1.1 Latar Belakang: Bab I
1.1 Latar Belakang: Bab I
PENDAHULUAN
Serikat. Dan pertama kali dilaporkan pada 5 Juni 1981. Pada tahun 1982
didapatkan hasil penelitian bahwa penularan HIV/AIDS dibagi dalam tiga model,
yaitu: melalui darah (transfusi, jarum suntik), ibu hamil ke janin, dan perilaku
seksual. Sedangkan di Indonesia HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada April
1987 (terjadi pada orang Belanda), akhir tahun 1987 dinyatakan enam orang
penderita HIV di dunia sebanyak 12 juta orang dan pada akhir tahun 2000
sebanyak 20 juta orang. Pada akhir tahun 2001 di Indonesia, 280 pasien
RI) jumlah kasus baru HIV/AIDS secara nasional pada tahun 2010 adalah 4.158
kasus, lebih tinggi daripada tahun sebelumnya (3.863 kasus). Angka ini
faktor resiko.2 Pada tahun 2011 terdapat total 28.343 kasus termasuk penderita
1
2
Desember 2013 sebanyak 8.624 kasus yang terinfeksi HIV, sedangkan 2.845
kasus dengan HIV/AIDS. Secara kumulatif total kasus HIV/AIDS pada tahun
1987 sampai dengan tahun 2013 sebanyak 127.416 kasus penderita terinfeksi HIV,
dan 52.348 kasus penderita HIV/AIDS, dengan angka kematian 9.585 kasus.2
3,5 juta orang terinfeksi HIV dan kasus baru terinfeksi HIV sebanyak 2.1 juta
dengan kematian karena AIDS total 1.5 juta. Beberapa negara seperti Myanmar,
Nepal dan Thailand menunjukkan penurunaan angka untuk infeksi baru HIV,
begitupun dengan Indonesia yang mengalami penurunan infeksi baru HIV sekitar
10%, hal ini dihubungkan dengan salah satu program pencegahan HIV/AIDS
tahun 2014 dari bulan Januari sampai bulan September 2014 yang terinfeksi HIV
sebanyak 22.869 atau sekitar 22,8% dari seluruh penduduk Indonesia. Pasien yang
terdiagnosis HIV/AIDS sebanyak 18.760 atau sekitar 18,7% dari pasien yang
tahun 2013.2
besar yaitu: pertama Papua dengan presentasi 35%, kedua Papua Barat 22%,
ketiga Bali 10%, keempat DKI Jakarta 8%, dan yang kelima Kalimantan Barat
3
yang tidak terkontrol oleh pihak medis setempat, kurangnya pengetahuan akan
terdapat 1.680 kasus terinfeksi HIV, sedangkan yang terdiagnosis AIDS sekitar
850 kasus yang tersebar di berbagai daerah di Provinsi Lampung. Data yang
dalam empat tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu tahun 2011 sebesar
0,9%, tahun 2012 sebesar 1,25%, tahun 2013 sebesar 1,3%, dan tahun 2014 dari
bulan Januari sampai bulan September 2014 sebanyak 1,68%. Tetapi sampai saat
ini dari tahun 2012 sampai bulan Juni tahun 2014 yang berkunjung atau yang
tenaga medis yang memahami gejala dan penanganaan awal HIV/AIDS masih
sering terjadi adalah kandidiasis oral,5 dimana dengan rata-rata kadar (Cluster of
4
Lampung. Hal tersebut dilihat dari semakin tingginya pasien HIV/AIDS baru
yang terdata di KPA sebanyak 20% dari penderita HIV/AIDS yang sudah terdata
sebelumnya.6
Pasien yang terinfeksi HIV/AIDS dengan jumlah CD4 < 200 sel/l rentan
berat badan menurut, demam lama, rasa lelah, TBC(Tuberculosis), infeksi jamur,
pada tahun 2009, hasil menunjukkan 45,2% (33/73) pasien HIV/AIDS mengalami
kandidiasis oral terkait dengan jumlah CD4 <50 sel/l. 5 Penelitian yang dilakukan
menunjukkan CD4 <50 sel/l.7 Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Aplikatif
1. Bagi Peneliti
untuk peneliti.
