Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
ST RAMLAH ANDARIAS, S.Ked
10542 0332 11
PEMBIMBING
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
LEMBAR PENGESAHAN
1
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan
hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan referat dengan judul Tumor
Jinak Tulang. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Radiologi.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas referat ini. Namun
berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman
sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada dr. Ramlah
Massing, Sp.Rad, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
selama proses penyusunan referat ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu, dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan referat ini.
Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan
penulis secara khusus.
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
A. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG ......................................................... 2
C. DEFINISI TUMOR JINAK TULANG ............................................................. 4
D. KLASIFIKASI TUMOR JINAK TULANG ..................................................... 4
1. TUMOR JINAK PEMBENTUK TULANG ............................................... 6
a. Osteoma ................................................................................................. 6
b. Osteoid osteoma ..................................................................................... 10
c. Osteoblastoma ........................................................................................ 14
2. TUMOR JINAK PEMBENTUK TULANG RAWAN ................................ 17
a. Kondroma .............................................................................................. 18
b. Osteokondroma ..................................................................................... 21
c. Kondromiksoid Fibroma ....................................................................... 26
3. TUMOR JINAK TULANG LAIN .............................................................. 31
a. Non-Ossifying Fibroma ......................................................................... 31
b. Ameloblastoma ...................................................................................... 33
c. Aneurisma Bone Cyst ............................................................................ 35
d. Giant Cell Tumor ................................................................................... 37
E. KAJIAN ISLAM ............................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 45
A. PENDAHULUAN
Tumor tulang merupakan kelainan pada system muskuloskeletal yang bersifat
neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan
yang baru dan abnormal disebut neoplasma. Ada beberapa tipe neoplasma yang dapat timbul
4
pada jaringan tulang. Neoplasma ini dapat berasal dari jaringan tulang itu sendiri atau dapat
juga merupakan penyebaran dari tumor primer di tempat-tempat lain.1,2,3
Tumor dimulai ketika sel-sel dalam tubuh tumbuh diluar kontrol. Sel sel tumor
menghasilkan faktor-faktor yang dapat merangsang fungsi osteoklas, sehingga menimbulkan
resobsi tulang yang dapat terlihat pada radiogram. Juga ada beberapa tumor yang
menyebabkan peningkatan aktivitas oesteoblas dengan peningkatan densitas tulang yang juga
dapat terlihat pada radiogram. Pada umumnya tumor-tumor tulang mudah dikenali dari
adanya massa pada jaringan lunak disekitar tulang, deformitas tulang, nyeri dan nyeri tekan,
atau fraktur patologis.1,2,4
Tumor tulang dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas dapat bersifat primer yang
berasal dari unsur-unsur tulang itu sendiri atau sekunder dari meatastasis (infiltrasi) terutama
tumor-tumor ganas organ lain ke dalam tulang. Tumor yang jinak lebih sering terjadi
dibandingkan dengan tumor ganas dan tumor-tumor yang ganas seringkali berakibat fatal.
Tumor-tumor ganas cenderung tumbuh lebih cepat, menyebar dan menginvasi secara tidak
beraturan. Tumor-tumor semacam ini paling sering terlihat pada anak-anak remaja dan
dewasa muda.1,2
Dari seluruh tumor primer, 65,8% bersifat jinak dan 34,2% bersifat ganas. Ini berarti
dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang bersifat ganas. Tumor ganas tulang
menempati urutan kesebelas dari seluruh tumor ganas yang ada dan hanya 1,5% dari seluruh
tumor ganas organ. Perbandingan insidens tumor tulang pada pria dan wanita adalah sama.
Sebagian besar tumor jinak tidak memerlukan pembedahan. Sekitar 2% dari seluruh tumor
jinak dapat mengalami keganasan. Beberapa tumor tulang ini memiliki gejala klinis berupa
nyeri, bengkak, dan kompresi pada pembuluh darah dan struktur saraf. Sebagian besar tumor
muncul karena adanya trauma atau fraktur patologis.3,5
5
serta metatarsal, masing-masing pada tangan dan kaki. Sebuah tulang panjang terdiri atas
beberapa bagian, yaitu diafisis, metafisis, dan epifisis. Diafisis atau batang, adalah bagian
tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagain ini tersususun dari tulang kortikal yang
memilkiki kekuatan yang besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung
akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengadnung sel-sel hematopoetik. Sum-sum merah terdapat juga di bagian epifisis dan
diafisis. Pada anak-anak, sum-sum merah mengisi sebagian besar bagian dalam tulang
panjang, tetapi kemudian diganti oleh sum-sum kuning sejalan dengan semakin dewasanya
anak tersebut. Pada orang dewasa, aktivitas hematopoetik menjadi terbatas hanya pada
sternum dan crista iliaka, walaupun tulang-tulang yang lain masih berpotensi untuk aktif lagi
jika diperlukan. Sum-sum kuning yang terdapat pada diafisis tulang orang dewasa, terutama
terdiri dari sel-sel lemak.2,6
Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan darah yang cukup luas untuk
perlekatan rendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah petumbuhan
longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan mengilang pada saat dewasa. Bagain
epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis
sehingga petumbuhan menjang tulang terhenti. Seluruh tulang dilapisis oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum yang mengandung sel-sel yang dapat berploriferasi dan berperan
dalam proses transversal tulang apanjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria
nutrisi khusus lokasi dan kebutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau
tidaknya penyembuhan suatu tulang yang patah.2
6
Gambar 1 : Anatomi tulang panjang2
Tulang pendek meliputi tulang tarsal dan karpal, masing-masing pada tangan dan
kaki. Tulang pipih meliputi tulang frontal serta parietalis pada cranium, tulang iga, sternum,
scapula, ilium, dan pubis. Tulang yang tidak teratur bentuknya (irreguler) meliputi tulang-
tulang yang terdapat di dalam susunan tulang belakang (tulang vertebra, sakrum, koksigeus)
dan tulang-tulang tertentu pada tengkorak (os temporalis, os sfenoidalis, os etmoidalis, serta
tulang mandibula).6
Jika diklasifikasikan menurut strukturnya, tulang dapat berupa tulang kortikal
(kompak) atau kanselus (berbentuk seperti karang atau trabekuler). Tulang kortikal dewasa
terdiri atas jalinan kanal yang saling berhubungan atau kanalikuli. Setiap jalinan ini, yang
dinamakan sistem havers, berjalan sejajar dengan sumbu tulang dan terdiri atas kanalis havers
yang dikelilingi oleh lapisan tulang (lamela). Diantara lamela terdapat lubang kecil-kecil
yang disebut lakuna. Lakuna berisi sel-sel tulang atau osteosit. Kanalikuli, yang masing-
masing mempunyai satu kapiler atau lebih, merupakan lintasan utnuk transportasi cairan
jaringa, menghubungkan semua lakuna.6
Tulang kanselus terdiri atas lempeng tipis (trabekula) yang memebentuk jalinan
interior tulang. Trabekula ini tersusun dalam berbagai arah untuk menyesuaikan diri dengan
garis-garis stres atau tekanan yang maksimal. Trabekula memberi kakuatan struktural
tambahan pada tulang. Secara kimiawi, garam-garam anorganik (kalsium serta fosfat) beserta
sejumlah kecil ion-ion natrium, kalium karbonat, dan magnesium membangun 70% tulang
7
yang matur. Garam-garam tersebut memberi elastisitas pada tulang dan kemampuan untuk
menahan kompresi.6
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu osteoblas,
osteosis, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sampai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas menghasilkan
sejumlah besar fostase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki
aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi
indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau
pada kasus metastasis kanker tulang.2
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukan kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang
memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan
osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.2
8
Berdasarkan asal selnya, pembagian tumor tulang dapat dilihat pada tabel berikut.
