Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PENYAKIT INFEKSIUS I

SUATU USAHA SERTA LANGKAH PENANGGULANGAN


TUBERCULOSIS PADA TERNAK

OLEH :

NAMA : AZA ANNISA UTAMI

NIM : 1402101010099

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu penyakit yang dapat diderita oleh manusia dapat disebabkan oleh karena
adanya perpindahan agen penyakit yang berasal dari hewan ke manusia, yang lazim kita sebut
sebagai penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis yang perlu mendapat perhatian di Indonesia
pada saat ini adalah masalah tuberkulosis. Kasus tuberkulosis sebagai problema kesehatan
masyarakat banyak terjadi khususnya di negara-negara yang sedang berkembang atau negara-
negara yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang rendah.
Oleh karena itu tuberkulosis sebagai penyakit yang digolongkan zoonosis dapat
menulari manusia dari hewan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
melalui kontak dengan material yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculose
misalnya melalui saluran pernafasan atau secara aerosol dan secara tidak langsung melalui
mengkonsumsi bahan asal hewani yang terkontaminasi oleh Mycobacterium tuberculose
misalnya pada susu sapi.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan


dalam makalah ini yakni apa saja usaha serta langkah penanggulangan tuberculosis pada
ternak?

Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui usaha serta langkah
penanggulangan tuberculosis pada ternak.
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit TB disebabkan oleh grup strain mycobacterium yang berhubungan dekat,


seperti Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis), M.bovis, M.africanum, dan M.microti
yang biasanya dikenal sebagai Mycobacterium tuberculosis complex (MTC) (LieBana et al.,
1996; Parsons, 2010; Riyanti, 2011). Mycobacterium bovis adalah penyebab paling umum
dari tuberkulosis pada sapi dan menginfeksi manusia, primata, dan ternak seperti babi,
domba, kambing, kuda, kerbau, unta. (Cosivi et al.,1995; Gunn-Moore, 2009).
Rute infeksi dari M.tuberculosis kebanyakan melalui sistem respirasi, namun dapat
juga melalui sistem pencernaan, kulit dan pakan. Domba dan kambing peka terhadap
M.tuberculosis dan M.bovis, namun kebanyakan kasus yang terjadi disebabkan karena
M.tuberculosis yang ditularkan oleh sapi, kambing dan manusia. (Brudey et al., 2006; Kassa
et al., 2011). Kambing yang terinfeksi penyakit TB dapat bertindak sebagai reservoir infeksi,
memfasilitasi transmisi ke manusia (Gutierrez et al., 1997;. Kubica et al., 2003; Rodriguez et
al., 2009; Bezos et al., 2011;), ternak sapi (Cvetnic et al., 2007; Vordermeier et al., 2002;
Bezos et al., 2010;) dan satwa liar (Prodinger et al., 2002). Menurut Kassa et al., (2012), di
Ethiopia TB pada domba dapat menular pada manusia. Hal ini terjadi karena kontak antar
peternak dengan ternak yang terinfeksi TB. Domba dan kambing pada umumnya terinfeksi
melalui pakan dan air yang sudah tercemar MTC.
Penyakit TB pada domba, terutama disebabkan oleh M.bovis dan M.caprae (Aranaz
et al., 2003; Bezos et al., 2012) adalah penyakit zoonosis yang berimplikasi bagi kesehatan
masyarakat, serta memiliki dampak ekonomi karena produksi kambing menurun, peningkatan
angka kematian dan biaya pengobatan. Kerugian akibat penyakit TB pada ternak dapat
berupa penurunan produksi susu, kehilangan berat badan dan pengafkiran bagian-bagian
daging yang terserang. (Anonimus, 2012). Hasil produk asal hewan yang terinfeksi penyakit
TB seperti susu, daging dan produk lainnya tidak dapat dikonsumsi (Tjahajati, 2006).
Mycobacterium tuberculosis dapat juga menyebabkan masalah lingkungan di peternakan dan
populasi satwa liar yang mengakibatkan kerugian ekonomi terkait dengan pemusnahan hewan
yang terinfeksi dan keterbatasan hasil ternak untuk diperdagangkan (Collins, 2006; Cousins,
2001; Kennedy dan Benedictus, 2001; Olsen et al., 2002.; Palmer, 2007; Bezos et al.,2010).
Di Spanyol, penyakit TB menimbulkan ancaman terhadap peternakan kambing, yang
berdampak penurunan pendapatan ternak walaupun tidak mengalami pemberantasan
sistematis pada populasi kambing.
Mengingat TB merupakan penyakit zoonosis strategis penting yang masih merupakan
problem global dunia, maka pentingnya tersedianya alat diagnosis yang spesifik, cepat dan
akurat, dalam rangka pemetaan dan pengendalian penyakit perlu mendapatkan perhatian.
Banyak laboratorium saat ini menggunakan teknik molekuler untuk mengidentifikasi isolat
Mycobacterium tuberculosis complex, salah satunya dengan menggunakan teknik Acridinium
ester-labelled DNA probe. Hanya saja probe ini tidak dapat membedakan spesies dari MTC
(Goto et al., 1991). Polymerase Chain Reaction (PCR) juga banyak digunakan untuk
identifikasi Mycobacterium. Metode PCR ini dapat digunakan untuk identifikasi spesies dari
MTC, yaitu dengan menggunakan primer dari fragmen gen yang spesifik untuk masing-
masing spesies MTC (LieBana et al., 1996).
Deteksi TB dengan multiplex Polymerase Chain Reaction (m-PCR) pada ternak
menjadi sangat penting karena didasarkan pada DNA spesifik yang dimiliki oleh
M.tuberculosis dan M.bovis, yang dapat dideteksi dengan satu langkah metode PCR. Ternak
sapi, kambing, dan domba dapat terinfeksi M.tuberculosis dan M.bovis, merupakan strain
yang banyak menyerang pada manusia dan diketahui sangat berbahaya serta merugikan
(Dolin, l994; Aranaz et al., l996). Pembuatan perangkat diagnostik m-PCR menjadi sangat
penting diperlukan untuk mewujudkan alternatif pemecahan diagnosis TB ternak, mengingat
TB merupakan penyakit zoonosis strategis penting yang sampai saat ini masih merupakan
problem global dunia, termasuk juga di Indonesia. Tersedianya perangkat diagnosis yang
cepat, tepat, dan akurat akan dapat merupakan pemecahan awal, dan dapat diaplikasikan
untuk menentukan prevalensi kejadian TB pada ternak, sehingga pada akhirnya dapat
dilakukan pemetaan penyakit TB pada berbagai ternak yang ada di Indonesia.
PEMBAHASAN

