PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Iddah merupakan pengertian dari masa menunggu. maksudnya
yaitu masa menunggu bagi wanita yang telah ditinggalkan
suaminya baik sebab cerai maupun meninggal dunia.
Tujuan iddah adalah untuk penghormatan kepada suami yang
telah meninggal (berkabung) dan memastikan kosongnya rahim
bagi istri yang diceraikan atau ditinggal mati suaminya.
Permasalahan tentang iddah tentu ada penjelasannya dalam Al-
Qur'an dan hadits. Namun, dalam penjelasan tersebut masih
terdapat beberapa makna, pengertian, dan pendapat yang perlu
tafsir dan penjelasan yang lebih rinci.
Maka dari itu dalam makalah ini kami belajar untuk menafsirkan
permasalahan mengenai iddah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Iddah ?
2. Apa Macam-macam Iddah ?
3. Apa Saja Ayat-ayat Yang Menjelaskan Tentang Iddah ?
4. Apa Saja Hadist Yang Menjelaskan Tentang Iddah ?
C. TUJUAN
1. Memaparkan Pengertian Iddah.
2. Memaparkan Macam-macam Iddah.
3. Menjelaskan Apa Saja Ayat-ayat Yang Menjelaskan Tentang
Iddah.
4. Menjelaskan Apa Saja Hadist Yang Menjelaskan Tentang Iddah.
BAB II
PEMBAHASAN
1
1. Iddah Menurut Surat Al-Baqarah : 228
Albaqarah : 228
) (228 :
Artinya :
Istri-istri yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada
Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak rujuk
)(kembali) kepada mereka dalam masa itu, jika mereka (para suami
)menghendaki islah (perbaikan). Dan mereka (para perempuan
mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqarah : 228).1
Hadist :
HR. Nasai
(
(
)
)
(
) (
)
(
)
1 QS Al-Baqarah 2:228
2
di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih
mengetahui apa yang diturunkan-Nya) (Qs. An Nahl: 101), dan
firman Allah '(menghapuskan apa yang dia kehendaki dan
menetapkan (apa yang dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah terdapat
Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)) (Qs. Ar Ra'd: 39). Yang pertama kali
dinasakh (hapus) dalam Al Qur'an adalah tentang kiblat, dan firman:
(Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru') , (Qs. Al Baqarah: 228). Dan firman: (Dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan) (Qs. Ath
Thallaaq: 4), lalu dinasakh dari hal tersebut, firman Allah Ta'ala:
(Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya
Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya) (Qs. Al Ahzaab: 49).2
HR.Imam Malik
1055. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Nafi' dan Zaid
bin Aslam dari Sulaiman bin Yasar berkata, "Al Ahwash meninggal
dunia di Syam, sementara isterinya telah memasuki masa haid yang
ketiga dari masa iddahnya, karena ia telah menceraikannya."
Mu'awiyah bin Abu Sufyan lantas mengirim surat kepada Zaid bin
Tsabit menanyakan tentang hal itu, Zaid bin Tsabit kemudian
membalas dan mengatakan bahwa bila wanita tersebut telah
memasuki haid yang ketiga dari masa iddah, berarti dia telah
bercerai dari suaminya dan suaminya pun telah bercerai darinya,
dia tidak mewarisi harta suaminya, dan suaminya tidak mewarisi
hartanya."3
Bulughul mahram
.
:
,
,
Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Barirah diperintahkan untuk
2 HR. NasaI no.3442, Hadist Sunan An-Nasai Diterjemahkan oleh Abu Ahmad As-Sidokare
revisi 1
3 HR.Imam Malik no.1055, Al-Muwatha, Diterjemahkan oleh Abu Ahmad As-Sidokare
3
menghitung masa iddah tiga kali haidl.4
.(234 : )
Hadist :
Bulughul mahram
: ;
,
,
,
,
,
,
,
.
