskan.
Menurut keluarga pasien, dirumah pasien teratur minum obat. Sesuai dengan literatur,
prognosis dari Tb paru dan skrofuloderma akan membaik jika pasien taat dan teratur
41
BAB IV
KESIMPULAN
dengan keluhan luka pada leher sebelah kiri yang dialami 1 hari yang lalu sebelum datang
ke poliklinik anak. Keluhan ini awalnya hanya berupa benjolan pada leher kiri yang
dialami pasien selama 2 minggu sebelum datang ke poliklinik anak. Banjolan yang
dialami semakin hari semakin membesar dan kemudian pecah. Benjolan yang pecah ini
mengeluarkan cairan berwarna bening kecokelatan tanpa disertai darah. Selain itu, pasien
juga mengalami batuk sejak 2 minggu sebelum datang ke poliklinik anak. Batuk yang
dialami disertai lendir dan hilang timbul serta tidak menentu waktu munculnya. Menurut
keluarga pasien, pasien terlihat lemas dan kurang aktif serta nafsu makan pasien juga
mulai menurun dan lebih suka minum susu. Pada riwayat dalam keluarga ditemukan ada
yang mengalami batuk-batuk lama yaitu paman pasien, tapi intensitasnya tidak terlalu
sering dan tidak pernah mendapat pengobatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, N :
112 x/ menit P : 28x/ menit, suhu 36,9C. Pada saat pertama kali datang ke poliklinik
anak BP4 ditemukan skrofuloderma daerah cervikal sinistra. Pada palpasi didapatkan
Pembesaran kelenjar getah bening multipel regio submandibula, coli, dan servikal dextra
dan sinistra, konsistensi kenyal, mobile dan tidak nyeri. Pasien didiagnosis Tb paru dan
42
Skrofuloderma serta mendapat pengobatan sesuai literatur dengan prognosis yang baik
tidak ada tanda radang, mobile, tidak ada nyeri tekan. Tb paru didiagnosis karena
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Andriani Putu Indah: Pendekatan Klinis Infeksi Tuberkulosis Pada Kulit. CDK-219/
2014.
2. Djuanda A. Tuberkulosis Kutis. dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed.
2014].
4. Nurman J, Setyanto DB. Skrofuloderma pada anak: penyakit yang terlupakan.
Laporan kasus. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 2. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan
Agustus 2010.
5. Dinihari TN, Dewi RK. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Katalog Dalam
44