Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Menikah dini yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukan usia tua. Bagi laki-laki
yang telah mencapai usia baligh tapi belum mencapai usia dewasa hukumnya menurut syara
adalah sunnah (mandub).
Sabda Nabi Muhammad SAW :
Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab
kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau
belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadits tersebut mengandung seruan untuk menikah bagi para pemuda (asy
syabab), bukan orang dewasa (ar rijal) atau orang tua (asy syuyukh). Hanya saja seruan itu
tidak disertai indikasi (qarinah) ke arah hukum wajib, maka seruan itu adalah seruan yang
tidak bersifat harus (thalab ghairu jazim), alias mandub (sunnah).
Pengertian pemuda (syab, jamaknya syabab) menurut Ibrahim Anis et. al (1972)
dalam kamus Al Mujam Al Wasith hal. 470 adalah orang yang telah mencapai usia baligh
tapi belum mencapai usia dewasa (sinn al rujuulah). Sedang yang dimaksud kedewasaan (ar
rujulah) adalah kamal ash shifat al mumayyizah li ar rajul yaitu sempurnanya sifat-sifat
yang khusus/spesifik bagi seorang laki-laki .
Adapun menikah dini bagi anak perempuan yang masih kecil (belum haid) hukumnya boleh
(mubah) secara syari dan sah. Dalil kebolehannya adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Dalil Al-Qur`an adalah firman Allah SWT :
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-
perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga
bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang belum haid. (QS Ath-Thalaq [65] : 4).
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa yang dimaksud perempuan-
perempuan yang belum haid (lam yahidhna), adalah anak-anak perempuan kecil yang belum
mencapai usia haid (ash-shighaar al-la`iy lam yablughna sinna al-haidh). Ini sesuai dengan
sababun nuzul ayat tersebut, ketika sebagian shahahat bertanya kepada Nabi SAW mengenai
masa iddah untuk 3 (tiga) kelompok perempuan, yaitu : perempuan yang sudah menopause
(kibaar), perempuan yang masih kecil (shighar), dan perempuan yang hamil (uulatul ahmaal).
Jadi, ayat di atas secara manthuq (makna eksplisit) menunjukkan masa iddah bagi anak
perempuan kecil yang belum haid dalam cerai hidup, yaitu selama tiga bulan.
Imam Suyuthi dalam kitabnya Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil hal. 212 mengutip
Ibnul Arabi, yang mengatakan,Diambil pengertian dari ayat itu, bahwa seorang [wali] boleh
menikahkan anak-anak perempuannya yang masih kecil, sebab iddah adalah cabang daripada
nikah.
Jadi, secara tidak langsung, ayat di atas menunjukkan bolehnya menikahi anak perempuan
yang masih kecil yang belum haid. Penunjukan makna (dalalah) yang demikian ini dalam
ushul fiqih disebut dengan istilah dalalah iqtidha`, yaitu pengambilan makna yang mau tak
mau harus ada atau merupakan keharusan (iqtidha`) dari makna manthuq (eksplisit), agar
makna manthuq tadi bernilai benar, baik benar secara syari (dalam tinjauan hukum) maupun
secara akli (dalam tinjauan akal).
Jadi, ketika Allah SWT mengatur masa iddah untuk anak perempuan yang belum
haid, berarti secara tidak langsung Allah SWT telah membolehkan menikahi anak perempuan
yang belum haid itu, meski kebolehan ini memang tidak disebut secara manthuq (eksplisit)
dalam ayat di atas.
Adapun dalil As-Sunnah, adalah hadits dari Aisyah RA, dia berkata :
Bahwa Nabi SAW telah menikahi A`isyah RA sedang A`isyah berumur 6 tahun, dan
berumah tangga dengannya pada saat Aisyah berumur 9 tahun, dan Aisyah tinggal bersama
Nabi SAW selama 9 tahun. (HR Bukhari, hadits no 4738, Maktabah Syamilah). Dalam
riwayat lain disebutkan : Nabi SAW menikahi A`isyah RA ketika Aisyah berumur 7 tahun
[bukan 6 tahun] dan Nabi SAW berumah tangga dengan Aisyah ketika Aisyah umurnya 9
tahun. (HR Muslim, hadits no 2549, Maktabah Syamilah).
Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar (9/480) menyimpulkan dari hadits di atas,
bahwa boleh hukumnya seorang ayah menikahkan anak perempuannya yang belum baligh
(yajuuzu lil abb an yuzawwija ibnatahu qabla al-buluugh).
Berkaitan dengan waktu kebolehan menggauli istri yaitu setelah istri baligh
sebagaimana Rasulullah setelah menikah dengan Aisyah tidak menggaulinya hingga
Aisyah telah baligh pada usia 9 tahun (ditandai datangnya haidh pertama). Ketetapan syara
ini sesuai dengan fakta bahwa secara anatomis dan fisiologis, menstruasi (haidh) merupakan
siklus reproduksi yang menandakan sehat dan berfungsinya organ-organ reproduksi
perempuan serta menandakan kematangan seksual seorang perempuan dalam arti ia
mempunyai ovum yang siap dibuahi, bisa hamil, dan melahirkan anak.
Berdasarkan dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa mubah hukumnya seorang laki-laki
menikah dengan anak perempuan kecil yang belum haid. Hukum nikahnya sah dan tidak
haram. Namun syara hanya menjadikan hukumnya sebatas mubah (boleh), tidak
menjadikannya sebagai sesuatu anjuran atau keutamaan (sunnah/mandub), apalagi sesuatu
keharusan (wajib).
Sesuai Syariat = Sehat, Menyalahi Syariat = Sakit
Syara telah merumuskan kaidah: Haitsumma yakunu asy-syaru takunu al-maslahah (di
mana ada penerapan syariah, maka disana ada maslahat). Bukan sebaliknya: aynama
wujidat al-maslahah fa tsamma syarullah. (dimana ada maslahat maka disana ada hukum
Allah).
Allah SWT berfirman: Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiyaa 21: 107).
Berarti, secara logika (akal) syari bahwa apa-apa yang sesuai dengan syariat akan
membawa kebaikan (kerahmatan). Sebaliknya apa-apa yang menyalahi syariat akan
membawa keburukan (musibah).
Pernikahan merupakan pengaturan syara terhadap interaksi antara laki-laki dan perempuan
untuk menghasilkan keturunan (Taqiyuddin an-nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam,
2001). Berdasarkan logika syari diatas (Q.S 21: 107) maka menikah (termasuk menikah
dini) akan mendatangkan kerahmatan. Mustahil Allah SWT memerintahkan (wajib, sunah,
mubah) yang membahayakan kesehatan manusia. Faktanya menikah efektif mencegah
HIV/AIDS-kanker cervix, mental sehat, cegah aborsi, kehamilan yang diinginkan, lebih dari
itu menikah syari mendapat ridho Allah SWT.
Seks bebas merupakan pemenuhan seksual yang menyalahi syariat (haram) maka akan
mendatangkan keburukan (penyakit, musibah).
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa 17 :32).
Faktanya pelaku seks bebas terinfeksi IMS, HIV/AIDS, kanker cervix, mental sakit,
kehamilan tidak diinginkan hingga aborsi, single parent, tidak jelas nasab, jika menikah
rentan perceraian, ancaman kepunahan, bahkan lebih dari itu dimurkai oleh Allah SWT
mendapat siksa pedih di Neraka.
Ketakutan dibalik Pernikahan Dini
Ketika kita mengetikkan kata nikah dini dan zina dini (free sex) di mesin pencari maka
deretan peristiwa, data dan fakta zina dini akan lebih mudah ditemukan. Sementara fenomena
nikah dini hanya akan memunculkan beberapa kasus saja, tapi mengapa nikah dini lebih
membuat kebakaran jenggot pihak-pihak tertentu daripada terjadinya zina dini?
