1, Januari 2009
ABSTRACT
Development of physical build progress at DKI Jakarta area is increase pass by
increase all the sector to make changes fungtion of landform like than forest
fungtion, farms fungtion make real estate area, hotels and industries area. And
than recharge area to decrease that is all, maked to changes of hydrology cycle
is that decrease water rainfall to infiltrated to increase of runoff water.
Hydrology and some factor to affected groundwater static water level at the
shallow aquifer and value of infiltration capacity, and rainfall at The DKI Jakarta
area, to make total artificial recharge to be needed of conservation methode at
shallow aquifer. Lower plain of Jakarta Coastal added at North part of West Java,
with has spread from West part of Java to East following North Coastal from
West Java until Cirebon City, with wide plus minus 40 Km. In the regional North
Coatal plain added with some high area and sub basin. Jakarta area is a part
sedimentation sub basin and they call of Ciputat sub basin, the West part this
basin bodered by Tangerang High, at the East part by Rengasdengklok High and
at the South part gradational to Bogor Antikinorium.
Generally of DKI Jakarta area has to investigation by Soekardi (1985(, Nippon
Koei et. Al (Cisadane River Basin Development Feassibility / CRBDFS, 1987),
with to make differeanted of Jakarta Groundwater Basin to four part that is
Coastal area are North of Tangerang Jakarta Bekasi, , Terraces area at the
central art basin, the Tertiary bedrock with small production and volcano slope
area of Salak and Pangrango. Thickness of Quartenary sediment in the Central
Basin to interpretative than 250 meters until 300 meters, and less thickness to
South West South South East from Jakarta about 25 meters to 50 meters
(Warsito, 1985), because closed by contack with Tertisru sediments.
From the analysis are finally of infiltration capacity (after balanced point) at the
DKI Jakarta area is variatiun. Finally of infiltration capacity is lower value (0,01
Cm/ minutes) they are at the location two, three, four, and the higher (1,98 Cm /
minutes) at the location 71. Perbandingan of smaller value and higher value is
198. In the geography position higher value at the South part, and smaller value
at the North part.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009
1. LATAR BELAKANG
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang ada di bumi, merupakan
sumber daya alam yang bisa terbarukan (Renewable) dan berperan sangat vital
didalam pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan, termasuk didalamnya
keperluan penunjang kehidupan mahluk hidup di dunia (termasuk manusia
terutama). Air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah di
lingkungan akademik disebut airtanah. Sedangkan untuk lingkungan birokrat
pemerintahan di Indonesia, sesuai dengan Kepmen ESDM No. 1451 Tahun
2000, disebut sebagai air bawah tanah.
Saat ini kebutuhan akan airtanah semakin meningkat selaras dengan
bertambahnya waktu dan meningkatnya pertumbuhan penduduk serta pesatnya
kemajuan teknologi, sehingga airtanah menjadi barang yang bernilai ekonomis
dan dapat diperdagangkan. Mengingat peranan airtanah yang semakin strategis
maka pengambilan airtanah harus memperhatikan kesinambungan dan
kelestariannya sehingga perlu adanya pengelolaan pengambilan airtanah.
Perkembangan pembangunan Wilayah DKI Jakarta yang terus meningkat seiring
dengan lajunya pembangunan dalam segala sektor maka akan terjadi alih fungsi
lahan seperti dari fungsi hutan, perkebunan, dan persawahan menjadi kawasan
permukiman, perdagangan, perhotelan atau kawasan industri. Dengan demikian
daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan (recharge area) akan
berkurang luasnya. Dari sisi hidrologi, hal demikian akan menimbulkan
perubahan siklus hidrologi yaitu berkurangnya air hujan yang meresap ke dalam
tanah sehingga meningkatkan limpasan air permukaan.
