Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Pengelolaan dan Pencegahan Infeksi (PPI)

Pembimbing :
dr. Eman Sutrisna

Anggota Kelompok
Pradiptana Unggul P2CC14033
Benza Asa Dicaraka P2CC14042
Setiarini P2CC14041

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN

2015
I. PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan
kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini
menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri
dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk
mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial dan di beberapa
Negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu
perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat resistensi kuman,
serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di negara-negara miskin dan
berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan
kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.
Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan
yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak
yang sangat. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga
setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini
dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang
berstatus karier atau karena kodisi rumah sakit.
Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap yang
tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan normal bila tidak
terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat menyebabkan kematian bagi pasien.
Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan
rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh
mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari
surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan
pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Infeksi Nosokomial


Infeksi adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen
patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang
dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular
atau infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang
lain baik secara langsung maupun tidak langsung
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit
dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah
sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah
sakit. Infeksi Nosokomial adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien
saat dilakukan perawatan di rumah sakit.
Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, baik dengan
penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara
umum keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini
akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan
sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.

2. Etiologi
Penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah :
1. Suntikan yang tidak aman dan seringkali tidak perlu.
2. Penggunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan maupun dukungan laboratorium.
3. Standar dan praktek yang tidak memadai untuk pengoperasian bank darah dan
pelayanan transfusi
4. Penggunaan cairan infus yang terkontaminasi, khususnya di rumah sakit yang
membuat cairan sendiri
5. Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik spektrum
luas yang berlebih atau salah
6. Berat penyakit yang diderita
7. penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
8. petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
9. peralatan medis yang digunakan
10. tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
11. tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi dan
kamar bersalin
12. makanan dan minuman yang disajikan
13. lingkungan rumah sakit secara umum

3. Cara Penularan Infeksi Nosokomial


Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan
droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan
penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus hepatitis A
secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan
objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut
telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh
mikroorganisme.
Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat
menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common
vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil
sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran
pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang
terlepas (staphylococcus) dan tuberculosis.
Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan
secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme
yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.

4. Pencegahan Infeksi
a. PENCEGAHAN INFEKSI
Pencegahan infeksi adalah upaya untuk menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi
mikroorganisme yang menimbulkan penyakit bahaya yang kini belum ditemukan cara
pengobatannya seperti: HIV/AIDS.
Berikut definisi yang berhubungan dengan pencegahan infeksi:
1. Antisepsis
Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir atau duh
tubuh lainnya dengan menggunakan bahan antimikrobial (antiseptik)
2. Asepsis dan teknik aseptik
Suatu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan upaya kombinasi
untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam area tubuh mana pun yang
sering menyebabkan infeksi.
3. Dekontaminasi
Proses membuat objek mati lebih aman ditangani staff sebelum dibersihkan
(umpamanya, menginaktifasi HBV, HBC, dan HIV serta menurunkan, tetapi tidak
membasmi mikroorganisme lain yang mengkontaminasi).
4. Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Proses menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri
pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan disinfeksi kimia.
5. Pembersihan
Proses secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran darah, atau duh tubuh lain
yang nampak pada objek mati membuang sejumlah besar mikroorganisme untuk
mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda
tersebut. (pencucian dengan sabun/deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih
dan pengeringan secara seksama)
6. Sterilisasi
Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan parasit)
termasuk endospora bakteri pada benda mati dengan uap air panas tekanan tinggi
(otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimia, atau radiasi.
7. Mikroorganisme
Agen penyebab infeksi, termasuk didalamnya bakteria, virus, fungi dan parasit.
8. Kolonisasi
Organisme yang patogen ada pada seseorangtetapi belum menimbulkan gejala
atau temuan klinik.
9. Infeksi
Organisme yang berkoloni sudah menimbulkan penyakit (respon seluler).

b. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI


1. Sumber penyakit
Sumber penyatkit dapat mempengaruhi apakah infeksi dapat berjalan cepat
atau lambat
2. Kuman penyebab
Kuman penyebab menentukan jumlah mikroorganisme, dan kemampuan
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh
3. Cara membebaskan sumber dari kuman
Cara membebaskan sumber dari kuman menentukan proses infeksi cepat
teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (PH), suhu, dan penyinaran
4. Cara penularan
Cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau udara, dapat
menyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh
5. Cara masuknya kuman
Proses penyebaran kuman berbedas, bergantung dari sifatnya. Kuman dapat
masuk melalui saluran pernafasa, saluran pencernaan, kulit dll.
6. Daya tahan tubuh
Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau
mempcepat proses penyembuhan. Sebaliknya daya tahan yang buruk dapat
memperburuk proses infeksi.
Selain faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi, tingkat
stress, usia atau kebiasaan tidak sehat.

c. PRINSIP PENCEGAHAN INFEKSI


Pada umumnya konsep pencegahan infeksi bergantung pada adanya penempatan
pembatas antara orang yang rentan dan mikroorganisme. Pembatas/pelindung yang
dimaksud adalah proses fisik, mekanik, atau kimiawi yang dapat mencegah penyebaran
mikroorganisme infeksi dari:
1. Orang ke orang (pasien, klien, petugas kesehatan)
2. Peralatan, instrumen, dan permukaan lingkungan di sekitar manusia
Selain itu pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan memotong alur penularan.

Rantai Infeksi
Air mata Saliva
Membasahi agen penyebab iritasi Membersihkan mikroba dari gigi dan membran mukosa mulut
Lusozyme membunuh bakteria

ambung
Kulit
Asam lambung membunuh organisme
Barier pintu masuk mikroba
PH asam menghambat perkembangan organisme

adder
ine membersihkan mikroba dari uretra

esifik sesuai dengan antigen Respiratory Tract


Mukus
yang menginfeksi atau sel yang telah terinfeksi oleh menahan
antigen asing organisme
Silia membersihkan
a cepat jika di kemudian hari ditemukan invasi patogen yang sama organisme pada mucus

Usus Besar
Bakteri normal menjaga mikroorganisme dalam batas normal

Prinsip Pencegahan Infeksi:


a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimtomatik (tanpa gejala)
b. Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi
c. Permukaan benda di sekitar kita, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan telah
bersentuhan dengan permukaan kulit yang utuh, lecet, selaput mukosa atau darah
harus dianggap terkontaminasi sehingga setlah digunakan harus diproses secara
benar.
d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses
dengan benar maka dianggap masih terkontaminasi
e. Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan PI secara benar dan
konsisten

d. TINDAKAN-TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI (PI)


1. Cuci tangan
2. Menggunakan teknik aseptik atau aseptis
3. Memproses alat bekas pakai
4. Menangani peralatan tajam dengan aman
5. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan (termasuk pengelolaan sampah secara
benar)
1. CUCI TANGAN
Definisi
a. Cuci Tangan adalah prosedur penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang
menyebabkan kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir)
b. Air bersih. Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga
aman untuk diminum serta untuk pemakaian lainnya karena memenuhi standar
kesehatan masyarakat (stadar kesehatan meliput: bnisme dan bebas
mikroorganisme, bakteri, parasit, virus), kekeruhan rendah, tingkat minimum
desinfektan, bahan kimia serta bahan radioaktif. Minimal air bersih harus bebas
dari mikroorganisme dan tidak keruh (jernih)
c. Sabun. Produk pembersih yang menurunkan tegangan permukaan sehingga
membantu membuang kotoran, debu, dan mikroorganisme dari kedua belah
tangan.
d. Antiseptik atau bahan antimikroba. Zat kimia yang digunakan pada permukaan
kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat atau membunuh
mikroorganisme sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri secara keseluruhan
(contohnya: alkohol, larutan iodium, kloreksidin, dan triclosan)
e. Cuci tangan. Proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua
belah tangan degan memakai sabun dan air.
f. Infeksi nosokomial. Infeksi yang didapat dari rumah sakit.