Jenis tumor Lokasi umum Usia (tahun) Morfologi
Pembentuk tulang
Osteoma Tulang wajah, 40 50 Pertumbuhan eksofitik
tengkorak melekat ke permukaan
tulang.
Osteoid osteoma Metafisis femur 10 20 Tumor korteks dengan
dan tibia gambaran nidus, ditandai
dengan nyeri.
Osteoblastoma Kolumna vertebra 10 20 Timbul di prosessus
spinosus dan transversus
vertebra
Tulang rawan
Osteokondroma Metafisis tulang 10 30 Pertumbuhan tulang
tubular panjang dengan lapisan tulang
rawan, mungkin soliter
atau multipel dan
diturunkan.
Kondroma Tulang kecil di 30 50 Tumor tunggal berbatas
tangan dan kaki tegas yang mirip dengan
tulang rawan normal,
timbul dalam rongga
medullaris tulang, jarang
multiple dan herediter.
Tumor jinak lain Tumor membentuk
Daerah epitel 20 30
Ameloblastoma psudodops pada sum-sum
germinativum gigi
tulang
Non-ossifying Metafisis distal 2 15 Tumor non-neoplasma
fibroma femur dan tibia dengan lesi sklerotik di
daerah tepi.
Giant cell tumor Daerah meta- 30 40 Terdapat zona transisi
episis tulang antara tulang normal dan
tulang patologik dengan
soap bubble app.
Aneurisma bone cyst Metafisis sfemur 5 20 Korteks tipis dengan lesi
ekspansif
9
Tabel : Tumor tulang jinak7
1. TUMOR JINAK PEMBENTUK TULANG
Neoplasma ini ditandai dengan pembentukan osteoid oleh sel tumor. Tumor jinak
pembentuk tulang terdiri atas osteoma, osteoid osteoma, dan osteoblastoma.
a. OSTEOMA
1) Definisi
Osteoma pertama kali dijelaskan oleh Jaffe pada tahun 1935. Osteoma merupakan
tumor jinak yang paling sering ditemukan (39,3%) dari seluruh tumor jinak tulang terutama
terjadi pada usia 40 50 tahun. Osteoma sering tanpa gejala, terdiri dari tulang matur yang
telah berdiferensiasi. Neoplasma ini ditandai dengan adanya proliferasi dari tulang di daerah
periosteal atau endosteal. Osteoma sentral ditemukan di daerah endosteum, osteoma perifer
ditemukan di daerah periosteal, dan osteoma eksta selular biasanya berkembang di dalam
otot.3,7,8
2) Lokasi
Kelainan ditemukan pada tulang tengkorak seperti maksilla, mandibula, palatum,
sinus paranasalis, dan dapat pula pada tulang-tulang panjang seperti tibia, femur, dan
falangs.3
3) Klasifikasi
Klasifikasi osteoma tergantung pada gambaran histologisnya. Secara histologis,
osteoma terdiri atas ivory osteoma, mature osteoma, dan mix osteoma. Ivory osteoma dikenal
juga sebagai eburnated osteoma, dimana kepadatan tulang berkurang pada sistem havers,
mature osteoma juga dikenal sebagai osteoma spongiosum yang menyerupai tulang normal,
sedangkan campuran antara keduanya disebut mix osteoma (osteoma campuran).10
4) Etiopatogenesis
Menurut Firdaus dan Sri Mulyani, penyebab pasti dari osteoma belum diketahui, akan
tetapi ada beberapa teori:9
a) Teori perkembangan
Teori ini menjelaskan bahwa biasanya tumor terbentuk diantara dua jaringan tulang
yang berdekatan dengan asal embriogenik yang berbeda. Diantara dua tulang yang
berbeda ini terdapat sel embriogenik yang terperangkap yang memicu proliferasi tulang
yang berlebihan.
b) Teori kongenital
Manifestasi klinis terjadi ketika pertumbuhan tulang meningkat dengan adanya tulang
embriogenik misalnya pada saat pubertas.
c) Teori trauma
10
Komplikasi dari trauma dapat menimbulkan proses imflamasi pada tulang seperti
periostitis yang merangsang pembentukan osteoma.
d) Teori infeksi
Infeksi dapat memicu pertumbuhan osteoma dengan proliferasi osteoblas pada garis
mukoperiosteum.
e) Teori hormonal
Peningkatan aktivitas osteoblas periosteum yang dirangsang oleh mekanisme endokrin.
5) Diagnosis
a) Pemeriksaan klinis
Osteoma merupakan lesi jinak yang pertumbuhannya lambat dan biasanya tanpa
gejala. Osteoma mungkin diidentifikasi secara kebetulan sebagai massa dalam tengkorak atau
mandibula atau sebagai penyebab sinusitis atau sebagai penyebab pembentukan mukocele
dalam sinus paranasalis. Pada osteoma yang multipel, dapat dipertimbangkan adanya
Sindroma Gardner.10
Pada pasien dengan Sindroma Gardner akan ditemukan adanya perdarahan rektum,
diare, dan nyeri abdomen. Trias dari poliphysis kolorektal dan kelainan tulang dapat
menyertai kelainan ini.8
b) Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi dari osteoma tergantung pada jenis osteoma berdasarkan
gambaran histologisnya. Tumor ini muncul sebagai lesi sklerotik berbatas tegas dengan lesi
yang sangan padat dengan ukuran < 2 cm.
