Anda di halaman 1dari 13

Kerangka Essay

Topik : Apakah biaya restorasi hutan setara dengan


keuntungannya?

SECTION BAGIAN KETERANGAN


Intro Hook - Quotes mengenai bio
diversity
Background Driver : Over Population
- Pertumbuhan penduduk
- Data jumlah penduduk
dunia

Pressure :
- Illegal logging dan data
hutan yang rusak akibat
illegal logging
- Land-use change
- Over hunting

Thesis Deforestasi hutan sebagai


(PERNYATAAN) penyebab terganggunya
keseimbangan ekologi hutan
sehingga dibutuhkan restorasi

Developing CLAIM DAN - Seberapa penting


Your EVIDENT keanekaragaman hayati
Argument terhadap hutan
- Data degradasi
keanekaragaman hayati
- Akibat degradasi
keanekaragaman hayati
terhadap lingkungan
- Taksiran kebakaran hutan
- Hutan sebagai carbon sink
- Data peningkatan emisi
udara global
- Deforestasi sebagai faktor
perubahan iklim
- Land use change
(deforestasi) melewati
batasan planetary
boundaries

UNIVERSITAS INDONESIA 1
Refuting - Kuantitas keanekaragaman
hayati yang rusak di laut
lebih besar dibandingkan
hutan
- Putusnya rantai makanan
sector selain hutan
- Kerusakan laut sebagai
faktor perubahan iklim
- Sumber oksigen terbesar di
bumi berasal dari laut
- Laut sebagai carbon sink
Conclusion Restorasi hutan perlu dilakukan

RESTORASI HUTAN DAN KESEIMBANGAN EKOLOGI


Oleh : Farissa Saisarah Munir
29 November 2016

Keanekaragaman hayati tidak dapat dipertahankan hanya dengan melindungi beberapa


spesies di kebun binatang, atau dengan melestarikan ruang terbuka atau taman nasional.
Untuk berfungsi sebagaimana harusnya, alam membutuhkan ruang lebih dari itu. Alam
dapat menjaga dirinya sendiri, tanpa pengeluaran dari manusia, tanpa penjaga kebun
binatang, penjaga taman, rimbawan ataupun bank penyimpanan gen. Segala hal yang
dibutuhkan hanyalah ditinggalkan sendiri. Donella Meadows

Jumlah manusia di planet ini mengalami peningkatan pesat selama ribuan tahun terakhir
yang berkaitan dengan banyak aspek lingkungan. Dua ratus tahun yang lalu populasi
manusia masih di bawah 1 miliar Namun saat ini jumlah penduduk dunia diperkirakan
mendekati 7.5 miliar manusia menurut data dari United Nations. Pertumbuhan penduduk
selama seratus tahun terakhir menjadi 3 kali lebih tinggi sepanjang sejarah kehidupan
manusia. Terjadi peningkatan jumlah penduduk secara pesat dari 1,5 miliar menjadi 7.5
miliar dalam rentang 100 tahun. Diperkirakan ledakan jumlah penduduk ini akan terus
terjadi hingga abad 21 mencapai puncaknya kemudian mengalami penurunan.

Berdasarkan data terlihat penyebaran penduduk dunia sangat tidak merata. Sehingga
sebagian wilayah di dunia memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Contohnya
Indonesia yang merupakan negara ke 4 dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu
258.316.000 orang. Menurut survey United Nations (UN), angka pertumbuhan penduduk
di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju. Khususnya pada negara-
negara dengan pendapatan perkapita rendah, harapan hidup saat kelahiran rendah, serta
tingkat pendidikan yang masih rendah.

Setelah berakhirnya perang dunia dua, angka kematian diseluruh penjuru dunia
mengalamai penurunan tajam. Ini merupakan hasil dari kemajuan teknologi kesehatan
termasuk ditemukannya antibiotik. Dalam beberapa dekade angka kelahiran menjadi
sangat tinggi akibat dari naiknya status kesehatan dan fertilitas wanita.