Pelaksanaan cuci tangan:


a. Cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum:
Memeriksa (kontak langsung) dengan pasien
Memakai sarung tangan bedah steril atau DTT sebelum pembedahan atau
sarung tangan pemeriksaan untuk pemeriksaan rutin
b. Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah:
Situasi tertentu dimana kedua tangan dapat terkontaminasi seperti:
- Memegang instrumen kotor
- Diantara sentuhan dengan pasien
- Kontak yang lama dengan pasien
- menyentuh darah, duh tubuh, sekresi, ekskresi, dan bahan terkontaminasi
- Segera setelah melepas sarung tangan
c. Langkah-langkah cuci tangan

Kedua tangan harus dicuci dengan sabun dan air bersih sesudah
melepas sarung tangan karena kemungkinan sarung tangan
berlubang atau robek, sehingga bakteri dapat dengan mudah
berkembang biak di lingkungan yang hangat dan basah dalam
sarung tangan.
2. Menggunakan teknik Aseptik
Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi dan penolong
persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek:
a. Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi
Jenis alat pelindung diri

APD Keterangan
Sarung tangan Berfungsi melindungi tangan dari bahan infeksius dan
melindungi pasien dari mikroorganisme. Merupakan
pembatas fisik yang terpenting untuk mencegahan infeksi
Bila kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, dan bahan
yang terkontaminasi
Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terbuka
Masker, kacamata Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka
bagian bawah, rahang dan semua rambut muka
Mengantisipasi bila terkena/melindungi selaput lendir pada
mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan duh
tubuh
Menahan cipratan yang keluar saat petugas bersin, batuk
untuk mencegah infeksi silang

Kap/penutup kepala Dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran
kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka sewaktu
melakukan tindakan medis
Celemek/apron/baju Melindungi kontak dengan darah dan duh tubuh
pelindung Mencegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang
dapat berkontak langsung dengan darah atau duh tubuh

Alas kaki Dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda
tajam atau cairan tubuh

Waspada!!
Kain Tangani kain2 yang tercemar, cegah dari sentuhan
kulit/selaput lendir
Jangan lakukan prabilas kain yang tercemar di area
perawatan pasien
Peralatan perawatan Tngani peralatan tercemar dengan bain untuk mencegah
pasien kontak langsung dengan kulit/mukosa
Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
Instrumen tajam Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi
jarum bekas dengan tangan
Masukkan instrumen tajam ke dalam tempat yang tidak
tembus tusukan
Gunakan antiseptik Untuk membersihkan kulit/selaput lendir sebelum googles
pembedahan, membersihkan luka
Sampah

Sarung
b.

Apron/
celemek
masker
Pemrosesan Alat (Dibahas tersendiri)

e.
TEKNIK ISOLASI
Isolasi merupakan
teknik untuk
mengurang resiko penularan infeksi, tidak hanya dari pasien ke pasien tetapi juga dari
pasien ke tenaga kesehatan yg merawat mereka. Sistem isolasi menggunakan dua
pendekatan yakni:
1. Kewaspadaan Baku
Kewaspadaan baku diterapkan pada semua orang, pasien dan petugas
kesehatan tanpa melihat diagnosis. Berlaku untuk darah, semua duh tubuh, sekresi
dan ekskresi, kulit dan selaput lendir yang tidak utuh. Dalam pelaksanaannya dengan
memakai alat perlindungan diri (sarung tangan periksa yang baru).
2. Kewaspadaan berdasar penularan
Kewaspadaan berdasar penularan hanya dimaksudkan untuk pasien yang
diketahui atau dicurigai telah terinfeksi oleh patogen yang dapat ditularkan melalui:
Udara (tberkulosis, cacar air, campak)
Percikan (flu, dan rubella)
Kontak langsung (hepaitis A, patogen enterik, herpes simpleks, infeksi kulit
dkk)

III. KESIMPULAN

1. Setiap rumah sakit di Indonesia harus mempunyai tim pencegahan dan


pengendalian infeksi.
2. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus bekerja dengan baik agar angka
kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat menurun.
3. Dengan adanya tim pencegahan dan pengendalian infeksi di setiap rumah sakit
yang bekerja dengan baik, kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat terdata
dengan tepat supaya mempermudah penanganan kasus infeksi nosokomial di
rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai