PENDAHULUAN
Skenario
Seorang anak laki laki berusia 3 tahun dibawa ke RSU dengan keluhan pucat, lekas lelah, dan
perut membuncit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit pucat, sclera ikterik, splenomegaly
discuffner IV. Hasil lab Hb 8 g/dL, apusan darah tepi, eritrosit hipokrom mikrositer, pemeriksaan
sumsum tulang ditemukan hyperplasia eritroid dan cadangan besi meningkat. Riwayat transfuse
disangkal.
Step I
(identifikasi kata sukar dan kata kunci)
B. Kata kunci
Step II
(identifikasi masalah)
Step III
(Penyelesaian masalah)
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
4. Patofisiologi dari skenario adalah
a. Ikterus dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah yang tidak
dapat dikonjugasi dalam hati menjadi bilirubin terkonjugasi sehingga dapat mengakibatkan
ikterik.
b. Hiperplasia eritroid terjadi kegagalan dalam proses eritropoeisis sehingga ditemukan sel sel
banyak dalam bone marrow
5. Jika dilakukan transfuse dengan baik maka pasien dapat hidup hingga decade 4 5 kehidupan
namun setelah itu pasien akan mengalami iron overload dan pasien meninggal karena
penyakit diabetes mellitus atau serosis hati. Sedangkan pada pasien dengan transfuse yang
tidak baik akan mengalami anemia yang khas yaitu Cooleys anemia yang gejalanya dimulai
pada saat bayi berumur 3 6 bulan, pucat, anemis, kurus, hepatosplenomegali, dan icterus
ringan.
6. .Hiperplasia eritroid terjadi kegagalan dalam proses eritropoeisis sehingga ditemukan sel sel
banyak dalam bone marrow. Peningkatan cadangan besi dikarenakan adanya hubungan
dengan transfuse darah meski sudah diberikan namun tetap terjadi hemolysis namun harus
diimbangi dengan cadangan besi yang meningkat.
7. Penatalaksanaan awal pada skenario diatas adalah dilakukannya transfuse darah dengan terus
diberikan selama 4 -6 minggu secara rutin serta dilakukannya kontrol zat besi dalam darah
dan dilakukannya pembersihan zat besi bila ditemukan adanya peningkatan kadar besi secara
berlebihan. Dapat juga dilakukan perbaikan gizi pada pasien.
8. Prognosis pada pasien adalah dubia at malam dikarenakan pasien akan terus menerus
diberikan transfuse darah hanya untuk meringankan gejala yang akan dirasakan oleh pasien
bukan untuk membuat pasien sembuh, komplikasi dari skenario diatas adalah ikterus dan
kholekolitiasis
Step V
(Learning Objective)
1. Mahasiswa(i) mampu menjelaskan tentang alur penegakan diagnosis pada skenario.
2. Mahasiswa(i) mampu menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang tambahan pada skenario.
3. Mahasiswa(i) mampu menjelaskan tentang diagnosis deferensial dari skenario.
4. . Mahasiswa(i) mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan dari skenario.
5. Mahasiswa(i) mampu menjelaskan tentang komplikasi dan prognosis dari skenario.
Step VI
(Belajar mandiri)
Step VII
(Presentasi hasil belajar)
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek
terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent. 3
Thalassemia adalah suatu kelainan genetik yang sangat beraneka ragam yang ditandai oleh
penurunan sintesis rantai atau dari globin. Thalassemia terbagi atas 2 tipe utama yaitu :
Thalassemia (alfa) dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa. Thalassemia (beta) dimana
terjadi penurunan sintesis rantai beta. Dalam kelompok ini dimasukkan juga:
1. Thalasemia Alfa : Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa
yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari :
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama sekali atau sedikit kelainan
berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat.
c. Hb H Disease
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai tidak ada gejala sama sekali,
hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa.
Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya
pada thalassemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada
HbA atau HbF yang diproduksi. Janin yang menderita alpha thalassemia mayor pada awal kehamilan
akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran hati dan limpa. Janin ini
biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
Thalassemia
Thalassemia beta banyak dijumpai di Mediterania, Timur tengah, India/Pakistan, dan Asia.
Gambaran klinik yang beraneka ragam, mulai dari yang paling berat sampai paling ringan :
1. Thalassemia beta major : Cooleys anemia merupakan bentuk homozigot yang tergantung
pada transfusi darah.
Patofisiologi
Kelainanan genetic pada thalassemia beta lesi genetic sangat beraneka ragam, tetapi
sebagian besar merupakan point mutation. Mutasi terjadi pada kompleks gen sendiri, atau pada
region promoters. Akibat kelainan genetic ini maka sintesis rantai beta terhenti atau berkurang.
Pada dasarnya thalassemia beta diakibatkan oleh karena prespitasi rantai alfa yang berlebihan
yang tidak mendapat pasangan rantai beta. Prespitasi ini membentuk inclusion bodies yang
menyebabkan lisis eritrosit intrameduler dan berkurangnya masa hidup sel eritrosit dalam
sirkulasi.
