Anda di halaman 1dari 15

PERAN NU DALAM MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN

KEMERDEKAAN NKRI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas OSPEK

Oleh:

Rokhmat

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA


(UNISNU) JEPARA

TAHUN 2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. LAtar Belakang

Warga Nahdlatul Ulama (NU) mesti menjadi pilar atau benteng


dalam mempertahankan NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhinneka
Tunggal Ika. Demikian diungkapkan Staf Pengajar Pascasarjana UIN
Sunan Gunung Djati, Nurrohman, saat diskusi etika politik NU, di kantor
PWNU Jawa Barat Jl. Terusan Galunggung Bandung, Senin (13/5).

"NU selaku orama harus menjadi benteng dalam mempertahankan


NKRI dan Bineka tunggal ika, gitupun harus menjadi ibu kandung yang
memperjuangkan politik yang santun dan etis, yaitu politik akomodatif
dengan bersandar pada aswaja dan sesuai dengan spirit Bhinneka Tunggal
Ika," paparnya.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Pemerintahan UNPAD Utang Suwaryo


dalam diskusi tersebut juga menjelaskan Yang menjadi dasar etika politik
bagi warga NU adalah sumber ajaran yang ada di NU sendiri; yaitu Al-
Qur'an, Sunnah, Ijma dan qiyas. Prinsip NU mempertahankan tradisi lama
yang baik, dan mengambil tradisi sekarang yang lebih baik.
"Sikap NU dalam berpolitk sudah jelas yaitu, harus tawasuth (moderat),
tawazun (seimbang), tasamuh(toleran), mengubah sesuatu yang buruk
dengan cara yang santun. Mencegah kemungkaran lebih baik dari pada
mencarikebenaran."

Utang menyarankan perlunya merumuskan prinsip dasar perjuangan


politik warga NU."Saya menyarankan Sudah seharusnya NU merumuskan
sebuah konsep baru dalam berpolitik melalui upaya ijtihad warga
nahdliyin
BAB II
PERANAN NAHDLATUL ULAMA
DALAM MEMPERJUANGKAN KEBERADAAN NEGARA RI

A. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Keagamaan Dan Ekonomi

1. Bidang Keagamaan
Sejak berdiri Nahdlatul Ulama menegaskan dirinya sebagai organisasi
keagamaan Islam (Jamiyyah Diniyyah Islamiyah). Nahdlatul Ulama didirikan
untuk meningkatkan mutu pribadi-pribadi muslim yang mampu menyesuaikan
hidup dan kehidupannya dengan ajaran agama Islam serta mengembangkannya,
sehingga terwujudlah peranan agama Islam dan para pemeluknya sebagai
rahmatan lil alamin (sebagai rahmat bagi seluruh alam) sebagaimana firman
Allah SWT :

Artinya :Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali menjadi rahmat
bagi seluruh alam. (QS. Ali Imran 107)
Sebagai organsasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak
terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh
prinsip persaudaraan (ukhuwah), toleransi (tasamuh), kebersamaan dan hidup
berdampingan antar sesama umat Islam maupun dengan sesama warga negara
yang mempunyai keyakinan atau agama lain untuk bersama-sama mewujudkan
cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis
Sebagai organisasi keagamaan, tentunya Naahdlatul Ulama memiliki ciri
keagamaan yang dapat dilihat dalam beberapa hal, antara lain :

1. Didirikan karena motif keagamaan, tidak karena dorongan politik, ekonomi atau
lainnya.
2. Berasas keagamaan sehingga segala sikap tingkah laku dan karakteristik
perjuangannya selalu disesuaikan dan diukur dengan norma hukum dan ajaran
agama.
3. Bercita-cita keagamaan yaitu Izzul Islam wal Muslimin (kejayaan Islam dan
kaum muslimin) menuju Rahmatan lil Alamin (menyebar rahmat bagi seluruh
alam).
4. Menitikberatkan kegiatannya pada bidang-bidang yang langsung berhubungan
dengan keagamaan, seperti masalah ubudiyyah, mabarrat, dakwah, maarif,
muamalah dan sebagainya.
Ciri keagamaan tersebut dijabarkan dalam strategi dan wujud kegiatan-
kegiatan pokok, dengan mengutamakan :
1. Pembinaan pribadi-pribadi muslim supaya mampu menyesuaikan hidup dan
kehidupannya menuju terwujudnya Jamaah Islamiyah (masyarakat Islam).
2. Dorongan dan bimbingan kepada umat terutama pada warganya untuk mau dan
mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan rangkaian perjuangan
besar meluhurkan kalimah Allah SWT.
3. Mengorganisasikan kegiatan-kegiatan tersebut dalam wadah perjuangan dengan
tata kerja dan tata tertib berdasar musyawarah.

2. Bidang Ekonomi
Bagi semua orang, berekonomi dalam pengertian berbuat untuk mendapat
nafkah hidup adalah suatu kebutuhan mutlak.Bagi orang beragama, berekonomi
adalah perintah Allah SWT dan pelaksanaannya harus disesuaikan dengan ajaran
dan hukum agama.Berekonomi adalah sarana mutlak untuk memelihara
kelangsungan hidup dan di dalam hidup itulah orang dapat ibadah, berbuat sesuatu
untuk kepentingan agama, bangsa dan Negara.
Berekonomi dalam Islam adalah sekedar memenuhi kebutuhan pokok bagi
diri sendiri dan keluarga.Tetapi Islam tidak membiarkan pemeluknya hanya
sekedar mampu memenuhi kebutuhan yang paling minim bagi diri dan
keluarganya saja.
Islam mendorong secara tegas supaya para pemeluknya memiliki harta benda
yang berlebih dari kebutuhan pokoknya, sehingga mampu melaksanakan
kewajiban berzakat.Mampu berzakat berarti memiliki harta benda sedikitnya satu
nisab. Orang baru terlepas dari kewajiban itu setelah ternyata tidak mampu, Islam
tidak menyenangi kemiskinan, bahkan mengajarkan pemberantasan kemiskinan
antara lain dengan kewajiban membayar zakat.
Nahdlatul Ulama tidak melupakan aspek ekonomi dalam program kerjanya
yang permanen, karena seluruh warganya berekonomi dan dalam berekonomi itu
harus ditaati dan diikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh agama.
Dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama pasal 6 huruf d ditegaskan bahwa di
bidang ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan
mengupayakan pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil
pembangunan dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi
kerakyatan.Dengan demikian jelas bahwa kesejahteraan umat merupakan masalah
yang menjadi perhatian utama Nahdlatul Ulama dalam kiprahnya di bidang
ekonomi.
Program berekonomi Nahdlatul Ulama dibatasi tidak lebih dari pokok-pokok
ajaran agama dalam berekonomi, yaitu :
1. Mendorong para anggotanya untuk meningkatkan kegiatannya berekonomi demi
meningkatkan kemampuan ekonominya.
2. Membimbing para anggotanya supaya dalam berekonomi selalu mentaati dan
mengikuti hukum dan ajaran Islam.
Berangkat dari pokok-pokok di atas, maka Nahdlatul Ulama dapat
mewujudkannya dengan cara :
a. Membentuk koperasi tingkat bawah yang tumbuh dari kebutuhan nyata.
b. Menciptakan jaringan-jaringan kerja ekonomi antara tingkat pedesaan dengan
pedesaan, perkotaan dengan perkotaan dan pedesaan dengan perkotaan.
c. Nahdlatul Ulama selalu mengajukan gagasan, ajakan dan pengawasan tentang
penentuan skala prioritas pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Nahdlatul Ulama juga mengembangkan ekonomi melalui peran serta
pesantren, karena terbukti sangat efektif.Letak pesantren yang pada umumnya di
pedesaan memungkinkan lembaga ini memahami persoalan-persoalan desa,
sehingga gagasan-gagasan pengembangan kesejahteraan yang datang dari luar
dapat diserap dengan baik oleh masyarakat setelah diolah dan disampaikan oleh
pesantren. Disamping itu Nahdlatul Ulama juga memiliki perangkat organisasi
yang mendukung program ekonominya, seperti : lembaga perekonomian dan
lembaga pengembangan pertanian.

B. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Pendidikan


Nahdlatul Ulama memaknai pendidikan tidak semata-mata sebagai sebuah
hak, melainkan juga kunci dalam memasuki kehidupan baru.Pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama dan harmonis antara pemerintah, masyarakat
dan keluarga.Ketiganya merupakan komponen pelaksana pendidikan yang
interaktif dan berpotensi untuk melakukan tanggung jawab dan harmonisasi.
Fungsi pendidikan bagi Nahdlatul Ulama adalah, satu, untuk mencerdaskan
manusia dan bangsa sehingga menjadi terhormat dalam pergaulan bangsa di
dunia, dua, untuk memberikan wawasan yang plural sehingga mampu menjadi
penopang pembangunan bangsa.
Gerakan pendidikan Nahdlatul Ulama sebenarnya sudah dimulai sebelum
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi secara resmi didirikan.Cikal bakal pendidikan
Nahdlatul Ulama dimulai dari berdirinya Nahdlatul Wathan, organisasi
penyelenggara pendidikan yang lahir sebagai produk pemikiran yang dihasilkan
oleh forum diskusi yang disebut Tashwirul Afkar, yang dipimpin oleh KH. Abdul
Wahab Hasbullah. Organisasi ini mempunyai tujuan untuk memperluas dan
mempertinggi mutu pendidikan sekolah atau madrasah yang teratur.
Dalam mengusahakan terciptanya pendidikan yang baik, maka Nahdlatul
Ulama memandang perlunya proses pendidikan yang terencana, teratur dan
terukur.Sekolah atau madrasah menjadi salah satu program permanen Nahdlatul
Ulama, disamping jalur non formal seperti pesantren.
Sekolah atau madrasah yang dimiliki Nahdlatul Ulama memiliki karakter
yang khusus, yaitu karakter masyarakat.Diakui sebagai milik masyarakat dan
selalu bersatu dengan masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.Sejak
semula masyarakat mendirikan sekolah atau madrasah selalu dilandasi oleh
mental, percaya pada diri sendiri dan tidak menunggu bantuan dari luar.Pada masa
penjajahan, Nahdlatul Ulama secara tegas menolak bantuan pemerintah jajahan
bagi sekolah atau madrasah dan segala bidang kegiatannya.
Lembaga Pendidikan Maarif (LP Maarif) yang berdiri pada tanggal 19
September 1929 M atau bertepatan dengan 14 Rabiul Tsani 1347 H adalah
lembaga yang membantu Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan yang selalu
berusaha meningkatkan dan mengembangkan sekolah atau madrasah menjadi
lebih baik.
Sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola pendidikan di
lingkungan Nahdlatul Ulama, LP Marif mempunyai visi dan misi yang selalu
diperjuangkan demi meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan Nahdlatul
Ulama. Visi dan misi yang dimaksud adalah :
1. Visi
a. Terciptanya manusia unggul yang mampu berkompetisi dan sains dan
teknologi serta berwawasan Ahlussunnah Wal Jamaah.
b. Tersedianya kader-kader bangsa yang cakap, terampil dan bertanggung jawab
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berakhlak karimah.
c. Terwujudnya kader-kader Nahdlatul Ulama yang mandiri, kreatif dan
inovatif dalam melakukan pencerahan kepada masyarakat.
2. Misi
a. Menjadikan lembaga pendidikan yang berkualitas unggul dan menjadi idola
masyarakat.
b. Menjadikan lembaga pendidikan yang independen dan sebagai perekat
komponen bangsa.
Selain sekolah atau madrasah, pendidikan lain yang dikelola Nahdlatul
Ulama adalah pesantren. Dengan segala dinamikanya, keberadaan pesantren telah
memberikan sumbangan besar yang tidak ternilai harganya dalam mencerdaskan
anak bangsa, menyuburkan tradisi keagamaan yang kuat serta menciptakan
generasi yang berakhlak karimah.
Pendidikan pesantren dirancang dan dikelola oleh masyarakat, sehingga pesantren
memiliki kemandirian yang luar biasa, baik dalam memenuhi kebutuhannya
sendiri, mengembangkan ilmu (agama) maupun dalam mencetak ulama.Para
lulusan pesantren tidak sedikit yang tampil dalam kepemimpinan nasional, baik
dalam reputasi kejuangan, keilmuan, kenegaraan maupun kepribadian.
Tradisi keilmuan dan keahlian dalam pesantren ditandai oleh beberapa hal sebagai
berikut :
a. Adanya tahapan-tahapan materi keilmuan.
b. Adanya hirarki kitab-kitab yang menjadi bahan kajian.
c. Adanya metodologi pengajaran yang bervariasi (pola terpimpin, pola mandiri
dan ekspresi).
d. Adanya jaringan pesantren yang menggambarkan tingkatan pesantren.
Salah satu tugas besar yang menjadi tanggung jawab Nahdlatul Ulama
dalam pengembangan pendidikan pesantren adalah bagaimana menggali nilai-nilai
tradisi yang menjadi ciri khasnya dengan ajaran Islam untuk menyongsong masa
depan yang lebih baik. Hanya dengan demikian Nahdlatul Ulama akan mampu
memberikan arti keberadaan dan kebermaknaannya dalam masyarakat, bangsa dan
kemanusiaan
C. Peran Nahdlatul Ulama Pada Masa Reformasi
Masa reformasi yang menjadi tanda berakhirnya kekuasaan pemerintahan
orde baru merupakan sebuah momentum bagi Nahdlatul Ulama untuk melakukan
pembenahan diri.Selama rezim orde baru berkuasa, Nahdlatul Ulama cenderung
dipinggirkan oleh penguasa saat itu.Ruang gerak Nahdlatul Ulama pada masa orde
baru juga dibatasi, terutama dalam hal aktivitas politiknya.
Pada masa reformasi inilah peluang Nahdlatul Ulama untuk memainkan
peran pentingnya di Indonesia kembali terbuka.Nahdlatul Ulama yang merupakan
ormas Islam terbesar di Indonesia, pada awalnya lebih memilih sikap netral
menjelang mundurnya Soeharto. Namun sikap ini kemudian berubah, setelah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan sebuah pandangan untuk
merespon proses reformasi yang berlangsung di Indonesia, yang dikenal dengan
Refleksi Reformasi.
Refleksi reformasi ini berisi delapan butir pernyataan sikap dari PBNU,
yaitu :
1. Nahdlatul Ulama memiliki tanggung jawab moral untuk turut menjaga agar
reformasi berjalan kea rah yang lebih tepat.
2. Rekonsiliasi nasional jika dilaksanakan harus ditujukan untuk merajut kembali
ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) dan dirancang kea rah penataan
sistem kebangsaan dan kenegaraan yang lebih demokratis, jujur dan berkeadilan.
3. Reformasi jangan sampai berhenti di tengah jalan, sehingga dapat menjangkau
terbentuknya sebuah tatanan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Penyampaian berbagai gagasan yang dikemukakan hendaknya dilakukan dengan
hati-hati, penuh kearifan dan didasari komitmen bersama serta dihindari adanya
pemaksaan kehendak.
5. Kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu harus disikapi secara arif dan
bertanggung jawab.
6. TNI harus berdiri di atas semua golongan.
7. Pemberantasan KKN harus dilakukan secara serius dan tidak hanya dilakukan
pada kelompok tertentu.
8. Praktik monopoli yang ada di Indonesia harus segera dibasmi tuntas dalam setiap
praktik ekonomi.
Pada perkembangan selanjutnya, PBNU kembali mengeluarkan himbauan
yang isinya menyerukan agar agenda reformasi diikuti secara aktif oleh seluruh
lapisan dan jajaran Nahdlatul Ulama.Himbauan itu dikeluarkan pada tanggal 31
Desember 1998 yang ditandatangani oleh KH. M. Ilyas Ruhiyat, Prof. Dr. KH.
Said Agil Siraj, M.A., Ir. H. Musthafa Zuhad Mughni dan Drs. Ahmad Bagdja.
Menjelang Nopember 1998, para mahasiswa yang merupakan elemen paling
penting dalam gerakan reformasi, makin menjadi tidak sabar dengan tokoh-tokoh
nasional yang enggan bergerak cepat dalam gerakan reformasi ini. Pada tanggal
10 Nopember 1998 para mahasiswa merancang sebuah pertemuan dengan
mengundang KH. Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Prof.Dr. Amien
Rais dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tempat pertemuan ini dipilih di
Ciganjur (rumah KH.Abdurrahman Wahid), karena kondisi kesehatan KH.
Abdurrahman Wahid saat itu belum sembuh total dari serangan stroke yang
menimpanya.
Keempat tokoh nasional pro reformasi tersebut membentuk sebuah kelompok
yang sering disebut Kelompok Ciganjur. Kelompok ini kemudian mengeluarkan
sebuah deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Ciganjur, yang berisi delapan
tuntutan reformasi, yaitu :
1. Menghimbau kepada semua pihak agar tetap menjunjung tinggi kesatuan dan
pesatuan bangsa.
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan memberdayakan lembaga
perwakilan sebagai penjelmaan aspirasi rakyat.
3. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat sebagai asas perjuangan di dalam
proses pembangunan bangsa.
4. Pelaksanaan reformasi harus diletakkan dalam perspektif kepentingan yang akan
datang.
5. Segera dilaksanakan pemilu oleh pelaksana independent.
6. Penghapusan dwi fungsi ABRI secara bertahap, paling lambat 6 tahun dari
tanggal pernyataan ini dibacakan.
7. Menghapus dan mengusut pelaku KKN, yang diawali dari kekayaan Soeharto dan
kroni-kroninya.
8. Mendesak untuk segera dibubarkannya PAM Swakarsa
Gerakan reformasi harus dijalankan dengan cara-cara yang damai dan
menolak segala bentuk tindakan kekerasan atas nama reformasi. Di berbagai
wilayah Indonesia digelar istighosah yang bertujuan untuk memohon kepada
Allah SWT agar bangsa Indonesia dapat segera terbebas dari krisis yang sedang
melanda.Istighosah terbesar yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama diadakan
di Jakarta pada bulan Juli 1999, yang dihadiri tokoh-tokoh nasional.Dengan
penyelengaraan istighosah, diharapkan dapat mempererat silaturahim dan
mengurangi ketegangan antar komponen bangsa.