Lampung.
3. Bagi Masyarakat
1.Judul
Korelasi jumlah CD4 dengan kejadian Kandidiasis Oral pada pasien yang
2.Subyek Penelitian
3.Obyek Penelitian
HIV/AIDS .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi
terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI). Virus
turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga penderita sangat mudah
terjangkit penyakit infeksi lain seperti tuberculosis paru, kandidiasis oral, dan
lain-lain.1
tahun terakhir.16 Menurut UNAIDS, pada tahun 2009 diperkirakan 2,6 juta orang
mendapatkan infeksi baru oleh HIV. Angka ini 19% lebih kecil dibandingkan
tahun 1999 (3,1 juta orang) dan 21% lebih kecil dibandingkan tahun 1997 (3,2
juta orang). UNAIDS juga memperkirakan terdapat 33,3 juta orang hidup dengan
9
HIV/AIDS pada akhir tahun 2009, meningkat menjadi 27% dibandingkan tahun
HIV/AIDS didunia sampai akhir tahun 2012 terdapat 25 % (25 juta orang),
dengan angka kematian kasus HIV/AIDS sebanyak 15 juta orang, dan orang yang
hidup dengan HIV sebanyak 32 juta sekitar 32 % dari penduduk dunia, dua
pertiganya tinggal di Afrika kawasan Selatan Sahara, dengan kasus infeksi baru
mencapai 70%, di Afrika Selatan 5,6 juta orang terinfeksi HIV, di Eropa Tengah
dan Barat jumlah kasus infeksi baru HIV/AIDS sekitar 840 ribu, di Jerman secara
kumulasi terdapat 73 ribu orang, kawasan Asia Pasifik mejadi urutan kedua
terbesar di dunia setelah Afrika Selatan dengan 5 juta penderita HIV/AIDS. Hal
terdapat 1.680 kasus terinfeksi HIV, sedangkan yang terdiagnosis AIDS sekitar
berdasarkan KPA Lampung per 1000 penduduk dalam empat tahun terakhir
mengalami peningkatan yaitu tahun 2011 sebesar 0,9%, tahun 2012 sebesar
1,25%, tahun 2013 sebesar 1,3%, dan tahun 2014 dari bulan Januari sampai bulan
2. 3 Etiologi HIV/AIDS
berikut:9,11,17
Famili : Retroviridae
Sub famili : Lentivirinae
Genus : Lentivirus
Spesies : Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1)
Human Immunodeficiency Virus 2 (HIV-2)
Gp 41).9,17
genetik diri di dalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya. Mekanisme ini
yang akan berakibat hancurnya sel Limfosit T Helper. Virus penyebab AIDS
terdiri dari virus HIV-1 dan HIV-2. Virus HIV-1 paling banyak ditemukan
didaerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika Tengah, Selatan, dan Timur sedangkan
Struktur virus HIV dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini :
Selain itu di dalam inti juga terdapat enzim yang dapat mengubah
proteosa, pepton dan polipeptida menjadi asam amino yang disebut dengan enzim
protease. Partikel yang membentuk inti silindris ini adalah protein kapsid (p24);
nukleokapsid.17,23 Virus HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120,
sehingga akan terjadi fusi membran HIV dengan sel induk. Inti virus HIV
kemudian masuk kedalam sitoplasma sel induk. Virus HIV akan membentuk DNA
12
HIV dari RNA HIV melalui enzim polimerase di dalam sel induk. Enzim integrasi
kemudian akan membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA dari sel
induk.1
DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk akan
(mRNA) dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease menjadi partikel HIV.
Partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk dilepas
Protein matriks p17 merupakan bagian bagian dari envelope virus HIV.