Penyediaan air bersih untuk permukiman, industri, dan kebutuhan seharihari
masyarakat sudah menjadi masalah besar untuk Wilayah DKI Jakarta karena
keterbatasan PDAM yang hanya dapat melayani 40% kebutuhan air bersih
untuk Wilayah DKI. Maka sebagian besar ( 60%) penduduk Jakarta memenuhi
kebutuhan air bersih dengan mengambil dari airtanah, akan tetapi kondisi
airtanah dalam (deep groundwater) pada saat ini sudah cukup memprihatinkan
baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini terungkap dari hasil para peneliti
terdahulu yang menyatakan bahwa muka airtanah terus menurun dari tahun ke
tahun di Wilayah DKI Jakarta akibat dari pengambilan airtanah yang tidak
terkontrol sehingga berpengaruh terhadap kondisi muka airtanah dangkal
(shallow groundwater).
Airtanah yang terdapat dalam akifer dapat diperbaharui (renewable) namun
proses pengisian akifer oleh air hujan memerlukan waktu yang cukup lama
dengan pelaksanaan majemen dan system kontrol yang akurat. Hal ini ditambah
dengan perubahan fungsi lahan yang mengakibatkan berkurangnya daerah
resapan airtanah. Berdasarkan kenyataan ini perlu adanya penanganan lebih
lanjut dengan cara konservasi untuk menjamin ketersediaan airtanah dan
pemanfaatannya dengan tetap memelihara serta meningkatkan kuantitas dan
kualitas dari airtanah. Dalam konservasi airtanah hal yang perlu diperhatikan
adalah mengenai jumlah resapan air terutama air hujan yang masuk ke dalam
lapisan batuan penyimpan air (aquifer). Dengan mengetahui jumlah resapan air
maka akan dapat diketahui volume airtanah angbtersimpan dalam akifer (volume
storage), sehingga dapat ditentukan jumlah airtanah yang dapat diambil tanpa
merusak lingkungan Pengambilan airtanah yang berlebihan akan
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009
Wilayah dataran pantai dan undak / terrace, merupakan daerah dengan aliran
airtanah pada akifer melalui ruang antar butir, debit sumur umumnya 5 liter/detik,
terkadang bisa mencapai lebih dari 5 liter/detik terutama terdapat di Wilayah DKI
Jakarta. Wilayah lereng gunungapi Salak dan Pangrango, merupakan daerah
dengan aliran pada akifer melalui celahan dan ruang antar butir, debit sumur
umumnya kurang dari 5 liter/detik. Sedangkan wilayah batuan dasar Tersier
kedap air atau akifer dengan produktif kecil.
2.2. Cekungan Airtanah Jakarta
Pengertian cekungan airtanah adalah endapan batuan yang mempunyai lapisan
akifer dan mampu menghasilkan airtanah yang dibatasi oleh endapan kedap air
(impermeable) baik pada bagian tepi ataupun bawahnya. Penamaan cekungan
airtanah di Wilayah DKI ada;ah wilayah yang dibentuk oleh endapan Kuarter, hal
ini pertama kali dikemukakan oleh Koesoemadinata (1963) dengan nama
Cekungan Artosis Jakarta Gambar ).. Kemudian Soekardi dan Purbohadiwidjojo
(1975) menyebutnya sebagai Cekungan Artosis yang merupakan sebagian dari
Cekungan Artosis di Jawa Barat Utara. Patty (1978) (dalam Hehanusa, 1986)
menamakannya Cekungan Jakarta. Soenarto dan Widjaja (1985) menyebutnya
dengan nama Cekungan Airtanah Jakarta dan Runtiarko (1993) menamakannya
Cekungan Jakarta. Kemudian Maathuis (1996) kembali menyebutnya Cekungan
Airtanah Jakarta, dan untuk selanjutnya dalam tulisan ini akan disebut
Cekungan Airtanah Jakarta.
Batas cekungan dapat ditentukan dengan menggunakan peta geologi dan data
pemboran yang berada di sekitar Dataran Jakarta. Koesoemadinata (1963)
menarik batas cekungan bagian Barat mulai dari Parungpanjang Curug
Tangerang terus ke Utara, dibagian Timur mulai dari G. Kromong Jatiwangi
Indramayu dan terus ke Utara. Soekardi dan Purbohadiwidjojo (1975) menarik
batas mulai dari Tangerang Parung Depok dan terus ke arah Cikarang
dibagian Timur, sedangkan Maathuis (1996) menarik garis batas cekungan mulai
dari Kamal Pedongkelan Serpong S.Cisadane Bogor Cibinong
Cileungsi Bekasi hingga muara Bekasi. Penarikan garis batas cekungan
dibagian Selatan didasarkan pada adanya kontak endapan Kuarter dengan
singkapan batuan sedimen Tersier.
