Laporan Ekskursi Pt. Timah Kel 1
Laporan Ekskursi Pt. Timah Kel 1
TIMAH
(HARI KE-1 )
KELOMPOK 1
SEKOLAH PASCASARJANA
MAGISTER REKAYASA PERTAMBANGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
HARI KE 1
A. PT. Timah,Tbk
Profil Singkat
PT TIMAH adalah perusahaan penghasil logam timah yang merupakan salah satu
perusahaan penambangan timah terintegrasi terbesar di dunia. PT TIMAH telah mengukir
sejarah panjang dalam usaha pertambangan timah di Indonesia. Kegiatan pertambangan PT
TIMAH telah dilakukan sejak abad ke-18, baru pada 1976 dibentuklah PT TIMAH ini.
Seiring dengan pertumbuhan PT TIMAH, pada 19 Oktober 1995, PT TIMAH mencatatkan
saham perdana di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten TINS. Komoditas pertama PT
TIMAH yang utama adalah logam timah, sementara produk-produk lainnya meliputi
produk spesifik berbasis timah (tin solder, tin chemical), batubara, dan jasa perkapalan.
PT TIMAH melakukan kegiatan penambangan di darat, yakni di Pulau Bangka dan
Pulau Belitung, dan di perairan Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Kundur,
Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai produsen timah kedua terbesar di dunia, PT TIMAH
melakukan penambangan timah yang terintegrasi sedemikan hingga mencakup kegiatan
eksplorasi, penambangan, pengolahan, peleburan, dan pemasaran. Sebelum kegiatan
penambangan dapat dimulai, terlebih dahuli dilakukan eksplorasi, yang merupakan
rangkaian aktivitas melakukan kajian dan analisis sistematis terhadap suatu wilayah.
Eksplorasi bertujuan untuk mengetahui dan mengukur jumlah cadangan bijih timah yang
terkandung di wilayah tersebut. Setelah dipastikan terdapat cadangan bijih timah dalam
jumlah yang cukup dan dapat dieksploitasi secara ekonomis, kegiatan penambangan
dilakukan. Dari kegiatan penambangan dan pemrosesan setelahnya, PT TIMAH
menghasilkan logam timah sebagai produk utama, dan juga beberapa mineral ikutan lain,
yakni zircon, ilmenite, monazite, dan xenotime.
Seluruh kegiatan penambangan timah yang dilakukan oleh PT TIMAH berlokasi di
dalam wilayah-wilayah yang telah ditentukan sebagai Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Pada akhir tahun 2012 sampai 2015, luas total seluruh IUP yang dimiliki PT TIMAH
adalah 512.655 hektar. Rincian luasan IUP PT TIMAH di masing-masing kawasan
operasionalnya, beserta fasilitas produksi yang operasional per akhir 2012 dipaparkan pada
peta (Gambar 1) berikut.
Secara geografis Propinsi Bangka Belitung terletak pada 050' - 410' LS dan 10450-
10930 BT, dengan batas-batas wilayah di sebelah Barat dengan Selat Bangka, di sebelah
Timur dengan Selat Karimata, di sebelah Utara dengan Laut Natuna, dan di sebelah Selatan
dengan Laut Jawa.
Lokasi tambang berjarak 47 km dari Kota Pangkalpinang ke arah Barat Laut dan
15 km dari Kota Sungailiat. Daerah cadangan timah ini terdapat banyak pemukiman
sehingga dengan kondisi tersebut terlihat bahwa lokasi tambang berada cukup dekat dengan
pemukiman penduduk.
Jalan-jalan menuju ke lokasi tambang tersebut sebagian besar di aspal. Jaringan jalan
yang berhubungan dengan Kota dan kecamatan memudahkan penduduk untuk melakukan
perjalanan. Jalan-jalan tersebut ada yang melewati pemukiman penduduk dan ada yang
tidak, karena objek produksi terletak pada daerah terpencil.
Sumber:
Laporan Tahunan PT TIMAH 2010
Gambar 2. Peta Wilayah Operasi
Status Kawasan Daerah
Dahulu bangunan museum ini merupakan tempat tinggal para karyawan Bangka Tin
Winning (BTW). Pernah pula digunakan sebagai tempat diadakannya Perjanjian Roem-
Royen. Sebuah perjanjian antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 7 Mei 1949. Pada
waktu itu delegasi Indonesia diwakili oleh Mr. Moh. Roem. Sedangkan delegasi
Belanda diwakili oleh H.J. Van Royen. Hasil perjanjian tersebut hingga kini masih
tersimpan dengan rapi di museum ini sebagai bukti sejarah Indonesia.
Museum Timah sendiri berdiri pada tahun 1958. Di awal berdirinya, museum ini
hanya mencatat sejarah pertimahan Bangka-Belitung oleh karyawan BTW agar
masyarakat luas bisa mengenal. Namun saat resmi dibuka untuk umum pada tanggal 2
Agustus 1997 oleh PT. Timah Tbk, koleksi di museum ini semakin lengkap. Tersimpan
sejarah proses penambangan timah dari alam hingga pengolahan secara tradisional
maupun modern, baik berupa dokumen maupun foto-foto yang menjadi koleksi
museum ini.
Gambar 3. Tampak Depan Museum Timah Pangkalpinang
Pada tanggal 2 Agustus 1997, PT. Timah, Tbk., menjadikan Museum Wisama
Budaya menjadi Museum Timah Indonesia dengan mengkhususkan koleksinya pada
sejarah penambangan timah di pulau Bangka. Museum Timah Indonesia merupakan
salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Berikut beberapa koleksi museum timah Pangkalpinang :
Gambar 5. Granit
Penataan Lahan
Pada tahap awal kegiatan reklamasi lahan di lapangan awal, rekonstuksi lahan
dan manajemen top soil perlu dilakukan. Pada kegiatan ini, lahan yang masih belum
rata harus terlebih dahulu ditata dengan penimbunan kembali (backfilling) dengan
memperhatikan jenis dan asal bahan urugan, ketebalan dan ada tidaknya sistem
aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu (Rahmawaty 2002).
Pengembalian lapisan top soil yang relatif subur dengan menghamparkan dan
meratakannya di atas overburden atau tailing pasir (Ward 2000; Jasper 2002).
Pembenahan tanah (soil amandment) dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik
dan kimia lahan tailing. Ang (1994) menemukan suksesi secara alami pada restorasi
tailing pasir timah tanpa adanya campur tangan manusia dapat membutuhkan waktu
yang lama. Dengan sejumlah karakterisitik yang tidak sesuai, kemajuan restorasi
alami dari kesuburan tanah lambat. Selama 20 tahun, level kesuburan tanah hanya
mencapai seperlima dari kesuburan tanah yang tidak tergangggu.
Penelitian Hanura (2005), pemberian kompos 200 ton/ha pada tailing pasir
dan tailing lumpur cenderung memberikan pengaruh terbaik terhadap sifat-sifat
kimia bahan tailing. Dari penelitian Santi (2005) diperoleh kesimpulan bahwa
perbaikan tailing dengan overburden dan kompos dapat meningkatkan pertumbuhan
nilam. Komposisi media terbaik yaitu 50% tailing, 30% overburden dan 20%
kompos. Menurut hasil penelitian Khodijah et al. (2007), bahan pencampur kompos
lebih baik dibandingkan top soil di pertumbuhan awal jarak pagar (Jatropha curcas
L.) pada media tanam tailing timah. Perbandingan tailing dan kompos terbaik yaitu
1:2.
D. Tambang Darat
Tanah yang mengandung timah dibawa dari stockpile masuk ke instalasi pencucian.
Proses pengolahan timah ini bertujuan sesuai dengan namanya yaitu meningkatkan kadar
kandungan timah dimana Bijih timah diambil dari tambang dengan penambangan atau
pengerukan setelah itu dilakukan pembilasan dengan air atau washing dan kemudian diisap
dengan pompa. Bijih timah hasil dari pengerukan biasanya mengandung 20 30 % timah.
Setelah dilakukan proses pengolahan mineral maka kadar kandungan timah menjadi lebih
dari 70 %, sedangkan bijih timah hasil penambangan darat biasanya mengandung kadar
timah yang sudah cukup tinggi >60%.
Pada instalasi pencucian dilakukan kegiatan berikut:
Pencucian, kegitan ini bertujuan untuk membongkar atau melarutkan tanah / batuan yang
mengandung bijih timah sehingga berubah menjadi lumpur. Lumpur yang mengandung
bijih timah ini kemudian dipompa / dialirkan ke instalasi pencucian (disebut palong atau
sakhan).
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 20. Instalasi Pencucian
Penyemprotan, kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan bijih timah dari bahan lainnya.
Pemisahan ini menggunakan system gravitasi dimana bijih timah dengan berat jenis 7,2
gr/cm3 akan lebih dahulu mengendap, disusul dengan pasir kasar (tailing) dan kerikil
dengan berat jenis 2 4 gr/cm3 dan yang terakhir mengendap adalah lumpur (slime).