Anda di halaman 1dari 18

PENGANTAR STUDI WATER FLOOD

Juni 7, 2012 by IATMI SM STT MIGAS Balikpapan Tinggalkan komentar

3.1. Pengertian Injeksi Air

Pada lapangan yang sudah melewati batas primary recovery-nya, dilakukan optimasi
produksi dengan cara yang lain salah satunya adalah injeksi air (water flooding). Mekanisme
kerjanya adalah dengan menginjeksikan air ke dalam formasi yang berfungsi untuk mendesak
minyak menuju sumur produksi (produser) sehingga akan meningkatkan produksi minyak
ataupun dapat juga berfungsi untuk mempertahankan tekanan reservoir (pressure maintenance),
untuk lebih jelasnya lihat Gambar 3.1.

Gambar 3.1 : Mekanisme waterflood

3.1.1. Sejarah Perkembangan Dan Aplikasi Waterflood

Penemuan minyak mentah oleh Edwin L. Drake di Titusville pada tahum 1859 menandai
dimulainya era industri minyak bumi. Penggunaan minyak bumi yang semakin meluas membuat
orang mulai berpikir untuk meningkatkan perolehan produksi minyak bumi. Maka pada awal
1880-an, J.F. Carll mengemukakan pendapatnya bahwa kemungkinan perolehan minyak dapat
ditingkatkan melalui penginjeksian air dari suatu sumur injeksi untuk mendorong minyak ke
sumur produksi adalah sangat besar.

Eksperimen waterflood pertama tercatat dilakukan di lapangan Bradford, Pennsylvania pada


tahun 1880-an. Dari eksperimen pertama ini, mulai terlihat bahwa program waterflood akan
dapat meningkatkan produksi minyak. Maka pada awal 1890-an, dimulailah penerapan
waterflood di lapangan-lapangan minyak di Amerika Serikat.

Pada 1907, ditemukan metoda baru dalam pengaplikasian waterflood di Lapangan Bradford,
Pennsylvania, yang disebut sebagai metoda lingkar (circular method), yang juga tercatat
sebagai pengaplikasian flooding pattern pertama. Karena adanya regulasi pemerintah yang
melarang penerapan waterflood di masa itu, proyek ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi,
sampai larangan itu dicabut pada 1921.

Mulai tahun 1921, penerapan waterflood mulai meningkat. Pola pattern waterflood berubah dari
circular method menjadi line method. Pada 1928, pola five spot ditemukan dan diterapkan secara
meluas di lapangan-lapangan minyak. Selain tahun-tahun tersebut, operasi waterflood juga
tercatat dilakukan di Oklahoma pada tahun 1931, di Kansas pada tahun 1935, dan di Texas pada
tahun 1936.

Dibandingkan dengan masa sekarang, penerapan waterflood pada masa dahulu boleh dibilang
sangat sedikit. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena pada zaman dahulu pemahaman
tentang waterflood masih sangat sedikit. Selain itu, pada zaman dahulu produksi minyak
cenderung berada diatas kebutuhan pasar.

Signifikansi waterflood mulai terjadi pada akhir 1940-an, ketika sumur-sumur produksi mulai
mencapai batasan ekonomis (economic limit)nya dan memaksa operator berpikir untuk
meningkatkan producable reserves dari sumur-sumur produksi. Pada 1955, waterflood tercatat
memberikan konstribusi produksi lebih dari 750000 BOPD dari total produksi 6600000 BOPD di
Amerika Serikat. Dewasa ini, konstribusi waterflood mencapai lebih dari 50% dari total produksi
minyak di Amerika Serikat.

Injeksi air ini sangat banyak digunakan, alasannya antara lain:

Mobilitas yang cukup rendah

Air mudah didapatkan

Pengadaan air cukup murah

Berat kolom air dalam sumur injeksi turut memberikan tekanan, sehingga cukup banyak
mengurangi tekanan injeksi yang perlu diberikan di permukaan

Mudah tersebar ke daerah reservoir, sehingga efisiensi penyapuannya cukup tinggi

Memiliki efisiensi pendesakan yang sangat baik

Penginjeksian air bertujuan untuk memberikan tambahan energi kedalam reservoir. Pada proses
pendesakan, air akan mendesak minyak mengikuti jalur-jalur arus (stream line) yang dimulai dari
sumur injeksi dan berakhir pada sumur produksi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2,
yang menunjukkan kedudukan partikel air yang membentuk batas air-minyak sebelum
breakthrough (a) dan sesudah breakthrough (b) pada sumur produksi.

Gambar 3.2.

Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus

(a) sebelum dan (b) sesudah Tembus Air Pada Sumur Produksi

3.1.2. Perencanaan Waterflood

Perencanaan waterflood didasarkan pada pertimbangan teknik dan keekonomisannya. Analisa


ekonomis tergantung pada perkiraan hasil dari proses waterflood itu sendiri. Perkiraan ini bisa
baik atau buruk tergantung pada kebutuhan khusus dari proyek atau keinginan pelaksana. Lima
langkah utama dalam perencanaan waterflood adalah ;

1. Evaluasi reservoir meliputi hasil hasil produksi dari primary recovery

2. Pemilihan waterflood plan yang potensial

3. Perkiraan laju injeksi dan produksi

4. Prediksi oil recovery untuk setiap perencanaan proyek waterflood

5. Identifikasi variabel-variabel yang menyebabkan ketidaktepatan analisa secara teknik

Analisa teknik produksi waterflood dilakukan dengan memperkirakan jumlah volume dan
kecepetan fluida. Perkiraan diatas juga berguna untuk penyesuaian atau pemilihan peralatan
serta sistem pemeliharaan ( treatment ) fluida.

a. Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi

Pada umumnya dipegang prinsip bahwa sumur-sumur yang sudah ada sebelum injeksi
dipergunakan secara maksimal pada waktu berlangsungnya injeksi nanti. Jika masih diperlukan
sumur-sumur baru maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk memilih lokasi sebaiknya digunakan
peta distribusi cadangan minyak tersisa. Pada daerah yang sisa minyaknya masih besar mungkin
diperlukan lebih banyak sumur produksi daripada daerah yang minyaknya tinggal sedikit. Peta
isopermeabilitas juga membantu dalam memilih arah aliran supaya penembusan fluida injeksi
(breakthrough) tidak terjadi terlalu dini.

b. Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi

Salah satu cara untuk meningkatkan faktor perolehan minyak adalah dengan membuat pola
sumur injeksi-produksi, yang bertujuan untuk mendapatkan pola penyapuan yang seefisien
mungkin. Tetapi kita harus tetap memegang prinsip bahwa sumur yang sudah ada sebelum
injeksi harus dapat digunakan semaksimal mungkin pada waktu berlangsungnya injeksi nanti.

Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pola sumur injeksi produksi tergantung pada:

Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas ke arah lateral maupun ke


arah vertikal.

Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan, dan ukuran.

Sumur-sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebaran).

Topografi.

Ekonomi.

Pada operasi waterflood sumur-sumur injeksi dan produksi umumnya dibentuk dalam suatu pola
tertentu yang beraturan, misalnya pola garis lurus, empat titik, lima titik, tujuh titik, dan
sebagainya (seperti yang terlihat pada Gambar 3.3).

Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi oleh sumur-sumur injeksi disebut dengan pola
normal. Sedangkan bila sebaliknya yaitu sumur-sumur produksi mengelilingi sumur injeksi
disebut dengan pola inverted. Masing-masing pola mempunyai sistem jaringan tersendiri yang
mana memberikan jalur arus berbeda-beda sehingga memberikan luas daerah penyapuan yang
berbeda-beda.
Gambar 3.3. Pola-pola Sumur Injeksi-Produksi

c. Penentuan Debit dan Tekanan Injeksi

Debit injeksi yang akan ditentukan di sini adalah untuk sumur-sumur dengan pola tertutup
dengan anggapan bahwa mobility ratio (M) sama dengan satu. Besarnya debit injeksi tergantung
pada perbedaan tekanan injeksi di dasar sumur dan tekanan reservoirnya.

Bentuk persamaan dikembangkan dari persamaan Darcy sesuai dengan pola sumur injeksi-
produksi,sebagai berikut :
Persamaan yang disebutkan diatas adalah laju injeksi dari fluida yang mempunyai mobilitas yang
sama (M=1) karena reservoir minyak terisi oleh cairan saja.

