INDONESIA
Tiominar pasaribu
Matematika, FMIPA, Universitas Sriwijaya
Email: tiopasaribuminar@gmail.com
Abstrak
Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara di dunia dengan angka
absolut tertinggi pengantin anak. Indonesia adalah yang tertinggi kedua di ASEAN
setelah Kamboja. Diperkirakan satu dari lima anak perempuan di Indonesia menikah
sebelum mereka mencapai 18 tahun. Dalam satu sisi, perkawinan dibawah umur dilihat
dari sudut pandang agama; namun dari sisi lain dipandang dari segi Hak Asasi Manusia
(HAM). Kedua sudut pandang ini belum menemukan titik temu, karena tidak-adanya
kesefahaman antara kedua belah pihak. Sebagai warga negara yang baik kita mesti
menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, ras, kultur,
golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.5 Melanggar HAM berarti
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia bahkan jauh lebih dari itu ia telah
melanggar ketentuan hukum internasional. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi
yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNASHAM).
Kata Kunci: Anak, hak, perempuan, perkawinan.
Pendahuluan
Apa yang menyebabkan indonesia membutuhkan pendekatan baru dalam
penelitian-penelitian sosialnya? Karena banyaknya proyek pembangunan yang
gagal did Indonesia umumnya disebabkan perempuan tidak pernah diperhitungkan
dalam pertimbangan pencarian solusi. Salah satu faktornya disebabkan karena
para ahli pembangunan salah dalam mengidentifikasi akar permasalahan.
Kemiskinan misalnya, sering dianggap netral gender, akibatnya angka human
development index terus terpuruk karena perempuan tidak pernah dapat menikmati
dampak pembangunan. Jaringan pengaman sosial misalnya hanya ditujukan
kepada laki-laki, padahal justru perempuanlah penduduk miskin terbanyak dan
pihak yang setiap hari harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarganya. Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara di dunia dengan
angka absoluttertinggi pengantin anak. Indonesia adalah yang tertinggi kedua di
ASEAN setelah Kamboja. Diperkirakan satu dari lima anak perempuan di
Indonesia menikah sebelummereka mencapai 18 tahun. Di Indonesia anak
perempuan merupakan korban paling rentan dari pernikahan anak, dengan
prevalensi: 1. Anak perempuan dari daerah perdesaan mengalami kerentanan dua
kali lipat lebih banyak untuk menikah dibanding dari daerah perkotaan. 2.
Pengantin anak yang paling mungkin berasal dari keluarga miskin. 3. Anak
perempuan yang kurang berpendidikan dan drop-out dari sekolah umumnya lebih
rentan menjadi pengantin-anak daripada yang bersekolah. Jawa Barat merupakan
provinsi tertinggi dalam kasus AKI dan trafficking.
Menurut pasal 1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga, negara Indonesia
adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya pasal ini ke dalam bagian UUD
1945 menunjukkan bahwa penegakan keadilan di Indonesia merupakan amanat
negara yang harus dilaksanakan. Sebagai negara hukum, Indonesia sudah
melakukan pembangunan hukum sejak lama. Akan tetapi, sampai saat ini, belum
dilakukan evaluasi secara mendasar dan menyeluruh terhadap model hukum dan
perundang-undangan yang dibentuk sebagai sarana pembaharuan masyarakat
dalam menciptakan keadilan serta kepastian hukum. Akibatnya, hukum dan
perundang-undangan yang dihasilkan lebih banyak berjalan tidak efektif. Apalagi
jika disesuaikan dengan dinamika masyarakat Indonesia selama lebih dari
setengah abad sejak zaman proklamasi kemerdekaan.
Indonesia telah membuatUndang-Undang tentang HAM yang nilai-
nilainya sejalan dengan Deklarasi Universal dan telah meratifikasi CEDAW
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi
Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimanation
Against Women). Sesuai dengan prinsip umum pacta sunt servanda, hal ini berarti
bahwa Indonesia terikat untuk melaksanakan dengan itikad baiknya kewajiban-
kewajiban yang dipikul sesuai.
Dalam suara perempuan tertanam potensi politik yang begitu besar.
Perempuan merupakan pendulang suara terbanyak pemilu di negeri ini. Hal inilah
yang menjadikan penulis tertarik untuk membahas permasalahan perempuan
dalam ranah peranan politiknya di Indonesia. Begitu banyaknya pereolehan suara
perempuan, namun hal ini tidak diimbangi dengan peranan politik yang memadai
dengan posisi-posisi strategis dan penting di mana mereka bisa menjadi faktor
penentu bahkan mengeluarkan kebijakan-kebijakan hukum dalam ruang publik
yang lebih memihak terhadap perempuan. Tulisan ini akan menjawab beberapa
hal, pertama, bagaimanakah pengaturan HAM Internasional membahas mengenai
perlindungan HAM perempuan tentang hak-hak politik. Kedua,
bagaimanakahPolitik Hukum HAM tentang Hak-hak Politik Perempuan di
Indonesia. Ketiga, apakah keputusan Mahkamah Konstitusi yang berimbas pada
pembatalan affirmetive action bertentangan dengan semangat HAM yang
dideklarasikan dalam peraturan HAM internasional tentang perempuan. Hakikat
Hak Asasi Manusia Berbagai literatur mengatakan bahwa konsep HAM.
Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak
asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, ras, kultur, golongan, keturunan,
jabatan, dan lain sebagainya. Melanggar HAM berarti bertentangan dengan
hukum yang berlaku di Indonesia bahkan jauh lebih dari itu ia telah melanggar
ketentuan hukum internasional. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi
yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM). Kasus pelanggaran HAM di Indonesia
memang masih banyak yang belum terselesaikan sehingga diharapkan
perkembangan HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Hal
semacam ini bertentangan dengan nilai-nilai bahwa manusia, pada dasarnya, telah
diciptakan dalam kedudukan yang sama. Tidak ada yang lebih unggul antara satu
sama lain, tidak ada yang diciptakan untuk lebih mendominasi antara laki-laki dan
wanita. Mereka diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Tidak ada
manusia yang memungkiri bahwa laki-laki membutuhkan perempuan, begitu juga
sebaliknya. Penciptaan wanita dan laki laki hanyalah perbedaan secara fisik saja,
akan tetapi lebih dari itu mereka sama. Mereka mempunyai peran masing-masing
yang harus dihormati oleh satu sama lain, bukan malah menjadi bahan untuk
saling mendominasi dan mengalahkan. Peran mereka dalam ranah keluarga,
sosial, ekonomi, hukum bahkan politik seharusnya diposisikan sama. Demikianlah
kurang lebih akar filosofi mengapa kebebasan wanita perlu diatur dan ditegakkan
dalam kerangka hak asasi manusia di muka bumi ini.