PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retro virus RNA
dilaporkan pada tahun 1987. Sejak saat itu, jumlah laporan kasus AIDS terus
berlipat ganda dan pada tahun 2009 diperkirakan telah terdapat 190.000
individu dengan HIV di Indonesia. Prevalensi infeksi HIV pada orang dewasa
dinyatakan bahwa 80% dari seluruh kasus AIDS terjadi di Indonesia terjadi
1 masih merupakan tipe virus dengan virulensi yang lebih tinggi dan lebih
mudah ditransmisi dibanding HIV-2. Saat ini Indonesia sudah tidak lagi
salah satu negara di Asia yang mengalami epidemi HIV dan AIDS dengan
1
terdapat 19.139 penderita HIV-1 laki-laki baru untuk setiap 100.000
penduduk dan 7.255 penderita HIV-1 perempuan baru untuk setiap 100.000
penduduk. Hasil statistik bulan Juni 2011 menunjukkan jumlah penderita HIV
di Indonesia sejak tahun 1987 sampai dengan 30 Juni 2011 yaitu 26483 orang
secara dini. Diagnosis yang tepat dan secara dini dapat digunakan untuk
kadar antibodi terhadap HIV-1 atau melalui hitung CD4+ sel limfosit T.
membutuhkan waktu yang lama, serta memerlukan tenaga ahli yang terlatih
serta mahal. Teknik pemeriksaan ini juga mempunyai nilai negatif palsu yang
cukup tinggi untuk individu yang baru saja terinfeksi HIV dan sudah memilki
viral load yang tinggi. Hal ini perlu menjadi perhatian penting karena dapat
secara dini, murah dan tepat. Jika dulu masih membutuhkan waktu yang lama
untuk mendapatkan hasil deteksi, saat ini dengan menunggu 20 menit hasil
2
Beberapa tes digunakan untuk menentukan pasien yang kemungkinan
terinfeksi HIV, yaitu: tes strip/kaset, ELISA, tes Westering Blot, dan tes PCR.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana identifikasi HIV menggunakan Strip/Kaset?
2. Bagaimana identifikasi HIV menggunakan ELISA?
3. Bagaimana identifikasi HIV menggunakan westering blot?
4. Bagaimana identifikasi HIV menggunakan PCR?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat 2 spesies HIV yaitu HIV -1 dan HIV-2 dengan HIV-1 yang bersifat lebih
mematikan dan lebih mudah masuk ke dalam tubuh dari pada HIV-2. Tipe HIV-1
3
Berbeda dengan HIV-1, individu dengan infeksi HIV-2 kurang infeksius
menyerang sel-sel vital sistem kekeba-lan tubuh manusia seperti sel limfosit T
CD4+, makrofag, dan sel dendritik, serta dapat merusak sel limfosit T CD4+
secara langsung maupun tidak langsung. Jika virus HIV-1 membunuh sel limfosit
T CD4+ sampai sel yang tersisa kurang dari 200 sel/L darah, maka kekebalan
Virus ini dapat mengikuti sirkulasi darah secara langsung dengan menembus
dinding pembuluh darah atau tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang
mengalami trauma. Setelah berada di sistem sirkulasi selama 4-11 hari, HIV-1
dapat dideteksi di dalam darah. Virus ini akan masuk ke dalam sel dengan
mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki reseptor membran CD4+, yaitu
memperantarai fusi membran virus ke membran sel. RNA virus kemudian masuk
transkripsi terbalik (reverse transcription) dari satu untai tunggal RNA menjadi
CD4+ dan berintegrasi dengan DNA dibantu enzim HIV integrase. Integrasi
dengan DNA sel penjamu menghasilkan suatu provirus dan memicu transkripsi
4
mRNA. mRNA virus ditranslasikan menjadi protein struktural dan enzim virus.
RNA genom virus dibebaskan ke dalam sitoplasma dan bergabung dengan protein
inti. Tahap akhir berupa pemotongan dan penataan protein virus menjadi segmen-
segmen kecil oleh enzim HIV protease. Fragmen virus akan dibungkus oleh
sebagian membran sel terinfeksi. Virus baru (virion) akan dilepaskan dan
menyerang sel-sel rentan seperti sel CD4+ lainnya, monosit, makrofag, sel
Natural killer (NK), sel endotel, sel epitel, sel dendritik (pada mukosa tubuh
manusia), sel Langerhans (pada kulit), sel mikroglia, dan berbagai jaringan tubuh.
cairan tubuh, cairan rongga mulut (saliva serta GCF), air susu ibu, dan plasenta
BAB 3
ISI
terinfeksi HIV, yaitu: tes strip/kaset, ELISA, tes Wester Blod, dan tes PCR.
