Anda di halaman 1dari 29

I.

DEFINISI
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia
juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang
berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel
penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari
jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%)
timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau
Karsinoma (carcinoma)(4).
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan
tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau
metastase dari tumor jaringan lainnya (5).

II. EPIDEMIOLOGI
Kanker hati adalah kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu kanker yang
mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien yang menderitanya
dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan
bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu
jumlah yang serupa dari pasien-pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini.
Sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong
Kong, Taiwan, Korea, dan Japan). Kanker hati juga adalah sangat umum di Afrika Sub-Sahara
(Mozambique dan Afrika Selatan).
Frekwensi kanker hati di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara adalah lebih besar
dari 20 kasus-kasus per 100,000 populasi. Berlawanan dengannya, frekwensi kanker hati di
Amerika Utara dan Eropa Barat adalah jauh lebih rendah, kurang dari lima per 100,000
populasi. Bagaimanapun, frekwensi kanker hati diantara pribumi Alaska sebanding dengan
yang dapat ditemui pada Asia Tenggara. Lebih jauh, data terakhir menunjukan bahwa
frekwensi kanker hati di Amerika secara keseluruhannya meningkat. Peningkatan ini
disebabkan terutama oleh hepatitis C kronis, suatu infeksi hati yang menyebabkan kanker
hati(4).
Di Amerika frekwensi kanker hati yang paling tinggi terjadi pada imigran-imigran
dari negara-negara Asia, dimana kanker hati adalah umum. Frekwensi kanker hati diantara
orang-orang kulit putih (Caucasians) adalah yang paling rendah, sedangkan diantara orang-
orang Amerika keturunan Afrika dan Hispanics, ia ada diantaranya. Frekwensi kanker hati
adalah tinggi diantara orang-orang Asia karena kanker hati dihubungkan sangat dekat dengan
infeksi hepatitis B kronis. Ini terutama begitu pada individu-individu yang telah terinfeksi
dengan hepatitis B kronis untuk kebanyakan dari hidup-hidupnya.

III. FAKTOR RISIKO


a. Infeksi Hepatitis B
Peran infeksi virus hepatitis B (HBV) dalam menyebabkan kanker hati telah
ditegakkan dengan baik. Beberapa bukti menunjukkan hubungan yang kuat. Seperti
dicatat lebih awal, frekwensi kanker hati berhubungan dengan (berkorelasi dengan)
frekwensi infeksi virus hepatitis B kronis. Sebagai tambahan, pasien-pasien dengan
virus hepatitis B yang berada pada risiko yang paling tinggi untuk kanker hati adalah
pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan riwayat kanker hati keluarga. Mungkin
bukti yang paling meyakinkan, bagaimanapun, datang dari suatu studi prospektif
yang dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang melibatkan pegawai-pegawai
pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada studi-studi ini, penyelidik-
penyelidik menemukan bahwa risiko mengembangkan kanker hati adalah 200 kali
lebih tinggi diantara pegawai-pegawai yang mempunyai virus hepatitis B kronis
dibandingkan dengan pegawai-pegawai tanpa virus hepatitis B kronis.
Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan kanker hati,
material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari
material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah

1
tertentu dari genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material genetik dari
sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian
mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dengan
demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker (4).
b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan
kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari kasus-
kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasien-pasien
virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya.
Pada beberapa studi-studi retrospektif-retrospektif (melihat kebelakang dan kedepan
dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan
kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker
hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien-
pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif Eropa melaporkan
bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien-pasien virus hepatitis C yang ber-
sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun.
Pada pasien-pasien cirus hepatitis C, faktor-faktor risiko mengembangkan
kanker hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki,
kenaikkan tingkat dasar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), penggunaan
alkohol, dan infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B. Beberapa studi-studi yang
lebih awal menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype yang umum di Amerika)
virus hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko, namun studi-studi yang lebih
akhir ini tidak mendukung penemuan ini.
Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan
baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak
dimasukkan secara langsung kedalam material genetik sel-sel hati. Diketahui,
bagaimanapun, bahwa sirosis dari segala penyebab adalah suatu faktor risiko
mengembangkan kanker hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya, bahwa virus
hepatitis C, yang menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang tidak
langsung dari kanker hati.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis
C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa
protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan kanker
hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan
menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen
p53) penekan tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati
terus berlanjut hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang
adalah apa yang terjadi pada kanker(4).
c. Alkohol
Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang kronis adalah hubungan
yang paling umum dari kanker hati di dunia (negara-negara) yang telah berkembang.
Tatacara yang biasa adalah suatu individu dengan sirosis akhoholik yang
telah menghentikan minum untuk waktu 10 tahun, dan kemudian mengembangkan
kanker hati. Itu agaknya tidak umum untuk pecandu minuman alkohol yang minum
secara aktif untuk mengembangkan kanker hati. Yang terjadi adalah bahwa ketika
minum alkohol dihentikan, sel-sel hati mencoba untuk sembuh dengan
regenerasi/reproduksi. Adalah selama regenerasi yang aktif ini bahwa suatu
perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker dapat terjadi, yang
menerangkan kejadian kanker hati setelah minum alkohol dihentikan.
Pasien-pasien yang minum secara aktif adalah lebih mungkin untuk
meninggal dari komplikasi-komplikasi yang tidak berhubungan dengan kanker dari
penyakit hati alkoholik (contohnya gagal hati). Tentu saja, pasien-pasien dengan
sirosis alkoholik yang meninggal dari kanker hati adalah kira-kira 10 tahun lebih tua
daripada pasien-pasien yang meninggal dari penyebab-penyebab yang bukan kanker.
Akhirnya, seperti dicatat diatas, alkohol menambah pada risiko mengembangkan

2
kanker hati pada pasien-pasien dengan infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus
hepatitis B yang kronis.
d. Aflatoxin B1
Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk
kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus,
yang ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang
panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah,
beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan
pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia
diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-perubahan
(mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-
fungsi penekan tumor yang penting dari gen.
e. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia
Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-hormon
wanita (estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein (anabolic) dihubungkan
dengan pengembangan hepatic adenomas. Ini adalah tumor-tumor hati yang
ramah/jinak yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi ganas (bersifat
kanker). Jadi, pada beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang
menjadi kanker.
Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang
ditemukan pada hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras yang dahulu
digunakan untuk pencitraan (imaging), menyebabkan suatu kanker dari pembuluh-
pembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic angiosarcoma. Juga, vinyl chloride,
suatu senyawa yang digunakan dalam industri plastik, dapat menyebabkan hepatic
angiosarcomas yang tampak beberapa tahun setelah paparan.
f. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko
yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisi-
kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan
hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang
diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin
menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan
tyrosinemia keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang
berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan kanker
hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang terlihat
dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang abnormal) atau
primary sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh
empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah
jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini,
bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC adalah
sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis(4).