Untuk mencegah terjadinya dan berjangkitnya tuberkulosis pada ternak piara dapat
dipakai cara vaksinasi BGG yaitu dengan harapan akan terjadi daya tolak penyakit yang
ditimbulkan oleh terbentuknya antibodi akibat vaksinasi tersebut. Akibat sampingan yang
diderita oleh sapi yang rnengalami vaksinasi yaitu akan menunjukkan gejala kenaikan suhu
dan pembengkakan pada limfoglandula yang superfisial, seperti yang dikatakan oleh
Legendre et al. (1979) bahwa setelah diadakan vaksinasi BGG pada kucing secara subkutan
akan terjadi kenaikan suhu tubuh, leukositosis, neutrophilia, dan pembengkakan pada
limfoglandula superfisial.
Pada dasarnya pengendalian tuberkulosis pada kelompok ternak sapi meliputi
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mendeteksi adanya tuberkulosis dan mengeluarkan sapi reaktor dari ternak
kelompok.
2. Mencegah penyebar luasan infeksi dalam kelompok
3. Mencegah masuknya kembali penyakit ke dalam kelompok.
Ketiga langkah tersebut dianggap sangat penting untuk dikerjakan secara
sungguh-sungguh. Dengan tidak mengerjakan salah satu langkah tersebut akan
mengakibatkan program pengendalian tidak berjalan dengan baik.
Deteksi sapi reaktor dilakukan dengan penerapan uji tuberkulin seperti dengan
menggunakan metode penyuntikan tunggal tuberkulin PPD secara intradermal pada sapi
umur 3 bulan keatas, hal ini harus dilakukan dan ditafsirkan hasilnya secara hati-hati.