X Ray
11
Tampak kepadatan tulang multinodular pada bagian poterior sinus frontalis kanan dengan
gambaran radiopak.8
Gambar 3 : Tampak lesi sklerotik pada sinus frontalis dengan gambaran radiopak.8
CT Scan (Computed Tomography Scanner)
Ivory osteoma
Pada gambaran radiologi, ivory osteoma akan muncul sebagai lesi yang
hiperdens yang mirip dengan korteks normal.10
12
Gambar 5 : CT-Scan kepala potongan axial
Ivory osteoma pada mastoid dengan gambaran lesi hiperdens10
Osteoma matur
Osteoma matur juga dikenal sebagai osteoma spongiosum yang menyerupai tulang
normal. Pada gambaran radiologi ditemukan sum-sum tulang dibagian tengah.10
b. OSTEOID OSTEOMA
1) Definisi
Osteoid osteoma adalah tumor jinak yang pertama kali dijelaskan oleh Bergstrand
pada tahun 1930 yang kemudian dijelaskan oleh Jaffe pada tahun 1935. Osteoid osteoma
biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil dari 1,5 2 cm dan tidak mengalami
13
pertumbuhan. Osteoid osteoma sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, paling sering
pada usia 4 dan 25 tahun, sangat jarang pada orang dewasa di atas 50 tahun. Kejadiannya
pada laki-laki 3 kali lebih sering daraipada perempuan.11,12
2) Lokasi
Osteoid osteoma adalah tumor jinak tulang, jarang ditemukan (1,8%) dan dapat terjadi
pada semua tulang.Tumor ini paling sering ditemukan di tulang panjang sekitar ekstremitas
bawah (femur dan tibia 50% dari kasus). Sekitar 30% terjad pada tulang belakang, tangan,
atau kaki. Lokasi paling umum adalah tulang belikat, tulang rusuk, tulang panggul, rahang,
patella, dan tengkorak. Lokalisasi dari tumor ini adalah pada metafisis atau diafisis. 11,12,13
3) Klasifikasi
Berdasarkan lokasi nidus, osteoid osteoma diklasifikasikan menjadi osteosid osteoma
kortikal (paling umum terjadi) yang biasanya menunjukkan sklerotik fusiform dengan
penebalan korteks pada bagian tengah dari tulang panjang, terutama femur; intramedulla
biasanya terletak di cullum femoris, tulang carpal, dan tarsal, serta elemen posterior dari
vertebra. Osteoid osteoma ini biasanya disertai osteoporosis ringan sampai sedang;
subperiosteal merupakan tipe yang paling umum terjadi pada leher talus dan juga sering
terjadi pada bagian medial collum femoris, di tangan, dan di kaki.13
4) Etiopatogenesis
Patogenesis dari osteoid osteoma yaitu berupa proses neoplasma atau inflamasi telah
menjadi topik yang kontroversial. Adanya komponen seluler dan trabekular yang atipikal
mendukung pendapat bahwa osteoid osteoma adalah sebuah neoplasma. Namun, ukurannya
yang relatif kecil dari lesi, dapat sembuh spontan, dan ditemukannya partikel virus
intraselular dapat menunjukkan proses inflamasi. 13,15
Golding menjelaskan bahwa adanya trabekula di sekitar tulang dapat menyebabkan
tekanan vaskular di sekitar nidus meningkat. Peningkatan tekanan ini menyebabkan
vasodilatasi dan edema yang diduga merangsang ujung saraf intaosseus sehingga
menyebabkan rasa sakit. Schulmen et al mendukung pendapat ini dengan menemukan adanya
peningkatan jumlah saraf tak bermielin. Serat saraf ini diyakini sensitif terhadap perubahan
tekanan pembuluh darah. 13,15
Beberapa pendapat menyatakan bahwa prostaglandin memiliki peran dalam
perkembangan osteoid osteoma. Pendapat ini didukung dengan ditemukannya 100 1000
kali lipat kadar prostaglandin, terutama prostaglandin E2 dan I2 (prostasiklin) pada nidus. 13,15
Healey dan Ghelman menjelaskan 2 mekanisme nyeri akibat prostaglandin.
Mekanisme pertama melibatkan efek permeabilitas dan vasodilatasi yang meningkatkan
14
ukuran dan aliran darah di daerah lesi sehingga meningkatkan tekanan dan nyeri. Mekanisme
kedua melibatkan efek dari sistem bradikinin, yang menimbulkan nyeri akibat cedera dari
jaringan lunak.13,15
5) Diagnosis
a) Pemeriksaan klinis
Pada pemeriksaan klinis osteoid osteoma dapat ditemukan adanya nyeri pada malam
hari yang dapat menyebabkan pasien terbangun. Nyeri ini dapat dihilangkan dengan salisilat
misalnya aspirin, ibuprofen, atau anti-inflamasi lainnya. Jika menyerang tulang belakang,
maka akan menyebabkan skoliosis yang nyeri dan terdapat cekungan di bagian sisi lesi.
Dapat ditemukan pembengkakan pada jaringan lunak. Jika lesi terletak di intrakapsuler maka
gambarannya dapat menyerupai arthropaty inflamasi atau sinovitis.12,13
Pada pemeriksaan fisik dari tulang, ditemukan adanya deformitas, eritema, dan
pembengkakan. Jika terjadi di dekat sendi, ditemukan adanya efusi dan atrofi otot. Pada
tulang belakang akan ditemukan skoliosis dan kaku otot paravertebral. Osteoid osteoma yang
berlokasi pada tangan dapat bermanifestasi sebagai arthritis monoarticular, makrodaktily,
clubbing, dan bengkak dengan sedikit nyeri.12,13,15,16
b) Pemeriksaan radiologi
X Ray
Gambaran X Ray di daerah nyeri dapat menampilkan penebalan korteks dengan
pembentukan tulang baru yang lebih kecil dari 2 cm yang disebut nidus dengan
densitas radiolusen. Kemungkinan untuk sulit mengidentifikasi nidus radiolusen
jika sklerosis luas.13
15
Gambar 7 : X-Ray dari tibia sinistra posisi lateral.
Intracortical osteoid osteoma pada diafisis tibia dengan gambaran nidus
radiolusen yang dikelilingi sklerosis reaktif.13
CT Scan
CT Scan memberikan gambaran terbaik dari nidus dan sklerosis kortikal
yang terletak di sekitarnya. Lesi digambarkan dengan bentuk bulat atau oval
dengan berbagai derajat mineralisasi pada bagain sentral. Kadang-kadang lesi
memiliki sklerotik reaktif minimal atau bahkan tidak ada, tetapi jika terdapat
sklerosis reaktif, hal ini dapat mengaburkan nidus.13
Gambar 9 : CT-Scan dari tibia distal sinistra potongan axial (B) dan sagittal (C).
Tampak osteoid osteoma intracortical dengan mineralisasi sentral minimal yang dikelilingi
penebalan korteks fusiform.13
16
Gambar 10 : CT-Scan tibia sinistra potongan axial (B) dan coronal (C)
Tampak subperiosteal oateoid osteoma dengan nidus tanpa mineralisasi yang dikelilingi
pembentukan tulang reaktif.13
6) Diagnosis banding
Diagnosa banding dari osteoid ostoma adalah asbes brodie, ewing sarkoma, dan
periotitis kronis.1
7) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari osteoid osteoma adalah dengan pembedahan. Akan tetapi, .
