Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum
mata kuliah Biologi Perikanan semester genap
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 21 / PERIKANAN C
VADHILAH SAVETRI 230110150181
DEVA LEONARD MOKESH 230110150194
MUTHIA NURLESTARI PUTRI 230110150197
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR
2
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir
Praktikum dengan judul Analisis Aspek Biologi (Pertumbuhan, Reproduksi,
dan Food Habits) IKAN LALAWAK (Barbodes balleroides) DAN IKAN
SEREN (Cyclocheilichtys repasson)ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan akhir praktikum ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan di masa
mendatang.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Demikian laporan ini kami buat semoga bermanfaat bagi kami dan
khususnya untuk para pembaca.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... vi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah.................................................................... 2
1.3 Tujuan.......................................................................................... 2
1.4 Kegunaan..................................................................................... 2
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Waduk Jatigede................................................. 3
2.2 Biologi Ikan Lalawak.................................................................. 4
2.2.1 Morfologi Ikan Lalawak.............................................................. 4
2.2.2 Klasifikasi Ikan Lalawak............................................................. 5
2.2.3 Habitat Ikan Lalawak.................................................................. 5
2.2.4 Aspek Pertumbuhan Ikan Lalawak.............................................. 6
2.2.5 Aspek Reproduksi Ikan Lalawak................................................. 6
2.2.6 Aspek Food Habits Ikan Lalawak,.............................................. 7
2.3 Biologi Ikan Seren....................................................................... 7
2.3.1 Morfologi Ikan Seren.................................................................. 7
2.3.2 Klasifikasi Ikan Seren.................................................................. 8
2.3.3 Habitat Ikan Seren....................................................................... 8
2.3.4 Aspek Pertumbuhan Ikan Seren.................................................. 9
2.3.5 Aspek Reproduksi Ikan Seren..................................................... 9
2.3.6 Aspek Food Habits Ikan Seren.................................................... 10
2.4 Pertumbuhan................................................................................ 11
2.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan.................................. 11
2.4.2 Hubungan Panjang dan Berat...................................................... 11
2.4.3 Faktor Kondisi............................................................................. 13
2.5 Reproduksi................................................................................... 14
2.5.1 Rasio Kelamin............................................................................. 15
2.5.2 Tingkat Kematangan Gonad........................................................ 15
2.5.3 Indeks Kematangan Gonad.......................................................... 18
2.5.4 Hepatosomatic Indeks................................................................. 19
2.5.5 Fekunditas.................................................................................... 19
2.5.6 Tingkat Kematangan Telur........................................................... 21
2.5.7 Diameter Telur............................................................................. 22
4
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 58
LAMPIRAN........................................................................................... 60
6
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
2.2Ikan Lalawak........................................................................ 4
2.3Ikan Seren............................................................................. 8
DAFTAR LAMPIRAN
2. Kegiatan Praktikum.............................................................. 63
3. Prosedur Praktikum.............................................................. 64
5. Pengolahan Data................................................................... 78
10
BAB I
PENDAHULUAN
Pentingnya melakukan pengamatan aspek biologis pada ikan mas ini yaitu
menambah pemahaman tentang biologi perikanan yang merupakan salah satu
upaya untuk memberikan kemampuan dalam menganalisis dan menduga
pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan. Sehingga dengan demikian dapat
melihat jumlah stok yang ada di alam berdasarkan ukuran ikan.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yaitu sebagai berikut :
1 Mengetahui pola pertumbuhan dari ikan lalawak dan seren
2 Mengetahui rasio kelamin dari ikan lalawak dan seren
3 Mengetahui kebiasaan makan dari ikan lalawak dan seren
1.4 Kegunaan
Kegunaan dari praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui aspek
pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makan ikan lalawak dan seren yang dapat
menjadi dasar dalam budidaya ikan lalawak dan seren. Pentingnya pemahaman
tentang biologi perikanan merupakan salah satu upaya untuk memberikan
kemampuan dalam menganalisis dan menduga pertumbuhan dan
perkembangbiakan ikan. Sehingga dengan demikian dapat melihat jumlah stok
yang ada di alam berdasarkan ukuran ikan.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Luvi (2000) nilai IKG ikan lalawak jantan berkisar atara 0.78%
sampai 6.26% sedangkan ikan lalawak betina memiliki nilai IKG sebesar 0.71%
sampai 29.03%. Menurut Effendie (2002), setiap spesies ikan dan bahkan pada
spesies yang sama, tidak memiliki kesamaan awal matang gonadnya. Hal ini dapat
disebabkan perbedaan wilayah penyebaran dan banyaknya makanan.
A. Rasio Kelamin
Nikolsky (1969) berpendapat bahwa perbandingan kelamin dapat berubah
menjelang dan selama musim pemijahan. Pada awalnya ikan jantan lebih banyak
dari betina, kemudian rasio kelamin berubah menjadi 1:1 diikuti dengan dominasi
ikan betina. Perbandingan rasio kelamin dipengaruhi oleh pola distribusi yang
disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan, populasi, keseimbangan rantai
makanan (Effendie 2002). Rasio kelamin ikan seren jantan dan betina di sungai
musi adalah 1,02 : 1 (Dimas dan Siti 2011) berbeda dengan di Kamboja yaitu 1 :
10 (Lambert 2001).