Banyak pihak yang kemudian justru memblow up kasus Syekh Puji dan Ulfa
dengan melakukan pencitraan negatif terhadap pernikahan yang dijalani muslimah dibawah
18 tahun. Dengan dalih perlindungan hak belajar dan bermain anak, pelanggaran hak
reproduksi anak serta melanggar konstitusi. Ada pula dalih kesehatan bahwa nikah dini
beresiko kanker mulut rahim.
Kontroversi terhadap pernikahan Syekh Pujiono dan Luthfiana Ulfa adalah
gambaran ketakutan terhadap pernikahan dini melebihi ketakutan terhadap maraknya
perzinahan dini. Ada apa dibalik ketakutan pernikahan dini ? Berbagai stigma negatif nikah
dini bermunculan, namun tidak sesuai dengan fakta, diantaranya:
Penyebab kanker cervix (sel-sel cervix yang muda bermutasi karena gesekan benda asing),
padahal faktanya Ca-cervix adalah akibat terserang kuman HPV secara persisten dan akibat
suka berganti-ganti pasangan (seks bebas).
Penyebab terjadinya komplikasi kehamilan, sehingga menyebabkan kematian ibu dan bayi,
padahal banyak bukti di masyarakat nikah dini dapat hamil dan melahirkan sehat.
Rahim belum siap untuk hamil, padahal bila sudah haidh (baligh) berarti sistem reproduksi
matang dan siap hamil (walaupun mis: ibu berumur 9 tahun).
Bahayakan mental dan hak anak, padahal nikah dini dapat disiapkan sebelum masuk baligh,
Syara telah menetapkan mukallaf setelah baligh, sehingga dapat dikatakan dengan logika
syari bahwa seseorang yang telah baligh itu siap bertanggungjawab. Justru bahagia menikah
dini.
Rawan perceraian, padahal perceraian tinggi terjadi pada pernikahan pasca usia dini.
Sebagian besar nikah dini ditolak dengan alasan psikologi. Alasan ini merupakan alasan yang
dibuat-buat karena ada ketidak-konsistenan antara upaya penyelamatan psikologi anak bila
menjalani pernikahan dini dengan keresahan yang dialami anak menghadapi maraknya
pergaulan bebas (berupa fakta-fakta dan pemikiran-pemikiran yang merangsang bangkitnya
naluri seksual yang menuntut pemenuhan).
Anak-anak semakin mengalami keresahan dimana pendidikan yang ada di negeri
ini juga tidak menyiapkan mereka untuk memiliki kematangan berpikir dan bersikap dengan
landasan ideologi Islam.
Dapat kita bayangkan anak-anak yang sudah baligh mengalami penderitaan, di satu sisi
dilarang menikah (karena adanya batasan definisi anak-anak dibawah 18 tahun menurut UU
No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 ayat 1), disisi lain mereka senantiasa
mengkonsumsi produk-produk yang membangkitkan naluri seksual
(film,sinetron,buku,komik,video dan di tempat-tempat umum). Ini akan membuat mereka
gelisah,bingung bahkan sangat mudah terjerumus kedalam pergaulan bebas termasuk
perzinahan.
Ditambah lagi peran orangtua sebagai pendidik dan penanggung jawab telah digantikan oleh
benda-benda elektronik dan pembantu karena orangtua sibuk berada di luar rumah mengejar
materi dan eksistensi diri. Menurut polling yang dilakukan lembaga anti kekerasan online
anak-anak, National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), sebesar 75%
atau 3 dari 4 anak tersasar dan menemukan gambar-gambar porno dan kekerasan di internet.
Barangsiapa yang mati dan tidak ada baiat di pundaknya, matinya mati jahiliyah (HR.
Muslim)
Wallhu alam bi ash-shawb.