1. Thalassemia major5
A. Yang mendapat transfuse darah yang baik (Well transfuse) sebagai akibat pemberian
hipertransfusi maka produksi HbF dan hyperplasia eritroid menurun sehingga anak tumbuh
normal sampai decade 4 5 kehidupan. Setelah itu akan timbul gejala iron overload dan
penderita meninggal karena penyakit sirosis hati atau diabetes mellitus. 5
B. Yang tidak mendapatkan transfuse dengan baik maka akan timbul anemia yang khas, yaitu
Cooleys anemia
a. Gejala dimulai pada saat bayi berumur 3-6 bulan, pucat, anemis, kurus, hepatosplenomegali
dan ikterus ringan.
e. gejala iron overload : pigmentasi kulit, diabetes mellitus, sirosis hati atau gonadal failure.
Gambaran hematologic5
a. Anemia berat, Hb dapat 3-9 g/dl sehingga terus menerus memerlukan transfuse darah.
b. Apusan darah tepi: eritrosit hipokrom mikrositer, dijumpai sel target, normoblast, dan
polikromasia.
c. Retikulositosis
a. Hb F meningkatan : 10 -98%
6. Pemeriksaan khusus: pada analisis globin chain synthesis dalam retikulosit akan dijumpai
sintesis rantai beta menurun dengan rasio / meningkat.
ANEMIA SIDEROBLASTIK4
Anemia sideroblastik adalah kelompok anemia yang ditandai dengan adanya cincin
sideroblas (erythroblasts dengan perinuklear mitokondria membesar). Anemia sideroblastik
dapat diperoleh atau bawaan. Anemia sideroblastik sering dikaitkan dengan sindrom
myelodysplastic (tapi dapat dihasilkan oleh obat-obatan atau racun) dan menyebabkan anemia
makrositik. Anemia sideroblastik bawaan disebabkan oleh salah satu dari banyak mutasi X-
linked atau autosom dan biasanya ditemukan adanya anemia mikrositik-hipokromik dengan
peningkatan besi serum, ferritin dan saturasi transferin. 4
Anemia sideroblastik ditandai dengan pemanfaatan besi untuk sintesis heme yang tidak
adekuat oleh sumsum meskipun ada jumlah yang cukup atau meningkat dari besi. Anemia
sideroblastik kadang-kadang ditandai dengan kehadiran polychromatophilia, dan bintik pada sel
darah merah (siderocytes). Anemia sideroblastik diduga pada pasien dengan anemia mikrositik
atau anemia dengan RDW tinggi, terutama dengan peningkatan besi serum, ferritin serum, dan
saturasi transferin. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi menunjukkan RBC dimorfisme. 4
Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl. Regimen hiper
transfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata memungkinkan aktifitas normal dengan
nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan
perubahan tulangtulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis. Transfusi
dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat (PRC) biasanya di perlukan setiap 4-5
minggu. Uji silang harus di kerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencehag reaksi
transfusi. Lebih baik di gunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam
antikoagulan CPD) walaupun dengan ke hati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat transfusi
lazim ada. Hal ini dapat di minimalkan dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari
darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik sebelum transfusi. 6
Selain itu kadar deferoksamin darah yang di pertahankan tinggi adalah perlu untuk ekresi besi
yang memadai. Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8- 12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu penderita yang menerima regimen
ini dapat mempertahankan kadar feritin serum kurang dari 1000 ng/mL yang benar-benar di
bawah nilai toksik. Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang di sebabkan oleh
eritropoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya di perlukan karena ukuran organ
tersebut atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang
parah sekali, oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus di
tunda selama mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan kebutuhan
transfusi yang menunjukkan unsur hipersplenisme. 6
Cangkok sumsum tulang ( CST) adalah kuratif pada penderita ini dan telah terbukti keberhasilan
yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi sangat banyak. Namun,
prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas dan biasanya hanya di gunakan
2. Muktiarti D. Thalassemia alfa mayor dengan mutasi non-delesi thalassemia alfa mayor dengan
mutasi non-delesi thalassemia alfa mayor dengan mutasi non-delesi. Sari Pediatri. 2006
Desember; 8(3).
3. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin: Sindrom
Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
4. Braunstein EM. 2016. Sideroblastic Anemias. [Cited on Internet]. (March, 08th 2017).
Available from: http://www.merckmanuals.com/professional/hematology-and-oncology/anemias-
caused-by-deficient-erythropoiesis/sideroblastic-anemias
5. Braunstein EM. 2017. Thalassemias. [Cited on Internet]. (March, 08th 2017). Available from:
http://www.merckmanuals.com/professional/hematology-and-oncology/anemias-caused-by-
hemolysis/thalassemias
6. Hasan, Rusepno dan Husein Alatas (editor), 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid III.
Jakarta: FKUI
7. Singer ST, Wu V, Mignacca R, Kuypers FA, Morel P, Vichinsky EP. Alloimmunization and
erythrocyte autoimmunization in transfusion-dependent thalassemia patients of predominantly
asian descent. Blood. 2000;96:3369-3373.