Test and Slaughter


Cara lain yang pada saat ini lebih banyak dipakai adalah dengan menjalankan "Test
and Slaughter" yaitu suatu cara dimana sapi tersebut akan dilakukan uji tuberkulin dan
apabila menghasilkan sapi yang dianggap sebagai reaktor akan disingkirkan dan kemudian
dipotong, sedangkan yang memberikan hasil negatif dibebaskan dan yang memberikan hasil
dubhius atau meragukan ditunggu dalam jangka waktu tertentu dan akan diuji kembali
dengan cara yang sama. Cara ini telah banyak dipakai dan hasilnya cukup dapat dipercaya
untuk pencegahan tuberculosis pada ternak. Di Wales telah dilakukan pemotongan sejumlah
84 ekor sapi yang diuji tuberkulin memberi reaksi positif atau dianggap sebagai reaktor
(Nicholas, 1981). Blood dan Handerson (1974) menyatakan bahwa tindakan yang tepat dan
paling baik untuk mengatasi penularan dan mencegah terjadinya wabah tuberkulosis, pada
ternak adalah dengan cara Test and Slaughter dibandingkan dengan mengadakan vaksinasi
ECG.
Untuk pencegahan penularan penyakit ke manusia, perlu diperhatikan mengenai
kebersihan kandang dan kesehatan peternak yang merupakan dua hal yang paling penting
untuk mengontrol terjadinya mastitis yang dapet mengancam kesehatan manusia (Philpot,
1979), sebab dengan keadaan ambing yang bersih dan sehat akan dapat mencegah kuman
menginfeksi tubuh manusia, termasuk dalam hal ini adalah kurman mycobacterium bovis.
Di Amerika serikat pemberantasan penyakit tuberkulosis pada ternak dilakukan
dengan serius sekali dan cukup besar-besaran. Hal ini dilakukan karena adanya suatu
anggapan bahwa apabila dengan bebasnya ternak sapi dari infeksi kuman tuberkulosis akan
dapat memberi jaminan pengurangan kasus tuberkulosis pada manusia (Thoen et al,- 1979).
Dari segi pengobatan pada ternak penderita dengan anti biotik saja kurang
menunjukkan hasil yang baik tetapi apabila dikombinasi dengan Para Amino Salyc acid dan
ACTH mernpunyai efek yang baik (Andrew, 1952). Sedangkan penelitian yang lebih lanjut
menyatakan bahwa pengobatan yang memberikan hasil terbaik adalah dengan pemberian
streptomycin, PAS dan isomizide (Kaelson dan Carr, 1970). Untuk anak sapi yang dilahirkan
dari induk yang terinfeksi tuberkulosis, dapat diberikan khemoterapika.

Pasteurisasi Susu
Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat maka susu dapat dianggap sebagai salah satu
media yang cukup potensial untuk memindahkan agen penyakit dari ternak ke manusia. Oleh
karena itu pengolahan, air susu sapi menjadi produk lainnya perlu diperhatikan dan
merupakan salah satu pencegahan terjadinya penularan dari ternak ke manusia. Air susu sapi
yang telah terkontaminasi oleh kuman dapat dimatikan dengan jalan menaikkan suhu susu
tersebut menjadi 143 Fahrenheit atau 60 Celcius selama 30 menit. Cara ini biasa kita sebut
dengan Pasteurisasi (Millier,1976).
Willkocks dan Bahr (1978) menyatakan bahwa untuk mematikan kuman tuberkulosis
pada susu sapi dapat dipakai cara pasteurisasi yaitu dengan memasak air susu sampai 60
Celcius selama 15 hingga 20 menit. Air susu yang telah dipasteurisasi akan bebas dari kuman
tersebut. Tetapi untuk lebih mengamankan sebaiknya susu tersebut sampai mendidih pada
waktu memasak. Dengan cara ini merupakan salah satu pencegahan terjadinya penularan
tuberkulosis dari ternak ke manusia.
Pengolahan air susu menjadi berbagai produk susu seperti mentega, keju dan Yoghurt
juga merupakan suatu cara yang baik untuk membunuh kuman tuberkulosis. Dalam proses
pengolahannya selalu dimulai dengan mempasteurisasi susu sehingga apabila dikonsumsi
oleh manusia terutama anak-anak akan aman terhadap bakteri yang pathogen termasuk
diantaranya Mycobacterium bovis.
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan terlebih dahulu maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yaitu :
1. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang digolongkan ke dalam penyakit
zoonosis dan merupakan suatu penyakit yang perlu mendapat perhatian dalam
bidang kesehatan masyarakat.
2. Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit tuberkulosis pada ternak dipakai
suatu cara atau kebiasaan yang disebut sebagai "Test and Slaughter".
3. Kebersihan dan kesehatan peternak merupakan faktor yang penting dalam segi
penularan penyakit zoonosis.
4. Pemberantasan tuberkulosis pada ternak akan mengurangi terjadinya wabah
tuberklilosis pada manusia.
5. Pasteurisasi air susu dapat mencegah terjadiuya penularan tuberkulosis dari ternak
ke manusia.
6. Pengolahan air susu menjadi suatu produk susu seperti mentega, keju dan Yoghurt
mexupakan suatu cara yang baik untuk membunuh kuman tuberkulosis.
DAFTAR REFERENSI

Carrasco, D. Calvo dan Neil A. Forbes. 2016. Aspergillosis: Update on Causes, Diagnosis,
and Treatment. Companion Animal, Vol. 21, No. 1

Hernandez, S. Fernandez., dkk. 2015. Invasive Pulmonary Aspergillosis in an


Immunocompetent Host. Crit Care & Shock No. 18:43-45

Gholib, Djaenudin. 2005. Pengembangan Teknik Serologi untuk Pemeriksaan Aspergillosis


Ayam. JITV, Vol. 10 No. 2

Hartoyo, Bambang., dkk. 2015. Pengaruh Bungkil Inti dan Lumpur Sawit yang Difermentasi
dengan Aspergillus sp asal Akar Bambu terhadap Kandungan Lemak Ayam
Broiler. Agripet, Vol 15, No. 2

Anda mungkin juga menyukai