KLASIFIKASI
Tumor hati dapat dibagi atas tumor primer dan tumor sekunder. Sedangkan tumor primer
bisa ganas atau jinak. Pada anak, tumor ganas hati kebanyakan tumor sekunder atau
metastase dari tempat lain (limfoma, leukemia, neuroblastoma, tumor Wilms,
rabdomiosarkoma, sarcoma Ewing).
Tumor ganas hati primer pada anak bisa berasal dari sel hati, saluran empedu, dan
mesodermal. Yang berasal dari sel hati adalah karsinoma hepatoseluler, fibrolamelar variant,
dan hepatoblastoma. Tumor hati primer pada anak realtif jarang dijumpai, lebih kurang 0,5-
2% dibandingkan dengan semua keganasan lain pada anak (termasuk leukemia dan
limfoma). Tumor ganas hati primer merupakan tumor ganas kesepuluh tersering yg
dijumpai. Seperti tumor abdomen lain (tumor Wilms, neuroblastoma,dll. penderita dengan
tumor hati sering datang dengan keluhan hanya pembengkakan di abdomen tanpa ada gejala

3
lain atau ditemukan pembesaran hati pada pemeriksaan kesehatan rutin. Pada anak dengan
dugaan tumor hati primer, harus dipikirkan proses jinak atau ganas. Pembesaran hati
disebabkan oleh proses non-neoplastik atau barangkali oleh adanya massa lain di abdomen
(tumor Wilms atau neuroblastoma).
Tumor hati primer jarang pada anak, terdapat lebih kurang 3% dari seluruh tumor pada anak.
Kira-kira 50-60% dari tumor hati pada anak merupakan keganasan dan lebih dari 65%
diantaranya adalah hepatoblastoma. Tumor ganas lainnya yang juga sering di dapatkan pada
anak adalah karsinoma hepatoseluler.

IV. GEJALA KLINIS


Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75% tidak
memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun
tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh
ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan
rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga
perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal,
muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain(6).

Penyebab Ca. Hepatocelular dan Hepatoblastoma


Penyebab tumor hati masih belum jelas. Tetapi telah ditemukan beberapa factor predisposisi
untuk terjadinya tumor hati, diantaranya:

1. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan factor risiko utama karsinoma hepatoseluler di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus karsinoma hepatoseluler. Pada sirosis hati akan
terjadi hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenoma multiple dan kemudian
berubah menjadi karsinoma pada hati. Dengan demikian hal yang menyebabkan sirosis
hepatic juga dapat menyebabkan karsinoma pada hati, seperti Virus Hepatitis, Zat
Hepatotoxic Hemokromatosis dan lain sebagainya.

2. Virus Hepatitis B (HBV)


Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya karsinoma hepatoseluler terbukti
kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV
terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi
hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-
HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasrnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif
menjadi sel yg aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat
diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon nekroinflamasi sel
hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yg berubah akibat
HBV.

3. Virus Hepatitis C (HCV)


Prevalensi HCV-RNA dalam serum dan jaringan hati lebih tinggi pada pasien karsinoma
hepatoseluler dengan HBsAg-negatif dibandingkan dengan yg HBsAg-positif. Ini
menunjukkan bahwa infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis karsinoma
hepatoseluler pada pasien yg bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien bukan penyakit
hati akibat transfuse darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga
terjadinya karsinoma hepatoseluler dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat
infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.

4. Zat Karsinogenik (Aflatoksin)


Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yg diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari
percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB
1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yg mampu

4
membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari
gen supresor tumor p53.

Patogenesis Ca. Hepatocelular dan Hepatoblastoma

KARSINOMA HEPATOSELULER
Karsinoma hepatoseluler ditandai dengan sel-sel polygonal dalam ukuran yg bervariasi dengan
inti yg hiperkromatik dan terlihat sering mitosis. Tumor-tumor sering terlihat multisentris.
Beberapa mensekresi empedu serta menyerang cabang-cabang vena porta dan hepatic.
Mekanisme karsinogenesis karsinoma hepatoseluler belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turn-
over) sel hati yg diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan
kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan
kromosom, aktivasi onkogen seluler atau inaktivasi gen supresor tumor. Hepatitis virus kronik,
alcohol dan penyakit hati metabolic seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin-alfa 1,
mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan
sirosis). Dilaporkan bahwa HBV dan juga HCV dalam keadaan tertentu juga berperan langsung
pada patogenesis molekuler karsinoma hepatoseluler. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada
gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa factor lingkungan juga berperan pada
tingkat molecular untuk berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.
Pada awal penyakit kadang-kadang tidak ada keluhan, atau keluhannya samara-samar, sehingga
pasien tidak sadar sampai pada suatu saat tumor sudah besar. Adanya perbesara hati serta keluhan
yg sering dirasakan berupa adanya perasaan sakit atau nyeri yg sifatnya tumpul, tidak terus-
menerus, terasa penuh di perut kanan atas, tidak ada nafsu makan karena perut selalu terasa
kenyang sehingga berat badan menurun secara drastis. Pasien merasakan adanya pembengkakan
perut kanan atas atau daerah epigastrium, kadang-kadang pada awalnya ada keluhan muntah,
jaundice, juga adanya pengurangan produksi gonadotropin oleh tumor peritonitis lokal atau difus.
Dalam keadaan seperti itu perlu dipikirkan perdarahan intra abdominal.

HEPATOBLASTOMA
Hepatoblastoma merupakan karsinoma hati yg sering dialami pada anak usia dibawah dua tahun
dan biasanya datang dengan perut membesar. Hepatoblastoma berbentuk massa tunggal dan
biasanya lebih sering terdapat pada lobus kanan dan dapat juga terjadi pada lobus kiri atau pada
kedua lobus dengan bentuk lesi tunggal yg luas atau lesi multiple dengan warna coklat sampai
hijau dan terdapat daerah hemoragik dan nekrosis. Pada pemeriksaan patologi ditemukan sel-sel
embrional dan jaringan mesenkim seperti osteoid, kartilago dan fibrosa. Tumor biasanya
berukuran 15 cm atau lebih dengan berat mencapai 1 kg pada anak. Hepatoblastoma lebih sering
ditemukan bermetastase ke paru dan lebih jarang ke tulang, otak, mata dan ovarium. Metastase
ke pembuluh darah hati dan vena cava inferior dapat juga terjadi.

V. DIAGNOSIS

A. Anamnesis
Keluhan utama:
Nyeri perut kanan atas dan kembung
Anorksia >> Ca. Hepatoceluler
Penurunan berat badan
Muntah
Ikterus Jarang pada Hepatoblastoma
Demam
Gejala anemia
Nyeri punggung akibat penekanan tumor

Riwayat penyakit:

5
Pada karsinoma hepatoseluler, faktor predisposisi meliputi mycotoxin, sirosis hati,
hepatitis B dan C, tumor supressor genes, tirosinemia, galaktosemia, defisiensi alfa-1
antitrypsin, glycogen storage disease, cystinosis, Wilson disease, cystinuria, penyakit
Soto3, malnutrisi dan atresia empedu.

Riwayat keluarga
Apakah di dalam keluarga baik ayah maupun ibu yang memiliki penyakit yang dapat
menimbulkan factor predisposisi karsinogenic.

B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang paling sering dijunpai adalah terdapat adanya
hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatic, splenomegali, asites, ikterus, demam
dan atrofi otot.

