Anda di halaman 1dari 4

Moedomo Soedigdomarto

Prof. Dr. Moedomo

Anggota Rektorium ITB 1978-1979


Rektorium/Rektor ITB ke-7
Masa jabatan
16 Februari 1978 30 Mei 1979
Didahului Prof. Dr. Ing. Iskandar
oleh Alisjahbana
Digantikan Prof. Dr. Doddy Achdiat Tisna
oleh Amidjaja
Informasi pribadi
Moedomo Soedigdomarto
29 November 1927
Lahir
Magetan, Jawa Timur,
Hindia Belanda
5 November 2005 (umur 77)
Meninggal
Kota Bandung, Jawa Barat
Kebangsaa
Indonesia
n
Drs. - FIPIA UI Bandung[1][2]
Alma mater Dr./Ph.D. - Universitas Illinois,
USA

Prof. Dr. Moedomo Soedigdomarto (lahir di Magetan, Provinsi Jawa


Timur, 29 November 1927 meninggal di Kota Bandung, Provinsi Jawa
Barat, 5 November 2005 pada umur 77 tahun) adalah seorang tokoh
pendidikan dan penelitian serta guru besar Matematika Institut Teknologi
Bandung.
Riwayat hidup
Moedomo termasuk generasi awal lulusan Bagian Matematika Fakultas
Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) Universitas Indonesia di Bandung
(sebelum menjadi Institut Teknologi Bandung pada tanggal 2 Maret 1959).
[1]

Pada tahun 1959 di usianya yang ke-32, Moedomo meraih gelar doktor
dari University of Illinois dengan waktu studi hanya dua tahun, dengan
disertasi yang berjudul "A Representation Theory for the Laplace
Transform of VectorValued Functions". Ia adalah putera Indonesia
ketiga yang meraih gelar doktor dalam bidang Matematika setelah
Dr. G.S.S.J. Ratu Langie alias Dr. Sam Ratulangi dari Sulawesi Utara
(University of Zrich - 1919 dengan disertasi berjudul "KurvenSysteme in
vollstndigen Figuren") dan Prof. Handali (dosen ITB) (FIPIAITB - 1957
dengan disertasi berjudul "On the Zeros of Polynomials of the Form f(z)
zf(z)").[3]

Sekembalinya dari Amerika Serikat pada tahun 1961 di usianya yang ke-
34, Moedomo diangkat sebagai guru besar ITB. [4] Ia telah berkontribusi
banyak terhadap ITB dengan sistem akademiknya. Pendidikan S1 dengan
waktu 4,5 tahun merupakan salah satu gagasannya yang kemudian
diterapkan juga oleh perguruan tinggi lain, dan kemudian diperpendek
lagi menjadi 4 tahun seperti sekarang.[5]

Paper pertama karya putra Indonesia yang terekam di Mathematical


Reviews adalah paper Moedomo dan J. J. Uhl Jr. "RadonNikodym theorems
for the Bochner and Pettis integrals" yang dipublikasikan di Pacific Journal
of Mathematics pada tahun 1971 (Mathematical Reviews merupakan
pangkalan data karya matematika terlengkap, yang dikelola oleh
American Mathematical Society).[3]

Ia juga ikut berperan dalam sistem penerimaan mahasiswa baru SKALU,


yang sekarang berubah menjadi SPMB/SNMPTN. Pengaruh ujian seleksi
yang berdampak pada perilaku pragmatis siswa SMA dalam belajar saat
ini dikeluhkannya. Prof. Moedomo selalu mengatakan bahwa sudah
saatnya sistem ujian itu ditinjau ulang, karena pengaruh buruknya jauh
lebih besar daripada baiknya. Siswa dan masyarakat tidak lagi
menghargai proses belajar, tetapi hanya berusaha lolos ujian itu saja.
Makna proses belajar pada siswa-siswa sekarang diganti dengan jalan
pintas cara memilih jawaban yang tepat. Ini yang membuat Pak Moedomo
sangat sedih jika berbicara keadaan pendidikan menengah saat sekarang.
[5]

Pada tanggal 11 dan 12 Februari 1978 diadakan rapat Senat Guru Besar
untuk mencari solusi atas adanya "masalah antara ITB dan Pemerintah"
yang menyebabkan terjadinya pendudukan kampus kembali oleh ABRI.
Dalam rapat terjadi perdebatan-perdebatan seru dan Senat Guru Besar
terbagi menjadi dua. Pada tanggal 12 Februari 1978 siang telah dicapai
kesepakan Senat untuk membentuk Dewan Pimpinan ITB, suatu
kepemimpinan ITB yang kolektif, sebagai solusi terhadap "masalah ITB."
Dewan ini diketuai oleh Rektor Iskandar Alisjahbana, dengan anggota-
anggota Soedjana Sapi'ie, Moedomo, Wiranto Arismunandar, dan Djuanda
Suraatmadja. Hasil kesepakatan Senat Guru Besar ini disampaikan
sebagai rekomendasi kepada Menteri Departemen P & K Syarif Thajeb
dengan harapan dapat dikukuhkan menjadi ketetapan. Tidak lama
kemudian, Ketetapan Menteri diterima tanpa nama Iskandar Alisjahbana
sebagai Ketua Dewan Pimpinan. Dengan ketetapan ini, Iskandar
Alisjahbana telah diberhentikan oleh Syarif Thajeb sebagai Rektor ITB. [6]
Pada hari Kamis, 16 Februari 1978, Iskandar Alisjahbana menyerahkan
jabatannya kepada Rektorium yang diketuai Dr. Soedjana Sapi'ie, dengan
anggota Prof. Dr. Moedomo; Prof. Ir. Wiranto Arismunandar, MSME; dan Ir.
Djuanda Suraatmadja.[7] Namun kemudian Rektorium ini juga harus
mengakhiri tugasnya pada tanggal 30 Mei 1979 dan Prof. Dr. Doddy
Achdiat Tisna Amidjaja yang pada saat itu menjabat sebagai Dirjen Dikti
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diberi tugas sebagai Pejabat
Sementara Rektor ITB pada periode 30 Mei 1979 - 22 November 1980.