Beberapa bukti menunjukkan bahwa osteoid osteoma akan sembuh spontan dari waktu ke
waktu dan dapat diobati dengan NSAID. Rata-rata waktu penyembuhannya adalah 33 bulan.16
8) Prognosis
Nyeri akibat lesi osteoid osteoma biasanya sembuh setelah rata-rata 3 tahun dengan
lesi akan sembuh spontan dalam waktu 5 7 tahun. Jika menyerang tulang belakang, reseksi
awal (dalam waktu 18 bulan) dapat menyembuhkan skoliosis pada anak-anak (< 11 tahun).14
c. OSTEOBLASTOMA
1) Definisi
Osteobalstoma merupakan tumor tulang jinak pertama kali diakui oleh Lichtensein dan
Jaffe pada tahun 1956. Tumor ini merupakan jenis tumor jinak yang membentuk tulang
dengan osteoid vaskular dan jaringan terkalsifikasi yang tidak menyebar dan jarang terjadi.
Tumor ini seperti osteoid osteoma ditemukan terutama pada dewasa muda dan lebih sering
pada laki-laki daripada wanita. Gejala nyeri yang ditemukan lebih ringan dibanding osteoid
osteoma dan lebih jarang terjadi. Kelainan ini hanya merupakan 2,5% dari seluruh tumor
jinak tulang.3,17
17
2) Lokasi
Osteoblastoma terutama ditemukan pada tulang belakang dan pada tulang-tulang lain
seperti ilium, iga, tulang jari dan tulang kaki.3
3) Etiopatogenesis
Hingga saat ini, etiologi dari oeteoblastoma belum diketahui. Osteoblastoma terdiri
dari osteoblat yang menghasilkan osteoid dan anyaman tulang. Jika tumor terletak di dalam
tulang kortikal, maka dapat terjadi ekspansi ke daerah di sekitarnya. Namun, tepi luar dari
tumur selalu ditutupi oleh periosteum. Ukuran osteoblastoma yang dilaporkan adalah 1
sampai 11 cm dengan ukuran rata-rata 3,2 cm. Osteoblastoma dapat menyebabkan destruksi
dari dari korteks tulang disekitarnya dan meluas ke jaringan lunak di sekitarnya.17
4) Diagnosis
1) Pemeriksaan klinis
Lesi secara klinis ditandai dengan nyeri dan bengkak di lokasi tumor, durasinya dapat
terjadi hanya beberapa minggu hingga satu tahun atau lebih. Jika terjadi di daerah wajah,
dapat menyebabkan pembengkakan yang disertai nyeri, mengeras, dan tidak terlalu responsif
terhadap salisilat. Sifat nyeri digambarkan seperti tumpul dan intensitasnya kerap prosresif
dan biasanya terlokalisis di tempat tumor. Korteks tulang bisa membesar dan nyeri jika
dipalpasi. Dapat ditemukan atropi muskular, skoliosis, dan paraplegia.17
2) Pemeriksaan radiologi
X-Ray
Osteoblastoma memiliki gambaran X-Ray yang bervariasi. Kadang-kadang
osteoblastoma tampak sebagai lesi sklerotik dan dalam kasus lain tampak sebagai
gambaran lusen dari lesi yang luas. Pada 25% pasien, mungkin menunjukkan suatu
proses keganasan, seperti penipisan korteks, ekspansi dari tulang, dan adanya massa
jaringan lunak. Osteoblastoma pada tulang belakang biasanya berlokasi pada elemen
posterior. Sekitar 50% dari osteoblastoma di tulang belakang terdapat mineralisasi
matriks.19
18
Gambar 11 : X-Ray posisi lateral dari cervicalis.
Tampak osteoblastoma dengan lesi luas, ukuran processus spinosus dari vertebra C3 melebar
karena adanya massa dengan ossifikasi matriks. 17
Osteoblastoma pada tulang panjang mungkin tumbuh dari medulla atau kortikal
tulang. Lesi ini memberikan gambaran lusen dengan kalsifikasi internal dengan atau
tanpa ossifikasi dan sering meluas sampai di korteks. Bagian sekitar lesi akan tampak
sklerotis dan periostitis yang dapat dianggap sebagai neoplasma ganas. Osteoblastoma
dapat ditemukan pada tulang-tulang kecil tangan, pergelangan tangan, kaki,
pergelangan kaki, serta di tulang pipih.17
CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk mengetahui luas dari osteoblastoma
dan untuk mendeteksi adanya mineralisasi pada matriks tulang. Pemeriksaan
19
CT-Scan dapat mendukung diagnosis osteoblastoma yang sebelumnya
diperolah pada pemeriksaan X-Ray.17
Gambar 14 : CT-Scan axial dari hip dekstra. Tampak mineralisasi matriks minimal
dengan ekspansi kortikal.17
5) Diagnosis banding
Diagnosa banding dari osteoblastoma adalah osteoid osteoma dan osteogenik
sarkoma.1
6) Penatalaksanaan
Pengobatan yang dilakukan adalah eksisi tumor, kemudian rongga yang terjadi diisi
dengan tulang dari tempat lain (bone graft).1
7) Prognosis
20
Osteoblastoma merupakan tumor tulang jinak yang tingkat kekambuhannya
dilaporkan sekitar 10 20%. Kambuhnya tumor dikaitkan dengan reseksi yang inkomplit dari
lesi primer. Di beberapa tempat (misalnya tulang belakang) kemungkinan untuk mengangkat
seluruh lesi sangat rendah.17
a. KONDROMA
1) Definisi
Kondroma adalah tumor jinak tulang rawan hialin. Tumor ini dapat timbul di dalam
rongga medulla yang dikenal sebagai enkondroma, atau di permukaan tulang yang dikenal
sebagai kondroma subperiosteum atau juksta-korteks. Enkondroma adalah tumor tulang
rawan intraosseosa yang paling sering dijumpai dan biasanya didiagnosis pada pasien berusia
antara 20 sampai 50 tahun. Sindrom enkondroma multipel, atau enkondromatosis dikenal
sebagai penyakit Ollier. Jika enkondromatosis disertai hemangioma jaringan lunak,
penyakitnya disebut Sindrom Maffuci.18
2) Lokasi
Enkondroma biasanya tunggal dan terletak di regio metafisis tulang tubular, dan
predileksinya adalah tulang tubular pendek di tangan dan kaki.18
3) Klasifikasi
Menurut Sutton, ada beberapa tipe dari kondroma, yaitu juxtacortical chondroma,
multiple enchondromas, dan maffucis syndroma.
1. Juxtacortical chondroma merupakan tumor cartilago jinak yang biasanya ditemukan
pada dewasa muda dan berhubungan dengan korteks dari tulang panjang panjang,
umumnya pada humerus atau femur. Massa tumor membesar secara perlahan.