B. Tingkat Kematangan Gonad
Berdasarkan pengamatan Indah (2007), diduga ikan seren dapat memijah
sepanjang tahun, terlihat dari fase gonad fase matang yang terdapat pada setiap
bulan pengamatan. Pola pemijahannya total spawner artinya pemijahan dilakukan
dengan mengeluarkan telur masak dalam ovarium secara keseluruhan pada satu
waktu pemijahan dan akan melakukan pemijahan kembali pada musim pemijahan
berikutnya.
berat gonad ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan pada setiap kelas
ukurannya (Indah 2007).
D. Fekunditas
Fekunditas dari suatu spesies ikan akan berubah apabila keadaan
lingkungan berubah. Rata-rata fekunditas ikan seren sebesar 1022 butir telur.
Effendie (2002) menjelaskan fekunditas suatu jenis ikan berkaitan erat dengan
lingkungannya diantara suhu air, kedalaman air, dan oksigen terlarut.
E. Diameter Telur
Sebaran diameter telur ikan seren yang diamati Indah (2007) bervariasi
antara 0,300-1,209 mm terdiri dari 13 selang kelas. Pada setiap bagian dari gonad
contoh yang diambil tidak terlihat perbedaan sebaran diameter telur ikan.
D. Tumpang Tindih
20
Penggunaan bersama suatu sumberdaya oleh satu spesies ikan atau lebih.
Dengan kata lain, tumpang tindih adalah daerah ruang relung atau lebih.
2.4 Pertumbuhan
Menurut Affandi (2002), pertumbuhan adalah proses perubahan jumlah
individu/biomas pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh
factor luar dan factor dalam. Faktor luar sulit dikontrol yang meliputi keturunan,
sex, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi
pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan (Effendi 2002).
menghitung panjang berat ikan ialah dengan menggunakan regresi, yaitu dengan
menghitung dahulu logaritma dari tiap-tiap panjang dan berat ikan atau dengan
mengikuti jalan pendek seperti dikemukakan oleh Carlander (1968) yaitu dengan
mengadakan pengkelasan berdasarkan logaritma.
Dasar perhitungan dari cara tersebut adalah sama namun metoda yang
dikemukakan oleh Carlender lebih pendek dan dapat dipakai tanpa menggunakan
mesin hitung. Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang berat ini ialah
kita dapat menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang
ikan mengenai pertumbuhan kemontokan, dan perubahan dari lingkungan serta
baik digunakan terutama untuk ikan-ikan yang besar. Namun, kelemahan dari
perhitungan ini yaitu hanya berlaku untuk sementara waktu saja (Renthal, P & J.
Stegen, 2005). Hubungan panjang bobot dirumuskan dengan persamaan sebagai
berikut:
W = a.Lb
Keterangan :
W = Berat (gram)
L = Panjang total ikan (cm)
a = Nilai intersep
b = Nilai slope atau sudut tangensial
Rumus umum hubungan panjang-berat, apabila di transformasikan ke
dalam logaritma, akan menjadi persamaan: log W = log a + b log L, yaitu
persamaan linier atau persamaan garis lurus sebagai berikut :
22
W
log l log
log L
2
L
log
(log L)2
W
log
a=
log
a
N log
logW
b
Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b (Effendi 1997) :
Bila b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang
seimbang dengan pertambahan berat).
Bila b 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik;
- Bila b > 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik positif yaitu
pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang,
menunjukkan keadaan ikan tersebut montok.
- Bila b < 3, hubungan yang terbentuk adalah allometrik negatif yaitu
pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat,
menunjukkan keadaan ikan yang kurus.
23
2 Sistem Inggris
10.000 W ( pounds)
C=
L3 (inches)
3 Sistem Campuran
10W ( gram)
B= 3
L (inches)
yaitu berat yang berdasarkan pengamatan dibagi dengan berat yang berdasarkan
pada dugaan berat dan panjangnya yaitu panjang berdasarkan kelompok umur,
kelompok panjang tertentu atau sebagian dari populasi. Menurut Carlender (1968)
dalam Effendie (1997) faktor kondisi relative tidak cocok untuk membandingkan
diantara populasi.
Deviasi Kn dari nilai 1 menerangkan semua variasi yang tidak berhubungan
dengan berat yang menghasilkan faktor kondisi K kecuali kalau n sama dengan
3 dimana hal ini jarang sekali terjadi. Kn yang didapatkan oleh Palulu (1963)
berfluktuasi dengan ukuran ikan. ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi
relative yang tinggi, kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Hal ini
berhubungan dengan perubahan makanan ikan tersebut yang berasal dari ikan
pemakan plankton berubah menjadi ikan pemakan ikan atau sebagai karnivor. Hal
demikian dapat terjadi pula apabila ada perubahan kebiasaan dari perairan estuary
ke perairan laut. Peninggian nilai Kn terdapat pula pada waktu ikan mengisi
gonadnya dengan cell sex dan akan mencapai puncaknya sebelum terjadi
pemijahan. Fluktuasi nilai Kn juga dapat dilihat secara bulanan dalam tempo satu
tahun atau lebih.
2.5 Reproduksi
Keterangan :
IKG = Indeks Kematangan Gonad (%)
Bg = Berat Gonad (gram)
Bt = Berat Tubuh (gram)
29
Keterangan :
IKG = Indeks Kematangan Gonad (%)
Bh = Berat Hati (gram)
Bt = Berat Tubuh (gram)
2.5.5 Fekunditas
Telur yang besar akan dikeluarkan pada tahun itu dan yang kecil akan dikeluarkan
pada tahun berikutnya.