C. Pemeriksaan lanjutan
Pemeriksaan laboratorium
Pada karsinoma hepatoseluler, dapat dijumpai lekositosis, anemia, trombositosis
(jarang), serum feritin meningkat, dan peningkatan nilai serum glutamic-
oxaloacetic transaminase (SGOT) serta serum glutamic-pyruvate transaminase
(SGPT) (lebih sering). Pada karsinoma hepatoseluler, petanda tumor meliputi alfa
feto protein (AFP) yang meninggi, karsinoma embrionik antigen yang meninggi,
serum asam alfa glutamyl transferase dan serum vitamin B-12 binding protein,
serta serum neurotensin.
Pada hepatoblastoma terdapat anemia ringan, lekositosis, peningkatan serum
kolesterol, dan peningkatan nilai SGOT/SGPT (kadang normal). Pada
hepatoblastoma berupa peningkatan serum AFP yang lebih tinggi disbanding
dengan ca. hepatocelular.

Pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Abdomen)


Pada penderita yang diduga menderita penyakit hati, perlu dilakukan pemeriksaan
foto polos abdomen. Jika didapati karsinoma hepatoseluler jarang terlihat
kalsifikasi. Sedangkan pada hepatoblastoma sering terlihat.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Ultrasonografi terutama berguna untuk menentukan adanya massa dan pembesaran
hati serta perbedaan antara tumor padat atau kista. Gambaran USG karsinoma hati
primer fase dini memperlihatkan nodul gema berdensitas rendah dan homogen
atau heterogen. Hal ini terjadi karena dalam jaringan tumor hati primer hanya
ditemukan sel karsinoma yang mengandung pembuluh darah kapiler dan tidak
mengandung stroma intraseluler.Bentuk soliter sering memperlihatkan suatu nodul
besar berdensitas tinggi. Bentuk campuran adalah campuran bentuk noduler dan
difusi, noduler dengan soliter, soliter dengan difus.

Computed Tomography (CT)


Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan.
Dengan pemeriksaan CT akan didapat bermacam-macam densitas jaringan lunak
dan susunan potongan melintang yang beruntun sehingga diperoleh gambar
berbagai organ sekaligus. Pada kanker hati primer, akan tampak vaskularisasi yang
meningkat, yaitu peninggian densitas tumor.

Pemeriksaan Skintigrafi (Scaning)


Skintigrafi hati sering dipakai untuk mendeteksi kelainan hati. Teknik ini
merupakan pemeriksaan hati yang sederhana, mudah, dan noninvasif. Visualisasi

6
hati melalui pemeriksaan ini bergantung pada proses fisiologis dimana sel-sel
poligonal (60%) yang mampu menangkap secara selektif dan mengeluarkan
kembali radiofarmaka ke dalam darah umumnya kelainan lokal. Baik yang jinak
ataupun yang ganas akan tampak sebagai suatu daerah kosong (Space Occupying
Lesion = SOL) karena kelainan tersebut tidak menyerap radiofarmaka dan disebut
daerah dingin.

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Dari laporan yang dipublikasikan menunjukkan kegunaan MRI untuk meneliti
tumor hati primer pada anak-anak. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa
pemeriksaan MRI lebih baik jika dibandingkan dengan teknik pemeriksaan lain.
MRI dapat menjelaskan secara akurat (tepat) keterlibatan parenkim dan batas-
batas tumor. Struktur vaskuler, terutama vena hepatik dan vena kava inferior, lebih
jelas bahkan pada pasien terkecil sekalipun. MRI lebih dapat menentukan secara
lebih akurat stadium tumor sebelum pengobatan dibanding CT Scan.

Biopsi Hati
Untuk menegakkan diagnosis penyakit hati, perlu dilakukan pemeriksaan
histologis jaringan hati dengan melakukan biopsi hati. Biopsi hati merupakan
diagnosa pasti (gold standard) dalam menegakkan diagnosis tumor ganas hati.
Pada Karsinoma Hepatoseluler ditandai dengan sel-sel poligonal dalam ukuran
yang bervariasi dengan inti yang hiperkromatik dan terlihat sering mitosis. Tumor-
tumor sering terlihat multisentris. Beberapa mensekresi empedu serta menyerang
cabang-cabang vena porta dan hepatik. Sedangkan Hepatoblastoma ditandai
dengan dilatasi saluran sinusoid, potongan melintang berwarna hijau, kuning atau
putih. Tumor menyebar ke jaringan penunjang dan kelenjar limfe, susunan saraf
pusat, tulang, dan jaringan lainnya. Secara mikroskopis, tumor ditandai dengan
sel-sel epitel yang menyerupai sel hati, tetapi kadang-kadang dijumpai epitel fetal,
embrional, atau anaplastik. Biasanya tergabung dalam bentuk cord, tetapi
terkadang dalam bentuk tubuli atau tidak menentu.

DIAGNOSIS BANDING
1.Abses hati
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur
maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya
proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai
komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. (Robins, et al, 2002).

Manifestasi klinis
Manifestasi sistemik AHP lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila
ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan
membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.( Herrero, M., 2005).

Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran
kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma,
maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun
terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat
badan yang unintentional,
( Tukeva, T. A. et al, 2005)

2. Neuroblastoma
Neuroblastoma adalah penyakit dimana sel-sel yang berbahaya (kanker) terbentuk dalam jaringan
syaraf dari kelenjar adrenal, leher, dada, atau sumsum tulang belakang (spinal cord).
Neuroblastoma seringkali mulai pada jaringan syaraf dari kelenjar-kelenjar adrenal. Ada dua
kelenjar adrenal, satu diujung atas dari setiap ginjal dibelakang dari perut bagian atas. Kelenjar-

7
kelenjar adrenal menghasilkan hormon-hormon penting yang membantu mengontrol denyut
jantung, tekanan darah, gula darah, dan cara tubuh bereaksi pada stres. Neuroblastoma mungkin
juga mulai di dada, pada jaringan syaraf dekat tulang belakang di leher, atau di sumsum tulang
belakang (spinal cord).
Neuroblastoma paling sering mulai selama masa kanak-kanak awal, biasanya pada anak-anak yang
lebih muda dari umur 5 tahun. Ia adakalanya terbentuk sebelum kelahiran namun bisanya
ditemukan di kemudian hari, ketika tumor mulai tumbuh dan menyebabkan gejala-gejala. Pada
kasus-kasus yang jarang, neuroblastoma mungkin ditemukan sebelum kelahiran dengan ultrasound
fetus.
Pada waktu neuroblastoma terdiagnosa, kanker biasanya telah menyebar (metastasized), paling
sering pada nodul-nodul limfa, tulang-tulang, sumsum tulang, hati, dan kulit.

3. Tumor Wilms
kanker ginjal langka yang sering menyerang anak-anak. Dikenal juga sebagai nephroblastoma,
tumor ganas yang paling umum menyerang ginjal anak-anak. Waktu puncak terjadinya tumor
Wilms adalah sekitar usia 3 sampai 4 tahun dan jarang terjadi setelah usia 6 tahun. Meskipun d

Gejala Tumor Wilms


Tumor Wilms mungkin tidak terdeteksi sejak awal karena dapat tumbuh besar tanpa menimbulkan
rasa sakit. Ketika besar, umumnya tumor ini berhasil diketahui sebelum memiliki kesempatan
untuk menyebar (metastasize) ke bagian tubuh lainnya.
Anak-anak yang terserang dapat memiliki gejala:

Perut bengkak
Terdapat suatu gumpalan dalam perut yang dapat dirasakan
Demam
Darah dalam urin
Nafsu makan berkurang
Tekanan darah tinggi
Sembelit
Nyeri Perut
Mual

4. Kolestasis/sirosis hati
Sirosis adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut
(fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini memengaruhi struktur
normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati menjadi rusak dan mati sehingga hati secara
bertahap kehilangan fungsinya.

Kolestasis
Gangguan sekresi dan atau aliran empedu ( 3 bulan pertama) Penumpukan bahan 2 yg harus
diekskresi oleh hati (bilirubin, asam empedu, kolesterol) Regurgitasi bahan 2 tersebut ke plasma
Klinis
Sindrom kolestatik yaitu : ikterus, urin berwarna tua, tinja dempul (menetap/ fluktuatif)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Alphafetoprotein
Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%,
artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan
peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita nilai AFP nya normal.
Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya
dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab
AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan
hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma (8).

8
b. AJH (aspirasi jarum halus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama
ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi
imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi
yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli
radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy
sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG
ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan
dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan
persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik
dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi
itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.

c. Gambaran Radiologi
Pesatnya kemajuan teknologi dan komputer membawa serta juga kemajuan dalam
bidang radiologi baik peralatannya maupun teknologinya dan memaksa dokter spesialis
radiologi untuk mengikuti training dan workshop baik di dalam ataupun di luar negeri
sehingga dengan demikian menghantarkan radiologi berada di barisan depan dalam
penanggulangan penyakit kanker hati ini dan membuktikan pula dirinya berperan sangat
penting untuk mendeteksi kanker hati. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam
hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah, dua buah atau lebih atau
bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati
kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul (9).
Dengan peralatan radiologi yang baik dan ditangani oleh dokter spesialis
radiologi yang berpengalaman sudah terjamin dapat mendeteksi tumor dengan diameter
kurang dari 1 cm dan dapatlah menjawab semua pertanyaan seputar kanker ini antara lain
berapa banyak nodule yang dijumpai, berapa segment hati-kah yang terkena, bagaimana
aliran darah ke kanker yang dilihat itu apakah sangat banyak (lebih ganas), apakah sedang
(tidak begitu ganas) atau hanya sedikit (kurang ganas), yang penting lagi apakah ada sel
tumor ganas ini yang sudah berada di dalam aliran darah vena porta, apakah sudah ada
sirrhosis hati, dan apakah kanker ini sudah berpindah keluar dari hati (metastase) ke
organ-organ tubuh lainnya. Kesemua jawaban inilah yang menentukan stadium
kankernya, apakah pasien ini menderita kanker hati stadium dini atau stadium lanjut dan
juga menentukan tingkat keganasan kankernya sehingga dengan demikian dapatlah
ditaksir apakah penderita dapat disembuhkan sehingga bisa hidup lama ataukah sudah
memang tak tertolong lagi dan tak dapat bertahan hidup lebih lama lagi dari 6 bulan.
Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography (USG), Color
Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, Scintigraphy dan Positron Emission
Tomography (PET) yang menggunakan radio isotop. Pemilihan alat mana saja yang akan
digunakan apakah dengan satu alat sudah cukup atau memang perlu digunakan beberapa
alat yang dipilih dari sederetan alat-alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi penderita (10).
i. Ultrasonography (USG)
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang
normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker
langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau
berwarna kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa
satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu
nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG conventional
hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila
USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik system bisa
mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan
diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan walaupun USG

9
conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker namun tak dapat melihat
adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).
Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh darah yang
terbentuk sejalan dengan pertumbuhan kanker yang gunanya untuk menghantarkan
makanan dan oksigen ke kanker itu. Semakin banyak neo-vascular ini semakin ganas
kankernya. Walaupun USG color yang sudah dapat memberikan warna dan mampu
memperlihatkan pembuluh darah di sekeliling nodule tetapi belum dapat memastikan
keberadaan neovascular sehingga dengan demikian akurasi diagnostik hanya sedikit
bertambah menjadi berkisar 60% 70%. Dengan pesatnya perkembangan teknologi,
kini sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih lengkap lagi yaitu Color Doppler
Flow Imaging (CDFI) yaitu USG yang selain mampu melihat pembuluh darah di
sekitar kanker juga mampu pula memperlihatkan kecepatan dan arah aliran darah di
dalam pembuluh darah itu, sehingga dapat ditentukan resistensi index dan pulsatily
index yang dengan demikian sudah dapat memastikan apakah pembuluh darah yang
mengelilingi nodule itu adalah benar neo-vascularisasi dan berapa banyak adanya.
Dengan dapat dipastikan keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi diagnosa
kanker meningkat jadi 80%. Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang memang ada
tapi belum terlihat dengan teknik CDFI ini masih bisa dilihat dengan cara diberikan
suntikan zat kontras pada penderita sewaktu dilakukan pemeriksaan CDFI USG, zat
kontras itu mampu menembus masuk ke dalam neo-vascularisasi yang menyusup di
dalam nodule. Dengan demikian akurasi diagnosa meningkat menjadi 90% dan lebih-
lebih lagi dapat mendeteksi kanker berukuran lebih kecil dari 1 cm.
Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga memungkinkan kita
melihat apakah ada portal vein tumor thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor thrombus)
yang lepas dan masuk ke dalam vena Porta. Penting sekali memastikan keberadaan
tumor thrombus di dalam vena porta ini karena thrombus ini dapat menyumbat aliran
darah. Pada keadaan normal semua makanan yang telah dicernakan oleh usus akan
dihantarkan ke hati oleh vena porta ini. Bila vena ini tersumbat oleh tumor thrombus
maka hati tidak menerima nutrisi lagi dengan kata lain hati tak dapat makanan lagi
sehingga sel-sel hati akan mati (necrosis) secara perlahan tetapi pasti dan ini sangat
membahayakan penderita karena dapat terjadi gagal hati (liver failure). Tumor
thrombus ini bisa ukurannya besar sehingga menutup seluruh lumen vena porta, bisa
kecil, dan hanya menutup sebahagian lumen saja sehingga masih bisa ada aliran darah
di dalam vena porta ini. Dari hasil USG ini sudah bisa diarahkan dengan tepat tindakan
pengobatan apa yang paling sesuai dan bermanfaat untuk penderita apakah akan
dilakukan operasi membuang sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau tidak,
apakah bisa di-embolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse kemoterapi intra-
arterial saja. Tapi bila sudah jelas terdapat tumor thrombus di dalam vena porta dan
sudah pula menyumbat vena ini, maka tindakan operatif dan embolisasi sudah hampir
tidak berarti lagi dan satusatunya cara untuk menyelamatkan penderita adalah dengan
cara transplantasi hati (liver transplantation).
ii. CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai
seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu
hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scann yang saat ini teknologinya
berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan
menggunakan teknik hellical CT scann, multislice yang sanggup membuat irisan-irisan
yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan. Lebih
canggih lagi sekarang CT scann sudah dapat membuat gambar kanker dalam tiga
dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan
hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
iii. Angiografy
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil
pemeriksaan USG dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau
non-bedah masih yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap

10
pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan
angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya.
Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada
USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa
memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT
angiography yang dapat memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di
sekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu melakukan operasi membuang kanker hati itu
tahu menentukan di mana harus dibuat batas sayatannya (14).
iv. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Bila CT scann mengunakan sinar X maka MRI ini menggunakan gelombang
magnet tanpa adanya Sinar X. CT angiography menggunakan zat contrast yaitu zat
yang diperlukan untuk melihat pembuluh darah. Tanpa zat ini pembuluh darah tak dapat
dilihat. Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada
gambaran CT scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya
radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian
zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal
diperlukan gambar peta pembuluh darah. MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak
Magnetic Resonance Angiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan
membuat peta pembuluh darah kanker hati ini. Sayangnya ongkos pemeriksaan dengan
MRI dan MRA ini mahal, sehingga selalu CT scan yang merupakan pilihan pertama.
v. PET (Positron Emission Tomography)
Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah Positron
Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan
glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD)
yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya,
pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam
tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan
respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau
stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta
pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase
(penyebaran).

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka
berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker
hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan
radiologi yang akurasinya 70 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang
akurasinya 60 70%(7).
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography
(PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu
kriteria empat atau lima.

VII. STADIUM PENYAKIT


Stadium I : Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada salah satu
segment tetapi bukan di segment I hati

11
Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I atau
multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri
Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus
kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem
pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi
hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri
hati.
atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra
hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)
atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra
hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)
atau vena cava inferior
atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

VIII. PENGOBATAN
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi.
Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi
kanker di bahagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple),
atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada
seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh
penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada
sirrhosis hati(12).
Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengan
tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati.

1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi


Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu
reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya.
Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan menyisakan
lagi jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi
besar, untuk itu sebelum menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan
jaringan yang sehat. Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti batas
itu yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan
jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka
harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu sebelum dioperasi.
Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah kanker sehingga
jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding
artery) yang diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan
tindakan radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu
zat yang dapat menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai
makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampuan hidup (viability) dari sel-sel
kanker akan sangat menurun sampai menghilang.
Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial Chemotherapy
(TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu kanker-nya disirami racun
(chemotherapy) sehingga sel-sel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai
makanannya maka sel-sel kanker benar-benar akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan
bila selsel ini nanti terlepas pun saat operasi tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak
mampu lagi bertumbuh. Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan oleh
dokter spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE). Selain
itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan
juga untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian memudahkan dokter ahli bedah.
Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus diperiksakan pada dokter ahli
patologi yaitu satu-satunya dokter yang berkompentensi dan yang dapat menentukan dan

12
memberikan kata pasti apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar pinggir
sayatan bebas kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih
tertinggal di dalam hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang
bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak. Pemberian
Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam bahagian onkologi (medical
oncologist) ini secara intra venous (disuntikkan melalui pembuluh darah vena) yaitu
epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan mitomycine C 10 mg. Dengan cara
pengobatan seperti ini usia harapan hidup penderita per lima tahun 90% dan per 10 tahun
80%.

2. Tindakan Non-bedah Hati


Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium
lanjut. Tindakan non-bedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi. Termasuk dalam tindakan
non-bedah ini adalah:

a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)


Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang datangnya bersama
aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga
diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah
baru (neovascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada
disebut pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat
feeding artery. Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri
femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan
seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke
dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini disumbat (diembolisasi) dengan suatu bahan
seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker dihentikan dan dengan demikian suplai
makanan dan oksigen ke selsel kanker akan terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi
sebelum dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans arterial chemotherapy yaitu
memberikan obat kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni
dengan obat yang mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar
terjamin mati dan tak berkembang lagi.
Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan
dan nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini.
Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70%
dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.

b. Infus Sitostatika Intra-arterial.


Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari vena porta
dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama
dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke
sel-sel hati normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa
pasien cepat meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini.
Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar
tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan tindakan
transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena
ketidakmampuan pasien.
Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 20 Mg kombinasi dengan
adriblastina 10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 200 cc. Atau dapat juga cisplatin
dan 5FU (5 Fluoro Uracil). Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi
infuse sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah double lumen ballon
catheter yang di-insert (dimasukkan) ke dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan
terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang
selama 10 30 menit, tujuannya adalah memperlama kontak sitostatika dengan tumor.

13
Dengan cara ini maka harapan hidup pasien per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh
tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%.
c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)
Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan
atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan
lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol
perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun
cukup memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien stadium dini saja dan tidak
pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini untuk
kanker bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan pada
garis tengah kurang dari 3 cm.
Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami
nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus
kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi
tunggal merupakan kasus yang paling optimal dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya
cara ini mugkin dapat menolong tetapi tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan
sehingga hanya dikatakan membawa tindakan ini memberi hasil yang cukup
menggembirakan.

d. Terapi Non-bedah Lainnya


Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila
terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial
Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di
antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton Beam Therapy,
Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini
bersifat palliatif (membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.

3. Tindakan Transplantasi Hati


Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan
ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati terkena kanker
atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak
ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan
pemasangan organ hati dari orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila
langkah lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu
lagi menolong pasien

GAMBARAN RADIOLOGIS

A. Gambaran Ultrasonografi (USG)


Perkembangan yang cepat dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran parenkim hati
lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko jaringan hati lebih mudah
dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal maupun
kelainan parenkim difus(14).
Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang membesar,
permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko yang
berbeda dengan parenkim hati normal.

14
Gambaran USG KHS; tampak nodul gema bulat dengan densitas gema rendah.

15
USG karsinoma hepatoseluler, tampak nodul hipoecoic dengan diameter 2,3cm pada pasien
laki-laki umur 67 th.

Color doppler US, menunjukkan aliran darah ke tumor di postero-anterior segmen dari
lobus kanan.

16
Color doppler US pada KHS, tampak aliran darah ke tumordi antero-inferior segmen pada
lobus kanan.

B. Gambaran CT-Scan
Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen
hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat
sebagian-sebagian saja. CT scann yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula
menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scann,
multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling
kecil pun tidak terlewatkan.

MD-CTScan pada wanita 57 tahun dengan riwaya hepatitis B, tampak nodul karsinoma
hepatoselular.

CT-scan dengan kontras memperlihatkan masa pada karsinoma hepatoselular.

17
C. Angiografi
Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan
angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker
yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja
ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran
kanker yang sebenarnya.
Celiac angiogram
menunjukkan pembuluh darah
hepar dengan multipel
karsinoma hepatoseluler
sebelum terapi (kiri), dan
sesudah terapi (kanan)
menunjukkan penurunan
vaskular dan respon terapi

18
D. Gambaran MRI
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann
yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada
penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga
pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh
darah.

Pada gambaran MRI diatas terlihat multipel hipervaskular kecil pada karsinoma hepatoselular.

19
Gambaran MRI pada karsinoma hepatoselular, tampak lesi dengan diamer 2,5cm pada aspek
infero-medial.

a. Gambaran MRI pada karsinoma hepatoselular di segmen VI hepar saat arterial phase
menggunakan gadolinium ethoxybenzyl diethylenetriaminepentaacetic acid (GD-EOB-
DTPA), tampak nodul kecil ukuran 2,8cm.
b. MRI dengan T1-weightened pada hepatobiliar fase, 20 menit setelah injek GD-EOB-DTPA,
tampak gambaran hipointens yang dpat dibedakan dengan soft tissue normal lainnya.

E. Gambaran PET
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker
menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose
(FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya,
pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh.
Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap
sel-sel yang terkena kanker.