Sedangkan bagian paling luar adalah lapisan membran fosfolipid yang berasal dari
membran plasma sel pejamu. Pada membran virion terdapat tonjolan yang terdiri
Infeksi virus HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama, yaitu transmisi
suntik, dan transmisi secara vertikal dari ibu ke janin. Perkembangan penyakit
AIDS tergantung dari kemampuan virus HIV untuk menghancurkan sistem imun
Perjalanan penyakit dimulai dengan infeksi akut yang tidak dapat diatasi
13
sempurna oleh respons imun adaptif, sehingga berlanjut menjadi infeksi jaringan
mukosa rektum atau mukosa vagina yang kemudian bergerak dan bereplika di
kelenjar getah bening setempat. Virus kemudian disebarkan melalui Viremia yang
disertai dengan sindrom dini akut berupa panas, mialgia dan artralgia. Penjamu
plasma dan jumlah sel T CD4 dalam darah. Infeksi primer virus pada fetus dan
neonatus terjadi pada keadaan sistem imun yang masih imatur, sehingga
penjelasan berikut merupakan ilustrasi patogenesis yang khas dapat diikuti pada
orang dewasa. Perjalanan penyakit HIV dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu : fase
secara cepat dan penyerangan virus pada respon imun yang spesifik. Virus HIV
dapat menginfeksi limfosit CD4 dan monosit pada mukosa vagina. Virus dibawa
oleh Antigen Precenting Cell (APC) ke kelenjar getah bening regional sampai
baru yang jumlahnya jutaan dan menyebabkan terjadinya viremia yang memicu
mengalami fase ini selama 3 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum
kepala, mual, muntah, diare, dan anoreksia. Virus HIV juga dapat menyebabkan
kelainan syaraf meskipun paparan HIV terjadi pada stadium infeksi masih awal.11
Selama masa fase infeksi akut, virus HIV mereplikasi dirinya secara terus
menerus, sehingga mencapai jutaan kopi RNA/ml.9,11 Berikut adalah sel-sel target
T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid perifer. Setelah penyebaran
infeksi HIV, terjadi respon imun adaptif baik humoral maupun selular terhadap
antigen virus. Respons imun dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi
virus, yang menyebabkan berkurangnya viremia dalam dua belas minggu setelah
paparan pertama.11
b. Fase Laten
Pada fase kedua kelenjar getah bening akan menjadi tempat replikasi virus
dan destruksi sel CD4. Pada tahap ini, sistem imun masih mampu mengatasi
infeksi mikroba oportunistik dan belum muncul manifestasi klinis infeksi HIV,
sehingga fase ini disebut juga masa laten klinis (Clinical Latency Period).11
Pada fase ini jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T perifer tidak
limfoid terus berlangsung dan jumlah sel T CD4 yang ada dalam sirkulasi semakin
berkurang. Sel T CD4 yang berjumlah 1 x 1012 sel terdapat dalam jaringan
limfoid diperkirakan akan dihancurkan oleh virus HIV sebanyak 90% sel T CD4
tersebut atau terjadi pengrusakan 1-2 x 109 sel T CD4 per hari.9,11
15
Pada awal penyakit, tubuh dapat menggantikan sel T CD4 yang hancur
dengan yang baru. Namun setelah beberapa tahun, kematian sel T, dan infeksi
baru berjalan terus sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel T CD4
c. Fase kronik
Pada fase ini pasien menjadi rentan terhadap infeksi. Respons imun
terhadap infeksi tersebut akan menstimulasi produksi virus HIV dan destruksi sel
limfosit CD4 didalam jaringan limfoid. 10 Transkripsi gen HIV dapat ditingkatkan
oleh stimulus yang mengaktivasi sel T, seperti antigen dan sitokin. Beberapa jenis
sitokin (misalnya TNF yang diproduksi sistem imun alamiah sebagai respons
terhadap infeksi mikroba, sangat efektif untuk memacu produksi virus HIV.10
Meskipun pada saat ini sistem imun berusaha menghancurkan mikroba lain,
jaringan limfoid perifer. Sehingga jumlah sel T CD4 dalam darah <200 sel/l,
dan viremia akan meningkat drastis. Pada saat tersebut pasien AIDS akan
wasting syndrome), gagal ginjal, dan degenerasi susunan saraf pusat (ensefalopati
HIV).9,11,17
Sel limfosit CD4+ merupakan target utama pada infeksi HIV dimana sel ini
berfungsi sentral dalam sistem imun tubuh. Pada mulanya sistem imun dapat
terganggunya homeostasis dan fungsi sel-sel lainnya dalam sistem imun tersebut.18
Virus HIV yang masuk kedalam tubuh akan bereplikasi di dalam inang dan
miliaran tiruan virus. Ketika proses tersebut selesai, sel mirip HIV itu
meninggalkan sel dan masuk ke sel CD4+ yang lain. Sel yang ditinggalkan
menjadi rusak atau mati. Jika sel-sel ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh
Keadaan ini akan menimbulkan berbagai gejala penyakit dengan spektrum yang
imunitas seluler, disamping imunitas humoral karena gangguan sel T helper (Th)
CD4 adalah bagian dari populasi limfosit T yang disebut sebagai sel T
helper (penolong). Fungsi utama CD4 dalam imun, meregulasi sistem imun agar
17
berupa fagosit untuk khemotaksis dan proses fagositosis benda asing, untuk
imun seluler berfungsi dalam mengatur CD8 dan Natural Killer (NK) membunuh
sel sasaran yang terkena infeksi virus.20 Periode antara infeksi dan
berkembangnya antibodi yang melawan infeksi bagi setiap orang dapat bervariasi.
flow cytometri yang biasanya diulang setiap 3-6 bulan sekali pada pasien
seperti penurunan jumlah sel limfosit CD4 dapat terjadi pada penderita yang
sedang mengalami infeksi akut dan operasi besar. Pemakaian obat antiretroviral
4 sampai 8 minggu dan meningkat 50 sampai 100 sel/l tiap tahunnya. 3,14 Dimana
jumlah normal CD4 adalah 410 sel/l 1590 sel/l, bila CD4 dibawah 350 sel/l,
rendah dan positif palsu tinggi, tetapi data dari penelitian besar observasional
spesies yang paling sering menimbulkan penyakit. Secara klinis dapat ditemukan
berbagai bentuk berupa lesi putih atau lesi eritematus. 5 Kelainan dapat lokal di
mulut, tenggorokan, kulit, kepala, vagina, jari-jari tangan, kuku, paru, atau saluran
dan meningitis.
(C. dubliniensis).13 Penelitian pada tahun 2007 di Surabaya, kandidiasis oral pada
(C.guilliermondii 5,88%).15
pertumbuhan berlebih dari Candida, mikroflora normal yang sudah ada dalam
rongga mulut. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari akut, subakut dan
kronis ke episodik. Proses patologis yang timbul juga bervariasi dari iritasi dan
tersering pada pasien HIV seropositif di Asia Tenggara. Sejak penemuan HIV
pada tahun 1981, kandidiasis telah terbukti berhubungan dengan orang yang
54-93 % pada penderita AIDS. Dalam laporan terbaru, karena pengenalan terapi
ARV, hanya 20 % dari orang yang terinfeksi HIV menunjukkan kandidiasis oral.