Metode perhitungan fekunditas dapat dilakukan dengan cara berikut :
a Mengitung langsung satu persatu telur ikan
b Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran telur yang dirumuskan sebagai
berikut :
X: x=V:v
Atau
V
F= x
v
Keterangan :
X/F = Jumlah telur yang akan dicari
x = Jumlah telur dari sebagian gonad
V = Volume seluruh gonad
v = Volume sebagian gonad contoh
c Metode gravimetrik
Perhitungan fekunditas telur dengan metode gravimetrik dilakukan dengan
cara mengukur berat seluruh telur yang dipijahkan dengan teknik pemindahan air.
Selajutnya telur diambil sebagian kecil diukur beratnya dan jumlah telur dihitung.
Dengan bantuan rumus berikut ini :
G
F= n
g
Keterangan:
F = fekunditas jumlah total telur dalam gonad
G = bobot gonad setiap ekor ikan
g = bobot sebagian gonad (gonad contoh)
n = jumlah telur dari (gonad contoh)
derajat tetas telur, abnormalitas larva, dan jumlah total larva yang dihasilkan.
Penambahan vitamin E dalam pakan sampai batas tertentu akan menghasilkan
derajat tetas telur yang tinggi, sedangkan rendahnya derajat tetas telur dapat
disebabkan oleh hambatan perkembangan embrio atau gangguan pada embrio,
sehingga embrio tidak berkembang dengan baik. Hubungan antara perkembangan
embrio dengan vitamin E merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tak
jenuh. Menurut Linder, (1992) dalam Yulfiperius et al. (2003), menyatakan bahwa
vitamin E juga memberikan pengaruh terhadap bobot dan diameter telur, karena
Fungsi vitamin E sebagai zat antioksidan yang dapat mencegah terjadinya
oksidasi lemak, terutama untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada
fosfolifid dalam membran sel. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
penambahan vitamin E dalam pakan dapat meningkatkan reproduksi, diameter
telur, fekunditas dan kualitas telur serta larva yang dihasilkan.
Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor
eksternal meliputi: pakan, suhu, cahaya, kepadatan dan populasi (Yulfiperius
2011).
Persentase derajat pembuahan yang tinggi selain dipengaruhi persentase
kematangan akhir telur juga dipengaruhi oleh kualitas sperma. Semakin tinggi
persentase kematangan akhir dan semakin baik kualitas 28 spermatozoanya
semakin tinggi pula derajat pembuahannya. Kematangan akhir telur juga
dipengaruhi dari pakan yang diberikan kepada induk. Induk ikan gurame yang
pakannya di tambah vitamin E menunjukkan derajat pembuahan telur yang tinggi
dibandingkan dengan yang tanpa diberi vitamin E. Dari kenyataan ini
menunjukkan vitamin E mempunyai fungsi fisiologis dalam proses pemijahan,
fertilisasi dan daya tetas telur.
Hal tersebut menunjukkan bahwa -tokoferol dibutuhkan dalam jumlah
besar sebagai antioksidan. Vitamin E dengan aktif akan terikat pada lipoprotein
selaput sel dan organella subseluler serta terlibat pada pencegahan peroksida
phospholipid dari pada selaput mitokondria, mikrosom-mikrosom dan lisosom,
32
juga menjaga integritas selaput subseluler. Derajat Penetasan Telur Kualitas telur
yang baik dapat juga direfleksikan dengan peningkatan derajat tetas telur.
Penambahan vitamin E dalam pakan sampai batas tertentu akan menghasilkan
derajat tetas telur yang tinggi.Vitamin E 29 berfungsi sebagai pemelihara
keseimbangan metabolik dalam sel dan sebagai anti oksidan intraseluler.
Komponen utama telur adalah kuning telur yang merupakan sumber energi
material bagi embrio yang sedang berkembang, jumlah dan mutu kuning telur
sangat menentukan keberhasilan perkembangan embrio dan pasca embrio.
Vitamin E yang diberikan dalam pakan induk mempunyai suatu peranan penting
dalam proses reproduksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas telur,
daya tetas telur dan kelangsungan hidup larva.
Keterangan :
Ds = diameter telur sebenarnya (mm)
d = diameter telur terbesar (mm)
d = diameter telur terkecil (mm)
Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya diameter telur disebabkan
adanya perbedaan kandungan nutrien di dalam telur. Menurut Mokoginta et al.
(2000), vitamin E merupakan salah satu nutrien penting dalam proses
perkembangan gonad yaitu untuk proses fertilisasi yang memperngaruhi
fekunditas dan untuk mempercepat fase perkembangan oosit. Vitamin E dengan
jumlah tertentu di dalam pakan yang mencukupi kebutuhan ikan dapat
33
Keterangan:
Ipi = Indeks Preponderam
Vi = Presentase volume satu macam makanan
Oi = Presentase frekuensi kejadian satu macam makanan
(VixOi) = Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan
Effendi (1997) mengatakan populasi spesies mangsa yang padat pada satu
habitat tidak selalu membentuk satu bagian penting di dalam diet ikan pemangsa.