Selama masa kariernya Prof. Moedomo telah memegang jabatan yang


penting di ITB diantaranya sebagai Ketua Jurusan Matematika, Pembantu
Rektor Urusan Akademik ITB pada tahun 1964, Dekan FMIPA ITB pada
tahun 1973, Programme Officer Program Kerja sama antara Perguruan
Tinggi di Malaysia dan ITB pada tahun 1973, dan Ketua Program
Pascasarjana ITB Tahun 1984. Tahun 1995, Moedomo diangkat sebagai
Guru Besar Emeritus oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.[4]

Pada tahun 1998, bekas murid-muridnya mengadakan rangkaian seminar


yang didedikasikan untuknya. Seminar dengan topik yang beragam ini
menggambarkan keberhasilannya mendidik murid-muridnya, serta
mencitrakan karakternya yang menyukai mempelajari beragam topik hal.
Pada saat ia mengungkapkan betapa bangganya ia karena murid-
muridnya telah melebihi ia sendiri, ia dengan terisak meneteskan air
mata. Ia memang tidak takut mengekspresikan perasaannya di hadapan
orang lain.[5]

Pada hari Sabtu, 5 November 2005 pukul 00.15, doktor ketiga Indonesia
bidang matematika ini meninggal dunia. Jenazah disemayamkan di Aula
Barat ITB pada pukul 12.00 dan dimakamkan di TP ITB Cibarunai Bandung.
[8]

Sesuai Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan


Nasional No 54a/DIKTI/Kep/2006 yang ditandatangani oleh Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi, Satryo Soemantri Brodjonegoro pada tanggal
10 Oktober 2006, Prof. Moedomo (alm) bersama 13 guru besar ITB lainnya
(bersamaan dengan 269 guru besar perguruan tinggi lainnya) menerima
penganugerahan Anugeraha Sewaka Winayaroha. Selain memperoleh
medali, seluruh penerima penghargaan memperoleh piagam dan insentif
masing-masing sebesar Rp 50 juta.[9]

Catatan
1. ^ a b Periode 1950-1959 sebelum ITB diresmikan, kampus Jl.
Ganesha Bandung merupakan lokasi Fakultas Teknik dan FIPIA
(Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam) Universitas Indonesia. Tanggal 2
Maret 1959 kedua fakultas tersebut beserta seluruh sumber
dayanya baik berupa prasarana fisik, staf pengajar, staf
administrasi, dan mahasiswanya dipisahkan dari Universitas
Indonesia dan diresmikan sebagai Institut Teknologi di Kota
Bandung. Beberapa tahun kemudian Universitas Indonesia
mendirikan Fakultas Teknik dan FIPIA yang baru (1960-1963) di
Jakarta.
2. ^ Hingga tahun 1960-an, seorang lulusan bergelar
Doktorandus/Drs. dan Insinyur dapat langsung mempertahankan
disertasi Doktor/Ph.D. tanpa perlu melalui tahap Master/M.Sc.
a b
3. ^ Perkembangan Matematika di Indonesia
4. ^ a b Seminar dan Peluncuran Buku "Mengenang Moedomo
(1927-2005)".
5. ^ a b c Obituari Prof. Moedomo (1927-2005) Pemelajar
Sepanjang Hayat.
6. ^ Aura Biru, hal 143.
7. ^ Di Sini Pak Djon, Tempo online, 25 Februari 1978.
8. ^ Berita Duka Prof. Moedomo Meninggal Dunia.
9. ^ Empat Belas Guru Besar ITB Terima Anugeraha Sewaka
Winayaroha.

Rujukan
Sakri, A. (1979a). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum
keempat 2 Maret 1979, Jilid 1: Selintas perkembangan ITB.
Bandung: Penerbit ITB.
Perkembangan Matematika di Indonesia
Obituari Prof. Moedomo (1927-2005) Pemelajar Sepanjang Hayat.
Berita Duka Prof. Moedomo Meninggal Dunia.
Seminar dan Peluncuran Buku "Mengenang Moedomo (1927-2005)".

Hikmah yang dapat diambil dari biografi beliau : siswa bisa termotivasi dengan
prestasi beliau serta semangat beliau sehingga bisa mengukir sejarah di
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai