HEMMOROID
Disusun oleh :
Dewi Nadila
1102010070
Pembimbing :
Dr. Yeppy A.N , Sp. B, FINaCS, MM
RSUD SOREANG
2016
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Agama : Islam
Alamat : Kampung Mekarsari Kec. Soreang Kab. Bandung
Pekerjaan : TNI
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
No RM :
Tanggal Pemeriksaan : 27 Mei 2015
II. Anamnesa
Keluhan Utama : Benjolan menyerupai daging tumbuh yang muncul dan
menutupi lubang pantat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli bedah RSUD Soreang dengan keluhan benjolan yang muncul
di lubang pantat pasien satu hari sebelum masuk rumah sakit. Benjolan yang
muncul ini menyebabkan rasa panas di sekitar anus pasien, tapi masih belum
menggangu pergerakan pasien saat datang ke poli, pasien masih bisa berjalan
normal, pasien mengaku merasa kesulitan hanya saat ingin melakukan buang air
besar. Pasien sudah datang ke klinik dokter umum saat hari benjolan muncul, dan
diberikan obat wasir satu jenis, tapi tidak membuat benjolan hilang. Keluhan
demam disangkal oleh pasien. Pola makan pasienpun masih berjalan normal, hanya
saja buang air besar pasien terganggu sejak benjolan di anus pasien ini muncul.
Buang air besar pasien hanya satu kali sehari, tidak mengeluarkan darah, tetapi
pasien merasa sangat sakit saat harus mengejan dikala buang air. Keluhan mual dan
muntah disangkal oleh pasien, pasien mengaku mengkonsumsi makanan pedas satu
hari sebelum benjolan di pantat mucul, . Pasien mengaku memiliki riwayat
konsumsi rokok yang kuat, bisa menghabiskan 2 bungkus rokok kretek dalam saru
hari, serta konsumsi kopi hitam sampai 4 gelas dalam satu hari karena tuntutan
pekerjaan pasien di TNI.
Status lokalis :
Inspeksi :
Tampak benjolan menyerupai daging tumbuh
V. Resume
Seorang pria, 48 tahun, datang dengan keluhan terdapat benjolan yang keluar dari
lubang pantatnya satu hari sebelum masuk rumah sakit. Benjolan tersebut keluar
dan tidak dapat dimasukkan kembali, nyeri pada benjolan (+), darah (-). Demam
(-), keluhan mual (-), muntah (-), BAK lancer, BAB tidak lancar, hanya sekali
sehari sejak benjolan muncul, status generalis dalam batas normal. Status lokalis,
terdapat benjolan menyerupai daging dengan ukuran 4 X 3 cm yang menutupi
lubang pantat, dan terasa nyeri saat mengedan saat buang air besar. Konsistensi
tonjolan kenyal, tidak dilakukan Rectal toucher.
IX. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Canalis Analis
1.1 Anatomi
Gambar 1.
Anatomi Canalis Analis
( Sobotta, Atlas Anatomi Manusia )
Kanalis analis berukuran panjang 2,5 cm sampai 4 cm, mulai dari flexura
perinealis recti. Biasanya canalis analis dalam keadaan tertutup dan baru terbuka pada
waktu defekasi. Selaput lendir canalis mempunyai sejumlah 5-10 lipatan-lipatan
vertikal yang tetap dan dinamakan columnae rectales (columna anales) Morgagni.
Biasanya columna anales Morgagni berukuran panjang 8 mm 12 mm, lebar 3 mm
6 mm dan membentang sampai 12 mm 20 mm di dalam orifisium analis. Diantara
columna anales morgagni terdapat lekukan-lekukan yang menyerupai kantong-
kantong kecil yang dinamakan sinus rectalis (sinus analis, crypta analis). Lipatan yang
terdapat pada ujung columna analis dan membatasi sinus rectalis membentuk suatu
katup yang dinamakan valvula analis Morgagni. Columna anales mempunyai puncak
yang sering kali menjulang ke atas tepi bawah columna rectalis dan berbentuk seperti
tonjolan kecil yang dinamakan papillae anales. Bersama-sama tepi atas valvula anales
membentuk suatu garis bergerigi yang dinamakan linea pectinea (linea dentata).
Selaput lendir di atas linea pectinea mempunyai epitel silindris sedangkan
dibawahnya epitel gepeng. Didaerah ini terdapat kripta anus dan kelenjar muara anus
antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses
anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba
di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas
antara sfingter interna dan sfingter eksterna ( garis Hilton ).
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter interna
dan eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter interna,
otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator ( puborektalis ), dan komponen m.
sfingter eksternus. Muskulus sfingter ani internus terdiri atas serabut otot polos,
sedangkan muskulus sfingter ani eksternus terdiri atas serabut otot lurik.
Keterangan (1). Rektum dilapisi mukosa usus (2). Lapisan otot sirkuler dinding
rectum (3). Lapisan otot longitudinal dinding rektum( 4). Tulang panggul (5).
m.obturator internus (6). m.levator anus (7). m.pubo-rektal (8). m.sfingter internus
(9). m.sfingter externus (10). Garis atas-sfingter (dari hilton ) merupakan perbatasan
antara sfingter intern dan ekstern yang dapat diraba (11). Tonjolan rektum atau
kolumna morgagni dengan muara kelenjar rektum diantaranya di dalam kripta (12).
Garis mokokuktan atau linea pektinata merupakan perbatasan antara selaput
lendir (=mukosa) rektum dan kutis (=kulit) anus (13). Kanalis analis dengan epitel
gepeng
Keterangan :(1). a.hemoroidalis inferior (2). a. pudenda (3). a.hemoroidalis media (4).
a. iliaka interna (5). a. hemoroidalis superior (6). Cabang arteri sigmoidea (7). a.
iliaka komunis dextra (8). a.mesenterika inferior (9). Aorta (10). v.kava inferior (11).
a.sakralis
Keterangan :(1). Ke kelenjar inguinal (2). Kelenjar iliaka interna (3). Kelenjar
parakolik (4). Kelenjar dimesenterium (5). Kelenjar para aorta
1.5 Persarafan
2. Fisiologi
3. Hemoroid
3.1 Definisi
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal
3.2 Epidemiologi
Hemoroid bisa terjadi pada semua umur. Hemoroid biasa menyerang pada usia 20-
50 tahun baik pada laki-laki maupun perempuan tetapi paling banyak terjadi pada
umur 45-65 tahun. Penyakit hemoroid jarang terjadi pada usia di bawah 20 tahun.
Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian dan individu dengan status ekonomi
tinggi. Angka prevalensi hemoroid di akhir pertengahan abad ke-20 dilaporkan
menurun. Sepuluh juta orang di Indonesia menderita hemoroid, dengan prevalensi
lebih dari 4%. Laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang sama. Resiko
hemoroid meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian dari ruang endoskopi di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1998 -2005 menemukan
sekitar 9% pasien dengan keluhan sembelit ternyata menderita kanker usus besar dan
sekitar 39,6 % penderita sembelit mengalami hemoroid.
3.3 Etiologi
1. BAB dengan posisi jongkok yang terlalu lama. Hal ini akan meningkatkan
tekanan vena yang akhirnya mengakibatkan pelebaran vena. Sedangkan BAB
dengan posisi duduk yang terlalu lama merupakan factor resiko hernia, karena
saat duduk pintu hernia dapat menekan.
2. Obtipasi atau konstipasi kronis, konstipasi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami kesulitan saat Buang Air Besar (BAB) sehingga
terkadang harus mengejan dikarenakan feses yang mengeras, berbau lebih
busuk dan berwarna lebih gelap dari biasanya dan frekwensi BAB lebih dari 3
hari sekali. Pada obstipasi atau konstipasi kronis diperlukan waktu mengejan
yang lama. Hal ini mengakibatkan peregangan muskulus sphincter ani terjadi
berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan membuat
peregangannya bertambah buruk. Pigot et al. mengatakan bahwa konstipasi
kronis berhubungan dengan kejadian hemoroid (p< 0,0001 dengan nilai OR
3,93; CI 3,09-5,00).
3. Riwayat keluarga adalah ada tidaknya anggota keluarga yang mempunyai
penyakit hemoroid atau yang menderita hemoroid. Pigot et al. menyatakan
bahwa seseorang yang memiliki riwayat keluarga pernah menderita hemoroid
memiliki resiko 5,17 kali menderita Hemoroid (OR 5,17;CI 4,05-6,61;
p<0,0001).
4. Kehamilan dapat menimbulkan statis vena didaerah pelvis, meskipun
etiologinya belum diketahui secara pasti. Kebanyakan pasien tidak timbul
gejala-gejala hemoroid seperti sebelumnya setelah melahirkan. Adapula yang
beranggapan bahwa hemoroid pada wanita hamil disebabkan karena adanya
perubahan-perubahan hormonal selama kehamilan berlangsung. Pada wanita
hamil terjadi dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi
hormon relaksin. Pigot et al. mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara kehamilan dengan kejadian hemoroid.
5. Obesitas atau timbunan lemak diperut. Pigot et al. Mengatakan bahwa
seseorang yang memiliki BMI>30 maka memiliki resiko 1,09 kali terkena
hemoroid walaupun hubungannya tidak signifikan (p<0,716).
6. Tekanan darah (Aliran balik venosa), seperti pada hipertensi portal akibat
sirosis hepatis. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior,media
dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran
balik ke vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid.
7. Diet rendah serat sehingga menimbulkan obstipasi.
8. Faktor umur. Pada umur tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh,
otot sfingter juga menjadi tipis dan atonis. Karena sfingternya lemah, maka
bisa timbul prolaps. Pigot et al. Mengatakan ada hubungan yang signifikan
antara umur < 50 th dengan kejadian hemoroid dan memiliki resiko 1,95 kali
terkena hemoroid.
9. Faktor pekerjaan. Orang yang harus berdiri,duduk lama, atau harus
menggangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk terkena hemoroid.
Menurut penelitian pekerjaan yang aktif memiliki resiko 1,43 kali terkena
hemoroid walaupun hubungannya tidak cukup signifikan (p<0,1).
10. Olah raga berat adalah olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik. Yang
termasuk olahraga berat antara lain mengangkat beban berat/angkat besi,
bersepeda, berkuda, latihan pernapasan, memanah, dan berenang. Seseorang
dengan kegiatan berolahraga yang terlalu berat seperti mengangkat beban
berat/angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan pernapasan lebih dari 3 kali
seminggu dengan waktu lebih dari 30 menit akan menyebabkan peregangan
m. sphincter ani terjadi berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan
maka akan membuat peregangannya bertambah buruk. Pigot et al, mengatakan
bahwa seseorang yang suka berolahraga berat dapat beresiko terkena
hemoroid sebanyak 2,79 kali (OR 2,79 CI 1,60-4,87; p <0,01).
3.4 Patofisiologi
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas
dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang
berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan
terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut
membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar
dan Scholefield, 2003). Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan
penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara
berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang
akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan,
konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi
seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang
timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma m kosa lokal atau inflamasi
yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006).
3.5 Klasifikasi
1. Hemoroid eksterna
Hemorrhoid Grade II
Hemorrhoid Grade IV
a.Hemoroid internal
b.Hemoroid eksternal
1.Rasa terbakar.
3.Gatal
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar
dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan
rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002). Daerah
perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip,
atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga
harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).
Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, hemoroid
ini dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa
padat dengan dasar yang lebar. Rectal toucher (RT) diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya karsinoma recti
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan; studi pra operasi normal
dilakukan berdasarkan usia dan komorbiditas.
Anoskopi
Dengan cara ini kita dapat melihat hemoroid interna. Penderita dalam posisi
litotomi. Anaskopi dengan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Benjolan hemoroid akan
menonjol pada ujung anaskop. Bila perlu penderita disuruh mengejan supaya benjolan
dapat kelihatan sebesar-besarnya. Pada anaskopi dapat dilihat warna selaput lendir
yang merah meradang atau perdarahan, banyaknya benjolan, letaknya dan besarnya
benjolan.
Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi
(rektum/sigmoid), karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda
yang menyertai.
Pemeriksaan Feces
Diperlukan untuk mengetahui adanya darah samar (occult bleeding).
3.10 Penatalaksanaan
Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna atau skin tags biasanya tetap asimptomatik sampai terjadi
trombosis (hematom perianal). Kadang pasien mengeluh pruritus, yang sebagian
besarnya dapat diterapi dengan perbaikan higiene anus dan krim kortikosteroid.
Hemoroid eksternal yang mengalami trombosis tampak sebagai benjolan yang
nyeri pada anal verge. Jika pasien membaik dan hanya mengeluh nyeri ringan,
pemberian analgesik, sitz baths, dan pelunak feses. Tetapi jika pasien mengeluh nyeri
yang parah, maka eksisi di bawah anestesi lokal dianjurkan. Pengobatan secara bedah
menawarkan penyembuhan yang cepat, efektif dan memerlukan waku hanya beberapa
menit dan segera menghilangkan gejala.
Penatalaksanaan secara bedah yaitu pasien berbaring dengan posisi
menghadap ke lateral dan lutut di lipat (posisi seems), dasar hematom diinfiltrasi
dengan anestetik lokal. Bagian atas bokong didorong untuk memaparkan trombosis
hemoroid. Kulit dipotong berbentuk elips menggunakan gunting iris dan forsep
diseksi; hal ini dengan segera memperlihatkan bekuan darah hitam yang khas di
dalam hemoroid yang dapat dikeluarkan dengan tekanan atau diangkat keluar dengan
forsep. Pada umumnya hanya ada sedikit perdarahan yang dapat dikontrol dengan
pemakaian pembalut gamgee (pembalut bedah dengan selapis tipis kapas penyerap
diantara dua lapis kasa penyerap) steril. Pasien dianjurkan untuk mencucinya dengan
larutan garam 2 kali sehari sampai sembuh sempurna. Selain itu pasien dianjurkan
kontrol untuk meyakinkan bahwa daerah tersebut mengalami granulasi tanpa
roofing-over, yang dapat merupakan sumber masalah kekambuhan. Jika terlihat
adanya proses roofing ini maka dengan menekankan jari dengan hati-hati pada
daerah tersebut akan dapat meratakan jaringan granulasi dan memungkinkan
terjadinya penyembuhan normal.
2. Hemoroid Interna
Hemoroid Interna
Derajat Berdarah Prolaps Reposisi
I + - -
II + + Spontan
III + + Manual
IV + Tetap Irreponibel
Pengobatan dengan krioterapi pada derajat III dilakukan jika diputuskan tidak
perlu dilakukan hemoroidektomi.
pleksus dan mukosa, pengangkatan pleksus tanpa mukosa, dan pengangkatan mukosa
tanpa pleksus.
Metode stapled : yaitu dengan cara mengupas mukosa rektum. Metode ini
lebih unggul dan lebih banyak dipakai karena perdarahannya dan nyeri post
operasinya berkurang dibandingkan dengan metode yang lain. Dalam
melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ani harus
benar-benar lumpuh.
Hemorroidektomi Stappler
Tehnik operasi terbaru untuk hemoroid / wasir. Tindakan operasi ini adalah
tindakan yang amat minimal invasif. Dan dari penelitian yang dilakukan, setelah
operasi memakai tehnik ini rasa nyeri nya amat sangat sedikit serta masa rawat inap
nya lebih pendek dibandingkan tehnik operasi yang konvensional. Meskipun banyak
faktor juga yang mempengaruhi tapi secara garis besar tehnik operasi ini lebih baik
dibandingkan tehnik operasi terdahulu dengan catatan hanya untuk kasus yang betul-
betul direkomendasikan untuk memakai tehnik ini. Sisa jaringan yang di eksisi akan
tetap berada seanatomis mungkin, artinya tidak banyak jaringan sehat yang ikut rusak.
2. Mempersiapkan jahitan
Casing stapler didekatkan kepala stapler dengan memutar tombol adaptor pada
pangkal stapler
Akhir dari proses Stapling. Mengembalikan hemoroid internal yang prolapse ke posisi
anatomis semula.
3.11 Komplikasi
1. Pendarahan hebat
2. Abses pada tempat hemmoroid
3. Fistula perianal
4. Inkarserasi
5. Striktura ani
Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah
adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik
pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan
maka darah dapat sangat banyak.Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan
apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi
tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga
sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena
adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi
(inkarserata/terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan
bisa mengakibatkan kematian.
3.12 Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi
asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada
semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah
terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan
serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Sukman tulus et al. Kapita selekta kedokteran Edisi 2014. Jakarta : Media
Aesculapius.
Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.1994.
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta :Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2012.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31133/4/Chapter%20II.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-diahirawat-5223-3-bab2.pdf