Dalam beberapa hal, ikan selektif terhadap sesuatu yang dimakannya, biasanya
sekali ikan itu mulai makan terhadap makanan tertentu, ia cenderung meneruskan
makanan itu. Pernyataan Rahardjo (1987), mengenai makanan ikan benteur di
Rawa Bening membuktikan bahwa jenis makanan ikan akan berbeda pada tempat
dan waktu yang berbeda (Larger 1972 dan Effendi 1997). Penilaian kesukaan ikan
terhadap makanannya sangat relatif. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam hubungan ini ialah penyebaran organisme makanan ikan, ketersediaan
makanan, pilihan ikan terhadap makanannya, serta faktor-faktor fisik yang
mempengaruhi perairan (Effendi, 1997).
ri pi
E=
ri+ pi
Keterangan :
E = indeks pilihan
ri = jumlah relatif macam-macam organisme yang dimakan
pi = jumlah relatif macam-macam organisme dalam perairan
Ttp x li
Tp=1+ ( )
100
2.7.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas,
mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang
penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun
tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metabolisme, misalnya
dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu
mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini
dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu, Hukum Toleransi Shelford. Dengan alat
yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas
respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan
respirometer sederhana (Amdah, 2011).
Secara khusus ikan seren menyukai daerah permukaan air, perairan dengan
suhu 24-26C. Di Indonesia ikan Seren ditemukan di Jawa, Sumatra, dan
Kalmantan sedangkan diluar Indonesia daerah penyebarannya seperti Malaysia,
Laos, Kamboja, Thailand, Vietnam, Myanmar, da Indochina (Kottelat et al. 1993).
spesifik tinggi. Hal ini berarti energi (dalam hal ini cahaya) yang dibutuhkan
untuk meningkatkan suhu air sebesar 1oC. Demikian pula halnya dengan proses
penurunan suhu air. Oleh karena itu, perairan membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk menaikkan dan menurunkan suhu, jika dibandingkan dengan daratan
(Jefries dan Mills, 1996).
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.2.2 Bahan :
1. Ikan Lalawak dan Ikan Seren
2. Akuades 10 ml, untuk melarutkan isi usus
40
Keterangan :
W = Berat (gram)
L = Panjang total ikan (cm)
a = Nilai intersep
b = Nilai slope atau sudut tangensial
Keterangan :
K = Faktor Kondisi
W = Bobot ikan (gram)
L = Panjang Total
a = Intercept
b = Slope
Keterangan :
J = Jumlah ikan jantan (ekor)
B = Jumlah ikan betina (ekor)
Bg
IKG= 100
Bw
Keterangan :
IKG = Indeks Kematangan Gonad (%)
Bg = Berat Gonad (gram)
Bw = Berat Tubuh (gram)
Bh
HSI= 100
Bt
Keterangan :
IKG = Indeks Kematangan Gonad (%)
Bh = Berat Hati (gram)
Bt = Berat Tubuh (gram)
3.5.7 Fekunditas
Fekunditas individu dihitung berdasarkan metode gravimetric (Effendie
1992) dengan bentuk rumus :
G
F= n
g
Keterangan:
F = Jumlah total telur dalam gonad (fekunditas)
G = Bobot gonad tiap satu ekor ikan
g = Bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan
n = Jumlah telur dari sampel gonad
Fekunditas ikan juga dapat dihitung berdasarkan metode volumetric
(Effendie 1997) dengan bentuk rumus :
X: x=V:v
Keterangan :
45
Keterangan :
Ds = diameter telur sebenarnya (mm)
d = diameter telur terbesar (mm)
d = diameter telur terkecil (mm)
m.
Fase III Tahap awal oosit perinukleolus. Pada fase ini, ukurannya sudah
bertambah menjadi 38-48 m dan sudah mempunyai sitoplasma
basophil dan membrane sel yang disebut karioteka.
Fase IV Tahap akhir oosit perinukleolus. Oosit berukuran 69 85 m.
Fase V Vesikel kuning telur. Oosit berukuran 195 210 m, bentuk nucleus
tidak beraturan dan posisi nucleoli berada di zona peripheral. Zona
radiate atau korion, berada antara oosit dan sel folikel.
Fase VI Vitelogenesis. Oosit berukuran antara 570 750 m dan menunjukan
adanya deposisi ekstra-vesikular kuning telur didalam zona radiate.
Nukleus mempunyai garis tepi yang tidak beraturan dan mengandung
beberapa nucleolus periferikal.
Fase VII Oosit vitellogenik (matang). Ukuran sel ovary menjadi (850 1020
m) dan mempunyai granula protein kuning telur (protein vitellus)
dan vesikel kortikal (lipid vitellus). Ukuran vesikel kuning telur
bertambah, demikian juga dengan granula kuning telur.
Fase VIII Folikel post-ovulatory. Setelah matang, folikel pecah dan oosit
dilepaskan. Peneliti lain menyebutkan tahap ini dengan istilah GVBD
(germinal vesicle break down).
Keterangan:
Ipi = Indeks Preponderam
Vi = Presentase volume satu macam makanan
Oi = Presentase frekuensi kejadian satu macam makanan
(VixOi) = Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan
47
4.2 Pertumbuhan
Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, ikan lalawak dan ikan seren
yang diukur panjang dan berat tubuhnya, memiliki ukuran yang berbeda-beda
antara ikan yang satu dengan ikan yang lainnya. Dalam hal ini, hasil pengukuran
panjang dan berat setiap kelompok berbeda-beda, dikarenakan oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal termasuk kedalam faktor yang suit untuk
dikendalikan yang meliputi keturunan, parasit, sex, umur, dan penyakit.
Sedangkan faktor eksternal yang utama meliputi kondisi perairan dan makanan.
Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari
ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh
(Effendie 2002). Sifat pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua yaitu isometric
dimana pertumbuhan panjang dan berat ikan seimbang dan alometric dimana
pertumbuhan panjang dan berat ikan tidak seimbang (Effendie 2002).
Praktikum kali ini membahas tentang aspek biologi ikan lalawak, yang
terdiri dari pertumbuhan, reproduksi, dan food habits. Bobot merupakan salah satu
aspek biologi, yaitu pertumbuhan. Setelah melakukan praktikum didapatkan tujuh
interval bobot ikan lalawak yang dihitung. Distribusi bobot ikan lalawak yang
paling banyak berada pada interval 113-153. Sementara bobot ikan terendah
berada pada interval 236-276 dan 318-358. Food habits ikan lalawak pun
memengaruhi bobot ikan lalawak yang didapatkan adalah demikian. Makanan
dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan
tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh (Effendie
2002).
Pertumbuhan bobot ikan dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor
luar. Faktror dalam umumnya sulit dikontrol yang meliputi keturunan, jenis
kelamin, umur, parasite, dan penyakit. Sementara faktor luar yang dapat
memengaruihi pertumbuhan adalah ketersediannya makanan dan suhu lingkungan
perairan (Effendie, 2002).
interval 204-219 dan 236-251. Sementara bobot ikan terendah berada pada
interval 172-187, 252-267, dan 268-283. Makanan dengan kandungan nutrisi yang
baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan tersebut, sedangkan suhu akan
mempengaruhi proses kimiawi tubuh (Effendie 2002). Hubungan panjang total
dan bobot tubuh serta faktor kondisi suatu ikan bergantung kepada makanan,
umur, jenis sex dan kematangan gonad (Effendi 1997).
Praktikum kali ini membahas tentang aspek biologi ikan lalawak dan ikan
seren, yang terdiri dari pertumbuhan, reproduksi, dan food habits. Bobot
merupakan salah satu aspek biologi, yaitu pertumbuhan. Setelah melakukan
praktikum didapatkan tujuh interval bobot ikan seren yang dihitung. Distribusi
bobot ikan seren yang paling banyak berada pada interval 180-211. Sementara
bobot ikan terendah berada pada interval 276-307 dan 308-339. Food habits ikan
lalawak pun memengaruhi bobot ikan lalawak yang didapatkan adalah demikian.
Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari
ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh
(Effendie 2002).
Pertumbuhan bobot ikan dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor
luar. Faktror dalam umumnya sulit dikontrol yang meliputi keturunan, jenis
kelamin, umur, parasite, dan penyakit. Sementara faktor luar yang dapat
memengaruihi pertumbuhan adalah ketersediannya makanan dan suhu lingkungan
perairan (Effendie, 2002).
dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan
tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh (Effendie
2002). Hubungan panjang total dan bobot tubuh serta faktor kondisi suatu ikan
bergantung kepada makanan, umur, jenis sex dan kematangan gonad (Effendi
1997). Secara keseluruhan ukuran ikan berada pada selang ukuran kecil dan
sedang sehingga diduga ikan seren berada pada masa pertumbuhan dan di duga
sebagai hasil dari pemijahan bulan-bulan sebelumnya. Alat tangkap yang terdiri
atas beberapa ukuran mata jarring memungkinkan ikan tertangkap memiliki
ukuran yang beragam. Banyak tertangkapnya ikan seren yang berukuran kecil
diduga adalah hasil tangkapan alat tangkap gillnet yang berukuran mata jaring
kecil.
Panjang
korelasi hubungan panjang bobot berkisar antara 0.78 sampai 0.99, sedangkan
nilai K berkisar antara 0.53 sampai 0.54. untuk nilai b nya hasilnya adalah 3,687.
Ikan lalawak yang berasal dari waduk Jatigede bersifat allometrik positif karena
b>3. Hasil yang kami dapatkan berbeda dengan penelitian Elly (2006) yang
menyimpulkan bahwa ikan lalawak yang beliau teliti bersifat allometrik positif.
Hal ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
merupakan faktor yang sulit dikendalikan, seperti keturunan, sex, umur, parasit
dan penyakit. Sedangkan faktor eksternal, seperti makanan dan kondisi perairan.
Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari
ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh
(Effendie 2002). Kondsi perairan dimana ikan hidup bersifat cukup bagus, tetapi
ikan-ikannya terlihat cukup gemuk, hal ini dapat sebabkan oleh beberapa faktor,
seperti faktor jenis kelamin, kemungkinan tercapainya kematangan gonad untuk
pertama kali cenderung mempengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan akan menjadi
lambat karena sebagian makanan tertuju pada perkembangan gonad tersebut.
2.50
f(x) = 3.08x - 5.11
Berat 2.00 R = 0.79
1.50
1.00
2.32 2.34 2.36 2.38 2.40 2.42 2.44 2.46 2.48
Panjang
Jatigede bersifat allometrik positif yaitu pertambahan panjang lebih lambat dari
pertambahan berat. Hal yg telah dilakukan pada praktikum hari senin, hasil b
sesuai dengan penelitian Dimas dan Siti (2011) yang menyimpulkan bahwa ikan
seren yang berasal dari sungai musi sifat pertumbuhannya adalah allometrik
positif. Hal ini bisa saja disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan faktor yang sulit dikendalikan, seperti keturunan, sex,
umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor eksternal, seperti makanan dan
kondisi perairan. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung
pertumbuhan dari ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses
kimiawi tubuh (Effendie 2002). Dilihat dari faktor umur, pertumbuhan cepat
terjadi pada ikan yang masih muda, sedangkan ikan yang sudah tua umumnya
kekurangan makanan apalagi untuk pertumbuhannya, karena sebagian besar
digunakan untuk pemeliharaan tubuh dan pergerakan.