:
:
Dari Ummu Athiyyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seorang
perempuan berkabung atas kematian lebih dari tiga hari, kecuali
atas kematian suaminya ia boleh berkabung empat bulan sepuluh
hari, ia tidak boleh berpakaian warna-wanri kecuali kain 'ashob,
tidak boleh mencelak matanya, tidak menggunakan wangi-wangian,
kecuali jika telah suci, dia boleh menggunakan sedikit sund dan
adhfar (dua macam wewangian yang biasa digunakan perempuan
untuk membersihkan bekas haidnya)." Muttafaq Alaihi dan
lafadhnya menurut Muslim. Menurut riwayat Abu Dawud dan Nasa'i
4
ada tambahan: "Tidak boleh menggunakan pacar." Menurut riwayat
Nasa'i: "Dan tidak menyisir."6
HR.Nasai
( 4: )
Artinya :
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di
antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang
masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan
begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya. (Al-Thalaq : 4)8
Hadist :
7 HR. NasaI, no.3443-3447, Hadist Sunan An-NasaI, diterjemahkan oleh Abu Ahmad As-
Sidokare
8 QS. At-Thalaq 4
7
Bulughul mahram
-
, -
( , ,
) :
: ,
,
Dari al-Miswar Ibnu Makhramah bahwa Subai'ah al-Aslamiyyah
Radliyallaahu 'anhu melahirkan anak setelah kematian suaminya
beberapa malam. Lalu ia menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam meminta izin untuk menikah. Beliau mengizinkannya,
kemudian ia nikah. Riwayat Bukhari dan asalnya dalam shahih
Bukhari-Muslim. Dalam suatu lafadz: Dia melahirkan setelah empat
puluh malam sejak kematian suaminya. Dalam suatu lafadz riwayat
Muslim bahwa Zuhry berkata: Aku berpendapat tidak apa-apa
seorang laki-laki menikahinya meskipun darah nifasnya masih
keluar, hanya saja suaminya tidak boleh menyentuhnya sebelum ia
suci.9
HR.Imam Malik
8
dua masa iddah." Dan Abu Hurairah menjawab, "Jika ia telah
melahirkan bayinya, berarti masa iddahnya telah habis." Abu
Salamah kemudian menemui Ummu Salamah, isteri Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan menanyakan hal tersebut kepadanya. Ummu
Salamah lalu menjawab; "Subai'ah Al Aslamiyah telah melahirkan
anaknya setengah bulan setelah ditinggal mati suaminya, lalu ada
dua orang lelaki melamarnya, yang satu masih muda dan yang satu
sudah tua. Lalu Subai'ah cenderung telah kepada laki-laki yang
umurnya lebih muda, maka laki-laki yang umurnya lebih tua
berkata, "Masa iddahmu belum selesai." (ia mengatakan begitu
karena) Keluarga Shubai'ah sedang pergi, sehingga ketika mereka
telah datang, mereka akan mengutamakan dirinya (atas laki-laki
yang lebih muda). Subai'ah kemudian menemui Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau pun bersabda: 'Masa iddahmu
sudah lewat, nikahlah dengan siapa yang kamu mau'."
1079. Telah menceritakan kepada kami dari Malik dari Hisyam bin
Urwah dari Bapaknya dari Al Miswar bin Makhramah ia
mengabarkan bahwa Subai'ah Al Aslamiyah masih mengeluarkan
darah nifas setelah beberapa hari meninggalnya sang suami.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Masa iddahmu
telah usai, kamu boleh menikah dengan lelaki yang kamu mau."
1080. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Yahya bin Sa'id
dari Sulaiman bin Yasar bahwa Abdullah bin Abbas dan Abu Salamah
bin Abdurrahman bin 'Auf pernah berselisih pendapat mengenai
iddahnya seorang wanita yang melahirkan setelah beberapa hari
ditinggal mati suaminya. Abu Salamah berpandangan; "Jika dia telah
melahirkan bayinya, berarti dia sudah boleh menikah lagi dengan
lelaki lain." Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat; "Iddahnya adalah
(iddah) yang paling lama masa waktunya." Abu Hurairah datang lalu
"berkata; "Aku sependapat dengan anak saudaraku, Abu Salamah.
Kemudian mereka mengutus Kuraib, mantan budak Abdullah bin
Abbas untuk menemui Ummu Salamah, isteri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, untuk menanyakan hal tersebut. Kuraib kemudian datang
kepada mereka, mengabarkan bahwa Ummu Salamah berkata,
"Subai'ah Al Aslamiyah pernah melahirkan anaknya setelah
beberapa hari ditinggal mati suaminya, kemudian hal itu ditanyakan
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau lalu bersabda
kepadanya; 'Masa iddahmu telah usai, nikahlah dengan siapa saja
yang kau mau." Malik berkata; "Menurut kami pendapat inilah yang
masih dijadikan pegangan oleh ahli ilmu."10
10
1052. Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Yahya bin Sa'id dari Sa'id
bin Musayyab bahwa Umar bin Khattab berkata; "Seorang wanita yang kehilangan
suaminya dan tidak mengetahui keberadaannya, maka hendaklah dia menunggunya
selama empat tahun. Kemudian menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh
hari dan setelah itu boleh menikah lagi." Malik berkata; "Jika dia menikah setelah
masa iddah selesai, kemudian suaminya (kedua) telah menggaulinya atau belum
menggaulinya, maka suami pertama tidak berhak lagi atasnya." Malik melanjutkan,
"Inilah yang berlaku di kalangan kami selama ini. Namun jika suaminya datang
sementara dia belum menikah lagi, maka suaminya lebih berhak atas dirinya." Malik
kembali melanjutkan, "Saya mendapati sekelompok orang mengingkari pendapat
yang dilontarkan sebagian kelompok terhadap Umar bin Khattab, ketika ia
mengatakan 'Diberikan pilihan bagi suaminya yang pertama, untuk mengambil
maharnya atau kembali pada isterinya'." Malik berkata; "Telah sampai pula kepadaku
pendapat Umar bin Khattab mengenai seorang wanita yang diceraikan suaminya yang
sedang pergi, lalu dia ruju' lagi kepadanya. Namun ruju'nya tersebut tidak sampai
pada pihak isteri, dan hanya kabar talaknya sampai kepada isterinya, kemudian isteri
menikah lagi dengan lelaki lain. Jika suami yang kedua telah menggaulinya atau
belum menggaulinya, maka suami yang pertama yang telah mentalaknya, tidak ada
lagi hak atasnya." Malik berkata; "Pendapat ini adalah pendapat yang aku pandang
paling baik dalam hal ini dan dalam hal suami yang hilang."11
1068. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Sa'id Ibnul
Musayyab ia berkata; "Iddahnya wanita mustahadlah adalah satu tahun." 12
11
Ali bin Al Mubarak dari Yahya bin Abu Katsir ia berkata; telah mengabarkan
kepadaku Muhammad bin Abdurrahman bahwa Ar Rubayyi' binti Mu'awwidz bin
'Afra telah mengabarkan kepadanya, bahwa Tsabit bin Qais bin Syammas memukul
isterinya hingga mematahkan tangannya, yaitu Jamilah binti Abdullah bin Ubay.
Saudaranya (Jamilah) lalu datang mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus
seseorang kepada Tsabit dan berkata kepadanya: "Ambillah apa yang menjadi haknya
atas dirimu dan lepaskan dia!" Tsabit lalu berkata, Ya." Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam lantas menyuruh Jamilah untuk menunggu (Idaah) dalam durasi satu kali
haid sebelum kembali kepada keluarganya.
3441. Telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin Sa'd bin Ibrahim bin Sa'd ia
berkata; telah menceritakan kepada kami pamanku ia berkata; telah menceritakan
kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ubadah
bin Al Walid bin 'Ubadah bin Ash Shamid dari Rubayyi' binti Mu'awwidz ia berkata,
"Aku berkata kepadanya, "Ceritakanlah hadits yang kamu riwayatkan kepadaku."
Rubayyi' berkata, "Aku minta cerai kepada suamiku, lalu aku mendatangi Utsman dan
aku tanyakan kepadanya 'apakah aku harus menunggu masa iddah? ia lalu menjawab,
'Tidak ada iddah atasmu, kecuali jika engkau baru menikah dengannya maka engkau
tinggallah hingga engkau mengalami haid sekali'." Ubadah bin Ash Shamid berkata,
"Aku mengikuti apa yang diputuskan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada
Maryam Al Mughaliyyah, dahulu ia berada dalam naungan Tsabit bin Qais bin
Syammas, lalu ia minta cerai kepadanya."13
13 HR.NasaI, no.3440-3441, Hadist Sunan An-Nasai Diterjemahkan Oleh Abu Ahmad As-
Sidokare
12
'alaihi wasallam telah memberikan keputusan pada kami terhadap Barwa' binti
Wasyiq, seorang wanita di antara kami seperti apa yang telah engkau putuskan." Maka
Ibnu Mas'ud merasa senang."14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Iddah secara bahasa berarti menghitung.
Menurut islam, iddah berarti masa menunggu yang harus
dilalui seorang wanita setelah bercerai atau ditinggal
suaminya (meninggal).
Macam-macam iddah: iddah wanita yang haid, iddah istri
yang tidak haid,iddah istri yang telah disetubuhi, iddah wanita
hamil dan iddah wanita yang ditinggal mati suaminya.
Lama Iddah bagi istri yang ditalak ialah tiga kali quru.
Lama Iddah bagi istri yang ditinggal mati oleh suami ialah
empat bulan sepuluh hari.
Lama Iddah bagi istri yang hamil ialah sampai melahirkan.
14 HR.NasaI, no.3466, Hadist Sunan An-Nasai Diterjemahkan Oleh Abu Ahmad As-Sidokare
15 HR.NasaI, no.3474, Hadist Sunan An-Nasai Diterjemahkan Oleh Abu Ahmad As-Sidokare
13
Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang iddah : Al-
Baqarah (228), Al-Baqarah (234), At-Thalak (4)
Hadist-hadist yang menjelaskan tentang iddah diantaranya
ialah : HR. Bukhari. HR. Muslim, HR. Abu Daud,dll.
DAFTAR PUSTAKA
14