1. Metode immunokromatografi ( anti HIV-1/HIV-2 )
a. Prinsip Dasar
Immunokromatografi dimana membrane dilapisi oleh antigen HIV
rekombinan pada garis tes. Pada saat serum diteteskan pada salah satu
5
Selanjutnya campuran ini akan bergerak secara kromatografi keujung
terdapat pada garis tes. Jika serum atau plasma mengandung antibody
HIV-1 atau HIV-2 maka akan timbul warna pada garis tes.
b. Cara pemeriksaan:
1) Dilakukan pada suhu ruangan sebaiknya tes dilakukan dalam
garis tes.
2) Negatif (non-reaktif ): hanya Nampak satu garis merah pada
bagian control.
3) Invalid: tidak Nampak garis merah sama sekali atau Nampak
Sebagian besar tes penapisan juga meliputi HIV2. Antibodi (Ab) muncul
warna yang dapat dievaluasi sebagai negatif, positif, atau tidak dapat
6
ditetapkan. Hasil tes positif dan tidak dapat ditetapkan harus diulang dan
kemudian dikonfirmasi dengan tes Western Blot. Hasil ELISA positif palsu
ELISA negatif palsu terjadi pada stadium lanjut HIV atau awal infeksi
setelah terinfeksi dapat terjadi hasil negatif palsu karena belum terbentuk
Oleh karena itu hasil tes positif dengan ELISA atau EIA harus
HIV dalam sampel dan anti-HIV dalam sampel, dan anti-HIV berlabel
7
pemeriksaan dapat berupa serum atau plasma dari pasien, hanya untuk
ada obatnya. Darah dapat diambil secara steril dari vena cubiti
disimpan pada suhu 4 C selama 1-5 hari atau disimpan beku selama
beberapa minggu.
c. Cara Pemeriksaan
1) Beberapa butir polisteren ( polysterene beads) yang dilapisi antigen
120)
2) Dicampur dengan 50 l serum atau plasma dan 200 l human anti-
dibuat.
6) Kemudian di inkubasi kembali pada suhu ruangan selama 30 menit,
8
Sampel yang dinyatakan untuk positif anti-HIV bila member densitas
optis kurang dari nilai cut-off absorbance. Semua sera yang positif
99.9 %.
3. Tes Western Blot
Rangkaian protein virus HIV dipisahkan berdasarkan berat molekul
terhadap antigen HIV, maka antibodi akan terikat dengan antigen HIV
yang terdapat dalam strip dan menimbulkan reaksi yang positif. Western
a. Prinsip Kerja
Bagian dari seluruh virus HIV dielektroforesis pada polyacrilamyde gel
9
penambahan substrak berkromogen yang akan memberikan pita yang
berwarna.
b. Cara pemeriksaan
1) Antigen HIV dielektroforesis pada sodium dodecyl sulphate
Laemmli.
2) Pita antigen ditransfer pada kertas nitroselulose, dicuci dan di
nonspesifik.
4) Dalam tahap berikutnya, ditambahkan dengan sampel penderita dan
biru kelabu.
c. Interprestasi Hasil
Uji western blot ini merupakan tes yang sensitive dan spesifik, namun
seperti donor darah. Interprestasi hasil uji western blot yang diusulkan
and The United States Centers for Deases Control ( CDC ) yang
10
1) Positif, bila terdeteksi dari 2 pita yang terdeteksi meliputi p 24, p
yaitu p 24, gp 41, gp 120\160, p 66, p 55, p 51, p31 atau p 31.
3) Negatif, bila tidak terlihat adanya pita HIV spesifik sedangkan pola
disebutnya indeterminate.
d. Karakteristik tes
Uji western blot merupakan uji laboratorium untuk melacak adanya
infeksi HIV yang sensitive dan spesifik. Spesifitas tes yang amat tinggi
menyebabkan tes ini sampai dewasa ini masih sering dipakai sebagai tes
Diperkirakan hasil positif semu dari kombinasi ELISA, dan uji western
blot pada populasi dengan resiko infeksi HIV rendah adalah kurang dari
kombinasi kultur virus dan uji PCR ternyata bahwa hasil uji wester blot
negative.
4. HIV RNA DENGAN POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)
Tes ini mengukur beban virus (jumlah partikel virus) di dalam darah.
maka tidak akan terbentuk kopi DNA dan tes dinyatakan negatif. Bila
11
pada HIV adalah untuk memonitor terapi pada awal penggunaan ART
dalam 2-4 minggu. Jika hasilnya 1 log beban virus atau HIV RNA
>10.000 kopi maka terapi dapat dilanjutkan. Jika hasilnya 100.000 kopi,
6 bulan. Jika beban virus 0,3-0,5 log maka terapi ARV tidak efektif dan
12
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk identifikasi/deteksi virus HIV Beberapa tes digunakan yaitu, tes
lama untuk mendapatkan hasil deteksi, saat ini dengan menunggu 10-15
dievaluasi sebagai negatif, positif, atau tidak dapat ditetapkan. Hasil tes
positif dan tidak dapat ditetapkan harus diulang dan kemudian dikonfirmasi
berat molekul dengan menggunakan elektroforesis dan terikat pada strip tes.
13