Gambaran radiologi: adanya massa jaringan lunak yang mungkin berisi kalsifikasi
dengan batas tipis, tapi biasanya inkomplit. Adanya kalsifikasi pada lesi dapat
memudahkan diagnosis dari tumor kartilago. Akan tetapi, jika kalsifikasi tidak
ditemukan maka sulit dibedakan dengan non-ossifying fibroma, periosteal lipoma,
atau neurofibroma.
2. Multiple enchondromas merupakan lesi dari displasi tulang yang dijelaskan oleh
Ollier dan dikenal dengan nama diskondroplasia. Tumor ini merupakan tumor pada
cartilago dengan displasia yang dapat menyebabkan destruksi komplit pada tulang-
21
tulang tangan. Sebagai tambahan, bagian collum dari displasia tulang sering
menyebabkan anomali dan deformitas pertumbuhan dari anggota badan.
3. Sindrom Maffuci jarang dihubungkan dengan diskondroplasia dengan hemangioma
cavernosa pada jaringan lunak. Pada gambaran radiologik ditemukan massa jaringan
lunak dengan phleboliths.
4) Etiopatogenesis
Terdapat pembentukan tulang rawan yang matur tanpa tanda tanda pleimof, mitosis,
atau gejala-gejala keganasan lainnya. Sering ditemukan adanya perubahan miksoid pada
jaringan lunak, maka kelainan ini disebut sindroma Maffuci. Perubahan kearah keganasan
pada enkondromatosis (enkondroma multiple) lebih sering dari pada enkondroma soliter.
Tanda tanda keganasan biasanya terjadi setelah umur 30 tahun dengan gejala gejala berupa
nyeri, pembesaran tumor yang tiba tiba dan erosi korteks tulang. 18
3) Diagnosis
a) Pemeriksaan klinis
Sebagain besar enkondroma bersifat asimptomatik dan terdeteksi secara kebetulan.18
b) Morfologi
Enkondroma biasanya berukuran kurang dari 3 cm dan memiliki warna abu-abu biru,
translusen, dan konfigurasi nodular. Dibagian tepi nodul, tulang rawan mengalami ossifikasi
enkondral, dan bagian tengahnya sering mengalami kalsifikasi dan mati. Kondroma pada
penyakit Ollier dan Maffuci dapat memperlihatkan derajat selularitas dan atipia sitologis yang
lebih tinggi, serta dapat sulit dibedakan dari kondrosarkoma.18
c) Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologis dari kondroma memperlihatkan adanya daerah radiolusen yang
bersifat sentral (enkondroma) antara metafisis dan diafisis. Mungkin dapat ditemukan sedikit
ekspansi dari tulang. Pada tulang yang matur dapat ditemukan adanya bintik bintik kalsifikasi
pada daerah lusen.23
22
Gambar 15 : X-Ray posisi AP.
Tampak osteokondroma dengan gambaran radiolusen dari proksimal femur dekstra.23
23
Gambar 17 : Olliers dyscondroplasia pada tangan23
4) Penatalaksanaan
Pengobatan tidak selalu diperlukan. Apabila tumor bertambahan besar atau ditemukan
adanya fraktur patologis maka tumor sebaiknya dikeluarkan melalui kuretase kemudian diisi
dengan jaringan tulang dari tempat lain ( bone graft).1
b. OSTEOKONDROMA
1) Definisi
Osteokondroma pertama kali dijelaskan oleh Sir Astley Cooper pada tahun 1818.
Osteokondroma yang juga dikenal sebagai eksostosis adalah suatu pertumbuhan ke arah luar
tulang rawan yang bersifat jinak bertopi yang melekat ke tulang di bawahnya melalui
sebuah tangkai tulang.18
24
Tumor biasanya timbul dari metafisis dekat lempeng pertumbuhan tulang tubular
panjang dan bermanifestasi sebagai tonjolan tulang beralas lebar yang melekat erat ke korteks
tulang di dekatnya. Terdapat suatu penutup yang terdiri atas tulang rawan hialin yang pada
pasein muda mengandung lempeng pertumbuhan yang serupa dengan ditemukan pada epifisis
normal. Lempeng pertumbuhan biasanya lenyap jika telah terjadi penutupan epifisis. Kadang-
kadang tumor ini terbentuk di tulang panggul, skapula, iga, dan ditempat-tempat initumor
sering memilki tangkai pendek. 7,18
Osteokondroma (OC) atau osteocartilagenous eksositosis merupakan lesi yang
muncul pada bagian korteks tulang, merupakan salah satu tumor tulang jinak yang paling
sering terjadi yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal, ektopik, dan ossifikasi
endochondral. OC biasanya terletak pada tulang axial terutama tulang panjang seperti
metafisis dari distal femur atau metafisis dari proksimal tibia. Tumor mulai pada metafisis,
tetapi karena tulang tumbuh, makin lama makin bergeser ke diafisis. Tumor ini cenderung
berhenti tumbuh setelah pertumbuhan normal tulang selesai. Tumor ini jarang ditemukan
pada daerah maksilofacial, tapi terdapat ossifikasi enchondral pada perkembangan
embriogenik dari temporomandibular joint sehingga menyebabkan OC sering ditemukan
pada daerah ini.7,20,21,22
2) Lokasi
Lokasi osteokondroma biasanya pada daerah metafisis tulang panjang khususnya
femur distal, tibia proksimal, dan humerus proksimal. Osteokondroma juga dapat ditemukan
pada tulang skapula dan ilium. Tumor bersifat soliter dengan dasar lebar dan atau kecil
seperti tangkai dan bila dikenal sebagai diafisial aklasia (eksositosis herediter multiple) yang
bersifat herediter dan diturunkan secara dominan gen mutan.3
3) Etiopatogenesis
Terdapat beberapa teori yang diajukan untuk menjelaskan tentang etiologi dan
patofisiologi osteokondroma. Virchow physeal theory menjelaskan adanya pemisahan plate
dab berputar sejauh 900, teori Keiths Plate Defect yang dikemukakan pada tahun 1920 dan
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh DAmbrosia dan Ferguson pada tahun 1968.
Studi ini mengungkapkan bahwa mutasi pada gen yang mengkode eksositosin 1 (EKS1)
berhubungan dengan osteokondroma soliter. EXT1 dan EXT2 merupakan protein yang
berperan dalam sintesis heparan sulfat proteoglycans (HSPG). Mutasi pada gen EXT
menyebabkan sintesis HSPG abnormal dan akumulasi HSPG dalam sitoplasma condrosit.
Kurangnya HSPG di ekstraselular menyebabkan difus abnormal di daerah ekstraseluler.
