Anda di halaman 1dari 2

MAULID BIDAH?

Hari ini diyakini di negeri ini sebagai hari kelahiran Nabi mulia kita Muhammad
shallallahu alaihi wasallam atau dikenal dengan Hari Maulid. 12 Robiul Awal, walaupun
para ahli sejarah sesungguhnya berbeda pendapat tentang tanggal kelahiran beliau.

Tulisan ini sedang ingin melebarkan wawasan sekaligus melapangkan jiwa. Supaya anda
bisa memberi ruang bagi saudara anda untuk menempati salah satu relung hati. Karena
itu tujuannya, maka saya tidak pernah ridho jika siapapun yg membacanya, bertikai
setelahnya. Atau tulisan ini dijadikan sebagai senjata mengoyak rasa saudaranya.

Maulid bidah..?
Pertanyaan yg kali ini tidak saya jawab hukumnya. Tapi masalah penyikapan terhadap
saudara yg berbeda. Karena ada yang menjalankannya dengan khusyu berharap
pahala agung tapi ada yang mengatakannya sebagai perbuatan bidah yang mungkar.
Apakah dua hal ini mungkin disatukan. Sekilas kita jawab, mustahil!
Tapi perhatikan ulasan di bawah ini.
Ini masalah penyikapan.

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah jelas jelas mengatakan bahwa maulid dan peringatan
semisalnya adalah bidah dan tidak ada contohnya di salafush sholeh.

Tapi tunggu
Itu sikap beliau untuk dirinya dan siapapun yang mau mengambil pendapat beliau. Tapi
bagaimana dengan sikap beliau kepada orang yang berseberangan dengan pendapat
ini.
Berikut kalimat beliau langsung,

Mengagungkan maulid dan menjadikannya suatu perayaan, dilakukan oleh sebagian


orang. Dan hal itu menyebabkan pahala baginya dikarenakan niat baiknya dan
pengagungannya untuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sebagaimana yang telah
saya sampaikan bahwa hal itu baik bagi sebagian orang tapi buruk bagi mukmin yg
berhati hati. (Iqtidho ash shiroth al mustaqim 2/126)

Jelas betul, bahwa beliau tetap memegang prinsip, tapi tetap menyisakan ruang yang
lapang sekali bagi saudaranya. Bahkan dgn sangat berani beliau katakan, pelakunya
mendapatkan pahala. Pelaku bidah mendapatkan pahala??? Pasti kalimat patah ini
menggelayuti kepala siapapun yg tak memiliki keluasan ilmu dan kelapangan hati spt
Ibnu Taimiyyah.
Ahandai sikap dan menyikapi ini dipelajari beriringan.(BERHARAP)

Karenanya, Ibnu Taimiyyah memberikan contoh yang jauh lebih tinggi lagi yaitu pada
Imam Sunnah; Imam Ahmad rohimahulloh. Masih lanjutan kalimat di atas,

Karenanya dikatakan kepada Imam Ahmad tentang sebagian pemimpin: dia


mengeluarkan sekitar 1000 Dinar utk membuat sebuah mushaf.
Beliau menjawab: biarkan mereka. Itu infak terbaik emas (dinar).
Padahal madzhab beliau adalah menghias mushaf hukumnya makruh. Para ulama
madzhab menakwilkan bahwa hal itu untuk kualitas kertas dan tulisan yang lebih baik.
Tapi bukan itu yang dimaksud oleh Imam Ahmad. Maksud beliau adalah bahwa ini ada
kebaikannya tapi juga ada kerusakannya yang menyebabkan dihukumi makruh.
Tapi mereka ini jika tidak melakukan hal tersebut, mereka akan melakukan kerusakan
yang tidak ada kebaikannya sama sekali. Sepert mengeluarkan harta mereka untuk
menerbitkan buku buku peneman malam, syair syair atau hikmah Persia dan Romawi.

Allahu Akbar.!!!
Inilah FIKIH yang SESUNGGUHNYA.

Ada Fikih pertimbangan. Di hadapan Imam Ahmad ada dua pertimbangan:


1. Kebaikan bercampur kerusakan. Yaitu mencetak mushaf itu kebaikan, tapi menghias-
hias hingga menghabiskan sekitar 2M Rupiah itu kerusakan.
2. Atau uang itu akan dipakai untuk mencetak buku-buku yang tidak bermanfaat bahkan
cenderung besar mudhorotnya.
Maka keluarlah keputusan Imam ahlus sunnah, Imam Ahmad bahwa walau beliau tetap
berpendirian menghias hias mushaf itu makruh tapi untuk penguasa dan orang kaya itu,
biarkan dan itu baik baginya. Karena kalau tidak untuk mushaf, uangnya tetap
dihamburkan untuk hal yang sia-sia.

Bisakah anda seperti ini.


Inilah ilmu yang sesungguhnya

Bagi saudaraku yang mengagumi Ibnu Taimiyyah, bacalah seutuhnya tentang beliau.
Bagi saudaraku yang membenci Ibnu Taimiyyah, bukankah sudah anda lihat beliau tidak
seperti yang anda bayangkan.

Sekali lagiIni masalah KELUASAN ILMU


Tapi
Juga tentang MENGILMUI SIKAP

Semulia sikap Rasul kita.



Bersholawatlah untuk Nabi kalian

By Ustadz Budi Ashari, Lc.

Anda mungkin juga menyukai