Saat ini publik tengah diramaikan dengan kabar pernikahan anak sulung Ustadz Arifin Ilham
yang bernama Muhammad Alvin Faiz, dan mendadak jadi perbincangan hangat Pada Sabtu, 6
Agustus 2016 ,Alvin resmi meminang Larissa Chou, gadis keturunan Tionghoa yang juga
menjadi seorang muallaf. Pernikahan Alvin hangat diperbincangan karena ia memutuskan
untuk menikah di usia yang terbilang muda, yakni di usia 17 tahun. Begitupun dengan larissa
chou yang juga masih berusia 20 tahun. Akad nikah diselenggarakan pada pagi hari pukul
06.00 WIB di Masjid Az-zikra, sentul, Bogor, Jawa Barat. Tetapi disisi lain perjuangan Alvin
untuk melangsungkan pernikahan tidaklah semulus yang dibayangkan karena Alvin sempat
ditolak oleh KUA Bogor saat mengurus surat surat nikah, alhasil alvin pun harus mengurus
permohonan izin negara untuk pernikahan dibawah umur di Pengadilan Agama Cibinong.
Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka
hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan
dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya (HR. Bukhori-
Muslim).
Islam hanya menganjurkan bagi mereka yang sudah mampu. Orang yang akan menikah
hendaknya benar-benar yang sudah mampu, baik secara jasmani, rohani, dan ekonomi. Tetapi
di zaman sekuler seperti saat ini, banyak pemuda yang sebenarnya mereka sudah siap untuk
menikah tetapi terkendala dalam masalah ekonomi sehingga mereka enggan untuk segera
menikah, dan merekapun menempuh jalan haram seperti pacaran untuk menyalurkan
Gharizah Nau ( Naluri berkasih sayang ). Dari situlah Hukum nikah yang asalnya sunnah
berubah menjadi wajib bagi seseorang yang sudah tidak bisa menahan Gharizah Nau tersebut.
Berbeda halnya jika syariat islam diterapkan, justru negaralah yang akan memfasilitasi dan
mempermudah para pemuda untuk menikah jika pemuda itu sudah siap untuk menikah
sehingga tidak akan ada permasalahan seperti pergaulan bebas yang ada pada saat ini, karena
islam menjaga kehormatan dan kesucian pada diri seseorang. Wallohualam bish shawwab.
Pernikahan dini, banyak dijumpai atas dasar alasan adanya kecelakaan dalam pergaulan
hingga menimbulkan KTD Kehamilan Tak Diinginkan. Oleh karenanya, banyak pasangan
menikah demi meredam pergunjingan masyarakat, meskipun pernikahan tersebut rentan
konflik. Ini karena pernikahan itu atas dasar keterpaksaan, bukan karena kesiapan serta
orientasi nikah yang kuat.
Pernikahan dini seringkali dijadikan solusi atas kasus kenakalan remaja. Sebuah penelitian
melaporkan sekitar 90% pelajar di salah satu kota di Indonesia yang mayoritas penduduknya
beragama Islam sudah tidak perawan lagi. Di era pergaulan yang semakin bebas, ada
sebagian anggapan bahwa persoalan ini dapat diselesaikan dengan pernikahan dini .
Secara umum pernikahan dini adalah pernikahan di usia belia atau pernikahan yang dilakukan
di bawah usia minimal yang diperbolehkan dalam aturan. Terdapat perselisihan antara konsep
agama dan negara dalam memaknai pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan melewati
batas minimal undang-undang perkawinan, secara hukum kenegaraan dianggap tidak sah.
Jadi, istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kaca
mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh.
Pernikahan dini merupakan salah satu hal yang akan memotong masa kecil seorang
anak/remaja. Meskipun banyak sekali negara maju yang mempersyaratkan usia minimal 18
tahun untuk menikah, rasanya hal tersebut banyak diabaikan di negara kita. Seperti adanya
sebagian remaja yang terjerumus dengan pergaulan bahkan perilaku seks bebas, maupun
adanya oknum masyarakat yang turut membantu pelegalan pernikahan dini melalui
pemalsuan data lahir di KTP Kartu Tanda Penduduk agar bisa mencatatkan pernikahan
secara sah. Namun, masyarakat banyak yang belum menyadari bahwa pernikahan di usia
dini dapat menyebabkan adanya gangguan kesehatan reproduksi dan seksual; terutama bagi
perempuan.