20
Pasien diinjeksikan FGD, kemudian bisa dimonitor radioaktinya.

Tampak FGD mengelilingi tumor, kemudian divalidasi dengan US Color Dopler dan histologi
Diambil jaringan hatinya dan ditemukan bagian yang nekrosis.

Penegakkan Diagnosis

21
Untuk tumor dengan
diameter lebh dari 2 cm,
adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dari
nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum 400 ng/mL adalah diagnostik. 6

Criteria diagnostic HCC menurut Barcelona EASL conference

Criteria sito-histolgi

Criteria nin-invasif (khusus untuk pasien sirosis hati) :

Criteria radiologis : konsidensi 2 cara imaging (USG/CT-


spiral/MRI/angiografi)

lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi srterial criteria


kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum :

lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

kadar AFP serum 400 ng/mL

Diagnostik histology diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi berdiameter > 2
cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan terapi. 6

Untuk tumor berdiameter kurang dari 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara non-
invasif karena berisiko tinggi terjadinya diagnosis negatif palsu akibat belum matangnya
vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara imaging dan biopsy tidak diperoleh diagnosis
definitif, sebaiknya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai
diagnosis dapat ditegakkan.6

System staging

Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-kelompok yang
prognosisnya berbeda, berdasarkan paremeter klinis, biokimiawi dan radiologis pilihan yang
tersedia. System staging yang ideal seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor,
derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien sirosis yang juga mengurangi harapan hidup.
System yang banyak digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien
sirosis adalah system klasifikasi Child-Turcotte-pugh, tetapi system ini tidak ditujukan untuk
penilaian staging HCC, beberapa system yang dapat di pakai untuk staging HCC adalah :

22
1. Tumor-Node-Metastases (TNM) staging system
2. Okuda staging system
3. Cancer of the liver Italian program (CLIP) scoring system
4. Chinese University Prognostic index (CUPI)
5. Barecelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System. 6
6.
A. Rencana Terapi
Non medikamentosa

1. Bedah
a. Reseksi
Reseksi merupakan pembedahan untuk mengangkat kanker dari jaringan yang normal
Pembedahan hepatoma dapat berupa segmentektomi dan lobektomi. Hati mempunyai daya
regenerasi besar sehingga walaupun separuh hati direseksi, regenerasi terjadi tanpa mengurangi
faal. Kriteria untuk reseksi adalah tidak ada metastasis jauh, kanker terbatas disatu lobus atau
segmen dan pasca lobektomi sisa jaringanmasih dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Hasil reseksi
tidak terlalu baik, karena biasanya timbul residif. 7

b. Transplantasi hati
Transplantasi hati dapat menjadi alternative bagi pasien yang mempunyai kontra indikasi reseksi.
Transplantasi hati lebih baik dari pada reseksi karena tingkat residifnya lebih rendah. Kriteria
untuk transplantasi yaitu hanya satu nodul dan tidak lebih dari lima cm atu dua atau tiga nodul
yang masing- masing tidak lebih dari 3 cm.8

2. Injeksi alkohol
Kadar alkohol yang digunakan 97% yang diinjeksi secara intra tumor. Total alkohol yang
sebanyak dua sampai seratus ml yang diberikan dalam beberapa tahap tergantung ukuran kanker.
Kriteria injeksi alkohol yaitu penderita dengan fungsi hati yang baik dan kanker kurang dari tiga
cm.8

3. Laser ablasi
Laser ablasi, merupakan destruksi jaringan dengan mengubah cahaya (biasanya infrared)
menjadi panas. Energi infrared langsung masuk ke jaringan dari jarak 12- 15 cm. Temperatur
diatas 600 dapat meningkatkan nekrosis dan kematian sel kanker. Penggunaan temperature yang
terlalu tinggi, misalnya pada 100 0C, dapat menyebabkan evaporasi dan hilangnya cairan tubuh.
Kriteria dari laser ablasi yaitu umumnya pasien dengan ukuran kanker kurang dari lima lesi dan
kurang dari lima cm. Idealnya, lesi kurang dari tiga cm dan kedalaman sampai ke parenkim hati. 9

4. Embolisasi
Embolisasi dilakukan melaui arteri hepatica atau cabang arteri hepatica dengan
memberikan sistostatik sisplastin, mitomisin dan adriamisin. Dengan cara ini, kanker dapat
mengalami nekrosis dan mengecil.7

5. Radiasi
Radiasi jarang digunankan dalam terapi hepatoma karena dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan sekitar yang masih normal. Contoh pada technik theraspere, dimana menggunakan
manik- manic kaca mikroskopik yang mengandung material radioaktif. Manik tersebut
dimasukkan melalui kateter kedalam arteri hepatica. Manik-manik kemudian akan terperangkap
di dalam pembuluh darah yang memvaskularisasi kanker dan memberikan radiasi pada kanker.

6. Edukasi hepatoma
a. Edukasi tentang dasar pemahaman tentang kanker
b. Edukasi tentang alternative pengobatan (radioterapi, kemoterapi, bedah, dan lai-lain.
c. Edukasi tentang efek samping dari pengobatan. Efek samping obat adalah suatu reaksi yang
tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan

23
d. Edukasi mengenai diet yang diperlukan. Makanan mempunyai peran penting bagi penderta
kanker, sejak diagnosis, pelaksanaan pengobatan, sampai penyembuhan penyakit. Makanan
mengandung unsur zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Zat
pengatur, seperti vitamin, mineral, serta air. Pada penderita kanker kebutuhan gizi meningkat
akibat proses keganasan. Dilain pihak, pengobatan, pembedahan, penyinaran, kemoterapi,
maupun imunoterapi akan lebih berhasil dan berdaya guna jika penderita dalam keadaan
status gizi baik. Pada umumnya penderita kanker membutuhkan diet tinggi kalori dan protein
(TKTP). Energiyang dibutuhkan itu sebesar 2000 kaloridan protein 90 -100 g/ hari bagi
penderita dengan status gizi baik. Jumlah ini diperlukan untuk mempertahankan status
gizinya. Pada keadaan gizi kurang untuk pemulihan dibutuhkan 4000 kalori dan protein 100
200 g/ hari.

e. Edukasi kepada keluarga untuk ikut serta dalam pengobatan paliatif. Secara umum perawatan
paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh, dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien,
meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan dukungan kepada penderita. Perawatan
paliatif memungkinkan pasien dan keluarga pasien kanker stadium lanjut tidak hanya
mendapatkan perawatan fisik namun juga perawatan secara psikologis dan sosial dalam
menghadapi penyakit yang diderita pasien.10

Medikamentosa

1. Ciplastin

Cisplatin atau cisplatinum atau cis diamminedichloroplatinum(II) adalah obat kemoterapi


kanker yang berbasis logam platinum. Cisplatin bekerja sebagai anti kanker dengan cara
menempelkan diri pada DNA (deoxyribonucleic acid) sel kanker dan mencegah
pertumbuhannya. Setelah pemberian IV, reaksi utama adalah mual dan muntah. Cisplastin
menimbulkan efek pada ginjal dan disfungsisaraf pendengar. Dosis yang biasa digunakan
20mg/m2/hari IV untuk lima hari atau 50-70m 2/mg sebagai dosis tunggal tiap tiga minggu.
11

2. 5-Fluor Fluorouasil

5-Fluorourasil bekerja dengan menghambat DNA, biasanya diberikan secara intravena.