Untuk menentukan laju injeksi sampai dengan terjadinya interferensi digunakan persamaan:

Untuk mencapai keuntungan ekonomis yang maksimal, biasanya diinginkan debit injeksi yang
maksimal, namun ada batasan yang harus diperhatikan. Batas bawah debit injeksi adalah debit
yang menghasilkan produksi minyak yang merupakan batas ekonomisnya. Batas atas debit
injeksi adalah debit yang berhubungan dengan tekanan injeksi yang mulai menyebabkan terjadi
rekahan di reservoir.
Analisa berikutnya adalah injeksi air dari interface sampai dengan fill-up. Besarnya laju injeksi
pada perioda ini dinyatakan dengan persamaan :

iwf = t x i . (3-6)

Dengan diketahuinya laju injeksi pada setiap periode dari perilaku water flood, maka diramalkan
waktu injeksi dari setiap periode.

3.2. Konsep Interaksi Batuan dan Fluida

Fluida dua fasa atau lebih dikatakan immiscible (tidak bercampur) pada tekanan atau temperatur
tertentu jika terbentuk suatu lapisan kasat mata antar fasa setelah fasa- fasa fluida tersebut
dicampurkan satu sama lain sampai mencapai kesetimbangan kimia. Kehadiran fasa-fasa
immiscible ini di reservoir akan mengubah kemampuan batuan dalam menyalurkan fluida. Fasa-
fasa immiscible di reservoir seperti : minyak-air, minyak-gas, air-gas, atau air-minyak-gas.

Pada waterflood dalam skala mikro, efesiensi pendesakan dipengaruhi oleh faktor interaksi fluida
dan media yang di tempatinya.. Karena di reservoir terdapat lebih dari satu fasa, maka secara
alamiah telah terjadi interaksi antara batuan dan fluida di reservoir yang sekaligus mempengaruhi
pendesakan fluida. Karena itulah, pemahaman tentang sifat-sifat dasar batuan reservoir perlu
dilakukan

Karena interaksinya dengan fluida, sifat-sifat batuan reservoir ini menjadi terbagi atas dua
kelompok :

1. Sifat absolut dari batuan itu sendiri, antara lain porositas, permeabilitas, dan distribusi
ukuran pori.

2. Sifat batuan reservoir akibat interaksi batuan dengan fluida reservoir yang bersifat statis,
antara lain tekanan kapiler, wettability, dan contact angle.

3. Sifat batuan reservoir akibat interaksi batuan dengan fluida reservoir yang bersifat
dinamis, diantaranya mobilitas, dan permeabilitas relatif

Untuk itu, konsep dasar sifat-sifat batuan dan fluida reservoir telah menjadi bahan pertimbangan
penting dalam studi waterflood karena dalam proses injeksi air akan terjadi kontak antara fluida
yang diinjeksikan dengan batuan dan fluida formasi, sehingga dapat dipelajari kondisi efisiensi
pendesakan yang lebih efektif untuk mendesak minyak sebagai efisiensi pendesakan pada skala
mikroskopis.

Adapun sifat-sifat itu antara lain :

3.2.1. Porositas

Porositas diartikan sebagai perbandingan volume pori dengan volume total batuan, lebih umum
dinyatakan dalam fraksi dibandingkan dengan persentase. Porositas terbagi dua :
1. Porositas efektif

Merupakan perbandingan antara rongga pori yang saling berhubungan dengan volume bulk
(total) batuan

1. Porositas absolut

Merupakan perbandingan total volume pori dengan volume total batuan

Porositas dari sebuah media permeabel merupakan fungsi yang kuat dari variansi distribusi
ukuran pori dan fungsi yang lemah dari ukuran pori itu sendiri.

3.2.2.Permeabilitas

Bisa diartikan sebagai kemampuan batuan dalam menyalurkan fluida, terbagi atas tiga :

1. Permeabilitas absolut

Merupakan kemampuan batuan dalam mendistribusikan semua fasa fluida yang dikandungnya

2. Permeabilitas efektif

Didefinisikan sebagai kemampuan batuan dalam mendistribusikan salah satu fasa fluida jika
batuan tersebut mengandung lebih dari satu fasa fluida

3. Permebilitas relatif

Merupakan rasio antara permeabilitas efektif dengan permeabilitas absolut, merupakan sifat fisik
batuan yang sangat urgen dalam proses EOR. Atau perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut.