Ketebalan endapan Kuarter dalam Cekungan Airtanah Jakarta diduga lebih dari
250 meter dibagian tengah cekungan dan makin menipis ke arah batas
cekungan (Koesoemadinata, 1963) sedangkan Soekardi dan Purbohadiwidjojo
(1975) menafsirkan antara 250 meter hingga 300 meter dan makin tipis ke arah
Baratdaya Selatan - Tengara dari Jakarta antara 25 hingga 50 meter (Warsito,
1985) karena mendekati kontak dengan singkapan batuan sedimen Tersier.
2.3. Kelompok Akifer di Wilayah Cekungan Jakarta
Koesoemadinata (1963) pertama kali mengemukakan adanya pengelompokkan
lapisan akifer pada kedalaman 40 hingga 60 meter, 80 hingga 130 meter dan
seterusnya, kemudian Soekardi dan Purbohadiwidjojo (1975) mengelompokkan
akifer Cekungan Airtanah Jakarta menjadi empat, yaitu : 0 60 meter airtanah
bukan artois, 60 150 meter, 150 225 meter dan lebih dari 225 meter adalah
airtanah artois.
Pengelompokkan ini dikoreksi kembali oleh Soekardi (1982, dalam Soekardi
1986) menjadi tiga bagian yaitu : Akifer tak tertekan (unconfined aquifer), Akifer
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009
daerah ini berfungsi sebagai daerah resapan (recharge area), sedangkan daerah
Utara berfungsi sebagai daerah luahan (discharge area).
3. INFILTRASI
Infiltrasi adalah perjalanan air masuk ke dalam tanah / batuan sedangkan
perkolasi merupakan proses kelanjutan perjalanan air tersebut ke tanah / batuan
yang lebih dalam, dengan kata lain infiltrasi adalah perjalanan air ke dalam tanah
sebagai akibat dari gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi
(gerakan air ke arah vertikal). Setelah keadaan jenuh pada lapisan tanah bagian
atas terlampaui, sebagian dari air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam
sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi, laju
maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi,
kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah /
batuan dalam menyerap untuk melembabkan tanah / batuan. Sebaliknya apabila
intensitas hujan lebih kecil daripada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama
dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang
sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu milimeter / jam (mm/jam).
3.1. Sumur Resapan
Suatu upaya konservasi airtanah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan
pengisisan airtanah ke dalam akifer melalui pembuatan sumur resapan. Sumur
resapan akan dapat memberikan dampak yang sangat positif terhadap
peningkatan jumlah airtanah apabila tanah penutup bersifat impermeable dan
cukup tebal, dan sumur resapan itu menembus seluruh lapisan kedap atau
semikedap.
Sumur resapan air bakunya berasal dari air hujan, sehingga akan memiliki
kapasitas penampungan yang sangat dipengaruhi oleh intensitas curah hujan
dan luas tutupan lahan ataupun bangunan, sedangkan pengosongan air didalam
sumur resapan sangat tergantung kepada kelulusan akifernya. Manfaat dari
sumur resapan antara lain :
1) Dapat menambah meningkatkan permukaan airtanah (khususnya
airtanah dangkal).
2) Menambah potensi airtanah.
3) Mengurangi genangan banjir.
4) Melestarikan dan menyelamatkan sumber daya air untuk jangka
panjang.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009
Gambar 3. Dampak dari kenaikan muka airtanah akibat dari sumur resapan.
REFERENSI
Bemmelen, van, R.W, (1949), The Geologi of Indonesia, Martinus Nijhoff, The
Hague, Netherland.
Disbang DKI Jakarta dan P3G, (1995) Pemetaan Sebaran AkiferDKI Jakarta,
(tidak dipublikasikan)
Fetter, C. W. (1994), Applied Hydrogeology, 3rd ed., Macmillan College
Publishing Company.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1, Januari 2009