PENDAHULUAN
Arsitektur 1
Bali 3
perkembangan bentuk-bentuk bangunan seperti di atas yang diterapkan pada
bangunan arsitektur masa kini dirasa kurang memiliki filosofi atau makna
yang kuat mengenai arsitektur Tradisional Bali itu sendiri. Arsitek sendiri pada
umumnya harus memiliki sebuah landasan, filosofi, dan konsep yang kuat
dalam melakukan sebuah perancangan. Jika hanya menerapkan bentuk tanpa
sebuah landasan, filosofi, dan konsep yang kuat, tanpa seorang arsitek pun
bangunan tersebut bisa terwujud. Tujuannya dari adanya landasan, filosofi,
dan konsep itu sendiri dalam sebuah bangunan adalah untuk menciptakan atau
memberikan nyawa atau juga taksu dalam bangunan tersebut. Filosofi
atau makna dari sebuah bangunan dapat diambil dari teori dalam perancangan
arsitektur, yaitu teori Analogi. Berdasarkan hal tersebut, penulis
menganalogikan sebuah pohon kelapa menjadi bangunan Jineng. Berangkat
dari latar belakang tersebut, penulis memilih judul Penerapan Bentuk Jineng
pada Desain Bangunan Villa dengan Metode Analogi sebagai judul makalah
mata kuliah Arsitektur Bali 3.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah,
sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja analogi yang ada pada sebuah pohon
kelapa dengan sebuah bangunan Jineng.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana implikasi dari pohon kelapa yang
menjadi analogi Jineng pada desain bangunan villa
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Penulis dapat menambah wawasan mengenai pengaplikasian teori dan
metode analogi dalam Arsitektur Bali, dalam hal ini adalah analogi dari
Jineng pada desain bangunan villa.
1.4.2 Untuk Kampus
Kampus dapat menjalankan tugasnya dalam mengamalkan Tri Dharma
Perguruan Tinggi (Pembelajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat).
Selain itu, kampus dapat menambah sarana pembelajaran bagi mahasiswa
atau sebagai pembanding dalam pelaksanaan mata kuliah lain.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Analogi Matematis
Analogi yang menjadikan ilmu hitung dan geometri sebagai dasar
penting dalam arsitektur. Bangunan yang berasal dari geometri murni dan
angka-angka primer atau lambnag akan sesuai dengan tatanan semesta.
2. Analogi Biologis
Analogi ini dibagi menjadi 2 yaitu organis dan biometric.
Organis; memusatkan perhatian pada hubungan antara bagian-bagian dari
bangunan atau hubungan antara bangunan dengan lingkungannya (setting).
Bentuk organis ini merupakan rintisan dari Frank Lioyd Wright: Bentukan
ini memiliki 4 karakteristik yaitu:
a. Berkembang ke luar dari dalam, selaras dengan kondisi keberadaanya
b. Konstruksi dengan material yang jujur artinya kayu dipergunakan
sebagai kayu.
c. Unsur-unsur bangunan yang terpadu dan merupakan satu kesatuan
d. Menggambarkan waktu tempat dan tujuan.
Biometrik ; memusatkan perhatian pada proses pembangunan dan
perkembangan suatu bangunan atau lingkungan buatan
3. Analogi Romantik
Arsitektur yang mampu membangkitkan emosi dari diri pengamat
dengan cara menimbulkan asosiasi atau dengan cara mendesain dengan
berlebihan.
Menimbulkan asosiasi biasanya mengacu pada asosiasi dengan
alam,masa lalu, tempat-tempat eksotis, benda primitive atau pengalaman
masa lalu.
Sedangkan dengan cara mendesain berlebihan contohnya seperti
yang dilakukan oleh para arsitek ekspresionis pada abad 20. Aliran ini
mendesain bangunan yang tidak biasa, baik dari ukuran, bentuk, pemilihan
warna dan lain-lain.
4. Analogi Linguistik
Analogi linguistik menegaskan bahwa bangunan dapat
menyampaikan informasi kepada pengamat. Menurut analogi ini ada 3
cara penyampaian informasi yaitu:
a. Model tata bahasa
Arsitektur yang terdiri dari unsur-unsur yang bisa memungkin dirinya
untuk dipahami dan di tafsir oleh pengamat. Biasanya unsur-unsur ini
berhubungan dengan kebudayaan atau kebiasaan sehingga pengamat
yang berasal dari kebudayaan dan kebiasaan tersebut akan mudah
memahami informasi yang disampaikan.
b. Model ekspresionis
Arsitektur yang dipergunakan oleh arsitek untuk mengekspresikan
dirinya pada bangunan tersebut.
c. Model semiotik
Arsitektur yang dipergunakan untuk menyampaikan informasi tentang
fungsi bangunan tersebut melalui tanda.tanda yang dimilikinya.