Permeabilitas relatif reservoir terbagi berdasarkan jenis fasanya, sehingga didalam reservoir akan
terdapat permeabilitas relatif air (Krw), permeabilitas relatif minyak (Kro), permeabilitas relatif
gas (Krg), dimana persamaannya adalah :
dimana Kw, Ko, Kg berturut-turut adalah permeabilitas relatif air, minyak, dan gas.

Permeabilitas relatif dipengaruhi variable-variabel seperti sejarah saturasi dan kebasahan batuan.
Karakteristik dari permeabilitas relatif ditunjukkan pada gambar 3.10.

Gambar 3.4. Karakteristik Permeabilitas Relatif

Pada Gambar 3.4 menunjukkan pengaruh sejarah saturasi terhadap permeabilitas relatif. Itu
dicatat bahwa arah aliran tidak berpengaruh pada perilaku aliran untuk fasa pembasah.
Bagaimanapun, suatu perbedaan penting ada antara kurva drainage dan imbibition untuk tahap
fasa non-pembasah. Untuk sistim water-wet, kita dapat memilih data imbibisi, sedangkan, data
drainage diperlukan untuk mengoreksi prediksi dari reservoir oil-wet.

Sedangkan pengaruh wettability sangat penting untuk diketahui, hal ini dapat dilihat pada sistim
water-wet dan oil-wet. Ada beberapa perbedaan antara kurva oil-wet dan kurva water-wet
dimana :

1. Saturasi air pada permeabilitas minyak dan air adalah jumlah (titik persimpangan kurva)
yang akan lebih besar dari 50 % untuk sistim water-wet dan lebih kecil dari 50 % untuk
sistim oil-wet.

2. Saturasi air connate untuk sistim water-wet lebih besar dari 20 % dan untuk sistim oil-wet
lebih kecil dari 15 %.

3. Permeabilitas realtif untuk air pada saturasi air maksimum (residual oil saturation) akan
lebih kecil dari 0.3 untuk sistim water-wet tetapi akan lebih besar dari 0.5 untuk sistim
oil-wet.
Gambar 3.5. Pengaruh Sejarah Saturasi
Terhadap Permeabilitas Relatif

Gambar 3.6. Pengaruh Kebasahan Terhadap Permeabilitas Relatif

Untuk nilai permeabilitas yang tinggi { (ko)Swir > 100 md}, penemuan ini tidak mungkin benar.
Sebagai contoh, Batuan water-wet dengan pori-pori besar kadang-kadang memperlihatkan
kejenuhan air tak bergerak kurang dari 10 hingga 15 persen. Meskipun demikian, pada Gambar
3.5. menunjukkan pentingnya kurva permeabilitas relatif yang dapat mengindikasikan tingkat
kebasahan suatu reservoir untuk permeabilitas ke level rendah (ko)Swir < 100 md.

Rumus tes permeabilitas relatif air-minyak untuk contoh batuan core sering disebut sebagai end
point karena merupakan refleksi dari Swir, Sor, (ko)Swir dan (kw)Sor. Hasil tes ini sedikit lebih mahal
dari tes permeabilitas realtif normal, tapi tes ini dapat menyediakan informasi dari karakteristik-
karakteristik reservoir

Berbeda dengan porositas, permeabilitas lebih dipengaruhi oleh ukuran pori batuan dibandingkan
dengan distribusi butiran batuan tersebut.

3.3. Pengawasan Waterflood


(Reservoir Susveillance)

Kunci kesuksesan sebuah proyek waterflood terlelak pada perencanaan dan pelaksanaan
program pengawasan serta monitoring pada sumur. Program ini disesuaikan dengan lapangan
atau proyek yang bersangkutan, sebab masing-masing proyek waterflood mempunyai karakter
yang beragam. Hal yang penting untuk diperhatikan pada program monitoring well khususnya
system waterflood terdapat pada Gambar 3.7. Sebelumnya proyek waterflood hanya terfokus
pada hasil produksi dan injeksi saja. Dewasa ini dengan pengetahuan manajemen reservoir
modern, telah menjadi praktek industri untuk menjadikan sumur, fasilitas, water system dan
kondisi pengoperasian menjadi program surveillance secara comprehensive.