D. Peran Nahdlatul Ulama Dalam Bidang Politik


Menurut KH. Ahmad Mustofa Bisri, setidaknya ada 3 jenis politik dalam
pemahaman Nahdlatul Ulama, yaitu politik kebangsaan, politik kerakyatan dan
politik kekuasaan. Nahdlatul Ulama sejak berdiri memang melakukan aktivitas
politik, terutama dalam pengertian yang pertama, yakni politik kebangsaan,
karena Nahdlatul Ulama sangat berkepentingan dengan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam sejarah perjalanan Indonesia, tercatat bahwa Nahdlatul Ulama selalu
memperjuangkan keutuhan NKRI.Selain dilandasi oleh nilai-nilai ke-Islam-an,
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Nahdlatul Ulama juga didasari oleh nilai-
nilai ke-Indonesia-an dan semangat nasionalisme yang tinggi.
Politik jenis kedua yang dijalankan oleh Nahdlatul Ulama yaitu politik
kerakyatan.Politik kerakyatan bagi Nahdlatul Ulama sebenarnya adalah
perwujudan dari prinsip amar maruf nahi munkar yang ditujukan kepada
penguasa untuk membela rakyat. Hal itulah yang kemudian diambil alih oleh
generasi muda Nahdlatul Ulama melalui LSM-LSM, ketika melihat Nahdlatul
Ulama secara structural kurang peduli terhadap permasalahan yang menyangkut
kepentingan rakyat kecil.
Nahdlatul Ulama juga menjalankan politik jenis ketiga, yaitu politik
kekuasaan atau yang lazim disebut politik praktis.Politik kekuasaan merupakan
jenis politik yang paling banyak menarik perhatian orang Nahdlatul Ulama.Dalam
catatan sejarah, terlihat bahwa Nahdlatul Ulama pernah mendapatkan kesuksesan
dalam pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955.Pada saat itu, dalam waktu
persiapan yang relative sangat pendek, Partai Nahdlatul Ulama yang baru keluar
dari Masyumi dapat menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi yang
sangat siap waktu itu.Disusul pada pemilu pertama orde baru pada tahun 1971,
dimana Partai Nahdlatul Ulama menduduki posisi kedua setelah Golongan Karya.
Sejak saat itu banyak tokoh Nahdatul Ulama yang terjun ke dunia politik
praktis.Hal ini membawa dampak negatif pada aktivitas penting Nahdlatul Ulama
lainnya seperti dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan dakwah yang
menjadi terbengkalai.
Menyadari bahwa Nahdlatul Ulama merupakan satu kesatuan yang integral
dari para anggotanya dengan aneka ragam latar belakang dan aspirasi masing-
masing dan demi mengembangkan budaya politik yang bertanggung jawab, maka
Nahdlatul Ulama memberikan pedoman berpolitik sebagai berikut :
1. Berpolitik mengandung arti keterlibatan warga Negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
2. Berpolitik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan
menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
3. Berpolitik dengan mengembangkan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan
demokratis, menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai
kemaslahatan bersama.
4. Berpolitik harus dilakukan dengan moral, etika dan budaya sesuai dengan nilai-
nilai sila-sila Pancasila.
5. Berpolitik harus dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama.
6. Berpolitik dilakukan untuk memperkokoh consensus-konsensus nasional dan
dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam
Ahlussunnah Wal Jamaah.
7. Berpolitik dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan
kepentingan bersama dan memecah belah persatuan
8. Perbedaan pandangan harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan dan saling
menghargai.
9. Berpolitik menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam
pembangunan nasional.
Dengan berpedoman pada etika politik di atas, menurut Ir. KH. Salahuddin
Wahid, Nahdlatul Ulama dapat mewujudkan peran politik yang ideal dengan
selalu berpegang pada prinsip-prinsip, pertama, memperhatikan kepentingan
bangsa dan negara serta agama, kedua, memperhatikan kepentingan Nahdlatul
Ulama, baik secara jamaah (komunitas) maupun jamiyyah (organisasi), ketiga,
orang-orang Nahdlatul Ulama yang memiliki jabatan dalam structural organisasi
Nahdlatul Ulama tidak masuk ke dalam wilayah politik praktis.
Selanjutnya dalam merespon perkembangan politik pada masa reformasi,
Nahdlatul Ulama memfasilitasi pendeklarasian sebuah partai politik.
Pendeklarasian partai tersebut bertujuan untuk menyalurkan dan memproses
warga nahdliyin yang ingin berkiprah dalam politik praktis agar menjadi politisi
sejati, yang pada gilirannya menjadi negarawan.
Pada sisi lain, Nahdlatul Ulama memberikan kebebasan pada warganya untuk
memasuki partai politik manapun yang diyakininya dapat menjadikan dirinya
sebagai politisi sejati dan negarawan. Dengan catatan senantiasa mengacu pada
etika berpolitik nahdliyin yang didasarkan pada nilai-nilai Ahlussunnah Wal
Jamaah dan tidak kehilangan kesetiaan kepada cita-cita dan kepentingan
Nahdlatul Ulama.
BAB II
PENUTUP
a. Simpulan

Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang kegiatannya


sebagai usaha untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik yang
bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan, seperti peningkatan bidang
keilmuan, peningkatan kegiatan penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana
peribadatan dan pelayanan sosial serta peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup
masyarakat.
Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan, Nahdlatul Ulama
senantiasa berusaha secara sadar untuk menciptakan warga negara yang
menyadari akan hak dan kewajibannya terhadap bangsa dan negara.
Nahdlatul Ulama secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi
politik dan organisasi kemasyarakatan manapun juga.Setiap warga Nahdlatul
Ulama adalah warga negara yang mempunyai hak-hak politik yang dilindungi
oleh undang-undang dan harus dilakukan secara bertanggung jawab.
B. Kata Penutup

Demikianlah makalah yang dapat kami susun, tentunya


masih banyak kekurangan yang dikarenakan terbatasnya
pengetahuan beserta kekurangan buku referensi pada makalah
yang kami susun kali ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://mikoalby.blogspot.com/2014/03/materi-ke-nu-peran-nu-dalam-
perjuangan.html Diakses pada Jumat, 12 September 2014 pada pukul 21.00 WIB
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,37942-lang,id-c,nasional-
t,NU+Harus+Menjadi+Benteng+NKRI-.phpx diakses jumat,12 September 2014

Anda mungkin juga menyukai