Menurut hasil penelitian, di daratan Afrika mereka yang menikah pada usia dini memiliki
resiko lebih tinggi untuk terkena IMS dan HIV. Hal ini didasarkan pada temuan bahwa
biasanya dalam pernikahan din, usia pengantin perempuan jauh masih sangat muda,
sementara sang suaminya berumur jauh lebih tua. Suami biasanya memiliki pengalaman seks
jauh lebih banyak dan terkadang membawa penyakit kelamin seperti infeksi IMS dan HIV
yang kemudian ditularkan kepada istrinya.
Secara sosiologis, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini
disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum
matang. Oleh karenanya, meskipun belum ideal pemerintah hanya mentolerir pernikahan di
atas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk perempuan.
1) Wajib, menikah menjadi wajib bagi seseorang yang mampu secara lahir batin
melakukannya dan dikhawatirkan tidak dapat menahan diri dari perbuatan zina
2) Sunnah, apabila seseorang mampu memenuhi kebutuhan lahir batin dalam berumah
tangga, misalnya bisa memberi mas kawin dan kebutuhan lainnya. Sementara itu pada
dasarnya ia masih bisa menahan nafsu untuk tetap berada di jalan yang benar tanpa tergoda
ke jalan yang menyimpang dari syariat Islam
3) Mubah, jika seseorang mempunyai niat menikah tapi belum mampu mendirikan
kehidupan rumah tangga.
4) Makruh, terlaku bagi seseorang yang belum mempunyai niat untuk menikah dan juga
belum mampu dalam menjalani kehidupan rumah tangga, atau seseorang yang sebenarnya
sudah punya niat menikah tapi masih ragu-ragu.
5) Haram, hukum ini berlaku bagi seseorang yang menikah dengan maksud untuk tidak
menjalankan kehidupan sebagai suami-istri.
Seringkali pernikahan dini dilakukan agar seseorang dapat menjaga kesucian (iffah) dan
akhlaknya, mengingat menjaga kesucian dan akhlak hukumnya wajib bagi setiap muslim.
Dalam pandangan ini, pernikahan dini dianggap menjadi wajib manakala alasannya untuk
menghindari pergaulan bebas dan adanya kekhawatiran tidak dapat menjaga diri. Namun, bila
hal itu dilakukan atas paksaan orang tua maupun sekedar alasan budaya masyarakat, maka
hukum pernikahan tersebut tak lagi tidak lagi wajib.
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui
proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar
siap dan matang secara fisik, psikis dan mental. Belakangan, penting juga untuk
mempertimbangkan pandangan UU No.23 tahun 2004 tentang Perlindungan Anak; yang
menyebutkan bahwa seseorang masih di bawah umur manakala belum mencapai usia 18
tahun.
Adapun mafsadat atau dampak negatifnya ada beberapa hal pula. 1) Dalam tinjauan
kesehatan, perempuan yang menikah di usia muda akan rentan terkena kanker leher rahim.
Hal ini dikarenakan sel-sel rahim belum matang sepenuhnya sehingga membawa kondisi
yang belum siap dalam interaksi prilaku seksual. 2) Dalam tinjauan Psikologi, pernikahan
dini bisa berdampak pada depresi. Depresi akibat pernikahan dini yang bisa terjadi pada
kondisi berbeda, sesuai dengan kadar stress maupun beratnya beban pemikiran terhadap suatu
masalah. Dan bentuk depresi tersebut sama-sama memberikan dampak negatif yang
berbahaya. Dan 3) Hadirnya konflik keluarga yang berujung pada perceraian. Kesibukan
sebagai rmaja, adanya keterbatasan dalam hal kedewasaan maupun cara berfikir dan
memecahkan masalah akan menjadi faktor pemicu konflik yang bisa berujung pada
perceraian.
Semua pilihan tergantung pada Anda. Namun, menunda pernikahan hingga usia lebih matang
dan siap secara fisik, psikologis dan lainnya, tetaplah pilihan terbaik!
