Anda di halaman 1dari 19

PERKAWINAN DALAM ISLAM

Rasulullah Shalallahualaihi wa Sallam pernah menyebutkan dalam sebuah hadits bahwa


pernikahan adalah menyempurnakan setengah agama seorang Muslim. Ungkapan ini menegaskan
bahwa pernikahan memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam.

Menikah merupakan babak baru dari seorang individu Muslim dalam membentuk sebuah
keluarga dimana ia akan menegakkan syariat agama ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun
juga terhadap pasangan hidupnya, anak-anaknya, dan seterusnya.

Nilai kemuliaan atau kesakralan pernikahan dalam Islam juga tercermin dari prosesi
pendahuluan yang juga beradab. Islam hanya mengenal proses taaruf. Bukan praktek iseng atau
coba-coba layaknya pacaran. Namun diawali dengan niat yang tulus untuk berumah tangga
sebagai bentuk ibadah kepada Alloh Subhanahuwataala diiringi dengan kesiapan untuk menerima
segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya.

Islam juga mengatur proses walimah atau resepsi pernikahan yang lebih menggambarkan
nuansa kesederhanaan dengan diliputi tuntunan syariat. Bukan mengukuhkan adat, tidak pula
kental dengan tradisi Barat. Walimah/pernikahan dalam Islam, bukanlah hajatan yang sarat gengsi
sehingga menuntut sohibul hajat untuk menyelenggarakan walimah di luar kemampuannya.

Lebih-lebih jika semua itu dibumbui dengan acara-acara yang tidak memiliki makna
secara Islam, seperti (dalam adat jawa) siraman, ngerik, nginjak telor, dan sebagainya. Atau yang
sok kebarat-baratan (baca: latah) dengan standing party (pesta berdiri), tukar cincin, lempar
bunga, dansa, atau yang sekadar menyuguhkan hiburan berupa musik (organ tunggal).

Sebaliknya, ada pula kelompok sempalan Islam yang justru mengajarkan untuk hidup
membujang, sebagaimana ini telah dilakoni para pastor, bruder, biksu, rahib dan sejenisnya. Tak
kalah, kacau balau juga adalah apa yang menjadi amalan ibadahnya orang-orang Syiah
Rofidhoh, yakni nikah mutah. Model pernikahan yang umum disebut dengan kawin kontrak ini
praktiknya justru menjadi pintu perzinaan yang dikemas secara legal. Tak heran jika ada orang-
orang yang diulamakan atau ditokohkan tertangkap basah melakukan perzinaan, alasan nikah
mutah kerap mengemuka.

Begitulah ketika fithroh agama ini dilanggar, maka perzinaan semakin subur, perilaku
seksual menyimpang kian meluas, dan kerusakan masyarakat pun menjadi bom waktu. Maka
sudah saatnya bagi kita untuk menghidupkan syariat Alloh Subhanahuwataala, dengan
mewujudkan pernikahan Islami ditengah masyarakat kita!
1. PENGERTIAN NIKAH
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain
juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan,
sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya
adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan,
Allah menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan
mengharamkan zina. Nikah sebagai kata serapan dari bahasa Arab bila ditinjau dari sisi bahasa
maknanya menghimpun atau mengumpulkan. Kata ini bisa dimutlakkan pada dua perkara yaitu
akad dan jima (hubungan suami istri).

2. DALIL NAQLI TENTANG NIKAH

Islam memerintahkan ummatnya untuk menikah. Anjuran ini tercantum dalam


Al Quran dan Sunnah Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam sebagai berikut :





Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) wanita
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. 4:3)
Ayat ini berisi perintah bagi kaum muslimin agar mereka menikah dengan
wanita yang mereka sukai dua, tiga atau empat. Jika takut bertindak tidak adil kepada
istri-istrinya yang lebih dari satu, maka diperbolehkan menikah dengan satu istri. Namun
seorang muslim tetap diperintahkan untuk menikah.
Allah menceritakan bahwa para Nabi dan Rasul juga melaksanakan pernikahan
dan mempunyai keturunan. Allah berfirman :

... ...
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan
Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan . (QS. 13:38)
Para Nabi dan Rasul adalah mereka yang berjalan pada jalan yang lurus, jika
mereka menikah maka sudah semestinya kita ikuti ajaran mereka.




Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-
orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang wanita.Jika mereka miskin
Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui .
Pernikahan memerlukan bekal jasmani dan rohani, namun karena pentingnya
pernikahan bagi seorang muslim, jika ada seorang muslim yang berniat menjaga dirinya
dengan menikah namun masih belum mampu dalam finansial maka kaum muslimin
secara umum diperintahkan untuk membantunya melaksanakan pernikahan. Ini
menunjukkan penekanan yang sangat kuat bagi seorang muslim untuk melangsungkan
pernikahan.
Demikian ayat Al Quran yang memerintahkan kita untuk menikah. Nabi
Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam juga menekankan perintah untuk menikah dalam
hadits yang tercantum dalam literatur-literatur hadits. Di antaranya adalah sebagai
berikut :

,
... ,

,
Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut pada Allah dan paling
bertaqwa di antara kalian, tapi aku berpuasa dan makan, sholat malam dan tidur dan
aku pun menikahi wanita, barang siapa tidak suka dengan sunnahku maka dia bukanlah
bagian dari ummatku
Dalam hadits ini Nabi memerintahkan orang muslim untuk menikah dan
meninggalkan kerahiban walaupun dengan alasan supaya lebih berkonsentrasi pada
melaksanakan ibadah dan amalan akherat. Hadits ini juga menjelaskan bahwa menikah
adalah ajaran Nabi yang harus diikuti. Maka bagi pemuda yang telah siap jasmani dan
rohani rohani hendaknya segera memulai upaya untuk menuju pernikahan.

3. RUKUN NIKAH
a. Calon Pengantin laki-laki
Syarat calon suami:
Islam
Laki-laki yang tertentu
Bukan lelaki mahram dengan calon istri
Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

b. Calon Pengantin perempuan


Syarat calon istri
Islam atau Ahli Kitab
Perempuan yang tertentu
Bukan perempuan mahram dengan calon suami
Bukan seorang banci
Akil baligh (telah pubertas)
Bukan dalam berihram haji atau umroh
Tidak dalam iddah
Bukan istri orang
c. Wali bagi perempuan
d. Dua orang saksi laki-laki yang adil
e. Mahar
Beberapa ketentuan tentang mahar :
Mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari
seorang suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah.
Lihat QS. An Nisaa : 4.
Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak miliknya, bukan
kepada/milik mertua.
Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya
persetubuhan.
Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan dengan
kerelaan.
Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syariat Islam menyerahkan perkara
ini untuk disesuaikan kepada adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit, tetapi tetap
harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat. Rasulullah saw senang mahar yang
mudah dan pernah pula
f. Ijab dan kabul (akad nikah)
Syarat ijab:
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mut'ah (nikah kontrak atau pernikahan
(ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam
persetujuan nikah muat'ah)
Tidak secara taklik (tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)

Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil wali berkata kepada calon suami: "Saya nikahkan anda
dengan Nisa binti Abdullah dengan mas kawin berupa cincin emas dibayar tunai".

Syarat qobul:

Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab


Tidak ada perkataan sindiran
Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
Menyebut nama calon istri
Tidak ditambahkan dengan perkataan lain

Contoh sebutan qabul (akan dilafazkan oleh bakal suami):"Saya terima nikahnya dengan
Nisa binti Abdullah dengan mas kawin berupa seperangkat alat salat dibayar tunai" atau
"Saya terima Nisa binti Abdullah sebagai istri saya".
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal
"sah" atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.

Selanjutnya Wali/wakil wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu
kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para
hadirin

Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya
berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya
ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan
dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan Wudhu".Ini karena
sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih
dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan
berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil
masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas
kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau
dibuang.

4. WALI NIKAH
Wakil wali/Qadi adalah orang yang dipertanggungjawabkan oleh institusi Masjid atau
jabatan/pusat Islam untuk menerima tuntutan para Wali untuk menikahkan/mengahwinkan
bakal istri dengan bakal suami. Segala urusan pernikahan,penyediaan aset pernikahan seperti
mas kawin, barangan hantaran (hadiah), penyedian tempat pernikahan, jamuan makan kepada
para hadirin dan lainnya adalah tanggungjawab pihak suami istri itu.
Qadi hanya perlu memastikan aset-aset itu telah disediakan supaya urusan pernikahan
berjalan lancar. Disamping tanggungjawabnya menikahi suami istri berjalan dengan sempurna,
Qadi perlu menyempurnakan dokumen-dokumen berkaitan pernikahan seperti sertifikat
pernikahan dan pengesahan suami istri di pihak tertinggi seperti mentri agama dan administratif
negara.Untuk memastikan status resmi suami isteri itu sentiasa sulit dan terpelihara. Qadi
selalunya dilantik dari kalangan orang-orang alim(yang mempunyai pengetahuan dalam agama
Islam dengan luas) seperti ustadz, muallim, mufti, sheikh al-Islam dan sebagainya. Qadi juga
mesti merupakan seorang laki-laki Islam yang sudah merdeka dan telah pubertas.
Tingkatan dan urutan wali adalah sebagai berikut:
a) Ayah
b) Kakek
c) Saudara laki-laki sekandung
d) Saudara laki-laki seayah
e) Anak laki-laki dari saudara laki laki sekandung
f) Anak laki-laki dari saudara laki laki seayah
g) Paman sekandung
h) Paman seayah
i) Anak laki-laki dari paman sekandung
j) Anak laki-laki dari paman seayah.
k) Hakim

Jenis-jenis wali
a) Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak
mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan
persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak
dinikahkan)
b) Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi
wali
c) Wali abad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali
aqrab berkenaan tidak ada. Wali abad ini akan digantikan oleh wali abad lain dan
begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
d) Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak
berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini
dengan sebab-sebab tertentu

5. SYARAT-SYARAT WALI DAN SAKSI

Syarat wali meliputi:

Islam, bukan kafir dan murtad


Lelaki dan bukannya perempuan
Telah pubertas
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Tidak fasik
Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
Merdeka
Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat wajib menjadi wali. Jika syarat-syarat
wali terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang
sejati, kita hendaklah menitikberatkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan
dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.

Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi,
tetapi Islam mengajarkan tetap harus adanya 2 orang saksi pria yang jujur lagi adil agar
pernikahan tersebut menjadi sah.
Syarat saksi adalah:

Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).


Adil
Dapat mendengar dan melihat.
Tidak dipaksa.
Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul.
Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
6. MAHRAM
Berikut merupakan mahram yang dilarang untuk dinikahi
a) Ibu
Ibu
Nenek dari ibu maupun bapak
Anak perempuan & keturunannya
Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, yaitu semua anak
saudara perempuan

b) Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:
Ibu susuan
Nenek dari saudara ibu susuan
Saudara perempuan susuan
Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan
c) Perempuan mahram bagi laki-laki karena persemendaan ialah:
Ibu mertua
Ibu tiri
Nenek tiri
Menantu perempuan
Anak tiri perempuan dan keturunannya
Adik ipar perempuan dan keturunannya
Sepupu dari saudara istri
d) Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya

7. TUJUAN NIKAH
Tujuan Nikah ditinjau dari:
a. TUJUAN FISIOLOGIS
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
Tempat semua anggota keluarga mendapatkan sarana berteduh yang baik & nyaman
Tempat semua anggota keluarga mendapatkan kosumsi makan-minum-pakaian yang
memadai.
Tempat suami-isteri dapat memenuhi kebutuhan biologisnya.

b. TUJUAN PSIKOLOGIS
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya secara wajar & apa adanya.
Tempat semua anggota keluarga mendapat pengakuan secara wajar dan nyaman.
Tempat semua anggota keluarga mendapat dukungan psikologis bagi perkembangan
jiwanya.
Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri para anggota keluarga.
c. TUJUAN SOSIOLOGIS
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
Lingkungan pertama dan terbaik bagi segenap anggota keluarga.
Unit sosial terkecil yang menjembatani interaksi positif antara individu anggota
keluarga dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar.

d. TUJUAN DAWAH
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
Menjadi obyek wajib dawah pertama bagi sang dai.
Menjadi prototipe keluarga muslim ideal (bagian dari pesona islam) bagi masyarakat
muslim dan nonmuslim.
Setiap anggota keluarga menjadi partisipan aktif-kontributif dalam dawah.
Memberi antibodi/imunitas bagi anggota keluarga dari kebatilan dan kemaksiatan
Islam tidak mensyariatkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan
hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi
pelaksananya :

a) Sarana pemenuh kebutuhan biologis (QS. Ar Ruum : 21)


b) Sarana menggapai kedamaian & ketenteraman jiwa (QS. Ar Ruum : 21)
c) Sarana menggapai kesinambungan peradaban manusia (QS. An Nisaa : 1, dan
Q.S An Nahl : 72)
Rasulullah berkata : Nikahlah, supaya kamu berkembang menjadi banyak.
Sesungguhnya saya akan membanggakan banyaknya jumlah ummatku. (HR. Baihaqi)
d) Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi moral.
Rasulullah pernah berkata kepada sekelompok pemuda : Wahai pemuda, barang siapa
diantara kalian mampu kawin, maka kawinlah. Sebab ia lebih dapat menundukkan
pandangan dan menjaga kemaluan. Namun jika belum mampu, maka berpuasalah,
karena sesungguhnya puasa itu sebagai wija (pengekang syahwat) baginya. (HR
Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shaum)

8. KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI


a) Hak bersama Suami Istri
Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-
Rum: 21)
Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya.
(An-Nisa: 19 - Al-Hujuraat: 10)
Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
b) Kewajiban Suami terhadap Istri
Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama. (At-aubah: 24)
Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya.
(At-Taghabun: 14)
Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-
Furqan: 74)
Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika
beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan
yang tidak menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri
kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya
dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
(Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian,
tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali
dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-
Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-
hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
(AIGhazali)
Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
c) Kewajiban Istri terhadap Suami
Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki
adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34)
Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)
Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b.
Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat
kediaman yang disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih)
Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu
sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami
meridhainya. (Muslim)
Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt.
mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada
hak orang tuanya. (Tirmidzi)
Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)
Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya
(saat suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34)
Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta
(3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat
bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

Kewajiban suami dan istri menurut UU Nomor 1 tahun 1974

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

Pasal 30

Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat.

Pasal 31

(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 32

(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami
isteri bersama.

Pasal 33

Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan
lahir bathin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34

(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.

(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan
gugutan kepada Pengadilan.

9. HIKMAH NIKAH
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Ia
merupukan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh terhadap
keturunan dan kehidupan masyrakat. Keluarga yang kokoh dan baik menjadi syarat penting
bagi kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya.
Agama mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan mulia. Pernikahan
menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari kemungkinan jatuh ke lembah dosa yang
disebabkan oleh nafsu birahi yang tak terkendalikan. Banyak sekali hikmah yang terkandung
dalam pernikahan, antara lain sebagai kesempurnaan ibadah, membina ketentraman hidup,
menciptakan ketenangan batin, kelangsungan keturunan, terpelihara dari noda dan dosa, dan
lain-lain. Di bawah ini dikemukakan beberapa hikmah pernikahan.
a) Pernikahan Dapat Menciptakan Kasih Sayang dan ketentraman
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmaniah dan rohaniah sudah
pasti memerlukan ketenangan jasmaniah dan rohaniah. Kenutuhan jasmaniah perlu
dipenuhi dan kepentingan rohaniah perlu mendapat perhatian. Ada kebutuhan pria yang
pemenuhnya bergantung kepada wanita. Demikian juga sebaliknya. Pernikahan merupakan
lembaga yang dapat menghindarkan kegelisahan. Pernikahan merupakan lembaga yang
ampuh untuk membina ketenangan, ketentraman, dan kasih sayang keluarga.
Allah berfirman:
Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia meniptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terhadap tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-
Rum/30:21)
b) Pernikahan Dapat Melahirkan keturunan yang Baik
Setiap orang menginginkan keturunan yang baik dan shaleh. Anak yang shaleh adalah
idaman semua orang tua. Selain sebagai penerus keturunan, anak yang shaleh akan selalu
mendoakan orang tuanya.
Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw., bersabda: Apabila telah mati manusia cucu Adam,
terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan
anak shaleh yang mendoakannya. (HR. Muslim)
c) Dengan Pernikahan, Agama Dapat Terpelihara
Menikahi perempuan yang shaleh, bahtera kehidupan rumah tangga akan baik.
Pelaksanaan ajaran agama terutama dalam kehidupan berkeluarga, berjalan dengan teratur.
Rasulullah saw. memberikan penghargaan yang tinggi kepada istri yang shaleh.
Mempunyai istri yang shaleh, berarti Allah menolong suaminya melaksanakan setengah
dari urusan agamnya. Beliau bersabda:
Dari Anas bin malik ra., Rasulullah saw., bersabda: Barang siapa dianugerahkan Allah
Istri yang shalehah, maka sungguh Allah telah menolong separuh agamanya, maka
hendaklah ia memelihara separuh yang tersisa. (HR. At-Thabrani)
d) Pernikahan dapat Memelihara Ketinggian martabat Seorang Wanita
Wanita adalah teman hidup yang paling baik, karena itu tidak boleh dijadikan mainan.
Wanita harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Pernikahan merupakan cara untuk memperlakukan wanita secara baik dan terhormat.
Sesudah menikah, keduanya harus memperlakukan dan menggauli pasangannya secara
baik dan terhormat pula.
Firman Allah dalam Al-Quran:
Dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut. (QS. An-Nisa/4:19)
Karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang
pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina
dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki sebagai piarannya. (QS. An-
Nisa/4:25)
e) Pernikahan Dapat Menjauhkan Perzinahan
Setiap orang, baik pria maupun wanita, secara naluriah memiliki nafsu seksual. Nafsu ini
memerlukan penyaluran dengan baik. Saluran yang baik, sehat, dan sah adalah melalui
pernikahan. Jika nafsu birahi besar, tetapi tidak mau nikah dan tetap mencari penyaluran
yang tidak sehat, dan melanggar aturan agama, maka akan terjerumus ke lembah
perzinahan atau pelacuran yang dilarang keras oleh agama.
Firman Allah dalam Surah Al-isra ayat 32:
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra/17:32)
Jelasnya, hikmah pernikahan itu adalah sebagai berikut:
Menciptakan struktur sosial yang jelas dan adil.
Dengan nikah, akan terangkat status dan derajat kaum wanita.
Dengan nikah akan tercipta regenerasi secara sah dan terhormat.
Dengan nikah agama akan terpelihara.
Dengan pernikahan terjadilah keturunan yang mampu memakmuram bumi.

10. THALAQ
Pengertian Thalaq
Thalaq secara bahasa berarti melepaskan ikatan. Kata ini adalah derivat dari kata

ithlaq, yang berarti melepas atau meninggalkan.
Secara syari, talak berarti melepaskan ikatan perkawinan.
Dalil Dibolehkannya Thalaq
Allah Taala berfirman,

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS. Al Baqarah: 229)

Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) (QS. Ath Tholaq:
1)
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, bahwasanya beliau pernah mentalak
istrinya dan istrinya dalam keadaan haidh, itu dilakukan di masa Nabi shallallahu alaihi
wa sallam. Lalu Umar bin Al Khottob radhiyallahu anhu menanyakan masalah ini
kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau shallallahu alaihi wa
sallam lantas bersabda,


Hendaklah ia meruju' istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian
haidh hingga ia suci kembali. Bila ia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka ia boleh
mentalaknya dalam keadaan suci sebelum ia menggaulinya. Itulah al 'iddah sebagaimana
yang telah diperintahkan Allah 'azza wajalla.
Ibnu Qudamah Al Maqdisi menyatakan bahwa para ulama sepakat (berijma) akan
dibolehkannya talak. Ibroh juga menganggap dibolehkannya talak. Karena dalam rumah
tangga mungkin saja pernikahan berubah menjadi hal yang hanya membawa mafsadat.
Yang terjadi ketika itu hanyalah pertengkaran dan perdebatan saja yang tak kunjung henti.
Karena masalah inilah, syariat Islam membolehkan syariat nikah tersebut diputus dengan
talak demi menghilangkan mafsadat.
Kritik Hadits
Adapun hadits yang berbunyi,



Perkara yang paling dibenci Allah Taala adalah talak.Dalam sanad hadits ini ada dua
illah (cacat): (1) dhoifnya Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah, (2) terjadi perselisihan
di dalamnya. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ahmad bin Yunus Abu Daud menyebutnya
tanpa menyebutkan Ibnu Umar radhiyallahu anhuma. Sanad hadits dari Al Hakim
dinilaidhoif. Kesimpulannya, hadits ini adalah hadits yang dhoif. Di antara yang
mendhoifkannya adalah Al Baihaqi, Syaikh Al Albani, dan Syaikh Musthofa Al Adawi.

Hukum Talaq

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, Talak boleh jadi ada yang haram, ada yang makruh, ada
yang wajib, ada yang sunnah dan ada yang boleh.

Rincian hukum talak di atas adalah sebagai berikut:

Pertama, talak yang haram yaitu talak bidi (bidah) dan memiliki beberapa bentuk.
Kedua, talak yang makruh yaitu talak yang tanpa sebab apa-apa, padahal masih bisa jika
pernikahan yang ada diteruskan.
Ketiga, talak yang wajib yaitu talak yang di antara bentuknya adalah adanya perpecahan (yang
tidak mungkin lagi untuk bersatu atau meneruskan pernikahan).
Keempat, talak yang sunnah yaitu talak yang disebabkan karena si istri tidak memiliki sifat
afifah (menjaga kehormatan diri) dan istri tidak lagi memperhatikan perkara-perkara yang
wajib dalam agama (seperti tidak memperhatikan shalat lima waktu), saat itu ia pun sulit
diperingatkan.
Kelima, talak yang hukumnya boleh yaitu talak ketika butuh di saat istri berakhlaq dan
bertingkah laku jelek dan mendapat efek negatif jika terus dengannya tanpa bisa meraih tujuan
dari menikah.

11. RUJU
a. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah adalah
kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah
sesudah ditalak raji. sebagaimana Firman allah dalam surat al-baqarah :228
Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka(para
suami) itu menghendaki islah. (Q.S.Al-Baqarah:228)
Bila sesorang telah menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan di anjurkan
untuk rujuk kembali dengan syarat keduanya betul-betul hendak berbaikan kembali
(islah). Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan dalam hal:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak
yang di jatuhkan qabla al dukhul.
b. Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau alasan-alasan
selain zina dan khuluk.
b. Pendapat Para Ulama tentang Rujuk
Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa idah. Oleh karena itu ia
tidak berhak membatalkannya, sekalipun suami missal berkata: Tidak ada Rujuk
bagiku namun sebenarnya ia tetap mempunyai rujuk. Sebab allah berfirman: Artinya:
Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa penantian itu. (al-Baqarah:228)
Karena rujuk merupakan hak suami, maka untuk merujuknya suami tidak perlu
adanya saksi, dan kerelaan mantan istri dan wali. Namun menghadirkan saksi dalam
rujuk hukumnya sunnah, karena di khawatirkan apabila kelak istri akan menyangkal
rujuknya suami.
Rujuk boleh diucapkan, seperti: saya rujuk kamu, dan dengan perbuatan
misalnya: menyetubuhinya, merangsangnya, seperti menciummnya dan sentuhan-
sentuhan birahi.
Imam Syafi;I berpendapat bahwa rujuk hanya diperbolehkan dengan ucapan
terang dan jelas dimengerti. Tidak boleh rujuk dengan persetubuhan, ciuman, dan
rangsangan-rangsangan nafsu birahi. Menurut Imam SyafiI bahwa talak itu
memutuskan hubungan perkawinan.
Ibn Hazm berkata: Dengan menyetubuhinya bukan berarti merujuknya,
sebelum kata rujuk itu di ucapkandan menghadirkan saksi, serta mantan istri diberi
tahu terlebih dahulu sebelum masa iddahnya habis. Menurut Ibn Hazm jika ia
merujuk tanpa saksi bukan disebut rujuk sebab allah berfirman.
Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujuklah
mereka dengan baik dan lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan
dua orang saksi yang adil di antara kamu. (Q.S. At-Thalaq: 2)
c. Syarat dan Rukun Rujuk
Syarat Rujuk
a) Saksi untuk rujuk
Fuqaha berbeda pendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah ia
menjadi syarat sahnya rujuk atau tidak. Imam malik berpendapat bahwa saksi
dalam rujuk adalah disunnahkan, sedangkan Imam syafiI mewajibkan.
Perbedaan pendapat ini disebabkan karena pertentangan antara qiyas dengan
zahir nas Al-quran yaitu:
.dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil..
Ayat tersebut menunjukan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi
pengkiasan haq rujuk dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang,
menghendaki tidak adanya saksi. Oleh karena itu, penggabungan antara
qiayas dengan ayat tersebut adalah dengan membawa perintah pada ayat
tersebut sebagai sunnah.
b) Belum habis masa iddah
c) Istri tidak di ceraikan dengan talak tiga
d) Talak itu setelah persetubuhan
Jika istri yang telah di cerai belum perah di campuri, maka tidak sah untuk
rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi.
Rukun Rujuk
1) Suami yang merujuk
Syarat-syarat suami sah merujuk:
a) Berakal
b) Baligh
c)Dengan kemauan sendiri
d) Tidak di paksa dan tidak murtad
2) Ada istri yang di rujuk
Syarat istri yang di rujuk:
a) Telah di campuri
b) Bercerai dengan talak bukan dengan fasakh
c) Tidak bercerai dengan khuluk
d) Belum jatuh talak tiga.
e) Ucapan yang menyatakan untuk rujuk.
3) Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) sama-sama suka, dan
yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik.
4) Dengan pernyataan ijab dan qabul
d. Syarat lafadz (ucapan) rujuk:
1. Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami aku rujuk engkau
atau aku kembalikan engkau kepada nikahku.
2. Tidak bertaklik tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik, misalnya kata
suami aku rujuk engkau jika engkau mahu. Rujuk itu tidak sah walaupun ister
mengatakan mau.
3. Tidak terbatas waktu seperti kata suami aku rujuk engkau selama sebulan
e. Hikmah Rujuk
1) Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan
numah tangga
2) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
3) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
f. Hukum Rujuk
1) Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan dia
belum menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
2) Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri
tersebut.
3) Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
4) Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
5) Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan.
g. Prosedur rujuk
Pasangan mantan suami-istri yang akan melakukan rujuk harus dapat menghadap
PPN (pegawai pencatat nikah) atau kepala kantor urusan agama (KUA) yang
mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa surat keterangan untuk rujuk dari
kepala desa/lurah serta kutipan dari buku pendaftaran talak/cerai atau akta
talak/cerai.
Adapun prosedurnya adalah sebagaiu berikut:
a. Di hadapan PPN suami mengikrarkan rujuknya kepada istri disaksikan mimimal
dua orang saksi.
b. PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya di
hadapan suami-istri tersebut serta saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing
membubuhkan tanda tangan.
c. PPN membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan
kode yang sama.
d. Kutipan diberikan kepada suami-istri yang rujuk.
e. PPN membuatkan surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan dan mengirimnya
ke pengadilan agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
f. Suami-istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk datang ke
pengadilan agama tempat terjadinya talak untuk mendapatkan kembali akta
nikahnya masing-masing.
g. Pengadilan agama memberikan kutipan akta nikah yang bersangkutan dengan
menahan kutipan buku pendaftaran rujuk.

12. UU NOMOR 1 TAHUN 1974


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG PERKAWINAN terdiri atas 67 pasal dan terbagi dalam XIV BAB yang mengatur
tentang segala sesuatu mengenai perkawinan atau pernikahan, berikut adalah BAB I

BAB I
DASAR PERKAWINAN

Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Mahaesa.

Pasal 2

(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.
Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.

Pasal 4

(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3
ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di
daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami
yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri


dan anak-anak mereka;

c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
mereka.

(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami
apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi
pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya
2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim
Pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Amote/Downloads/makalah%20agama/Indahnya%20Pernikahan%20Dalam
%20Islam%20%E2%80%A2%20YAYASAN%20PERDANA.html

file:///C:/Users/Amote/Downloads/makalah%20agama/Pernikahan%20dalam%20Islam%20-
%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.html

file:///C:/Users/Amote/Downloads/makalah%20agama/MAKALAH%20PENDIDIKAN
%20AGAMA%20ISLAM%20_PERNIKAHAN_.html

file:///C:/Users/Amote/Downloads/makalah%20agama/UU%20No.1%20Thn%201974%20-
%20Perkawinan.html

https://id-id.facebook.com/notes/renungan-islami/kewajiban-suami-istri-dlm-islam/162645092002

http://pandidikan.blogspot.co.id/2011/05/pengertian-rujuk.html

Anda mungkin juga menyukai