Contohnya sebuah masjid yang memiliki minaret, minaret merupakan
tanda bahwa bangunan tersebut adalah masjid.
5. Analogi Mekanik
Machine for living adalah pernyataan yang dipopulerkan oleh Le
Cobusier dimana dia menganalogikan rumah haruslah seperti mesin,
dimana tiap bagiannya berfungsi dan mendukung satu sama lain. Gagasan
ini adalah bentuk kritik terhadap ornament yang tidak memiliki fungsi.
Teori ini juga menjadi dasar arsitektur modern dalam mendesain dimana
fungsi, struktur dan system bangunan memiliki peran penting dalam
menentukan keindahan suatu karya arsitektur.
7. Analogi Adhocis
Arsitektur yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
langsung menggunakan material-material yang ada, mudah didapat dan
murah.
9. Analogi Dramaturgi
2.2 Jineng
Arsitektur 1
Bali 3 0
Gambar 2.6 Potongan
Memendek Jineng
Sumber: goolge
image
Arsitektur 1
Bali 3 0
2.3 Villa
Villa merupakan sebuah fasilitas tempat tinggal sementara yang
biasanya terletak di daerah yang berhawa sejuk, misalnya seperti di
pegunungan, dataran tinggi, maupun pinggiran kota. Villa juga seringkali
didefinisikan sebagai sebuah rumah hunian milik perorangan yang terletak
jauh dari keramaian. Villa dibangun di tempat yang relatif tidak padat
penduduknya dengan kontur alam yang masih alami untuk memberikan
ketenangan pada penghuninya. Idealnya, villa ditinggali pada akhir pekan
atau musim liburan sebagai sarana penunjang liburan. Villa pada umumnya
menyediakan berbagai fasilitas hiburan seperti taman bunga yang indah, area
bermain anak, danau atau kolam pemancingan, fasilitas olahraga, serta
berbagai sarana rekreasi lainnya. Villa juga dilengkapi dengan peralatan dan
fasilitas penunjang kegiatan sehari-hari layaknya di rumah Anda sendiri. Villa
banyak dibangun di daerah puncak dan kawasan pegunungan lainnya di
Indonesia yang memiliki iklim sejuk namun tetap dapat diakses dengan
mudah menggunakan kendaraan pribadi.
Arsitektur 11
Bali 3
BAB III
METODE PENULISAN
PEMBAHASAN
4.1 Alasan menjadikan pohon kelapa sebagai analogi dari bangunan Jineng
Dunia arsitektur tidak terlepas dari yang namanya kreativitas.
Berangkat dari kreativitas tersebut ada banyak cara yang diterapkan dan
dilakukan untuk membuat ide-ide dan hal baru yang dalam hal ini adalah
desain. Teori analogi merupakan salah satu metodenya. Kembali kepada
pengertian teori analogi di mana metode ini dapat memunculkan desain-
desain baru dengan mengidentifikasi hubungan harafiah yang memungkinkan
di antara dua benda yang berbeda. Singkatnya, analogi itu meniru sebuah
konsep atau filosofi dari suatu hal untuk diterapkan di benda atau desain yang
akan dibuat selanjutnya. Salah satu contohnya adalah menganalogikan Jineng
sebagai pohon kelapa. Pohon kelapa dijadikan sebagai analaogi dari
bangunan Jineng dilihat dari segi fungsi, kegunaan dan perwujudan fisiknya.
A. Perwujudan Fisik
Dari segi perwujudan fisik, pohon kelapa merujuk kepada tiga bagian
utama yang dimiliki tumbuhan, dimana pohon kelapa sebagaimana tumbuhan
terdiri dari tiga bagian yaitu:
Melihat dari hubungan pohon kelapa dengan akar, batang, dan daun
serta buahnya sebagai representasi kepala, badan, dan kaki tersebut, dapat
dianalogikan dengan wujud fisik Jineng yang dalam hal ini tertuang dalam
konsep Tri Angga. Jineng sendiri merupakan salah satu bangunan Arsitektur
Tradisional Bali yang memiliki konsep ruang yang disebut Tri Angga.
Menurut buku Arsitektur Tradisional Bali karya Ngakan Ketut Achwin
Dwijendra , Tri Angga memiliki arti, Tri berarti tiga dan Angga berarti badan
di mana Tri Angga lebih menekankan pada tiga nilai fisik yaitu:
Utama Angga (kepala)
Madya Angga (badan), dan
Nista Angga (kaki)
Pada Jineng sendiri pembagian wujud fisik Tri Angga dilihat dari tiga
bagian yang terdapat pada Jineng. Pembagian tersebut adalah:
Gambar 4.2 Jineng dengan Konsepsi Tri Angga
Sumber: dokumen pribadi
Pondasi
Nista Angga yang dalam hal ini merupakan kaki direpresentasikan
ke dalam pondasi. Pondasi pada Jineng berfungsi sebagai pondasi
bangunan pada umumnya yang bertujuan untuk menerima semua beban
pada bangunan dan menyalurkannya ke tanah.