Toksisitas utamanya adalah mielosupresi dan mukositis. 12

3. Vinkristin

Obat ini terikat pada tubulin yaitu protein mikrotubular. Hal ini mengakibatkan mitotis
terhenti pada metaphase dan penghancuran spindle mitotik. Obat ini menimbulkan
neurotoksisitas. Dosis obat tunggal 1,5 mg/m2IV (maksimim 2 mg/minggu).12

Prognosis
Hepatoma memiliki prognosis yang jelek dapat terjadi perdarahan dan akhirnya
kematian. Proses ini berlangsung antara 2 - 6 bulan atau beberapa tahun.

Fase dini : Dengan tindakan operasi berupa reseksi dari tumor prognosa baik, penderita dapat
hidup dalam waktu yang cukup lama.

24
Fase lanjut : Dimana tindakan tidak mempunyai arti lagi, kematian dapat terjadi dalam 2 6
bulan setelah diagnosa ditegakkan.13

Ketika kanker sudah lanjut tetapi untuk tumor kecil yang terbatas pada hati terapi ablatif
paliatif dan bedah reseksi atau transplantasi hati kadang-kadang kuratif. Kadang penderita dengan
tumor yang kecil dapat sembuh dengan baik setelah tumor diangkat melalui pembedahan. 14

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi adalah:

1. Metastasis
2. Ruptur
Insiden ruptur spontan hepatoma mencapai 11% 26% di negara-negara timur,
sedangkan di negara-negara barat hanya mencapai 2% 3%. Tanda -tanda rupture spontan
hepatoma sering didapat hanya dengan tanda-tanda seperti nyeri perut kanan bawah karena
darah turun mengikuti Para colic gutter kanan. Tetapi dapat juga dengan tanda-tanda darah
dalam peritoneum dan syok hemoragik. Sakit perut di kanan atas yang tiba-tiba merupakan
pertanda terjadinya rupture. Tumor yang akan rupture terletak dekat permukaan dan dapat di
deteksi dengan CT Scan yang tampak menmonjol keluar. Ruptur terjadi karena arteri
kehilangan elastin dan degradasi dari kolagen. Terapi dahulu di lakukan dengan tindakan
agresif operasi / reseksi hati, tetapi angka kematiannya tinggi. Komplikasi Hepatoma paling
sering adalah perdarahan varises esofagus, koma hepatik, koma hipoglikemi, ruptur tumor,
infeksi sekunder, metastase ke organ lain. (Sjamsuhidajat, 2000 : hlm 796).

Sedangkan menurut Suratun (2010 : hlm 301) komplikasi dari kanker hati adalah:

a. Perdarahan berhubungan dengan perubahan pada faktor pembekuan


b. Fistulabiliaris.
c. Infeksi pada luka operasi.
d. Masalah pulmonal.
e. Anoreksia dan diare merupakan efek yang merugikan dari pemakaian agens kemoterapi
yang spesifik 5-FU dan FUDR.
f. Ikterik dan asites jika penyakit sudah pada tahap lanjut

Pencegahan
Upaya preventive untuk Ca. Hepatocelular
Terjadinya tumor hati dapat dicegah dengan pemberian imunisasi hepatitis B saja atau
disertai dengan pemberian hepatitis B immune globulin (HBIG) kepada semua bayi yg baru
lahir. Pemberian imunisasi segera setelah lahir akan memutus rantai penularan dai ibu ke
bayi. WHO menganjurkan agar semua Negara mengintegrasikan imunisasi hepatitis B ke
dalam program imunisasi rutin mereka.
Saat ini banyak Negara termasuk Indonesia sudah mengintegrasikan imunisasi hepatitis B ke
dalam program imunisasi dasar mereka. Program inunisasi hepatitis B ini dalam jangka
panjang bertujuan untuk mengeliminasi infeksi virus hepatitis B dan sekaligus mencegah
terjadinya karsinoma hepatoseluler primer yg disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B dan
sekaligus mencegah terjadinya karsinoma hepatoseluler primer yg disebabkan oleh infeksi
virus hepatitis B. Saat ini vaksin untuk virus hepatitis C belum ada, untuk mencegah
terjadinya infeksi melalui transfuse darah, maka skrining darah donor harus dilakukan.

Memahami dan Menjelaskan Tranplantasi menurut Islam


Ada beberapa hukum - hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ dalam Islam. Adapun
penjalasan dari hukum hukum tersebut, yaitu:

1. Ilmu Fikih

25
Dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak terlalu membahas secara detail karena pada masa itu transplantasi
belum riil. Jangkauan bahasannya hanya dalam bentuk hipotesis (andaikan). Itu pun terbatas pada
transplantasi (tepatnya: penyambungan) tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun adalah:
Pertama, organ manusia itu terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal.
Kedua, kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat itu. Misalnya,
warna negara muslim, warga negara dzimmi, warna negara harbi, dan warga negara murtad.
Paradigma itu memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Ibn al-Imad dalam Hasyiyah al-Rasyidi (2001, 26), menyatakan:
"diharamkan mentransplantasi kornea mata orang yang sudah meninggal, walaupun ia tidak
terhormat seperti karena murtad atau kafir harbi. Selanjutnya, diharamkan pula menyambungkan
kornea mata tersebut kepada orang lain, karena bahaya buta masih lebih ringan dibandingkan
dengan perusakan terhadap kehormatan mayat".

Tujuan ideal ini, mengacu pada lima kebutuhan pokok manusia yang sangat mendesak (al-dhoruriyat
al-khoms), yaitu :
1) Proteksi pada agama (hifdz al-din) maksudnya dalam konteks modern menjadi hak untuk beragama
dan menganut suatu sistem kepercayaan (haqq al-tadayyun)
2) Proteksi untuk melindungi jiwa (hifdz al-nafas) maksudnya dikembangkan menjadi hak untuk bisa
menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun kehidupan dalam
pengertian ekonomi (haqq al-hayah)
3) Proteksi melindungi harta (hifdz al-mal)
4) Proteksi untuk melindungi kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-aql). Dalam konteks modern
menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan mengeluarkan
pendapat (haqq al-tarbiyah wa ibda al-rayi)
5) Proteksi terhadap kesucian keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks modern, menjadi hak untuk
menjaga kesehatan reproduksi (haqq shihhah wasail al-nasl).

Dalam fiqih sendiri terdapat lima pedoman kaidah fiqh yang harus menjadi acuan.
1. Suatu ungkapan dalam Alquran, hadis, atau ketentuan hukum dalam kitab fiqh klasik yang
dipertimbangkan adalah keumuman tujuan hukum, bukan bergantung kepada ketentuan teks statis
atau sebab (al-ibrah bi umum al-maqashid, la bikhusus al-nash wa al-sabab).
2. Kepentingan umum adalah dalil hukum yang kehujahannya mandiri, tak bergantung kepada
konfirmasi teks atau nash (al-maslahah dalil syari mustaqillun an al-nushus).
3. Akal mempunyai otoritas untuk menentukan baik dan buruk (mashalih dan mafasid), tanpa
bergantung kepada teks (istiqlal al-uqul bi idrak al-mashalih wa al-mafasid dun al-taalluq bi al-
nushus).
4. Kepentingan umum adalah hujah hukum yang terkuat (al-maslahah aqwa dalil al-syari).
5. Lapangan pemberlakuan rasionalitas maslahah adalah bidang hubungan antara manusia dan tradisi,
bukan aturan ibadah kepada Allah (majal al-amal bi al-maslahah wuha al-muamalah wa al-adah dun
al-ibadat).

