Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah tentang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dimulai ketika tahun 1979 di Amerika

Serikat. Dan pertama kali dilaporkan pada 5 Juni 1981. Pada tahun 1982

didapatkan hasil penelitian bahwa penularan HIV/AIDS dibagi dalam tiga model,

yaitu: melalui darah (transfusi, jarum suntik), ibu hamil ke janin, dan perilaku

seksual. Sedangkan di Indonesia HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada April

1987 (terjadi pada orang Belanda), akhir tahun 1987 dinyatakan enam orang

terinfeksi HIV dan dua diantaranya terinfeksi HIV/AIDS. UNAIDS (United

Nations Programme on HIV/AIDS) memperkirakan pada tahun 1993 jumlah

penderita HIV di dunia sebanyak 12 juta orang dan pada akhir tahun 2000

sebanyak 20 juta orang. Pada akhir tahun 2001 di Indonesia, 280 pasien

meninggal dunia dari 671 pasien yang terinfeksi HIV/AIDS.1

Berdasarkan laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes

RI) jumlah kasus baru HIV/AIDS secara nasional pada tahun 2010 adalah 4.158

kasus, lebih tinggi daripada tahun sebelumnya (3.863 kasus). Angka ini

didominasi golongan usia produktif (20-40 tahun), serta heteroseksual sebagai

faktor resiko.2 Pada tahun 2011 terdapat total 28.343 kasus termasuk penderita

AIDS 7.312 di Indonesia secara kumulatif. Prevalensi kasus AIDS di Indonesia

secara nasional adalah 11,09/100.000 penduduk. Sedangkan Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit (Ditjen PP) dan Penyehatan Lingkungan (PL) melaporkan

1
2

data statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia pada bulan Desember 2013

mengalami penambahan kasus HIV/AIDS dalam triwulan dari bulan Oktober -

Desember 2013 sebanyak 8.624 kasus yang terinfeksi HIV, sedangkan 2.845

kasus dengan HIV/AIDS. Secara kumulatif total kasus HIV/AIDS pada tahun

1987 sampai dengan tahun 2013 sebanyak 127.416 kasus penderita terinfeksi HIV,

dan 52.348 kasus penderita HIV/AIDS, dengan angka kematian 9.585 kasus.2

World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2013 terdapat

3,5 juta orang terinfeksi HIV dan kasus baru terinfeksi HIV sebanyak 2.1 juta

dengan kematian karena AIDS total 1.5 juta. Beberapa negara seperti Myanmar,

Nepal dan Thailand menunjukkan penurunaan angka untuk infeksi baru HIV,

begitupun dengan Indonesia yang mengalami penurunan infeksi baru HIV sekitar

10%, hal ini dihubungkan dengan salah satu program pencegahan HIV/AIDS

melalui program Condom Use 100 persen (CUP).3

Laporan Kemenkes RI tentang perkembangan HIV/AIDS di Indonesia pada

tahun 2014 dari bulan Januari sampai bulan September 2014 yang terinfeksi HIV

sebanyak 22.869 atau sekitar 22,8% dari seluruh penduduk Indonesia. Pasien yang

terdiagnosis HIV/AIDS sebanyak 18.760 atau sekitar 18,7% dari pasien yang

terinfeksi HIV. Data tersebut mengalami penurunan sekitar 7 % dibandingkan

tahun 2013.2

Di Indonesia dari 33 Provinsi, prevalensi HIV/AIDS per 100.000 penduduk

terbanyak yang tersebar diseluruh Provinsi di Indonesia mempunyai urutan lima

besar yaitu: pertama Papua dengan presentasi 35%, kedua Papua Barat 22%,

ketiga Bali 10%, keempat DKI Jakarta 8%, dan yang kelima Kalimantan Barat
3

4%. Provinsi Lampung sendiri menempati urutan ke 29 dengan presentasi 1.68%

dan mengalami sedikit peningkatan yang sebelumnya sebanyak 1,5% yang

diakibatkan semakin luasnya penyebaran ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)

yang tidak terkontrol oleh pihak medis setempat, kurangnya pengetahuan akan

penyakit HIV/AIDS 3 dan kurangnya kepedulian pemerintah.

Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Provinsi Lampung pada tahun 2014

terdapat 1.680 kasus terinfeksi HIV, sedangkan yang terdiagnosis AIDS sekitar

850 kasus yang tersebar di berbagai daerah di Provinsi Lampung. Data yang

dilaporkan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Lampung per 1000 penduduk

dalam empat tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu tahun 2011 sebesar

0,9%, tahun 2012 sebesar 1,25%, tahun 2013 sebesar 1,3%, dan tahun 2014 dari

bulan Januari sampai bulan September 2014 sebanyak 1,68%. Tetapi sampai saat

ini dari tahun 2012 sampai bulan Juni tahun 2014 yang berkunjung atau yang

terdata di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung yang melakukan

konseling atau terapi di Klinik Voluntary Counselling Testing (VCT) sebanyak

476 pasien atau sekitar 4,8% per 1000 penduduk.4

Pentingnya kesadaran akan bahaya HIV/AIDS dikalangan remaja pun

kurang di sadari akibat kurangnya pengetahuan tentang bahaya HIV/AIDS,

sehingga banyak kalangan remaja yang menderita HIV/AIDS. Juga penyebaran

tenaga medis yang memahami gejala dan penanganaan awal HIV/AIDS masih

belum merata di seluruh daerah Lampung, sehingga banyak kasus HIV/AIDS

datang ke Rumah Sakit sudah dengan Infeksi Opportunistik, diantaranya yang

sering terjadi adalah kandidiasis oral,5 dimana dengan rata-rata kadar (Cluster of
4

Differentiation) CD4 <200 sel/l.4 Peningkatan kasus HIV/AIDS di Lampung

diduga akibat semakin tersebar luasnya ODHA di Indonesia sehingga banyak

pendatang dari luar Lampung yang sudah positif HIV/AIDS bertempat di

Lampung. Hal tersebut dilihat dari semakin tingginya pasien HIV/AIDS baru

yang terdata di KPA sebanyak 20% dari penderita HIV/AIDS yang sudah terdata

sebelumnya.6

Pasien yang terinfeksi HIV/AIDS dengan jumlah CD4 < 200 sel/l rentan

mengalami berbagai komplikasi. Seiring semakin memburuknya kekebalan tubuh

pasien, tubuh mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti

berat badan menurut, demam lama, rasa lelah, TBC(Tuberculosis), infeksi jamur,

herpes dan lain-lain1.

Menurut penelitian yang sudah dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan

pada tahun 2009, hasil menunjukkan 45,2% (33/73) pasien HIV/AIDS mengalami

kandidiasis oral terkait dengan jumlah CD4 <50 sel/l. 5 Penelitian yang dilakukan

juga di RSUP dr. Kariadi Semarang didapatkan bahwa karakteristik pasien

HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaringeal sebanyak 78,57%(33/42)

menunjukkan CD4 <50 sel/l.7 Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang korelasi jumlah CD4 dengan kejadian

Kandidiasis Oral pada pasien terinfeksi HIV/AIDS di RSUD dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung.


5

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat korelasi antara jumlah CD4 dengan kejadian kandidiasis

oral pada pasien terinfeksi HIV/AIDS di RSUD dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung periode Januari-Desember 2013 ?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum :

Untuk mengetahui hubungan antara jumlah CD4 dengan kejadian

kandidiasis oral pada pasien terinfeksi HIV/AIDS di RSUD dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung periode Januari - Desember 2013.

1.3.2 Tujuan khusus :

1. Untuk menghitung jumlah CD4 terkait dengan kejadian kandidiasis oral

pada pasien terinfeksi HIV/AIDS di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung periode Januari - Desember 2013 .

2. Untuk menghitung jumlah pasien terinfeksi HIV/AIDS dengan

kandidiasis oral di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

periode Januari - Desember 2013.

3. Untuk mengetahui korelasi CD4 dengan kejadian kandidiasis oral pada

pasien terinfeksi HIV/AIDS di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung periode Januari Desember 2013.


6

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi bidang

kedokteran dan masyarakat. Ilmu Kedokteran tentang hubungan antara

jumlah CD4 dengan kejadian Kandidiasis Oral.

b. Manfaat Aplikatif

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman baru

untuk peneliti.

2. Bagi Pihak Institusi

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya peningkatan

program pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar

Lampung.

Dapat digunakan sebagai sarana mengembangkan ilmu pengetahuan yang

berhubungan dengan penelitian serta dapat menjadi acuan dalam

melaksanakan penelitian selanjutnya.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang penyakit

HIV/AIDS, gejala dan pencegahannya, serta dapat dijadikan bahan bacaan

untuk menambah wawasan.


7

1.5 Ruang Lingkup

1.Judul

Korelasi jumlah CD4 dengan kejadian Kandidiasis Oral pada pasien yang

terinfeksi HIV/AIDS di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

periode Januari - Desember 2013 .

2.Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pasien terinfeksi HIV/AIDS di RSUD dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung periode Januari - Desember 2013.

3.Obyek Penelitian

Variabel independen adalah jumlah kadar CD4+ pada pasien HIV/AIDS,

sedangkan variabel dependen adalah Kandidiasis Oral pada penderita

HIV/AIDS .