Sesaka
Madya Angga atau badan, pada Jineng direpresentasikan pada
Bale Bengong dan Sesakanya. Di mana pada bagian ini Sesaka
berfungsi untuk penerus beban ke dalam pondasi.
Atap
Utama Angga atau kepala, pada Jineng direpresentasikan pada
Atap. Pada bagian atap ini selain berfungsi untuk melindungi bagian
yang di bawahnya, juga terdapat tempat untuk menyimpan hasil panen
petani.
4.2 Implikasi dari pohon kelapa yang menjadi analogi dari Jineng pada desain dari
sebuah bangunan villa
Berdasarkan teori analogi pada poin 4.1 dikatakan bahwa Pohon kelapa
dijadikan sebagai analaogi dari bangunan Jineng dilihat dari segi fungsi,
kegunaan dan perwujudan fisiknya. Dari hal tersebut, terdapat implikasi
dalam mendisain sebuah bangunan villa.
A. Fungsi dan Kegunaan
Ditinjau dari segi fungsi dan kegunaannya, pohon kelapa memiliki
fungsi yang beraneka ragam. Namun, fungsi dan kegunaan utamanya
ditekankan pada bagian atas dari pohon kelapa tersebut. Sedangkan fungsi
lainnya berada di bagian bawah dari pohon kelapa tersebut, dimana bagian
bawah yang dimaksud ialah bagian batang.
Berdasarkan hal tersebut, desain dari sebuah bangunan villa
nantinya akan memiliki fungsi utama yang berupa ruang tidur sebagai
tempat beristirahat akan berada pada bagian bangunan atas yaitu lantai
dua.
Kemudian pada bagian bawahnya akan terdapat fungsi lainnya seperti dapur
dan ruang tamu atau ruang keluarga.
B. Perwujudan Fisik
Pohon kelapa memiliki perwujudan fisik yang dibagi menjadi tiga
bagian. Tiga bagian tersebut adalah bagian kepala yang merupakan daun
dan buah, bagian badan yang merupakan batang pohon kelapa, serta
bagian kaki yang merupakan akar dari pohon kelapa.
Dari perwujudan fisik tersebut, desain bangunan villa yang akan
dibangun nantinya akan merepresentasikan dari perwujudan-perwujudan
fisik pohon kelapa, yakni kepala, badan dan kaki. Dalam ilmu arsitektur
Tradisional Bali, perwujudan fisik berupa kepala-badan-kaki disebut
konsep tri angga. Dimana, disain bangunan villa ini nantinya akan
memiliki
kepala yang merepresentasikan atap, yang berfungsi untuk melindungi
bagian bawah bangunan, badan yang merepresentasikan dinding, kolom,
dan saka yang berfungsi sebagai penopang atap dan sebagai penghantar
beban bangunan menuju ke bagian bawah, serta kaki yang
merepresentasikan bebaturan dan pondasi yang berfungsi sebagai
penyangga sebuah bangunan serta meneruskan beban bangunan dari
kolom atau dinding menuju ke tanah.
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan di atas adalah
dalam menerapkan konsepsi nilai-nilai Arsitektur Tradisional Bali yang
berkembang pada masa kini, tidak harus menggunakan atau mengadopsi
bentuk aslinya namun juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan teori
analogi, yaitu mengumpamakan sesuatu yang mempunyai kesamaan,
persesuaian, kemiripan, keserupaan, kesejajaran, kesejalanan, antara dua
benda tetapi memiliki asal usul yang berlainan. Berdasarkan teori analogi,
bangunan arsitektur tradisional bali yang salah satunya bangunan Jineng
dapat dianalogikan sebagai sebuah pohon kelapa karena memiliki konsep
yang sama seperti Jineng. Kesamaan yang mendasari bahwa pohon kelapa
dapat dianalogikan dengan Jineng adalah konsep perwujudan fisik (Tri
Angga) dan kesamaan fungsi yang dimilikinya. Hal ini juga dapat
dianalogikan pada sebuah desain baru yaitu sebuah villa yang tentu saja
menggunakan analogi dari pohon kelapa dan Jineng.
1.2 Saran
Sebagai calon arsitek, dalam proses perancangan sudah seharusnya
arsitek dapat memberikan filosofi ataupun makna kedalam sebuah bangunan
baik itu bangunan dengan gaya arsitektur Tradisional Bali ataupun gaya
lainnya. Karena tugas utama dari seorang arsitek adalah sebagai perancang.
Adapun tujuan dari adanya landasan, filosofi dan konsep dari sebuah proses
perancangan adalah untuk menghidupkan atau memberikan jiwa bagi
bangunan yang akan didirikan.
Arsitektur 2
Bali 3 0
DAFTAR PUSTAKA
Arsitektur 2
Bali 3 1