Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat kedua-duanya. 1
Katarak komplikata merupakan katarak akibat adanya penyakit mata yang
terjadi akibat adanya gangguan nutrisi lensa, proses inflamasi atau degenerasi.
Adapun penyakit mata yang mendasarinya adalah iridosiklitis, koroiditis, retinitis
pigmentasi, ablasio retina, glaucoma, uveitis, iskemia ocular, nekrosis anterior
1
segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata.
II. Epidemiologi
Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di seluruh
dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta orang diseluruh
dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh juta orang pada tahun
2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang menderita katarak, atau
1
1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40 tahun menderita katarak.
Gambar. Distribusi Penyebab Kebutaan Estimasi Global Tahun 2010
Di Indonesia Katarak merupakan penyebab kebutaan terbanyak. Perkiraan
insidensi katarak di Indonesia adalah 0,1 %/tahun atau 1:1000, sementara
prevalensi katarak di Indonesia mencapai 1,8% jumlah penduduk.. Indonesia
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
1
penduduk daerah subtropics.
2. Radikal bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dapat merusak protein, lipid,
karbohidrat dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil
metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi
saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen eksternal
seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida
(O2-), radikal bebas hidroksil (OH+), radikal peroksil (ROO+), radikal lipid
peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2). Agen
oksidatif tersebut dapat memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh
membran plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang oksigen serta
membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan membentuk lipid
peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA). MDA ini dapat
menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein. Polimerisasi dan ikatan
silang protein menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi enzim- enzim yang
berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase.
1
Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.
3. Radiasi ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa
karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki energi
foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari bentuk
triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen
1
reaktif.
4. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara merokok
dan penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998) menyatakan bahwa merokok
dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat berkompetisi
dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk
aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan
terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan
menimbulkan katarak. Disebutkan juga bahwa kadmium dapat mengendapkan
lensa sehingga timbul katarak. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh
Sulochana, Puntham, dan Ramakrishnan (2002). Bedanya bahwa kadmium juga
dapat mengganggu homeostasis zincum dan mangan pada enzim superoksida
dismutase. Hasil penelitian El-Ghaffar, Azis, Mahmoud, dan Al-Balkini (2007)
menyatakan bahwa NO yang menyebabkan katarak dengan mekanisme NO
bereaksi secara cepat dengan anion superoksida untuk membentuk peroksinitrit
sehingga terjadi nitratasi residu tirosin dari protein lensa. Hal ini dapat memicu
peroksidasi lipid membentuk malondyaldehida. Malondyaldehida memiliki efek
inhibitor terhadap enzim antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase
sehingga terjadi oksidasi lensa lalu terjadi kekeruhan lensa dan akhirnya terbentuk
katarak. 1
6. Dehidrasi
Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada
lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada lensa dapat
menyebabkan kekeruhan pada lensa. 1
7. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa
sehingga timbul katarak. 1
8. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai
sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa. 1
11. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan percepatan
maturasi katarak.1
12. Myopia
Pada penderita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan
kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan pada
lensa.1
a. Glaukoma
b. Uveitis
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam Bilik Mata Depan yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam bilik mata depan, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang
berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada
endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Jika tidak mendapatkan
terapi yang adekuat, proses keradangan akan berjalan terus dan menimbulkan
berbagai komplikasi. 2
c. Miopia Maligna
Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang
memasuki mata secara keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia
umum disebut sebagai kabur jauh / terang dekat (shortsightedness). 2
VI. Patofisiologi
3. Silau
Pasien katarak sering mengeluh sialu, keparahannya bervariasi mulai dari
penurunan sensitivitas kontras dalam tempat yang terang hinggan silau pada saat
siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau keadaan serupa pada malam
hari. Peningkatan sensitivitas terutama timbul pada katarak posterior subkapsular.
Pemerikasaan silau (test glare) dilakukan untuk mengetahui tingkat gangguan
penglihatan yang disebabkan oleh sumber cahaya yang diletakkan di dalam
lapang pandangan pasien. 5
7. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang, sering
dijumpai pada stadium awal katarak. Katarak dapat menimbulkan keluhan benda
5
bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau bergelombang.
8. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan
persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau
5
kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
9. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak
pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan
vitreous yang sering bergerak-gerak. 5
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera,
bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik :
Katarak hipermatur
Glaukoma sekunder
Uveitis sekunder
Dislokasi/Subluksasio lensa
Benda asing intra-lentikuler
Retinopati diabetika
Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya
pada pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat
7
pupil tampak hitam meskipun pengelihatan tidak akan kembali.
b. Phacoemulsification.
Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir. Hanya diperlukan
irisan yang sangat kecil saja 2,5-3 mm. Dengan menggunakan getaran ultrasonic
yang dapat menghancurkan nukleus lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam,
kapsul anterior lensa dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa,
sekaligus menghancurkan dan menghisap massa lensa keluar dan kemudian
dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Cara ini dapat dilakukan
sedemikian halus dan teliti sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa
cacat. Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin
sehingga penyulit maupun iritasi pasca bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat
pulih dengan sendirinya tanpa memerlukan jahitan sehingga memungkinkan
pasien dapat melakukan aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang efektif
pada katarak yang padat. 8
Keuntungan yang didapat dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan
visus lebih cepat, induksi astigmatisma akibat operasi minimal, komplikasi dan
inflamasi pasca bedah minimal. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan
katarak ekstrakapsular, dapat terjadi katarak sekunder yang dapat
dihilangkan/dikurangi dengan tindakan Yag laser. 8
Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Uveitis
Tiga bulan sebelum dilakukan tindakan operasi, tanda-tanda inflamasi
tidak ditemukan. Bila inflamasinya kronis dan gejalanya terus menerus ada tetapi
ringan, dapat diberikan kortikosteroid topikal dan nonsteroid anti inflamasi secara
bersama-sama sebelum dan sesudah operasi. Beberapa kepustakaan mengatakan
adanya synekia posterior atau membran inflamatoir / exudat, serta kemungkinan
terjadinya uveitis yang reaktifasi merupakan penyebab kesulitan operasi. Oleh
karena itu sebelum dan sesudah operasi sebaiknya diberikan steroid selama
beberapa minggu. Waktu untuk operasi katarak harus tepat. Sebaiknya dilakukan
pada saat visus masih 6/60.8
Katarak oleh karena uveitis yang bersamaan dengan glaukoma sebaiknya
dilakukan operasi glaukoma terlebih dahulu setelah itu baru dilanjutkan dengan
operasi katarak. Penggunaan steroid golongan dexametason tetes mata untuk
jangka panjang pada kasus-kasus uveitis kronis dapat meningkatkan tekanan
intraokuler. 8
Pasca operasi terjadi rehabilitasi visus yang cepat dan stabil dalam waktu
6 minggu. Deteksi terhadap komplikasi secepatnya sehingga dapat dilakukan
koreksi. Penggunaan kortikosteroid pasca operasi bervariasi.8
IX. Komplikasi
Operation
a. Intraoperation :
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin akan menjadi
dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari keseimbangan solution garam
kedalam ruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar
bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal.9
b. Postoperation
Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication Post
Operation dan Late Complication Post Operation.
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi
maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang merupakan resiko
terjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel
(vitrektomi).9
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pasca operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil
mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan
9
pembedahan.
Non Operation
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa
akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior
terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior
akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang
berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga
timbul glaukoma.
Fakotopik 9
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya
tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma
Fakotoksik 9
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
X. Prognosis
Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat dilakukannya
operasi yang dapat mempengaruhi hasil dari operasi, seperti degenerasi makula
atau atropi nervus optikus memberikan hasil yang baik dengan operasi standar
yang sering dilakukan yaitu ECCE dan Phacoemulsifikasi. Dengan tehnik bedah
yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang. Hasil
pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil
dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan
ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat
meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.10
XI. Pencegahan
Pencegahan Pencegahan utama penyakit katarak dilakukan dengan
mengontrol penyebab yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor-
faktor yang mempercepat pertumbuhan katarak. Cara pencegahan yang dapat
dilakukan diantaranya adalah : 10
1. Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan
radikal bebas dalam tubuh, sehingga resiko katarak akan bertambah.
2. Atur makanan sehat, makan yang banyak buah dan sayur, seperti
wortel.
3. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar ultraviolet
mengakibatkan katarak pada mata.
4. Jaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya
Daftar Pustaka
1. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York: Thieme; 2000.p.170-
89
2. Galloway NR. Common Eye Diseases and Their Management. Third edition.
Verlag London limited 2006. p.81-90
3. Bobrow JC. Lens and Cataract. American Academy of Opthalmology. Section
11. Edition 2005-2006. San Francisco, USA. p. 19-23, 5-10, 91-105, 199
204.
4. Shock JP, Harper RA. Lensa In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P.
Oftalmologi Umum Edisi XIV. Jakarta: Widya Medika, 2000. P.175-83
5. James B. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Erlangga;2006.p.76- 84
6. Vaughan & Asburys. General Ophthalmology. In: United States Of America:
McGraw-Hill; 18th ed. 2011.
7. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: systemic approach. 7th ed.
Saunders.2012
8. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Anshan publishers
2007.
9. American Academy of ophthalmology Staff. Fundamental and Principles of
Ophthalmology. Section 2. Basic Clinical Science Course. San Francisco ;
2005-2006 : p. 323-31.
10. American Academy of ophthalmology Staff. Lens and Cataract. Section 11.
Basic Clinical Science Course. San Francisco ; 2005-2006 : p. 5-9.