Pengendalian infeksi M. bovis pada manusai dapat dilakukan dengan pastuerisasi
susu, vaksinasi dengan BCG, pengendalian dan eradikasi tuberculosis pada sapi. Pengendalian yang utama dalam pencegahan M. bovis adalah dengan pembuatan program pengendalian dan pembasmian tuberculosis pada sapi. Tindakan eradikasi biasanya berupa uji tuberkulin secara berulang sampai semua kasus tuberculosis tidak ditemukan lagi dan memisahkan reaktor dari kawanannya. Tetapi pada kenyataannya pelaksanaan ini sangat sulit dilakukan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tuberculosis dan biaya yang cukup mahal untuk melakukan uji tuberkulin pada sapi secadara berulang. Bahan yang paling efektif dalam membunuh bakteri TBC adalah senyawa phenol 2-3%, kresol 2-3% atau ortophenil 1%. Desinfektan ini digunakan untuk membersihkan kandang dan peralatan lainnnya. Pencegahan dini Pendidikan kesehatan Yaitu dengan cara dilakukannya penyampaian kepada masyarakat tentang pengetahuan ilmiah dasar tentang faktor-faktor yang menyebabkan penyakit tuberculosis. Penyampaian ini harus dirancang dengan baik, dan disampaikan oleh orang-orang yang mengetahui adat istiadat, pola dan latar belakang budaya setempat. Perlindungan individual Pekerja-pekerja dipeternakan sapi, kebun binatang maupun di laboratorium yang selalu kontak dengan hewan yang rentan terinfeksi tuberculosis harus dilindungi. Perlindungan ini bisa berupa penggunaan pakaian pelindung, kenyamanan dalam bekerja, pengetahuan tentang keselamatan kerja, kesehatan dan kebersihan pribadi. Pekerja juga harus diperhatikan kesehatannya dengan memeriksakan ke dokter secara berkala. Imunisasi terhadap tuberculosis Yaitu dengan melakukan vaksinasi terutama pada bayi dan anak-anak dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin). Vaksin ini berupa M. bovis hidup yang telah diatenuasikan, aman dan sangat kuat dalam melindungi manusia terhadap infeksi M. Bovis dan M. tuberculosis. Vaksin ini cukup aman dan dapat mencegah 80% kasus Tuberculosis paru-paru dan 100% meningitis tuberculosa. Revaksinasi dianjurkan dilakukan dalam interval 5, 10 dan 15 tahun. Vaksin BCG tidak memberikan perlindungan yang baik pada sapi dan hewan eksotik. Tindakan vaksinasi BCG pada sapi akan mengganggu uji tuberkulinasi karena akan bereaksi. Pemberian kemoprofilaksis Menurut DINAS KESEHATAN DKI JAKARTA (2002) pencegahan agar tidak tertular kepada orang lain: 1. Penderita tuberculosa paru: Minum obat secara teratur sampai selesai Menutup mulut waktu bersin atau batuk Tidak meludah di sembarang tempat Meludah di tempat yang kena sinar matahari atau di tempat yang diisi sabun atau karbol/lisol 2. Untuk keluarga: Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur Buka jendela lebar-lebar agar udara segar & sinar matahari dapat masuk Kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari Pencegahan yang lain Imunisasi BCG pada bayi Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi PENGOBATAN Pengobatan TBC hanya dilakukan pada penderita manusia, karena wadah sumber (reservoir) TBC justru terutama adalah amnusia, baru kmudian ternak sapi perah. Dihidrosteptomisin cukup efektif untuk membunuh bakteri TBC. Obat lain yang bisa diberikan adalah Etambutol dan Rifampisin. Tiga prinsip pengontrolan TBC di bidang veteriner: 1. Test and Slaughter Ternak sapi yang dinyatakan TBC dengan uji tuberkulin, maka sapi tersebut dipotong. Cara ini dilakukan hampir di semua negara. 2. Test and Segragation Metode ini merupakan modifikasi dari butir 1 yang biasa dilakukan di negera-negara Eropa. Penderita yang positif TBC di[pisahkan dan diisolasi, dan kalau dapat diupayakan untuk dilakukan pengobatan. 3. Test and Chemoterapy Yaitu upaya pengobatann dengan menggunakan INH (Isoniazil). Metode ini beresiko gagal tinggi, karena > 205% kasus refraksi, melahirkan strain tahan obat. Bahaya lainnnya yaitu susu yang dihailkan akan terdapat residu INH, apabila chemoterapy ini dihentikan, maka sering menyebabkan penyakit timbul kembali. Keberhasilan dalam penanganan TBC ini dipengarihi oleh beberapa faktor: a) Sarana dan prasarana dalam melakukan pengobatan b) Obat yang diberikan merupakan obat terbaiak tetapi harus dapat terjangkau oleh penderita c) Diadakannnya penyuluhan kepada masyarakat dan keluarga tentang TBC d) Ada tidaknya penyakit lain yang diidap oleh penderita seperti kencing manis dan HIV. KEJADIAN TBC DENGAN KESEHATAN MASYARAKAT TBC pada hewan dapat menyebabakan kerugian secara ekonomi yang sangat besar karena produksi daging dan susu sangat menurun, disamping bagian-bagian jaringan hewan potong yang menderita TBC harus dimusnahkan. Disarankan apabila ditemukan hewan kesayangan seperti anjing dan kucing terinfeski TBC untuk dilakukan euthanasia. Hewan potong seperti sapi, domba, kambing, babai dan sebagainya apabila terinfeksi TBC, maka harus dibakar atau dikubur dalam-dalam. TBC lokal sering terjadi pada kelenjar ambing atau paru-paru, maka bagian organ tersebut harus ditolak (diafkir). Sekitar 5% sapi penderita TBC menunjukkkan adanya radang ambing TBC (mastitis tuberculosis). Air susu yang terinfeksi merupakan sumber penularan penyakit pada anak sapi, ternak babi dan manusia. STRATEGI PENANGGULANGAN TBC SECARA NASIONAL Paradigma sehat Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan penderita TB sedini mungkin, serta meningkatkan cakupan Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO Komitmen politis dari para pengambil keputusan (tripartite), termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC Peningkatan mutu pelayanan di tempat kerja Pelatihan seluruh tenaga pelaksana Mengembangkan materi pendidikan kesehatan tentang pengendalian TBC mengunakan media yang cocok untuk tempat kerja Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check). Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuk KPP (Kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit). Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana mandiri). Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan. Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus. Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Pencatatan pelaporan dilaksanakan dengan teratur lengkap dan benar. Pengembangan program dilakukan secara bertahap. Advokasi sosialisasi kepada para pimpinan perusahaan, organisasi pekerja mengenai dasar pemikiran dan kebutuhan untuk TBC kontrol yang efektif, mencakup kontribusinya dalam pengendalian TBC di tempat kerja. Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana). Membuat peta TBC sehingga ada daerahdaerah yang perlu di monitor penanggulangan bagi para pekerja. Memperhatikan komitmen internasional.