4.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di RSUD dr.H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung pada bulan Desember 2014 sampai dengan selesai.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi HIV/AIDS

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu kumpulan

gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi

didapat dari hasil penularan, yang disebabkan oleh HIV (Human

Immunodeficiency Virus) . Virus HIV dapat ditemukan dalam cairan tubuh

terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI). Virus

tersebut dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan

turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga penderita sangat mudah

terjangkit penyakit infeksi lain seperti tuberculosis paru, kandidiasis oral, dan

lain-lain.1

2.2 Epidemiologi HIV/AIDS di Dunia dan Indonesia

Infeksi HIV/AIDS merupakan masalah diseluruh dunia termasuk

Indonesia. Menurut laporan UNAIDS pada tahun 2010 walaupun terdapat

penurunan angka insiden, prevalensi penderita yang hidup dengan HIV/AIDS

tetap meningkat. Hal ini berhubungan dengan menurunnya jumlah kematian

akibat AIDS setelah menjalani pengobatan ARV (AntiRetroViral) pada beberapa

tahun terakhir.16 Menurut UNAIDS, pada tahun 2009 diperkirakan 2,6 juta orang

mendapatkan infeksi baru oleh HIV. Angka ini 19% lebih kecil dibandingkan

tahun 1999 (3,1 juta orang) dan 21% lebih kecil dibandingkan tahun 1997 (3,2

juta orang). UNAIDS juga memperkirakan terdapat 33,3 juta orang hidup dengan
9

HIV/AIDS pada akhir tahun 2009, meningkat menjadi 27% dibandingkan tahun

1999 (26,2 juta orang).2

Pada tahun 2013, UNAIDS melaporkan jumlah orang yang terjangkit

HIV/AIDS didunia sampai akhir tahun 2012 terdapat 25 % (25 juta orang),

dengan angka kematian kasus HIV/AIDS sebanyak 15 juta orang, dan orang yang

hidup dengan HIV sebanyak 32 juta sekitar 32 % dari penduduk dunia, dua

pertiganya tinggal di Afrika kawasan Selatan Sahara, dengan kasus infeksi baru

mencapai 70%, di Afrika Selatan 5,6 juta orang terinfeksi HIV, di Eropa Tengah

dan Barat jumlah kasus infeksi baru HIV/AIDS sekitar 840 ribu, di Jerman secara

kumulasi terdapat 73 ribu orang, kawasan Asia Pasifik mejadi urutan kedua

terbesar di dunia setelah Afrika Selatan dengan 5 juta penderita HIV/AIDS. Hal

tersebut mengalami penurunan sebanyak 15% dari tahun 2012.8

Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di provinsi Lampung pada tahun 2014

terdapat 1.680 kasus terinfeksi HIV, sedangkan yang terdiagnosis AIDS sekitar

850 kasus yang tersebar di berbagai daerah di Provinsi Lampung. Data

berdasarkan KPA Lampung per 1000 penduduk dalam empat tahun terakhir

mengalami peningkatan yaitu tahun 2011 sebesar 0,9%, tahun 2012 sebesar

1,25%, tahun 2013 sebesar 1,3%, dan tahun 2014 dari bulan Januari sampai bulan

September 2014 sebanyak 1,68%.4


10

2. 3 Etiologi HIV/AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Virus HIV merupakan kelompok virus RNA dengan klasifikasi sebagai

berikut:9,11,17

Famili : Retroviridae
Sub famili : Lentivirinae
Genus : Lentivirus
Spesies : Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1)
Human Immunodeficiency Virus 2 (HIV-2)

Struktur virus HIV terdiri dari :

a. Inti (RNA dan enzim polymerase, protease, dan integrase).


b. Kapsid antigen p24.
c. Envelope (antigen p17) yang terdiri dari tonjolan glikoprotein (Gp 120 dan

Gp 41).9,17

Virus HIV ini mempunyai kemampuan untuk mengkopi-cetak materi

genetik diri di dalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya. Mekanisme ini

yang akan berakibat hancurnya sel Limfosit T Helper. Virus penyebab AIDS

terdiri dari virus HIV-1 dan HIV-2. Virus HIV-1 paling banyak ditemukan

didaerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika Tengah, Selatan, dan Timur sedangkan

virus HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat.1


11

Struktur virus HIV dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini :

Gambar 2.3 Struktur virus HIV1


HIV mempunyai inti (nukleoid) berbentuk silindris dan eksentrik,

mengandung dua rangkaian genom Ribonucleic Acid (RNA) diploid, dengan

masing-masing rangkaian memiliki enzim Transkriptasereversi (RT) yang

berfungsi untuk mentranskripsikan rantai tunggal RNA menjadi complementary

Deoxyribose-Nucleic Acid (cDNA), dan enzim integrase yang berfungsi untuk

memasukkan cDNA ke dalam genom inang.

Selain itu di dalam inti juga terdapat enzim yang dapat mengubah

proteosa, pepton dan polipeptida menjadi asam amino yang disebut dengan enzim

protease. Partikel yang membentuk inti silindris ini adalah protein kapsid (p24);

yang menutupi komponen nukleoid tersebut sehingga membentuk struktur

nukleokapsid.17,23 Virus HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120,

sehingga akan terjadi fusi membran HIV dengan sel induk. Inti virus HIV

kemudian masuk kedalam sitoplasma sel induk. Virus HIV akan membentuk DNA
12

HIV dari RNA HIV melalui enzim polimerase di dalam sel induk. Enzim integrasi

kemudian akan membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA dari sel

induk.1

DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk akan

membentuk RNA dengan fasilitas induk, sedangkan messenger Ribonucleic Acid

(mRNA) dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease menjadi partikel HIV.

Partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk dilepas

sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun

(imunosupresi) ini akan menyebabkan berkurang dan tergantungnya jumlah dan

fungsi sel limfosit T.1

Protein matriks p17 merupakan bagian bagian dari envelope virus HIV.

Sedangkan bagian paling luar adalah lapisan membran fosfolipid yang berasal dari

membran plasma sel pejamu. Pada membran virion terdapat tonjolan yang terdiri

atas molekul glikoprotein (Gp120) dengan bagian transmembran yang merupakan

Gp4l yang keduanya dibentuk oleh virus.17

2.4 Patofisiologi Infeksi HIV/AIDS

Infeksi virus HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama, yaitu transmisi

melalui mukosa genital, transmisi langsung ke peredaran darah melalui jarum

suntik, dan transmisi secara vertikal dari ibu ke janin. Perkembangan penyakit

AIDS tergantung dari kemampuan virus HIV untuk menghancurkan sistem imun

pejamu dan ketidakmampuan sistem imun untuk menghancurkan virus HIV.

Perjalanan penyakit dimulai dengan infeksi akut yang tidak dapat diatasi
13

sempurna oleh respons imun adaptif, sehingga berlanjut menjadi infeksi jaringan

limfoid perifer yang kronik dan progresif.11,17


Virus biasanya masuk tubuh dengan menginfeksi sel Langerhans di

mukosa rektum atau mukosa vagina yang kemudian bergerak dan bereplika di

kelenjar getah bening setempat. Virus kemudian disebarkan melalui Viremia yang

disertai dengan sindrom dini akut berupa panas, mialgia dan artralgia. Penjamu

memberikan respon seperti terhadap infeksi virus pada umumnya.1

Perjalanan penyakit dapat diikuti dengan memeriksa jumlah virus di serum

plasma dan jumlah sel T CD4 dalam darah. Infeksi primer virus pada fetus dan

neonatus terjadi pada keadaan sistem imun yang masih imatur, sehingga

penjelasan berikut merupakan ilustrasi patogenesis yang khas dapat diikuti pada

orang dewasa. Perjalanan penyakit HIV dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu : fase

infeksi akut, fase kronik dan fase laten.11

a. Fase Infeksi Akut

Fase ini bersifat sementara yang berhubungan dengan replikasi virus

secara cepat dan penyerangan virus pada respon imun yang spesifik. Virus HIV

dapat menginfeksi limfosit CD4 dan monosit pada mukosa vagina. Virus dibawa

oleh Antigen Precenting Cell (APC) ke kelenjar getah bening regional sampai

terjadi proses replikasi virus. Proses replikasi tersebut menghasilkan virus-virus

baru yang jumlahnya jutaan dan menyebabkan terjadinya viremia yang memicu

timbulnya sindroma infeksi akut. Sekitar 5070% penderita HIV/ AIDS

mengalami fase ini selama 3 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum

seperti demam, faringitis, limfadenopati, atralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri


14

kepala, mual, muntah, diare, dan anoreksia. Virus HIV juga dapat menyebabkan

kelainan syaraf meskipun paparan HIV terjadi pada stadium infeksi masih awal.11
Selama masa fase infeksi akut, virus HIV mereplikasi dirinya secara terus

menerus, sehingga mencapai jutaan kopi RNA/ml.9,11 Berikut adalah sel-sel target

virus HIV yang mengekspresi CD4, yaitu :


a. Sistem saraf : astrosit, mikroglia, dan oligodendroglia.
b. Sirkulasi sistemik : Limfosit T dan makrofag
c. Kulit : Sel langerhans, fibroblast dan dendritik.
Virus menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi sel T subset CD4 atau

T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid perifer. Setelah penyebaran

infeksi HIV, terjadi respon imun adaptif baik humoral maupun selular terhadap

antigen virus. Respons imun dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi

virus, yang menyebabkan berkurangnya viremia dalam dua belas minggu setelah

paparan pertama.11

b. Fase Laten

Pada fase kedua kelenjar getah bening akan menjadi tempat replikasi virus

dan destruksi sel CD4. Pada tahap ini, sistem imun masih mampu mengatasi

infeksi mikroba oportunistik dan belum muncul manifestasi klinis infeksi HIV,

sehingga fase ini disebut juga masa laten klinis (Clinical Latency Period).11
Pada fase ini jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T perifer tidak