Gambar 3.7.Waterflood Injection System

Managemen reservoir yang baik terdiri dari reservoir, well dan surface facilities sebagai
komponen dari satu kesatuan system. Telah diakui bahwa karakteristik reservoir, fluida dan
bentuk alirannya akan mempengaruhi operasi sumur dan proses produksi fluida di permukaan.
Pelaksanaan program surveillance yang komprehensif dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Pelaksanaan Program Surveillance


Saat ini, pelaksanaan surveillance tidak hanya difokuskan pada kinerja reservoir, namun
melibatkan sumur-sumur, fasilitas dan sistem air. Informasi tentang sejarah kinerja waterflood
pada suatu lapangan lebih detail dapat diperoleh, memberikan suatu penilaian terhadap behavior
waterflood yang tengah berjalan. Informasi ini mencakup :

Deskripsi reservoir yang akurat dan lebih detail

Kinerja reservoir, estimasi efisien penyapuan dan recovery minyak untuk tiap stage (at
various stage of depletion)

Sumur injeksi dan sumur produksi, beserta laju alir, tekanan, dan profil fluida

Treatment dan kualitas air

Performansi fasilitas dan perawatan

Perbandingan performasi actual dan teoritis untuk memonitor behavior dan efektfitas
waterflood

Diagnosa terhadap permasalahan yang ada/potensial, dan solusinya.

5 jenis data yang sangat penting dalam Surveillance dan monitoring :

1. Data reservoir

Litologi, pengendapan, patahan, WOC/GOC, bentuk perangkap, jenis drive


Pemetaan bentuk unit aliran

Data petrofisik (nilai rata-rata k, h, f)

Kompresibilitas (rock, gas, oil dan water)

Tipe rekahan

1. Data statik

Pressure (RFT, Psi static, built up/fall off, step rate test)

Saturasi (resistivity, core, simulasi saturasi)

Volume produksi

1. Sifat batuan dan fluida

PVT data (psi, volume, Rs, Viskositas, temperature)

Permeabilitas relative (Kro, Krg, Krw sebagai fungsi dari saturasi)

Sorw, Sorg (titik akhir dari proses pendesakan)

1. Data injeksi/produksi sumur

Kecepatan produksi dan injeksi

Fluid entry/exit (PLT Logging)

Pwf

Productivity dan injectivity index

Kekuatan semen

1. Facilities/operating condition

Kualitas air

Injection facilities operation

Production facilities operation


Monitoring equipment operation

3.4. Efisiensi Pendesakan Minyak

Effisiensi pendesakan minyak diantaranya :

3.4.1.Areal Sweep Efficiency

Pada pelaksanaan waterflood, air diinjeksikan dari beberapa sumur injeksi dan produksi akan
terjadi dari sumur yang berbeda. Ini akan menyebabkan terbentuknya distribusi tekanan dan
streamlines di daeah antara sumur injeksi dengan sumur produksi. Dua faktor ini akan
menentukan seberapa besar kontak waterflood dengan daerah antara tersebut. Besar daerah
reservoir yang mengalami kontak dengan air ini yang disebut dengan Areal sweep efficiency.

Gambar 3.8.

(a) Areal Sweep effisiensi, (b) Vertical Sweep effisiensi

Secara rumus, Areal sweep efficiency didefinisikan sebagai :

3.4.2. Mobility Efficiency

Efisiensi mobilitas merupakan efisiensi yang dipengaruhi oleh nilai saturasi minyak
tersisa dan sifat pembasahan batuan. Didefinisikan sebagai fraksi minyak pada awal proses yang
dapat diambil pada 100 % area vertikal.

Persamaan efisiensi mobilitas adalah sebagai berikut :


Untuk nilai Boi konstan, maka persamaan (3.12) diatas menjadi :

dimana

EM = efisiensi mobilitas

Soi = saturasi minyak awal

Sorp = saturasi minyak residual/immobile oil

3.4.3.Vertical Sweep Efficiencies

Bervariasinya nilai permeabilitas pada arah vertikal dari reservoir menyebabkan fluida injeksi
akan bergerak dengan bentuk front yang tidak beraturan. Semakin sedikit daerah
berpermeabilitas bagus, semakin lambat pergerakan fluida injeksi.