25
Perubahan di daerah difus ini diyakini merupakan penyebab pertumbuhan lempeng kondrosit
ke arah yang salah.20,24
4) Diagnosis
a) Morfologis
Osteokondroma berbentuk seperti jamur dan berukuran antara 1 sampai 20 cm. Topi
osteokondroma terdiri dari tulang rawan hialin jinak dengan ketebalan bervariasi dan pada
bagian perifer dilapisi oleh perikondrium. Tulang rawan memperlihatkan lempeng
pertumbuhan yang acak dan mengalami ossifikasi enkondral, dengan tulang yang baru
dibentuk membentuk bagian dalam kepala dan tangkai. Konteks tangkai menyatu dengan
korteks tulang asal sehingga rongga medulla osteokondroma dan tulang saling
bersambungan.18
b) Pemeriksaan klinis
Secara klinis, osteokondroma bermanifestasi sebagai massa yang tumbuh lambat,
yang dapat menimbulkan nyeri jika menekan saraf atau jika tangkainya patah. Pada sebagain
besar kasus, tumor ini di deteksi secara kebetulan. Pada eksositosis herediter multipel, tulang
asal tumor dapat melengkung atau memendek yang menunjukkan adanya gangguan
pertumbuhan epifisis. Sebagian besar osteokondroma asimptomatik tetapi sebagian dapat
menimbulkan cacat kosmetik yang mengganggu.18
c) Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi dari osteokondroma umumnya patognomonik yang terdiri dari
korteks dan medulla yang teletak di atasnya. Dasar lesi dari osteokondroma mungkin lebih
luas dari luas lesi itu sendiri yang disebut sessile atau lebih kecil dari bagian di atasnya yang
disebut pedunkulata.23
X-Ray
26
Tampak sessile osteokondroma dengan gambaran radiolusen.23
27
Gambar 21 : Foto hemipelvis dan panggul posisi AP
Osteokondroma dari ilium dekstra., tampak mineralisasi dengan tepi irreguler yang melapisi
ilium.23
MRI
MRI adalah teknik imaging yang digunakan untuk menilai komplikasi
osteokondroma. Efek dari lesi adalah adanya edema pada otot yang teletak di
atasnya.23
Gambar 22 : Tampak edema pada musculus quadratus femoris yang terletak antara ischium
dan osteokondroma.23
28
Pada skeleton appendikulare, komplikasi neurogenik umumnya terjadi di sekitar lutut,
khususnya saraf peroneal. Pada pemeriksaan MRI akan diperolah gambaran denervasi
dan/atau atrofi dari biseps femoris serta otot-otot bagian anterior dan lateral dari betis.
Pembentukan bursa juga dapat ditemukan dangan adanya cairan yang mengisi lesi.
5) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteokondroma dilakukan dengan pengamatan yang cermat dari
waktu ke waktu. OC yang kecil dan tanpa gejala dapat secara atau dengan reseksi bedah. Jika
ada keterlibatan pembuluh darah, penanganan lesi pada tulang dan lesi pada pembuluh darah
dapat dilakukan secara bersamaan. Setelah reseksi osteokondroma, perbaikan lesi vaskular
tergantung pada ukuran dan jenis lesi. Pembedahan vaskular yang merupakan komplikasi dari
OC merupakan prosedur emergency untuk mengindari lesi irreversibel seperti oklusi pada
pembuluh darah distal atau trombosis vena dengan resiko emboli paru. Kekambuhan
eksositosis setelah reseksi bedah, meskipun sangat jarang, dikaitkan dengan reseksi inkomplit
pada perikondrium yang terkena. Kekambuhan lokal telah dilaporkan pada 2 5 % kasus.
Resolusi spontan mungkin terjadi tetapi jarang.20,23
c. KONDROMIKSOID FIBROMA
1) Definisi
Kondromiksoid fibroma (CMF) adalah tumor jinak tulang rawan yang pertama kali
dijelaskan oleh Jaffe dan Lichenstein pada tahun 1948. CMF merupakan tumor yang sangat
langka dengan insiden <1% dari semua tumor tulang. Tumor ini tumbuh pada jaringa ikat
tulang rawan pembentuk daerah sumsum tulang. Seperti namanya, tumor jinak ini terdiri dari
kondroid, miksoid, dan jaringan fibrosa dalam jumlah bervariasi.24,25
2) Lokasi
Sebagian besar kondromiksoid fibroma berlokasi di daerah metafisis tulang panjang
(60%) dan dapat meluas hingga ke daerah epifiseal line. Sebanyak 25% dari semua kasus
berlokasi pada sepertiga atas tibia dan daerah yang relatif umum lainnya adalah tulang-tulang
kecil kaki, tulang paha bagian distal, dan panggul. Sebagian besar kasus terjadi pada dekade
kedua atau ketiga kehidupan dengan 75% kasus terjadi sebelum usia 30 tahun.24,25
29
Gambar 23 : Predileksi Kondromiksoid Fibroma25
3) Diagnosis
a) Gambaran Klinis
Pasien dengan kondromiksoid fibroma biasanya mengeluh nyeri progresif
dan/atau disertai pembengkakan tulang serta gerakan yang terbatas dari
ekstremitas yang terkena.24,25
b) Pemeriksaan Radiologis
X-Ray
Pada pemeriksaan X-Ray, kondromiksoid fibroma akan tampak sebagai lesi
lusen di daerah metafisis dengan batas jelas, luas, dengan panjang 3-10 cm.24
Selain itu, gambaran CMF dari foto X-Ray adalah sebagai berikut:
Sering dianggap sebagai lobulus dengan lesi radiolusen yang eksentrik.
Sejajar dengan sumbu memanjang dari tulang panjang,
Tidak tampak reaksi periosteal,
Kerusakan tulang hampir 100%
Tampak margin sklerotik (85%)
30
Gambar 24 : X-Ray proksimal tibia
Tampak kondromiksoid fibroma dengan gambaran lusen pada daerah metafisis dengan lesi
sklerosis.24
CT-Scan
Setelah pemeriksaan X-Ray, dapat dilakukan pemeriksaan CT-Scan untuk
mengetahui sifat dan luasnya lesi dari CMF. Pemeriksaan CT-Scan merupakan
modalitas terbaik untuk mendeteksi margin sklerotik dan mineralisasi tulang.
CT-Scan juga dapat memberikan gambaran dari lesi kortikal dan kalsifikasi
dalam tumor yang tidak tampak pada pemeriksaan radiologi konvensional.24
31
Gambar 27 : CT-Scan tibia
Tampak CMF menggantikan sumsum tulang normal.24
MRI
Pemeriksaan MRI digunakan untuk keperluan penatalaksanaan dari CMF.
Pemeriksaan ini memberikan gambaran luasnya lesi, sehingga reseksi lengkpa
dapat direncanakan untuk menghindari terjadinya kekambuhan. Temuan MRI
dari CMF tidak spesifik.24
32
Gambar 29 : T1 MR dari proksimal tibia
Tampak lesi eksentrik dengan intensitas signal yang rendah pada bagian anterior tibia yang
menunjukkan CMF.24
4) Diagnosa banding
Diagnosa banding dari kondromiksoid fibroma adalah aneurisma bone cyst, giant cell
tumor, non-ossifying fibroma, dan chondroblastoma. Akan tetapi, non-ossifying fibroma dan
chondroblastoma ditemukan pada usia muda.25
5) Penatalaksanaan
Kondromiksoid fibroma merupakan tumor jinak dengan degenerasi ganas jarang.
Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan kuretase namun memiliki tingkat kekambuhan
sebesar 25%. Dengan demikian, reseksi en-blok mungkin dianjurkan.25
33
fraktur patologik. Beberapa NOF berhubungan dengan neurofibromatosis tipe 1 (NF 1),
displasia fibrosa, dan sindrom Jaffe-Campanacci.26
b) Gambaran radiologi
X-Ray
Pada pemeriksaan X-Ray, NOF biasanya memiliki gambaran dengan pinggir yang
sklerosis. NOF biasanya terletak pada daerah metafisis. Akan tetapi, berdasarkan usia
pasien, NOF biasanya berpindah dari lempeng pertumbuhan.26
34
Gambar 32 : MRI tibia
Tampak NOF dengan gambaran heterogen.26
4) Penatalaksanaan
Non ossifying fibroma adalah lesi dengan dont touch lesion. Sebagian besar NOF
tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu dibiopsi. Jika ukurannya besar (melibatkan >
50% dari diameter tulang induk) perlu dilakukan kuretase sebagai profilaksis dan cangkok
tulang untuk mencegah fraktur patologis.26
b. Ameloblastoma
1) Definisi
Amelobalstoma adalah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak
menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh
Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat
intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten. Ameloblastoma adalah
tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya
lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak dan terjadi pada usia
20-30 tahun.27
2) Klasifikasi
Berdasarkan gambaran radiologi, ameloblastoma diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
solid atau multikistik, unikistik, dan periferal. Ameloblastoma solid paling sering ditemukan
dengan insidens 86% dari semua tipe ameloblastoma.27
3) Diagnosis
a) Gambaran klinis
Secara klinis, ameloblastoma muncul sebagai tumor odontegenik yang bersifat
agresif, sering tanpa gejala dengan pertumbuhan lambat. Kadang-kadang disertai
pembengkakan, maloklusi gigi, nyeri, dan parastesia di daerah lesi. Tumor ini
menyebar di daerah sum-sum tulang sehingga batasnya menjadi tidak jelas.27
35
b) Gambaran radiologik
X-Ray
Pada pemeriksaan X-Ray, tumor ini tampak sebagai lesi multilokasi, meluas
dengan soap-bubble, lesi berbatas tegas tanpa kalsifikasi matriks.
Gambar 33 : X-Ray
Tampak ameloblastoma dengan gambaran lesi bubble pada mandibula.27
36
ditemukan di daerah tulang belakang. Spinal aneurysma bone cyst biasanya disertai dengan
neurological sympton yang berhubungan dengan kompresi serat saraf. Kabanyakan
aneurysma bone cyst pada tulang belakang ditemukan pada elemen posterior dari vertebra
dan jarang ditemukan pada corpus vertebra.22,28
2) Lokasi
Tulang belakang dan tulang panjang adalah bagian tersering yang terkena. Pada
tulang panjang, daerah metafisis kaput femur merupakan predileksi tersering pada tulang
panjang.3
3) Diagnosis
a) Gambaran klinis
Pada aneurysma bone cyst, pasien mungkin mengeluh nyeri dengan onset yang tiba-
tiba karena fraktur patologis. Teraba benjolan dengan gerakan terbatas.29
b) Gambaran radiologik
X-Ray
Tampak daerah radiolusen pada tulang yang memberi kesan adanya destruksi tulang.
Lesi bersifat ekspansif, korteks menjadi sangat tipis, dan mengembang keluar. Gambaran
sangat mirip dengan giant cell tumor. Batas lesi tegas dan sering kali disertai lesi
sklerotik. Sifat-sifat ini penting untuk membedakannya dengan giant cell tumor yang
mempunyai batas tidak tegas.22
37
Gambar 36 : X-Ray Metacarpal
Tampak ABC dengan gambaran radiolusen pada metacarpal II manus.29
MRI
MRI mampu memberikan karaksteristik dari fluid-fluid levels dengan baik
serta mengidentifikasi komponen padat yang merupakan gambaran dari
aneurysma bone cyst sekunder.29
38
4) Differential Diagnosis
Differential diagnosis dari aneurysma bone cyst tergantung pada jenis modalitas yang
digunakan. Dari pemeriksaan MRI, differential diagnosis didasarkan pada adanya fluid levels
pada lesi seperti giant cell tumor, chondroblastoma, osteoblastoma, dan fibroxantoma.29
5) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari ABC adalah dengan kuretase yang merupakan terapi pilihan
kemudian lubang yang ditinggalkan diisi dengan grafting tulang. Bila terjadi rekurensi dapat
dilakukan ekstirpasi kista.
39
X-Ray
Pada pemeriksaan X-Ray, GTC tampak sebagai daerah radiolusen pada ujung tulang
panjang dengan batas tidak jelas dengan soap bubble appereance. Ada zona transisi antara
tulang normal dan patologik, biasanya kurang dari 1 cm. Lesi biasanya eksentrik, bersifat
ekspansif sehingga korteks menjadi tipis. Tidak ada reaksi periosteal. Tumor yang sudah
besar dapat mengenai seluruh lebar tulang dan sering menjadi terjadi fraktur patologik.22
40
Gambar 41 : CT-Scan abdomen
Tampak perluasan massa dari costa sinistra. Dari pemeriksaan histologik massa diidentifiksai
sebagai GCT. 31
MRI
Meskipun pemeriksaan MRI kurang akurat untuk mendeteksi kalsifikasi dari
matriks, akan tetapi gambaran dari MRI sangat penting untuk menetapkan perluasan
lesi ke jaringan sekitar. 31
41
Gambar 43 : T2 weighed coronal MRI dari wrist joint.