mengandung HIV. Kendati demikian, penghancuran sel T CD4 dalam jaringan

limfoid terus berlangsung dan jumlah sel T CD4 yang ada dalam sirkulasi semakin

berkurang. Sel T CD4 yang berjumlah 1 x 1012 sel terdapat dalam jaringan

limfoid diperkirakan akan dihancurkan oleh virus HIV sebanyak 90% sel T CD4

tersebut atau terjadi pengrusakan 1-2 x 109 sel T CD4 per hari.9,11
15

Pada awal penyakit, tubuh dapat menggantikan sel T CD4 yang hancur

dengan yang baru. Namun setelah beberapa tahun, kematian sel T, dan infeksi

baru berjalan terus sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel T CD4

di jaringan limfoid dan sirkulasi.11

c. Fase kronik

Pada fase ini pasien menjadi rentan terhadap infeksi. Respons imun

terhadap infeksi tersebut akan menstimulasi produksi virus HIV dan destruksi sel

limfosit CD4 didalam jaringan limfoid. 10 Transkripsi gen HIV dapat ditingkatkan

oleh stimulus yang mengaktivasi sel T, seperti antigen dan sitokin. Beberapa jenis

sitokin (misalnya TNF yang diproduksi sistem imun alamiah sebagai respons

terhadap infeksi mikroba, sangat efektif untuk memacu produksi virus HIV.10

Meskipun pada saat ini sistem imun berusaha menghancurkan mikroba lain,

terjadi pula kerusakan terhadap sistem imun oleh virus HIV.11


Pada fase akhir dan letal yang disebut AIDS dimana terjadi destruksi seluruh

jaringan limfoid perifer. Sehingga jumlah sel T CD4 dalam darah <200 sel/l,

dan viremia akan meningkat drastis. Pada saat tersebut pasien AIDS akan

mengalami infeksi oportunistik sehingga dapat terjadi neoplasma, kaheksia (HIV

wasting syndrome), gagal ginjal, dan degenerasi susunan saraf pusat (ensefalopati

HIV).9,11,17

Sel limfosit CD4+ merupakan target utama pada infeksi HIV dimana sel ini

berfungsi sentral dalam sistem imun tubuh. Pada mulanya sistem imun dapat

mengendalikan infeksi HIV, namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu


16

infeksi HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4 +,

terganggunya homeostasis dan fungsi sel-sel lainnya dalam sistem imun tersebut.18

Virus HIV yang masuk kedalam tubuh akan bereplikasi di dalam inang dan

sel tersebut, kemudian menjadikannya sebagai medium tempat pembentukan

miliaran tiruan virus. Ketika proses tersebut selesai, sel mirip HIV itu

meninggalkan sel dan masuk ke sel CD4+ yang lain. Sel yang ditinggalkan

menjadi rusak atau mati. Jika sel-sel ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh

kehilangan kemampuan untuk melindungi tubuh kita dari serangan penyakit.

Keadaan ini akan menimbulkan berbagai gejala penyakit dengan spektrum yang

luas. Gejala penyakit tersebut terutama merupakan akibat terganggunya fungsi

imunitas seluler, disamping imunitas humoral karena gangguan sel T helper (Th)

untuk mengaktivasi sel limfosit B.18

Virus HIV menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme, antara lain:

terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan infeksi oportunistik, terjadinya

reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas dan kecenderungan terjadinya malignansi

atau keganasan pada stadium lanjut.18

2.5 Pemeriksaan CD4

CD4 adalah bagian dari populasi limfosit T yang disebut sebagai sel T

helper (penolong). Fungsi utama CD4 dalam imun, meregulasi sistem imun agar
17

bekerja dengan baik. Prosesnya dengan merangsang sistem imun non-spesifik

berupa fagosit untuk khemotaksis dan proses fagositosis benda asing, untuk

sistem imun spesifik humoral : merangsang sel B (Limfosit B) untuk

menghasilkan antibody dan mengatur produksi antibody. Sedangkan untuk sistem

imun seluler berfungsi dalam mengatur CD8 dan Natural Killer (NK) membunuh

sel sasaran yang terkena infeksi virus.20 Periode antara infeksi dan

berkembangnya antibodi yang melawan infeksi bagi setiap orang dapat bervariasi.

Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui

serokonversi dan menyatakan hasil pemeriksaan positif.14

Pemeriksaan jumlah limfosit T CD4 dilakukan dengan menggunakan cara

flow cytometri yang biasanya diulang setiap 3-6 bulan sekali pada pasien

HIV/AIDS. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah limfosit T CD4,

seperti penurunan jumlah sel limfosit CD4 dapat terjadi pada penderita yang

sedang mengalami infeksi akut dan operasi besar. Pemakaian obat antiretroviral

dapat meningkatkan jumlah limfosit CD4 sebanyak 50 sel/l setelah pemakaian

4 sampai 8 minggu dan meningkat 50 sampai 100 sel/l tiap tahunnya. 3,14 Dimana

jumlah normal CD4 adalah 410 sel/l 1590 sel/l, bila CD4 dibawah 350 sel/l,

atau dibawah 14%, dianggap AIDS.18

Jumlah sel CD4 dalam presentase terkadang digunakan untuk mengetahui

kondisi imunitas penderita HIV/AIDS untuk menghindari hasil positif palsu

rendah dan positif palsu tinggi, tetapi data dari penelitian besar observasional

menganjurkan bahwa limfosit T CD4 paling bermanfaat untuk prediksi

perkembangan infeksi oportunistik.1,12,14


18

2.6 Kandidiasis Oral

Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur dari genus Candida, terutama