DEFINISI
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh salah satu pasangan yang memiliki
usia dibawah umur 17 tahun atau oleh orang yang belum berusia dewasa
Kenakalan remaja adalah perbuatan yang melanggar norma, aturan, atau hokum dalam
masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau masih masa anak-anak
PRO
Dapat berpikir lebih dewasa, orang yang telah menikah cenderung memiliki pemkiran yang
lebih dewasa dalam tindakan dua perilaku
Lebih mandiri
Memiliki orang terkasih, jika anda menikahi orang yang dicintai
Nikah adalah menjaga agama dan menjaga keturunan, karena dengan pernikahan dini dapat
menghindarkan diri dari kenakalan remaja atau pergaulan bebas
Pernikahan dini dilakukan agar seseorang dapat menjaga kesucian dan akhlaqnya, dalam
hal ini pernikahan dapat berubah hukumnya dari sunnah menjadi wajib karena beralasan
untuk menghindari pergaulan bebas dan adanya kekhawatiran tidak dapat menjaga diri
Manfaat dari pernikahan dini : Membangun kehidupan denga bertanggung jawab atas
suami/istrinya dan mengatur urusan sendiri tanpa bergnatung pad orang tua, kebebasan yang
lebih, sehingga menjadi mandiri secara financial dan emosional
Dalam hokum islam pernikahan dilakukan untuk menjaga agama dan keturunan, sehingga
apabila beralasan pergaulan bebas dan khawatir tidak bisa menjaga diri bisa dipastikan ini
untuk menjalankan hokum islam sehingga meaksanakan pernikahan dini
Hasil sebuah penelitian 90% mahasiswi di salah satu kota besar dinegara ini tidak perawan
lagi, sehingga disini pernikahan dini harus dilakukan sehingga tidak ada kejadain tidak
perawan sebelum menikah
UU 1/74 pasal 7 ayat 1 dan 2
UU 1/74 pasal 2 ayat 1
Pernikahan diusia remaja bukan sebuah penghalang untuk meraih prestasi yang lebih baik
Usia bukan ukuran pertama untuk menentukan kesiapan mental dan kedewasaan seseorang
Menikah bisa menjadi solusi alternative untuk mengatasi kenakalan kaum remaja yang
tidak terkendali
Pergaulan bebeas dan free sex sudah tidak asing lagi ditelinga kaum remaja, untuk
menanggulangi musibah kaum remaja hanya satu jawaban : menikah
Menghindari terjadinya perzinaan yang merupakan salah satu dosa besar dalam ajaran
islam
KONTRA
Percaraian meningkat karena pernikahan dini (karena kecelakaan, dan hal itu lebih karena
keterpaksaan, bukan kesadaran atau kesiapan mental)
Pernikahan diusia dini dapat menyebabkan adanya gangguan kesehatan reproduksi dan
seksual (terutama bagi perempuan)
Dilihat dari segi kedokteran pernikahan dini dipandang memiliki banyak dampak negative,
seperti perempuan yang menikah dini rentan mengidap karker serviks (kanker mulut rahim)
Pernikahan dini dapat mengurangi keharmonisan keluarga, disebabkan oleh emosi yang
masih labil dan cara berfikir yang belum matang
Hukumnya makruh, karena belum mempunyai niat untuk menikah dan juga belum mampu
dalam menjalani kehidupan rumah tangga
Menurut hasil penelitian didaratan afrika mereka yang menikah diusia dini memiliki resiko
untuk terkena HIV. Disarkan pada temuan bahwa biasanya dalam pernikahan dini usia
perempuan lebih muda dibandingkan laki-laki. Suami biasanya lebih berpengalaman dan
membawa penyakit kelamin, seperti inveksi HIV
Pengantin juga dipaksa untuk sesegera mungkin mendapatkan kehamilan dan mempunyai
anak. Hal itu dapat meningkatkan kematian ibu hamil karena pada usia 15-19 tahun rentan
terkena komplikasi kehamilan. Kesimpulannya pernikahan dini memiliki banyak dampak
negative ditinjau dari segi kedokteran
UU pernikahan pasal 7 ayat 1, pernikahan hanya di izinkan jika pihak pria 19 th dan wanita
16th
Pernikahan akan mengorbankan pendidikan, karena akan focus pada mencari nafkah dan
mengurus keluarga