Hukum Islam (Syariah) dan Problematika Profesi Ilmuwan
A. Hukum Islam (Syariah)
Secara sederhana hukum adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara maka hukum Islam berarti: seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam. Maksud kata seperangkat peraturan disini adalah peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.
Dasar Hukum Islam
1. Al quran: kitab suci diturunkan kepada umat Islam sebagai
petunjuk dasar utama dalam melaksanakan perintah dan larangan dalam hidup. 2. Al Hadits: Semuanya terletak pada perintah, perilaku dan persetujuan dari Nabi Muhammad, sebagai pelengkap dari hukum yang dari Al Qur'an.
3. Ijma 'ulama: konsensus para ulama dalam menentukan
kesimpulan dari hukum yang didasarkan pada Al-Qur'an dan hadits.
4. Qiyas: menetapkan hukum baru kasus yang tidak ada di masa
lalu, tetapi memiliki penyebab umum, manfaat, bahaya dan berbagai aspek kasus sebelumnya yang sama dihukum.
5. Ijtihad: upaya sungguh-sungguh, yang benar-benar dapat
diterapkan oleh siapa saja yang telah mencoba untuk mencari ilmu untuk memutuskan kasus yang tidak dibahas dalam Al- Qur'an dan Hadits pada kondisi menggunakan akal sehat dan pertimbangan yang matang.
Pembagian Hukum dalam Islam
Hukum dalam Islam ada lima yaitu:
1. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah
tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa.
2. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak
dikerjakan tidak berdosa.
3. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika
tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya:
Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang
paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
4. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak
dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala. 5. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
B. Etos Kerja dalam Islam
Agama Islam yang berdasarkan al-Quran dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja. Rasulullah SAW bersabda: bekerjalah untuk duniamu seakan- akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok. Dalam ungkapan lain dikatakan juga, Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja. Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi. Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al- Quran dan as-Sunnah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hampIr mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin. Dalam al-Quran dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. (An-Naml : 88). Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22). Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan. (HR. Bukhari dan Muslim). Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat. Niat juga merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar pada firman Allah SWT agar kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan penerima merasa tersakiti hatinya. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian (Al-Baqarah : 264) Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan pengertian bahwa taqwa merupakan dasar utama kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa merupakan petunjuknya. Memisahkan antara taqwa dengan iman berarti mengucilkan Islam dan aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada wilayah kemashlahatannya sendiri. Bukan kaitannya dalam pembangunan individu, kepatuhan kepada Allah SWT serta pengembangan umat manusia. Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan siksa. Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT. Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman. Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda, sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus. (HR Hambali) 2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT : Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (al-Baqarah: 172) 3. Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar. 4. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah. 5. Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alat-alat produksi.
C. Prinsip Kerja dalam Islam
Islam adalah agama yang syamil atau menyeluruh sempurna telah memberikan prinsip-prinsip yang kokoh. Syariat Islam telah memuat kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang menetapkan berbagai urusan ibadat (ritual seremonial) dan prinsip- prinsip muammalah dalam satu keserasian dan keharmonisan yang solid. Dengan menjalankan syariah itu manusia dapat: a) Dapat hidup secara baik sebagai hamba Allah, sekaligus sebagai khalifatul Ard yang mampu mengelola alam semesta dengan segala kekayaannya di muka bumi ini. b) Kesejahteraan hidup bagi diri, keluarga, masyarakat dan negara serta dalam naungan rahmat Allah SWT. c) Sukses meraih ridho Allah serta dapat menjadi bekal amal sholeh hidup di akherat kelak.
Prinsip-prinsip muammalah dalam bekerja maupun dalam mengelola keuangan
atara lain adalah: 1. Niat bekerja adalah untuk beribadah kepada Allah Dalil yang menujukkah hal tersebut adalah firman Allah : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan (Adzariat: 56-57). Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta Alam ( Al-anam : 162).
2. Kerja adalah amanah untuk memakmurkan alam semesta.
Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah: Sungguh Allah menciptakan kamu sebagai Khalifatull fil Ard (Albaqoroh 30). Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya (Hud: 61).
3. Tujuan dan Orientasi bekerja adalah sebagai investasi amal
saleh untuk kebahagiaan hidup di akherat sekaligus kebahagiaan hidup didunia terpenuhi keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohkhani. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Al Qashas: 77). Sesungguhnya untuk dirimu atasmu ada hak, untuk badanmu atas dirimu ada hak, dan untuk istrimu atas dirimu ada hak, maka berikanlah semua hak kepada yang memilikinya (HR Bukhari).
4. Mencari penghasilan yang halal adalah Fardhu (Wajib). Dalil
yang menunjukkan hal ini : Sabda Rasulullah SAW: Mencari penghasilan halal adalah sesuatu yang fardhu setelah fardhu lainnya (HR Al-Baihaqi). Sabda beliau yang lain: Ditanyakan kepada Rasulullah SAW, Usaha apakah yang paling baik beliau menjawab; Kerja seorang lelaki dengan tangannya, dan semua jual beli yang mabrur (baik). Dalam riwayat lain, Usaha apakah yang paling utama HR.Al-Bazzar dan Ahmad).
5. Bekerja pada bidang-bidang yang baik serta menghindari
segala yang diharamkan kotor (keji). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah: Katakanlah tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu (Al-Maidah 100). Katakanlah siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan- Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan ) rizki yang baik. Katakanlah : semuanya itu disediakan bagi orang-orang yang beriman dalamkehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. (Al-araf : 32). Telah sampai kepada kita dari Muhammad SAW bahwa beliau bersabda: Sungguh, seorang hamba memasukkan satu suap makanan haram ke perutnya, Allah SWT tidak menerima amalnya selama empat puluh hari, dan siapapun seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari sesuatu yang haram, maka neraka lebih baik baginya (HR Ath Thabrani).
6. Menjauhi muammalah yang mengandung unsur MAGHRIB
(Maysir, Ghoror, Riba dan Batil). Dalil yang menunjukkan hal ini firman Allah SWT Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepda Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu: kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (Albaqoroh 278-279). Sabda Rasulullah SAW: Allah SWT melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, yang menjadi saksi atas riba dan penulis riba (HR Ahmad).
7. Mengangkat dan mendelegasikan pekerjaan pada ahlinya
(cakap) Allah SWT berfirman: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakain (dari harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik Annisa:5). Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami, berkata Yusuf: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) , sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan (Yusuf: 54-55). Sesungguhnya orang yang paling baik yang kami ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya (Al-Qashas: 26). Berkenaan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang mengangkat seseorang sebagai pegawai (pekerja) dari suatu kaum, padahal pada kaum itu terdapat seseorang yang diridlai (cakap,saleh dan beriman) oleh Allah dari padanya, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang dan orang-orang yang beriman (HR.Al-Hakim, ia berkata:shahihul isnad).
8. Memberikan hak-hak pekerja. Seorang Pengusaha haruslah
mengetahui bahwa memberikan kepada pekerja akan haknya tanpa dikurangi (disunat) adalah sesuatu yang fardhu. Firman Allah Hud:85 Dan Syuaib berkata, Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Rasulullah bersabda: Bayarkanlah upah terhadap para pekerja sebelum kering keringatnya (HR Ibnu Majah).
9. Membelanjakan harta secara adil. Jadilah orang yang adil
(ditengah-tengah) dalam membelanjakan harta, tanpa isrof (berlebihan) dan tidak pula taqtir (terlalu irit). Dalil menujukkan demikian adalah firman Allah: Dan-orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebih- lebihan dan tidak pula kikir, adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian (Al-Furqon 67).
10. Membayar zakat.Perintah demikian berdasar firman
Allah SWT Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka (At-Taubah 103).