Candida albicans (C.albicans). Pada rongga mulut, kandida albikans merupakan

spesies yang paling sering menimbulkan penyakit. Secara klinis dapat ditemukan

berbagai bentuk berupa lesi putih atau lesi eritematus. 5 Kelainan dapat lokal di

mulut, tenggorokan, kulit, kepala, vagina, jari-jari tangan, kuku, paru, atau saluran

pencernaan makanan, atau menjadi sistemik misalnya septikemia, endokarditis

dan meningitis.

KO umumnya disebabkan C. albicans, dapat juga Candida dubliniensis

(C. dubliniensis).13 Penelitian pada tahun 2007 di Surabaya, kandidiasis oral pada

pasien HIV/AIDS didapat C.albicans 35,29% dan C.non-albicans 64,71%

diantaranya Candida tropicalis(C. tropicalis 29,41%), C.dubliniensis 14,71%,

Candida glabrata (C.glabrata 14,71%) dan Candida guilliermondi

(C.guilliermondii 5,88%).15

2.6.1 Kandidiasis Oral pada penderita terinfeksi HIV/AIDS

Kandidiasis adalah infeksi oportunistik umum yang disebabkan oleh

pertumbuhan berlebih dari Candida, mikroflora normal yang sudah ada dalam

rongga mulut. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari akut, subakut dan

kronis ke episodik. Proses patologis yang timbul juga bervariasi dari iritasi dan

inflamasi sampai supurasi akut, kronis atau reaksi granulomatisis. Karena

Candida merupakan spesies endogen, maka penyakitnya merupakan infeksi

oportunistik. Kandidiasis mukosa atau kandidiasis oral adalah infeksi jamur


19

tersering pada pasien HIV seropositif di Asia Tenggara. Sejak penemuan HIV

pada tahun 1981, kandidiasis telah terbukti berhubungan dengan orang yang

terinfeksi HIV.1 Laporan sebelumnya menunjukkan bahwa kandidiasis oral terjadi

54-93 % pada penderita AIDS. Dalam laporan terbaru, karena pengenalan terapi

ARV, hanya 20 % dari orang yang terinfeksi HIV menunjukkan kandidiasis oral.

Timbulnya KO sering sebagai indikasi pertama dari infeksi HIV baik

akut maupun kronis. Pasien mengeluh gejala-gejala yaitu : panas terbakar,

perubahan rasa dan kesulitan menelan cairan maupun makanan padat, kadang-

kadang asimtomatik.15 Limfosit CD4 <200 sel/l merupakan faktor risiko

terjadinya KO. Empat bentuk tersering yang berhubungan dengan infeksi HIV

adalah13,15

1. Kandidiasis pseudomembran akut

2. Kandidiasis atrofi akut

3. Kheilosis Kandida (perleche)

4. Kandidiasis hiperplastik kronis15

2.6.2 Epidemiologi Kandidiasis Oral pada HIV/AIDS

Kandidiasis oral atau mukosa mengenai 90% pasien HIV seropositif (fase

lanjut, CD4 <200, terinfeksi 10 tahun) tersering terjadi dalam bentuk KO dapat

hairy leukoplakia pada fase lebih lanjut. 12,13 Hasil penelitian menunjukkan bahwa
20

angka prevalensi untuk kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS di India sekitar

43,2%, Rumah sakit Eduardo de Menezes di Brazil sekitar 50%, Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo Jakarta sekitar 80,8%, Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin

Bandung sekitar 27%, RSUP H. Adam Malik Medan jumlah kasus kandidiasis

oral dari tahun 2008 sampai tahun 2009 terdapat 28,7%. Penelitian pada tahun

2011 di Surabaya pada pasein HIV/AIDS didapat gambaran klinis Kandidiasis

pseudomembran akut 50%, Kandidiasis eritematosis akut 31,25%, Kandidiasis

hiperplastik kronik 12,12%, perleche 3,13% dan kombinasi Kandidiasis

eritematosis akut dan perleche 3,13%4. Lebih dari 50% pasien infeksi HIV akan

berlanjut menjadi AIDS dalam 3 tahun dengan tampak adanya Kandidiasis

orofaring.16

Kandidiasis mukosa merupakan manifestasi paling sering dijumpai pada

anak-anak dengan infeksi HIV. Bila CD4 < 500 sel/l infeksi KO pada anak-anak

dapat lebih berat, menetap dan resisten terhadap pengobatan. Walau KO pada

anak-anak usia 6 bulan pertama sering dijumpai, tetapi pasien pada keadaan

imunokompromais bisa sering kambuh dan sulit sembuh.15

2.7 Patofisiologi Kandidiasis Oral pada HIV/AIDS

Delapan puluh persen orang normal menunjukkan kolonisasi C.albicans

pada orofaring, traktus gastrointestinalis dan vagina. Perkembangan penyakit

karena spesies Candida bergantung pada interaksi kompleks antara organisme

yang patogen dengan mekanisme pertahanan tubuh pejamu. Infeksi kandida


21

merupakan infeksi oportunistik yang dimungkinkan karena menurunnya

pertahanan tubuh pejamu.9

Faktor-faktor predisposisi yang dihubungkan dengan meningkatnya

insidens kolonisasi dan infeksi kandida adalah: 13

1. Faktor mekanis: trauma (luka bakar,abrasi), oklusi lokal, lembab dan

atau maserasi, gigi palsu, bebat tertutup atau pakaian, obesitas


2. Faktor nutrisi: avitaminosis, defisiensi zat besi, defisiensi asam folat,

vit B1213, malnutrisi generalis


3. Perubahan fisiologis: umur ekstrim (sangat muda/sangat tua),

kehamilan
4. Penyakit sistemik: Akrodermatitis enteropatika, penyakit endokrin

(Diabetes mellitus, penyakit Cushing, hipoadrenalisme, hipotiroidisme,

hipoparatiroidisme), uremia, keganasan terutama hematologi

(leukemia akut, agranulositosis)15


5. Penyebab iatrogenik: pemasangan kateter, dan pemberian IV, radiasi

sinar-X (Xerostomia15), obat-obatan (oral-parenteral-topikal-aerosol),

antara lain: kortikosteroid dan imunosupresi lain, antibiotik spektrum

luas, metronidazol, transkuilaiser, kontrasepsi oral (estrogen),

kolkhisin, fenilbutason, histamine 2-blocker.

Faktor penting lainnya adalah perbedaan virulensi di antara spesies

Candida. Juga dalam mulainya infeksi kandida termasuk perlekatan Candida

dengan sel epitel dan invasi berikutnya. Mekanisme invasi masih tidak jelas tetapi

mungkin menyangkut kerja enzim keratinolitik, fosfolipase, atau enzim proteolitik

galur spesifik. Pseudohifa dapat menembus intraselular kedalam korneosit. Ruang


22

terang terlihat di sekitar Candida, menandakan suatu proses lisis jaringan kulit

epitel yang sedang berlangsung.7

Bentuk hifa maupun ragi (yeast) keduanya dapat menembus jaringan

pejamu dan ke dua bentuk menunjukkan virulensi yang potensial dan berperan

infeksi pada manusia. Bentuk hifa mempercepat kemampuan Candida invasi

jaringan.14 Pada Kandidiasis Oral faktor pertahanan pejamu pada lokal adalah

T.cell CD8 dan epitel, sedangkan pertahanan sistemiknya pada T.cell CD4 lebih

banyak dari pada T.cell CD8.13

2.8 Kerangka Teori

Penderita Human
Immunodeficiency Virus (HIV).

Penurunan sistem
imun / Kadar CD4

Infeksi
Oportunistik
23

AIDS

Kandidiasis Oral Faktor Resiko :


- Usia
Cytomegalovirus
- Merokok
Herpes dan lain-lain - Penyakit sistemik
- Trauma
- Penurunan jumlah
saliva/xerostomia
- Penggunaan
antibiotik spectrum
luas
- Malnutrisi generalis

Keterangan :

Diteliti

Tidak diteliti

2.8 Gambar Kerangka Teori 15,17

2.8.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka yang

berhubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti atau diukur melalui

penelitian yang akan dilakukan.20

Variabel Independen Variabel Dependen


Jumlah CD4 pada pasien Kandidiasis Oral pada
terinfeksi HIV/AIDS pasien terinfeksi
HIV/AIDS
24

2.8.1 Gambar Kerangka Konsep

2.9 Hipotesa

H0 : Tidak ada korelasi antara jumlah CD4 dengan kejadian Kandidiasis

Oral pada pasien HIV/AIDS di RSUD dr. H.Abdul Moeloek Provinsi

Lampung periode Januari-Desember 2013.

H1 : Ada korelasi antara jumlah CD4 dengan kejadian Kandidiasis Oral

pada pasien HIV/AIDS di RSUD dr. H.Abdul Moeloek Provinsi

Lampung periode Januari-Desember 2013.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah survey analitik

dengan rancangan cross sectional yaitu suatu penelitian yang

mengumpulkan data variabel pada waktu yang bersamaan.20


25

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di di RSUD dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung pada bulan Desember 2014 sampai dengan selesai.