perubahan rasa dan kesulitan menelan cairan maupun makanan padat, kadang-
terjadinya KO. Empat bentuk tersering yang berhubungan dengan infeksi HIV
adalah13,15
Kandidiasis oral atau mukosa mengenai 90% pasien HIV seropositif (fase
lanjut, CD4 <200, terinfeksi 10 tahun) tersering terjadi dalam bentuk KO dapat
hairy leukoplakia pada fase lebih lanjut. 12,13 Hasil penelitian menunjukkan bahwa
20
angka prevalensi untuk kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS di India sekitar
43,2%, Rumah sakit Eduardo de Menezes di Brazil sekitar 50%, Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta sekitar 80,8%, Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin
Bandung sekitar 27%, RSUP H. Adam Malik Medan jumlah kasus kandidiasis
oral dari tahun 2008 sampai tahun 2009 terdapat 28,7%. Penelitian pada tahun
eritematosis akut dan perleche 3,13%4. Lebih dari 50% pasien infeksi HIV akan
orofaring.16
anak-anak dengan infeksi HIV. Bila CD4 < 500 sel/l infeksi KO pada anak-anak
dapat lebih berat, menetap dan resisten terhadap pengobatan. Walau KO pada
anak-anak usia 6 bulan pertama sering dijumpai, tetapi pasien pada keadaan
kehamilan
4. Penyakit sistemik: Akrodermatitis enteropatika, penyakit endokrin
dengan sel epitel dan invasi berikutnya. Mekanisme invasi masih tidak jelas tetapi
terang terlihat di sekitar Candida, menandakan suatu proses lisis jaringan kulit
pejamu dan ke dua bentuk menunjukkan virulensi yang potensial dan berperan
jaringan.14 Pada Kandidiasis Oral faktor pertahanan pejamu pada lokal adalah
T.cell CD8 dan epitel, sedangkan pertahanan sistemiknya pada T.cell CD4 lebih
Penderita Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Penurunan sistem
imun / Kadar CD4
Infeksi
Oportunistik
23
AIDS
Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
2.9 Hipotesa
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah survey analitik
3.3.1 Populasi
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS yang
1
0, 5 I n [ (1+ r ) /(r ) }
n= ( Z +Z )
2 +3
1
0,5 [ ( 1+0,5 ) /(0,5) }
n= ( 1,645 ) +(2,576) +3
26
n= {4,221
0,549 } +3
n = 32,4 + 3
n = 35,4
n = 36
Keterangan :
n = jumlah sampel
Kriteria Inklusi:
Kriteria Eksklusi:
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu.21
Variabel independen pada penelitian ini adalah jumlah CD4 pada pasien
terinfeksi HIV/AIDS.
Variabel dependen pada penelitian ini adalah Kandidiasis Oral pada pasien
terinfeksi HIV/AIDS.
CD4 adalah
bagian dari
1: Ringan
Jumlah populasi limfosit T Observasi
Form 2: Sedang Ordinal
kadar CD4 yang disebut rekam medik
3:Berat
sebagai Sel T-
helper
Infeksi
oportunistik
umum yang
disebabkan oleh
1: Tidak
Kandidiasis pertumbuhan Observasi
Form Ada Ordinal
Oral berlebih dari rekam medik
2: Ada
Candida,
mikroflora yang
sudah ada dalam
rongga mulut.16
Keterangan:
3. Berat 50 sel/l
2. Ada (terinfeksi)
29
medik.
Pengolahan data dalam penelitian ini dengan melalui 4 tahap sebagai berikut:
1. Editing
Kegiatan yang melakukan pengecekan data apakah data sudah lengkap dan
relevan.
2. Coding
Setelah melakukan editing data, penulis memberikan kode tertentu pada tiap
3. Processing
dapat dianalisis.
4. Cleaning
terdapat kesalahan.
30
Data diperoleh dari proses pengumpulan data hasil laboratorium yang diubah
a. Analisis Univariat
Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi rata-rata variabel bebas dan
variabel terikat.
b. Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
apakah normal atau tidak. Uji normalitas dua data berupa uji Kolmogrov
Smirnov dengan besar sampel 50. Distribusi normal baku adalah data yang
tidak normal.
2. Uji Korelasi
dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,05, maka H 0
tingkat korelasi antara dua variabel. Penafsiran terhadap tingkat korelasi yang
ditemukan tersebut besar atau kecil, maka didapatkan pedoman pada tabel
dibawah ini.20
Pengumpulan data
Analisa data
Penyajian data