Ukuran ketidakseragaman invasi air adalah vertical sweep efficiency (Gambar 3.8), yang juga
sering disebut sebagai invasion efficiency. Vertical sweep efficiency ini bisa didefinisikan sebagai
bidang tegak lurus yang mengalami kontak dengan air injeksi dibagi dengan keseluruhan bidang
tegak lurus di darah belakang front. Secara sederhana, vertical sweep efficiency ini menyatakn
seberapa banyak bagian tegak lurus (vertikal) reservoir yang dapat dijangkau oleh air injeksi.

Persamaan untuk vertical sweep efficiency adalah :

Ada beberapa hal yang mempengaruhi vertical sweep efficiency, ini :

1. Mobility Ratio

Term injektivitas relatif ini adalah perbandingan indeks injekstivitas pada sembarang waktu
dengan injektivitas pada saat dimulainya waterflood. Pada M = 1, injekstivitas relatif cenderung
konstan. Pada M < 1, terlihat bahwa injektivitas menurun seiring menaiknya radius flood front.
Sedangkan untuk M > 1, injektivitas relatif meningkat seiring naiknya radius flood front.

1. Gaya Gravitasi

Karena air merupakan fluida dengan densitas yang tinggi, maka ia cenderung untuk bergerak di
bagian bawah reservoir. Efek ini disebut dengan gravity segregation dari fluida injeksi,
merupakan akibat dari perbedaan densitas air dan minyak.
Terlihat bahwa baik untuk sistem linear maupun untuk sistem five spot, derajat dari gravity
segeragation ini tergantung dari perbandingan antara gaya viscous dengan gaya gravitasi,
. Sehingga laju alir yang lebih besar akan menghasilkan vertical sweep efficiency yang
lebih baik pula.

1. Gaya kapiler

Penelitian membuktikan bahwa volume hanya menurun sedikit walaupun laju alir injeksi
dinaikkan sampai sepuluh kali lipat.

1. Crossflow antar lapisan

2. Laju alir

Perhatikan semua properties yang mempengaruhi vertical sweep efficiency diatas.


Keseluruhannya dipengaruhi oleh laju alir

3.4.4.Volumetric sweep efficiency

Volumetric sweep efficiency ini merupakan ukuran pendesakan tiga dimensi. Definisi volumetric
sweep efficiency adalah perbandingan antara total volume pori yang mengalami kontak dengan
air injeksi dibagi dengan total volume pori area injeksi. Volumetric sweep efficiency dirumuskan
dalam persamaan berikut :

Faktor-faktor yang mempengaruhi volumetric sweep efficiency sama dengan faktor-faktor


yang mempengaruhi vertical sweep efficiency.

3.4.5. Displacement Efficiency

Displacement Efficiency didefinisikan sebagai jumlah total minyak yang berhasil didesak
dibagi dengan total Oil in Place yang ada di daerah sapuan tersebut. Berdasarkan pengertian
tersebut, Displacement Efficiency dapat dirumuskan dengan persamaan :

Efisiensi pendesakan ini merupakan efisiensi pendesakan tak bercampur dalam skala
makroskopik yang digunakan untuk menggambarkan efisiensi pendesakan volume spesifik
minyak oleh injeksi air pada batuan reservoir, sehingga dapat ditentukan seberapa efektifnya
fluida pendesak menggerakkan minyak pada saat fluida pendesak telah membentuk kontak
dengan minyak.

Efisiensi pendesakan fluida reservoir dapat dilihat pada dua konsep berikut :

1. Konsep desaturasi

Terjadi perubahan saturasi fluida dibelakang front seharga satu dikurangi saturasi residual fluida
yang didesak, sehingga terdapat dua fasa yang mengalir yaitu minyak dan air. Sedangkan di
depan front hanya minyak yang mengalir.

2. Konsep pendesakan

Saturasi fluida pendesak pada front sama dengan satu dikurangi saturasi residual fluida itu
sendiri. Dianggap minyak telah habis didesak sehingga yang dibelakang front hanya fluida
pendesak yang mengalir.

Displacement Efficiency mempunyai nilai maksimum, yang dirumuskan sebagai berikut :

Sedangkan nilai displacement efficiency pada saat breakthrough adalah :

Gambar 3.9. Effisiensi Displacement

Ucapan Terimakasih kepada :

REFKI JULIASTY 003210200 Universitas Islam Riau, Fakultas Teknik

Anda mungkin juga menyukai