3.3 Subjek penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh pasien yang

terdiagnosis terinfeksi HIV/AIDS di RSUD dr. H.Abdul Moeloek Provinsi

Lampung periode Januari-Desember 2013 di klinik VCT Kanca Sehati.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS yang

mengalami kandidiasis oral di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung. Penentuan besar sampel menggunakan rumus tunggal koefisien

korelasi dimana penelitaian dua variabel dilakukan pada satu sampel

dengan rumus sebagai berikut:19

1

0, 5 I n [ (1+ r ) /(r ) }
n= ( Z +Z )
2 +3

1

0,5 [ ( 1+0,5 ) /(0,5) }
n= ( 1,645 ) +(2,576) +3


26

n= {4,221
0,549 } +3

n = 32,4 + 3

n = 35,4

n = 36

Jumlah sampel minimal adalah 36 responden.

Keterangan :

n = jumlah sampel

Z = kesalahan tipe 1 yaitu

Z = kesalahan tipe 2 yaitu

r = perkiraan koefisien korelasi

Kriteria Inklusi:

1. Pasien terdiagnosis terinfeksi HIV/AIDS


2. Pasien yang melakukan pemeriksaan laboratorium CD4

Kriteria Eksklusi:

1. Pasien yang menderita penyakit diabetes melitus

2. Pasien yang mengalami trauma mulut

3. Pasien yang mengkonsumsi antibiotik spektrum luas jangka panjang


4. CD4 >200sel/l
27

3.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu.21

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independen pada penelitian ini adalah jumlah CD4 pada pasien

terinfeksi HIV/AIDS.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah Kandidiasis Oral pada pasien

terinfeksi HIV/AIDS.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati

atau diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuan atau pengamatan

terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrumen atau alat ukur.19


28

Tabel 3.6 Definisi Operasional

Variabel Definisi Variabel Alat Skala


Hasil ukur
Ukur
ukur
Cara ukur

CD4 adalah
bagian dari
1: Ringan
Jumlah populasi limfosit T Observasi
Form 2: Sedang Ordinal
kadar CD4 yang disebut rekam medik
3:Berat
sebagai Sel T-
helper

Infeksi
oportunistik
umum yang
disebabkan oleh
1: Tidak
Kandidiasis pertumbuhan Observasi
Form Ada Ordinal
Oral berlebih dari rekam medik
2: Ada
Candida,
mikroflora yang
sudah ada dalam
rongga mulut.16

Keterangan:

Jumlah kadar CD4 : 1. Ringan 200-100 sel/l

2. Sedang 100-50 sel/l

3. Berat 50 sel/l

Kandidiasis Oral :1. Tidak Ada (tidak terinfeksi)

2. Ada (terinfeksi)
29

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Dilakukan dengan cara Random Sampling Sederhana.20

3.6.2 Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan data sekunder dengan melihat lembar observasi atau rekam

medik.

3.7 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dengan melalui 4 tahap sebagai berikut:

1. Editing

Kegiatan yang melakukan pengecekan data apakah data sudah lengkap dan

relevan.

2. Coding

Setelah melakukan editing data, penulis memberikan kode tertentu pada tiap

data sehingga memudahkan penulis dalam melakukan analisis data.

3. Processing

Proses pemasukan data dari hasil laboratorium ke program komputer agar

dapat dianalisis.

4. Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang dientri kedalam komputer tidak

terdapat kesalahan.
30

3.8 Analisis Data

Data diperoleh dari proses pengumpulan data hasil laboratorium yang diubah

kedalam bentuk tabel, kemudian diolah menggunakan program Software

Statistik pada komputer SPSS.

Analisis Statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan

program Softwaare Statistik pada komputer dimana akan dilakukan 2 macam

analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

a. Analisis Univariat
Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi rata-rata variabel bebas dan

variabel terikat.
b. Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik :


1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data

apakah normal atau tidak. Uji normalitas dua data berupa uji Kolmogrov

Smirnov dengan besar sampel 50. Distribusi normal baku adalah data yang

telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika

nilainya diatas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi

normalitas, dan jika nilainya dibawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai

tidak normal.

2. Uji Korelasi

Uji korelasi menggunakan uji statistik non-parametrik Spearman. Pengujian

analisis dilakukan menggunakan program Software Statistik pada komputer


31

dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,05, maka H 0

ditolak dan H1 diterima.

Dan koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk mengukur

tingkat korelasi antara dua variabel. Penafsiran terhadap tingkat korelasi yang

ditemukan tersebut besar atau kecil, maka didapatkan pedoman pada tabel

dibawah ini.20

Tabel 3.9 Kekuatan Koefisien Korelasi.21


Interval Koefisien Kekuatan Hubungan
0,00 0,199 Sangat rendah
0,20 0,399 Rendah
0,40 -0,599 Sedang
0,60 0,799 Kuat
0,80 1,000 Sangat kuat

3.9 Alur Penelitian

Populasi pasien yang


terdiagnosis HIV/AIDS

Observasi rekam medik

Memenuhi kriteria inklusi


dan eksklusi
32

Pengumpulan data

Analisa data

Penyajian data

Gambar 3.10 Alur Penelitian

Anda mungkin juga menyukai