Tampak GCT yang terletak pada subatricular radius distal. Lesi heterogen dan hiperintens.31
42
E. KAJIAN ISLAM
Tumor tulang merupakan salah satu penyakit yang penyebabnya belum sepenuhnya
dapat dipahami. Akan tetapi, pada penelitian biomolekuler lebih lanjut ditemukan beberapa
mekanisme terjadinya tumor tulang, yaitu melalui identifikasi mutasi genetik yang spesifik
dan penyimpangan kromosom. Islam telah mengakui ilmu gen pewarisan DNA, yaitu sifat
dan fisik seseorang bisa di turunkan kepada anak-cucu keturunannya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA., ia berkata: Seorang Laki-laki dari Bani Fazarah
pernah datang mengunjungi Nabi SAW. Laki-laki itu berkata Isteriku melahirkan seorang
anak yang berkulit hitam. Lalu Nabi SAW bertanya :Apakah engkau memiliki unta? Laki-
laki itu menjawab: punya. Nabi SAW bertanya lagi: Apa warna unta itu? Ia menjawab:
merah. Nabi SAW kemudian bertanya lagi: Apakah unta tersebut makan dedaunan? Laki-
laki itu menjawab: Benar. Nabi bertanya lagi: mengapa engkau memberinya makan
dedaunan? Ia menjawab: karena aku berharap unta itu melahirkan keturunan. Nabi SAW
lalu berkata : Semoga unta itu melahirkan keturunan. Hadits ini menunjukkan bahwa faktor
genetika itu mempengaruhi keturunan dan hal ini adalah hal yang tidak diragukan lagi. Faktor
genetika itu memiliki pengaruh pada akhlak dan kondisi fisik keturunan.
Selain itu, hal paling dasar yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit
adalah makanan. Islam sebagai agama yang sempurna telah menyiratkan konsep pencegahan
penyakit dalam setiap amal ibadah yang disyariatkan dalam ayat-ayat yang tertuang dalam
Al-Quran dan Assunnah. Apabila manusia mengamalkan konsep tersebut maka ia akan
terhindar dari berbagai macam penyakit. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Miqdam,
Nabi SAW memerintahkan kita untuk makan yang cukup dan tidak memenuhi seluruh perut
kita dengan makanan. Tetapi dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk makanan, sepertiga
untuk air, dan sepertiga untuk udara. Selain itu dalam hadits lain, Nabi Muhammad SAW
berkata:
Kami adalah kaum yang tidak makan sampai kami lapar dan jika kami makan maka
kami tidak (sampai) kenyang.
Dalam ilmu kesehatan atau gizi disebutkan, makanan adalah unsur terpenting untuk
menjaga kesehatan. Kalangan ahli kedokteran Islam menyebutkan, makanlah makanan yang
43
halalan dan thayyiban. Al-Quran berpesan agar manusia memperhatikan yang dimakannya,
seperti ditegaskan dalam Q.S Al-Maidah ayat 88 sebagai berikut:
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah direzkikan kepadamu
dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya. (Al-Maidah : 88)
:
[ ] ..
Dari Abu ABdillah Numan bin Basyir r.a,Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya
terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang
banyak. Maka, barang siapa yang takut terhadap syubhat, berarti dia telah
menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam
perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana
penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang
dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah
bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia
haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik
maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh.
Ketahuilah bahwa dia adalah hati (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah Swt menghalalkan semua makanan dan minuman yang mengandung maslahat
dan manfaat bagi manusia. Sebaliknya, Allah Swt. mengharamkan semua makanan dan
minuman yang menimbulkan mudarat atau keburukan bagi manusia. Hal ini bertujuan untuk
menjaga kesucian dan kebaikan hati dan akal, maupun ruh dan jasad manusia. Selain itu,
secara medis, makan makanan yang tidak halal dan berlebihan dapat berdampak buruk bagi
kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit dalam tubuh.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Soekanto A. Tumor Jinak Muskuloskeletal. Surabaya, FK Universitas Wijaya Kusuma,
2014.
2. Price SA. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol. 2 Ed 6. Jakarta, EGC,
2013:1357-9
3. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Bintang lamumpatue, Makassar, 2003: 279
4. American cancer society. Bone Cancer. www.cancer.org. Diakses tanggal 30 Agustus
2016
5. Subbarao K. Benign Tumors of Bone. NJR, 2012;2(1):1-5
6. Kowalak, et al. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta, EGC, 2011;397-9
7. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Vol 2 Ed 7. Jakarta, EGC,
2007:855-8
8. Roy. Peripheral Osteoma of Mandible. MJAFI 2008; 64:385-386
9. Firdaus MA, Mulyani S. Diagnosis dan Penatalaksaan Osteoma Tulang Temporal. FK
Universitas Andalas
10. Rabou AA dan Gaillard F. Osteoma. http://radiopaedia.org/articles/osteoma. Diakses
tanggal 3 September 2016.
11. Thomas L. Osteoid Osteoma: Symptoms, Causes & Treatment. Universitas of California
San Francisco. https://radiology.ucsf.edu/patient-care/services/osteoid-
osteoma#accordion-diagnosing-an-osteoid-osteoma. Diakses tanggal 30 Agustus 2016
12. American academy of Orthopoedic Surgeon. Osteoid Osteoma. November 2014
13. Gonzales JV. Osteoid Osteoma: What Every Radiologist Should Know. European Society
of Radiology. 2012
14. Librodo et al. Osteoid osteoma. Madscape. 2015
15. Evan W. Osteoid Osteoma. Orthobullets. 2016
16. Gaillard F. Osteoid Osteoma. http://radiopaedia.org/articles/osteoid-osteoma. Diakses
tanggal 29 Agustus 2016
17. Ortman et al. Osteoblastoma. Medscape. 2016.
http://emedicine.medscape.com/article/1257927-overview. Diakses tanggal 29 Agustus
2016
18. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar Patologi Penyakit Robbins and Cotran ed 7
Jakarta, EGC, 2010:1320-3
19. Stacy S. Osteoblastoma Imaging. http://emedicine.medscape.com/article/392248-
overview. Diakses tanggal 30 Aguatus 2016
20. Manoj K, Monika M, Pramod J. Osteochondroma Arising from the Proximal Fibula: A
Rare Presentation. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2014 Apr;8(4)
45
21. Utumi ER et al. Osteochondroma of the Temporomandibular Joint: A Case Report. Braz
Dent J, 2010;21(3):253-4
22. Rasad S. Radiologi diagnostik. FKUI, Jakarta, 2009:75-6
23. Douis H, Saifuddin A. The Imaging of Cartilaginous Bone Tumours. Skeletal Radiol,
2012;41:11951212
24. Stacy GS et al. Chondromyxoid Fibroma Imaging. Medscape, 2015
25. Kang O, Basab B. Chondromyxoid Fibroma. Radiopaedia, 2015
26. Smith D, Frank G. Non-Ossifying Fibroma. Radiopaedia, 2015
27. Sinem G, Basak H. Clinical and Radiologik Behaviour of Ameloblastoma. J Can Dent
Assoc 2005;71(7):481-4
28. Peh WC, Hiramatsu Y. The Asian-Oceanian Textbook of Radiology. Singapore, TTG Asia
Media. 2003:1013
29. Bickle I, et al. Aneurysmal Bone Cyst. Radiopaedia
30. Chakarun CF, et al. Giant Cell Tumor of Bone: Review, Mimics, and New Development
in Treatment. RSNA, 2013;3(1):197-211
31. Ruano CAS, et al. Imaging of Giant Cell Tumors of Bone. ESR, 2013.
46