0.50
Faktor Kondisi
0.00
Berdasarkan grafik diatas, nilai faktor kondisi (K) tertinggi dengan nilai
1,31 pada interval 119-220 dan 235-236. Faktor kondisi (K) ikan lalawak jengkol
didapatkan sebesar 1.848, selanjutnya diikuti oleh lalawak kolam, yaitu sebesar
55
1.394 dan ikan lalawak sungai yaitu sebesar 1.207. Secara keseluruhan untuk ikan
lalawak baik jengkol, sungai dan kolam pertumbuhan panjangnya lebih cepat
darip ada pertumbuhan berat. Hal ini juga diikuti oleh faktor kondisi ikan lalawak,
dimana nilai K nya berkisar antara 1.207 sampai 1.848. Menurut Effendi (1979),
bahwa nilai K untuk ikan-ikan yang badannya kurang pipih berkisar antara 1
sampai 3. Hubungan panjang total dan bobot tubuh serta faktor kondisi suatu ikan
bergantung kepada makanan, umur, jenis sex dan kematangan gonad (Effendi
1997). Data ini tidak jauh berbeda dengan data yang diperoleh oleh Luvi (2000),
ikan lalawak yang ada diperairan umum (sungai Cimanuk kabupaten Sumedang),
mempunyai nilai r korelasi hubungan panjang total dan bobot tubuh berkisar
antara 0.78 sampai 0.99, sedangkan nilai K berkisar antara 0.53 sampai 3.54.
Berdasarkan grafik diatas, nilai faktor kondisi (K) tertinggi pada 1,52 di
interval 204-219 dan mulai menurun pada interval 220-225. Perubahan faktor
kondisi setiap selang kelas, diikuti juga oleh perubahan TKG. Nilai faktor kondisi
ikan seren semakin meningkat dengan meningkatnya TKG. Menurut Effendie
(2002), pengingkatan nilai faktor kondisi ikan terjadi pada saat ikan mengisi
gonadnya dengan sel kelamin dan akan mencapai puncaknya sebelum terjadi
56
pemijahan. Selain itu, perubahan faktor kondisi yang terjadi juga diduga karena
adanya pertambahan panjang dan bobot ikan, perbedaan umur dan perubahan pola
makan selama proses pertumbuhan.
4.3 Reproduksi
Ikan Lalawak yang kelompok kami amati berasal dari waduk jatigede
dengan jenis kelamin betina. Hasil pengamatan kelompok dapat dilihat Tingkat
Kematangan Gonad Ikan Lalawak kelompok kami berada pada TKG II karena
bentuk ovari belum terlalu besar dan sel telur belum terlihat dengan mata . Pada
awalnya gonad dari ikan lalawak yang diamati tidak ditemukan, karena banyak
ditemukan lemak dalam tubuhnya. Lalu terlihat gumpalan putih yang dianggap
gonad jantan (testis) namun saat diuji menggunakan larutan asetocarmin ternyara
gonad yang terdapat pada ikan lalawak yang diamati yaitu ovarium karena hasil
pengamatan menunjukkan terdapat bulatan-bulatan seperti sel telur. Namun jika
dilihat secara visual, tubuh ikan lalawak yang kelompok kami amati dapat
dikatakan besar dan memiliki ciri-ciri bentuk tubuh betina. Berat dari gonad nya
sebesar 1.52 gram dan berat tubuh seberat 230.84 gram.
merupakan persen perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan. Dasar yang
dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah
bentuk, ukuran panjang dan berat gonad, warna dan perkembangan isi gonad yang
dapat dilihat.
Berikut merupakan grafik Hubungan IKG terhadap TKG Ikan Seren yang
telah diamati:
IKG terhadap
100.0% TKG Ikan
200.0% 300.0% Seren
400.0% 500.0%
19.1%
20.0%
14.1% 14.0%
15.0% 12.0% ()
7.8% ()
10.0%
0.0%
0.0%
1 2 3 4 5
Gambar 4.16 Grafik Hubungan HSI dan TKG Ikan Seren Betina
Kedua grafik diatas menunjukan hubungan HSI dan TKG ikan lalawak
betina dan ikan seren betina. Dari kedua grafik menunjukan nilai HSI tertinggi
berada pada TKG III. Hepatosomatik indeks pada saat perkembangan kematangan
gonad menjadi salah satu aspek penting, karena menggambarkan cadangan energi
yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikan mengalamai perkembangan matang
gonad.
63
4.3.5 Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan ikan pada saat memijah.
Fekunditas secara tidak langsung dapat dipergunakan untuk memperkirakan
banyaknya ikan yang akan dihasilkan. Untuk menghitung jumlah telur dalam
gonad ikan biasanya diambil yang tingkat kematangan gonadnya sudah tinggi atau
bisa dilihat secara visual dapat terlihat butiran-butiran telur yang terpisah
(Effendie, 2002). Menurut Moyle et. al. (1982), secara umum fekunditas
meningkat sesuai dengan ukuran berat tubuh ikan betina.
Pada data angkatan praktikum kali ini menunjukan nilai fekunditas
maksimum Ikan Lalawak betina sebesar 43.593 dengan tingkat kematagan gonad
pada TKG III dan indeks kematangan gonad sebesar 48,6% dapat disimpulkan
bahwa ikan sudah siap memijah. Nilai fekunditas minimal sebesar 2.880 dengan
sampel ikan yang berada pada TKG III dan indeks kematangan gonad 0,8% hal
tersebut bisa dikatakan telur dalam proses belum siap untuk memijah dikarenakan
nilai Indeks Kematangan Gonad belum mencapai 10%.
Nilai Fekunditas maksimum untuk ikan seren yaitu sebesar 99.735 dengan
kematagan gonad berada pada TKG IV namun nilai IKG hanya sebesar 2%
sedangkan untuk nilai fekunditas minimum yaitu sebsar 5.083 dengan TKG IV
dan nilai IKG sebesar 5%.
(1963), urutan kebiasaan makanan terdiri dari makanan utama (makanan yang
biasa dimakan dalam jumlah banyak), makanan pelengkap (makanan yang
ditemukan dalam saluran pencernaan dalam jumlah sedikit), makanan tambahan
(makanan yang ditemukan dalam saluran pencernaan dalam jumlah sangat
sedikit), makanan pengganti (makanan yang dikonsumsi jika makanan utama
tidak tersedia).
Menurut Sriati (1987) dalam Luvi (2000), makanan ikan lalawak di
Bendung Curug Karawang terdiri atas tujuh kelompok makanan, yaitu Detritus
46,75%, tumbuhan 3,16%, pasir 0,01%, serangga 2,43%, makrozoobenthos
0,02%, zooplankton 0,01% dan periphyton 46, 92%. Genus-genusnya termasuk di
dalam kelas Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Rhodophyceae dan
Cryptophyceae.
Kebiasaan makan ikan lalawak dan ikan seren di waduk Jatigede bersifat
omnivore disebabkan kondisi lingkangan dan ketersediaan pakan diperairan. Dari
jenis makanan diduga ikan lalawak dan ikan seren mengambil makanan dari
permukaan, pertengahan, dan bagian dasar dengan mendekati tepian waduk
(Sutardja, 1980).
Pada praktikum kali ini diperoleh data jenis makanan yang dikonsumsi
oleh ikan lalawak dan ikan seren yang berasal dari Waduk Jatigede, yaitu berupa
Fitoplankton, Zooplankton, Bagian Hewan, Bagian Tumbuhan dan Detritus. Hal
ini dapat disebabkan karena ikan lalawak dan seren memakan apa saja yang ada di
perairan. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan makanan ikan adalah penyebaran
organisme sebagai makanan, ketersediaan makanan, variasi pilihan ikan itu
sendiri, faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan (Effendi, 1997). Dari
jenis makanan diduga ikan lalawak dan ikan seren mengambil makanan dari
permukaan, pertengahan, dan bagian dasar dengan mendekati tepian waduk
(Sutardja, 1980).
Praktikum kali ini didapatkan IP ikan seren adalah bagian tumbuhan dan
detritus 14,6% dan 40,6%. Sisanya memiliki nilai dibawah 5% yang berarti pakan
tersebut merupakan pakan tambahan seperti yang dikatakan Nikolsky (1963).
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum mengenai analisis aspek biologi(pertumbuhan,
dan kebiasaan makan ikan lalawak dan ikan seren adalah :
1 Dari semua data yang diamati, pengukuran serta perhitungan yang
dilakukan terhadap ikan lalawak dan ikan seren bahwa ternyata
mempunyai pertumbuhan yang allometrik postif, yaitu pertambahan
panjang lebih lambat dari pertambahan berat karena memiliki nilai b>3.
2 Dari data yang telah dipaparkan oleh kelompok kami, pengamatan
reproduksi nya didapatkan nilai indeks kematangan gonad Ikan Mas
sebesar 0,358% sedangkan tingkat kematangan gonad Ikan Mas yaitu
TKG II
3 Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil perhitungan tingkat trofik
ikan lalawak dan ikan seren didapatkan nilai TP 1,0156 an 1,0101 ini
berarti ikan mas termasuk kedalam kelompok ikan omnivora cenderung
herbivor. Ditandai dengan ususnya yang tidak terlalu panjang serta ikan
mas memakan detritus dan tumbuh-tumbuhan. Panjang usus sebagai
gambaran dari spesialisasi penyesuaian di dalam ekologi food and
feeding habit.
2 Saran
Saran dari praktikum mengenai analisis aspek biologi ikan mas adalah :
70
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., dan Tang, U. 2002. Fisiologi Hewan Air.University Riau Press. Riau.
217 p.
Amdah, Misdar. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme
Biswas, S.P. (1993). Manual of methods in fish biology. South Asian
Publishers Pvt Ltd. New Delhi
Carlander, K.D., 1969. Handbook of freshwater fishery biology, volume 1. The
Iowa State University Press, Ames. Iowa. 752 p
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber
Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Jogjakarta.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta
__________. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama.
__________. 1979. Metode Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Emdany. 2000. Biologi Reproduksi Ikan lele Dari Perairan Muara Sungai
Rokan. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Riau,bPekanbaru.
Flajshans, M. and G. Hulata. 2007. Common Carp Cyprinus carpio. Genimpact
Final Scientific Report p: 32-39.
Herawati, T. 2017. Metode Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran. UNPAD Press. Bandung.
Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture. Fishing News Book Ltd., London. 436
hlm. Jakarta. 83 hal. Inc. London
Jeffries, M. and Mills, D. 1996. Freswater Ecology, Principle, and Aplications.
John Wiley and Sons, Chichester, UK.
Sulistiono, Tri HK, Etty R & Seiichi W. 2001. Kematangan gonad beberapa jenis
ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di Perairan Ujung
Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1(2): 25-30.
LAMPIRAN
74
Pinset Benang
SL FL TL LK LT
1 1 147 160 188 100 155 97
2 7 190 195 220 95 185 161
3 8 170 187 225 120 185 155
4 11 170 185 225 100 170 152
5 13 160 180 250 90 160 143
6 14 135 143 172 92 146 72
7 17 185 205 250 115 210 247,92
8 18 150 175 210 90 175 149,95
9 20 170 180 210 100 160 136,86
10 21 215 240 270 110 171 234,09
11 22 200 230 260 116 175 212,15
12 23 165 185 210 50 100 150,12
13 1 145 160 182 45 140 98,03
14 2 180 200 225 90 190 159
15 3 195 230 240 110 150 105
16 4 215 240 278 117 230 346,03
17 6 155 170 200 150 185 140
18 7 190 210 240 105 160 162
19 8 180 195 212 70 200 163
20 9 170 185 220 115 170 144
21 10 145 165 190 95 170 106
22 12 185 200 245 110 170 190
23 19 180 200 235 135 230 296,58
24 20 195 215 250 105 192 215,8
25 24 105 185 205 90 165 140,9
26 3 167 180 215 90 174 141
27 4 177 195 233 108 190 180
28 5 173 187 220 83 172 166
29 8 210 232 264 128 215 299
30 9 166 185 216 96 163 145
31 11 187 205 238 138 173 203
32 15 185 202 236 125 178 187
33 17 171 184 212 103 183 151,35
34 21 192 209 243 110 197 230,84
35 23 166 182 210 121 190 149,53
82
Janta
212 163 6,24 n II 3,8%
Janta
220 144 2,3 n V 1,6%
Janta
190 106 1,42 n II 1,3%
Betin 0,00
245 190 0,5 0,05 a II 0,3% 03
296,5 144,0 Betin 48,6
235 8 1 1,56 a III 43593 % 0,52 75 110 150
2 231-240 1
3 241-250 1 1 1 6 3
4 251-260 1 2
5 261-270 1 1 1 2
6 271-280 1 4
7 281-290 4
8 221-230 1 2
Tabel15.IndeksPreponderan
Vi
Kelas Vi Oi IP
Oi
Cyanophycae 10 15 150 0,8%
Chlorophycae 10 12 120 0,6%
Bacillariophyc
10 16 160 0,8%
ae
Desmidiacae 10 7 70 0,4%
Chrysophycae 10 0 0 0,0%
Rhizopoda 10 0 0 0,0%
Rotatoria 10 0 0 0,0%
Entomostraca 10 0 0 0,0%
Copepoda 10 4 40 0,2%
Tardigrada 10 2 20 0,1%
88
Nemata 10 3 30 0,2%
Platyhelminte
10 9 90 0,5%
s
Benthos 10 1 10 0,1%
Bagian hewan 10 8 80 0,4%
Bagian
10 279 2790 14,6%
tumbuhan
Detritus 10 777 7770 40,6%
Vi
Kelas Vi Oi IP
Oi
Ikan 10 0 0 0,0%
1133
0
Tabel16.TingkatTrofikIkanSeren
Kelompok Ttp Ii Ttp*Ii/100 Tp
Fitoplankton 1 2,6% 0,0003
Zooplankton 2 0,9% 0,0002
Benthos 0 0,1% 0,0000
Bagian Hewan 2 0,4% 0,0001 1,010
Bagian 14,6 12
1 0,0015
Tumbuhan %
40,6
Detritus 2 0,0081
%
0,01012029
3
Tabel17.IndeksPreponderanIkanLalawak
Kelas Vi Oi ViOi IP
Cyanophycae 10 84 840 4,4%
Chlorophycae 10 125 1250 6,5%
Bacillariophycae 10 19 190 1,0%
Desmidiacae 10 7 70 0,4%
Chrysophycae 10 0 0 0,0%
Rhizopoda 10 0 0 0,0%
Rotatoria 10 0 0 0,0%
Entomostraca 10 0 0 0,0%
Copepoda 10 1 10 0,1%
Tardigrada 10 0 0 0,0%
Nemata 10 0 0 0,0%
89
Platyhelmintes 10 1 10 0,1%
Benthos 10 0 0 0,0%
Bagianhewan 10 20 200 1,0%
Bagiantumbuhan 10 615 6150 32,2%
Detritus 10 1040 10400 54,4%
Ikan 10 0 0 0,0%
19120
Tabel18.TingkatTrofikIkanLalawak
Kelompok Ttp Ii Ttp*Ii/100 Tp
Fitoplankton 1 12,3% 0,0012
Zooplankton 2 0,1% 0,0000
Benthos 0 0,0% 0,0000 1,0155
BagianHewan 2 1,0% 0,0002 5
BagianTumbuhan 1 32,2% 0,0032
Detritus 2 54,4% 0,0109
0,015554393
Bg
IKG = Bt x 100 %
1.52
IKG = 230.84 x 100%
IKG = 0.658 %
Bh
HSI = Bt x 100 %
0.89
HSI = 230.84 x 100 %
HSI = 0.385 %