2. Syariat Islam
Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ
ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :

a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup


Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya
atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal.
Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti
mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman
Allah SWT dalam Al Quran surat Al Baqorah ayat 195
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan

26
An Nisa ayat 29
dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri
Al Maidah ayat 2
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan dalam hal ini Allah SWT telah membolehkan memberikan maaf dalam masalah qishash dan
berbagai diyat. Allah SWT berfirman :
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat. (QS. Al Baqarah : 178) .
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan
kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita
tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah
dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang
menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak
keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan
dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis
bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang
identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
Hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal. Untuk mendapatkan kejelasan hukum
trasnplantasi organ dari donor yang sudah meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum
pemilikan tubuh mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat. Mengenai hukum
pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal. Sebab dengan sekedar meninggalnya seseorang,
sebenarnya dia tidak lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu hartanya,
tubuhnya, ataupun isterinya. Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya,
sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau mewasiat-
kan penyumbangan organ tubuhnya.Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah mati tidak
dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat untuk
menyumbangkannya. Sedangkan mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya,
kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemilikannya sejak dia meninggal, hal ini karena Asy
Syari (Allah) telah mengizinkan seseorang untuk mewasiatkan sebagian hartanya hingga sepertiga
tanpa seizin ahli warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya izin dari
Asy Syari hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak mencakup hal-hal lain. Izin ini tidak
mencakup pewasiatan tubuhnya. Karena itu dia tidak berhak berwasiat untuk menyumbangkan
salah satu organ tubuhnya setelah kematiannya. Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah
mewariskan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan demikian, para ahli
waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si mayit, karena mereka tidak memiliki
tubuh si mayit, sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan tubuh si mayit tersebut.
Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah bahwa pihak penyumbang berstatus
sebagai pemilik dari benda yang akan disumbangkan, dan bahwa dia mempunyai hak untuk
memanfaatkan benda tersebut. Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit tidak dimiliki oleh para
ahli waris, maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak dimiliki oleh selain ahli
waris, bagaimanapun juga posisi atau status mereka. Karena itu, seorang dokter atau seorang
penguasa tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal
untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya.Adapun hukum kehormatan
mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempun-
yai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah
mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap

27
kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya
dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Muminin RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda :
Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup. (HR. Ahmad, Abu
Dawud, dan Ibnu Hibban).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,Rasulullah pernah
melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda :
Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !
Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda :
Sungguh jika seorang dari kalian duduk di atas bara api yang membakarnya, niscaya itu lebih
baik baginya daripada dia duduk di atas kuburan !
Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana
orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan
melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.
c. Keadaan Darurat
Setelelah kita tinjau transplantasi organ dari Ilmu Fiqih, sekarang kita akan membahas mengenai
bagian bagian tubuh yang halal dan haram apabila didonorkan, sehingga kita sebagai seorang
perawat dapat mengetahui organ organ apa saja yang di halalkan untuk didonorkan. Adapun
ketentuan mengenai halal dan haram mendonorkan organ tubuh, yaitu :
I. Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali .
Diantara bagian tubuh yang dapat tumbuh kembali apabila di donorkan adalah darah, yang lebih
dikenal sebagai donor darah. Sejarah pertama kali diperkenalkan adanya donor darah, yaitu di
Prancis pada tahun 1667 M. Pada waktu itu donor darah berasal dari hewan dan dipindahkan ke
manusia, tetapi pendonoran darah ini mengakibatkan manusia tersebut meninggal. Kemudian
dilakukan percobaan sekali lagi di Inggris, tetapi kali ini diambilkan dari darah manusia lainnya
yaitu pada tahun 1918 M dan akhirnya berhasil.
Adapun pelaksanaan donor darah ini disebabkan karena pasien kekurangan atau kehabisan darah
seperti ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, kebakaran pada anggota tubuh, akibat persalinan
setelah melahirkan anak, masalah pada ginjal yang menyebabkan gagal ginjal, atau kanker darah
dan lain-lainnya.
Dari situ bisa disimpulkan bahwa donor darah hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat dan
dibutuhkan. ( Fatawa Kibar Ulama Ummah, hal. 939 ) Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai
berikut :
Firman Allah swt :
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan manusia, maka dalam
hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani pasien adalah orang-orang yang
mendapatkan pujian dari Allah swt, karena memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi
sebab hidupnya pasien dengan ijin Allah swt.
Firman Allah swt :
" Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "( Qs Al
Baqarah : 172 )
II. Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan menyebabkan kematian seseorang,
seperti : limpa, jantung, ginjal , otak, dan sebagainya. Maka mendonorkan organ-organ tubuh
tersebut kepada orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam katagori bunuh diri. Dan ini
bertentangan dengan firman Allah swt :
" dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al Baqarah : 195)
Juga dengan firman Allah swt :

28
" Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri , sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )

III. Donor anggota tubuh yang tunggal


Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda ( berpasangan ). Adapun yang
tunggal, diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya ganda
( berpasangan ) karena salah satu sudah rusak atau tidak berfungsi sehingga menjadi tunggal,
seperti : mata yang tinggal satu. Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram, walaupun
hal itu kadang tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin dicapai oleh pasien
tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai pendonor. Bedanya jika organ tubuh
tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya akan lebih banyak, dibanding kalau dia mendonorkan
kepada orang lain.

IV.Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.


Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia ada yang
berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga, jantung dan sebagainya. Untuk melihat
hukum donor organ-organ tubuh seperti ini, maka harus diperinci terlebih dahulu :
1. Jika donor salah satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan
besar donor tersebut bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh, seperti seseorang
yang mendonorkan salah satu ginjalnya. Alasannya, bahwa seseorang masih bisa hidup, bahkan
bisa beraktifitas sehari-hari sebagaimana biasanya hanya menggunakan satu ginjal saja. Hanya
saja pemindahan ginjal dari pendonor ke pasien tersebut jangan sampai membahayakan
pendonor itu sendiri.
Berkata Syekh Bin Baz rahimaullahu - Mufti Saudi Arabia ( Fatawa Kibar Ulama Ummah,
hal. 941) : " Tidak apa-apa mendonorkan ginjal, jika memang sangat dibutuhkan, karena para
dokter telah menyatakan bahwa hal tersebut tidak berbahaya baginya, dan dalam sisi lain,
bisa bermanfaat bagi pasien yang membutuhkannya. Pendonornya Insya Allah akan
mendapatkan pahala dari Allah swt karena perbuatan ini termasuk berbuatan baik dan
menolong orang lain agar terselamatkan jiwanya, Sebagaimana firman Allah :
" dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik "
( Qs Al Baqarah : 192 )
Dan Rasulullah saw sendiri bersabda :
" Dan Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama hamba tersebut membantu saudaranya
" ( HR Muslim no 2699 ) .
2. Sebaliknya jika donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya tersebut membahayakan
atau paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi sengsara, maka donor anggota tubuh
tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika tidak membawa banyak manfaat bagi pasien
penerima donor, seperti halnya dalam pendonoran jantung.

29

Anda mungkin juga menyukai