UNIVERSITAS INDONESIA 2
Sumber : fao.org, 2012
Apa akibat dari tingginya populasi manusia? Semakin tinggi populasi maka semakin
tinggi kebutuhan manusia. Upaya manusia memenuhi kebutuhannya mengakibatkan
eksploitasi sumber daya alam. Hal ini berkaitan dengan permasalahan lingkungan global
yang ditimbulkan seperti perubahan iklim, kebutuhan energi, pangan, air bersih, dll. Ini
merupakan akibat dari ketidakseimbangan ekologi. Kondisi saat ini satu dari delapan
orang di dunia mengalami krisis pangan. Peningkatan populasi suatu daerah berbanding
lurus dengan tingkat kerusakan alam yang ditimbulkan.

Deforestasi hutan menjadi penyebab terganggunya keseimbangan ekologi hutan sehingga


untuk menjaga keseimbangan ekologi hutan diperlukannya restorasi. Ekologi hutan erat
kaitannya dengan segala organisme yang berada di dalamnya, baik komponen biotik
maupun abiotik dan segala bentuk interaksi yang terjadi di dalamnya. Oleh karena itu
kerusakan hutan akan berpengaruh besar terhadap ekologi hutan, baik dari jumlah
populasi, tingkat keanekaragaman hayati, unsur-unsur iklim seperti kelembaban, suhu,
dan lain-lain semua saling berkaitan.

Bagaimana kondisi hutan Indonesia saat ini? Menurut data statistik Kementerian
Kehutanan tahun 2011, laju deforestasi di Indonesia selama sepuluh tahun belakangan
mengalami peningkatan hingga 1,2 juta hektar hutan alam setiap tahun. Sedangkan
kondisi saat ini menurut Pola produksi dan konsumsi manusia yang tinggi namun tidak
bertanggung jawab akan terus mengancam hutan. Bersumber dari WWF ancaman
terbesar pada hutan alam Indonesia adalah alih fungsi hutan menjadi perkebunan,
penebangan liar, perambahan, kebakaran hutan serta eksploitasi hutan untuk pemukiman
dan industry.

Menurut data dari World Bank, sebanyak 1,3 miliar orang atau satu per lima dari populasi
global bergantung pada hutan untuk pekerjaan, hasil hutan, dan mata pecaharian serta
pendapatan. Nilai ekonomi yang terkandung di hutan sangatlah besar seperti dari sektor
hasil kayu legal, hutan menyumbang $600 miliar atau sekitar 1% dari GDP global.
Diperkirakan permintaan akan kayu akan meningkat hingga empat kali lipat pada tahun
2050. Sedangkan di Afrika jika dihitung hasil kayu secara legal dan illegal menjadikan
kontribusi terhadap GDP menjadi dua kali lipat. Hutan juga memberikan lapangan
pekerjaan kepada 54.2 juta orang yaitu 13.2 juta secara formal dan 41 juta yang non
formal.

UNIVERSITAS INDONESIA 3
Alih fungsi hutan di Indonesia salah satunya digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.
Indonesia menguasai pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 47%. Menurut Nature
Climate Change sejak tahun 1990-2010, 90% lahan yang dikonversikan menjadi
perkebunan kelapa sawit di Kalimatan adalah hutan. Menurut WWF, Pulau Sumatra
telah kehilangan 85% hutannya yang sebagian besar digunakan untuk perkebunan minyak
kelapa sawit dan perkebunan pulp untuk produksi kertas.

Tingginya kebutuhan global untuk produk kayu dengan harga murah mendorong bisnis
illegal logging bernilai jutaan dollar yang berakibat merusak hutan. Tingkat konsumsi
produk kayu tropical yang tinggi di Amerika Serikat dan negara industri lainnya
memainkan peran penting dalam deforestation. Hasil produksi kayu Indonesia
berdasarkan data dari WWF, sebanyak 73% merupakan hasil dari illegal logging.

Dari kompas luas hutan di Indonesia selama 50 tahun terakhir telah mngalami penurunan
dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar. Sedangkan berdasarkan Guinness World
Record, Indonesia merupakan negara dengan laju kerusakan hutan tercepat di dunia.
Menurut buku tersebut Indonesia merusak hutan yang setara dengan 300 lapangan sepak
bola setiap jamnya.

Pengelolaan berkelanjutan pemanfaatan lahan yang efektif dapat mengurangi tekanan dari
hutan. Hasil survey World Bank, 80% deforestasi diseluruh dunia merupakan akibat dari
kegiatan pertanian baik lokal atupun komersil. Sedangkan sisanya 20% untuk
pertambangan, pemukiman dan infrastruktur.

Grafik 1. Alih Fungsi Lahan Hutan (Deforestasi)


Sumber : worldbank.org

Sesuai dengan survey United Nation mengenai tingginya pertumbuhan penduduk di


negara berkembang ternyata juga terbukti dari hasil survey World Wild Life (WWF) dan
Zoological Society of London (ZSL), kerusakan habitat bagi satwa liar paling besar
terjadi di negara-negara masih berkembang. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk maka
semakin besar juga upaya pemenuhan kebutuhan.

Salah satu sumber daya alam yang telah dieksploitasi secara berlebih oleh manusia salah
satunya adalah hutan. Khususnya Indonesia yang merupakan negara tropis, terkenal akan
kekayaan hutan tropis Namun kini Indonesia berubah dari negara yang kaya akan hutan
menjadi negara yang miskin akan hutan. Padahal hutan-hutan ini adalah rumah bagi
banyak spesies flora dan fauna. Hingga Indonesia dinobatkan sebagai salah satu negara
dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.

UNIVERSITAS INDONESIA 4
Sampai saat ini para peneliti terus menemukan spesies-spesies baru di hutan-hutan
Indonesia. Hutan-hutan ini bagaikan persembunyian bagi kekayaan hayati dunia yang
unik. Berdasarkan data dari WWF (World Wildlife Fund) hutan Indonesia mengandung
keanekaragaman hayati yang meliputi 12% spesies mamalia dunia, 7,3% spesies reptile
dan amfibi, serta spesies burung dari seluruh dunia sebesar 17%. Pada rentang tahun
1994-2007 saja telah ditemukan lebih dari 400 spesies baru dalam dunia sains di hutan
Pulau Kalimantan. Hutan ini bagai tempat persembunyian bagi banyak spesies lainnya
yang belum ditemukan.

Sedangkan hutan hujan tropis di Sumatra juga dianngap salah satu warisan dunia karena
kekayaan flora dan fauna yang terkandung di dalamnya. Dengan luas total 2.5 juta hektar,
hutan ini memiliki banyak spesies yang terancam punah. Dengan tiga taman nasional
berada di dalamnya sebagai rumah bagi sekitar 10.000 spesies tanaman, dan 17
diantaranya termasuk spesies endemik, 200 spesies mamalia dengan 22 spesies hanya
ditemukan di Asia serta 15 diantarnya hanya ditemukan di Indonesia, serta 580 spesies
burung dengan 21 spesies burung endemik berdasarkan data dari World Heritage
Convention UNESCO. Bunga terbesar di dunia yaitu Rafflesia Arnoldi dan bunga
tertinggi yaitu Amorphophallustitanium dapat ditemukan di hutan hujan tropis Sumatra.
Secara keseluruhan berdasarkan dokumen dari Living Planet Report 2014 , 39% populasi
satwa hutan dunia telah hilang dalam 40 tahun terakhir. Jika terus terjadi diperkirakan
kerugian ekonomi dunia hingga miliaran dollar. Populasi dari spesies darat seperti gajah,
harimau, gorilla, orang utan dan banyak lagi lainnya tekah menurut 38% semenjak 1970.
Penyebab utamanya adalah hilangnya habitat dikarenakan perburuan liar yang masih
terus terjadi, contohnya pada gajah. Jumlah populasi gajah afrika telah menurun sebesar
60% semenjak tahun 2002 akibat perburuan gading gajah.

Jutaan orang bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi menurut
WWF, sumber daya yang tersedia di bumi tidak mencukupi kebutuhan dari seluruh
makhluk hidup yang ada di bumi. Kebutuhan dari 7 miliar lebih manusia serta satwa
lainnya telah melebihi kapasitas biologis planet. Jumlah dataran dan laut yang produktif
secara biologis sebagai sumber pangan, sandang, bahan bakar, dan untuk menyerap
karbon yang dihasilkan manusia sudah tidak mencukupi. Dibutuhkan sekitar 1,6 planet
untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini.

Berdasarakan Living Planet Report 2016, untuk mengukur batas lingkungan yaitu
dengan cara mengidentifikasi kondisi minimum untuk menjaga keberlangsungkan alam.
Dua hal mendasar yang perlu diperhatikan, 1) sumber daya alam terbarukan tidak boleh
digunakan lebih cepat dibandingkan waktu diperlukan untuk regenerasi, dan 2) Polusi
yang dihasilkan tidak boleh melebihi dari kemampuannya dapat diasimilasikan.
Ecological footprint dan biocapacity adalah dua standar penilaian untuk kondisi diatas.
Kondisi saat ini dengan tingkat kebutuhan manusia hanya memungkinkan untuk periode
yang singkat bumi dapat mempertahankan sumber daya alam dan ecological services.
Unit satuan untuk menyatakan biocapacity dan ecological footprint adalah global hectare
(gha). Menurut data dari Global Footprint Network pada tahun 2012, kapasitas bumi
adalah 12.2 miliar gha atau 1.7 gha per orang. Namun kondisi yang terjadi berdasarkan
permintaan kebutuhan manusia terhadap alam adalah 20.1 miliar gha atau sekitar 2.8 gha
perorang.

Hutan sendiri memiliki peranan penting di ekologi. Selain sebagai rumah bagi 80%
keanekaragaman hayati darat, manfaat hutan yaitu menyimpan cadangan air. Menurut
data Wolrd Bank, hutan memenuhi 75% kebutuhan air bersih untuk penduduk lokal,
agrikultural, dan industri . Selain itu hutan merupakan filter udara terbesar yang ada di

UNIVERSITAS INDONESIA 5
dunia dan penyimpan karbon yang besar. Berdasarkan data dari footprint networks, hutan
menanggung 70% dari ecological footprint, baik sebagai sumber maupun sebagai
penyerap karbon. Ini menunjukkan hutan memiliki kontribusi yang krusial untuk
menjaga keseimbangan ekologi serta yang berpengaruh terhadap perubahan iklim.

Keseimbangan ekologi dipengaruhi oleh segala organisme yang terdapat didalamnya.


Oleh karena itu jika terjadi deforestasi, banyak organisme di dalamnya yang ikut
terganggu. Ini dikarenakan spesies saling berhubungan dengan spesies lainnya dalam
berbagai hal seperti keterkatian antara predator dan mangsa atau agen penyerbukan dan
penyebar benih tumbuhan. Akibatnya kepunahan satu spesies dapat menyebabkan
kepunahan spesies lainnya jika dilihat dalam jaringan ekologi (Jane, 2005).

Contoh keterkaitan antar spesies salah satunya terjadi pada lebah. Spesies pertama lebah,
yellow-faced bees yang berada di Pulau Hawai kini masuk kedalam daftar hewan yang
terancam punah akibat dari hilangnya habitat berdasarkan U.S. Fish and Wildlife Service
(USFWS) . Spesies lebah ini berperan dalam proses penyerbukan tumbuhan-tumbuhan
endemik Hawai. Akibat dari penuruan jumlah agen penyerbukan dapat berakibat
kepunahan pada tumbuhan langka yang bergantung padanya.

Keterkaitan berbagai organisme yang ada di dalam hutan hingga ke hal yang kecil
sekalipun berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi. Seperti populasi orang utan
Sumatra yang sekarang diperkirakan tinggal 7500 ekor dan orang utan Kalimantan
diperkirakan berkisar 45.000-69.000, keduanya dalam kondisi terancam punah
berdasarkan data WWF. Padahal orang utan memiliki peran dalam penyebaran benih
tanaman karena orang utan mengkonsumsi biji-bijian dan buah-buahan yang
memungkinkan benih suatu tumbuhan terbawa jauh dan tumbuh di tempat lainnya. Selain
itu orang hutan bergelantungan antar pohon, ketika orang hutan bergelantungan antar
pohon maka cahaya matahari dapat menembus masuk mencapai tumbuhan-tumbuhan
kecil agar dapat melakukan fotosintesis.

Menurut data dari WWF Living Planet Reports 2016, ancaman paling umum yang
menyebabkan penurunan LPI (Living Planet Index) adalah hilangnya atau penurunan
jumlah habitat bagi makhluk hidup. Sedangkan penyebab terbesar hilangnya habitat
adalah kegiatan agrikultur dan penebangan kayu oleh manusia.

Deforestasi juga menjadi pendorong perubahan iklim. Tanah di hutan umumnya memiliki
kelembaban yang baik namun apabila tanpa tutupan hijau yang melindungi dari paparan
matahari langsung, secara perlahan akan mengering. Kondis ini juga menganggu
keseimbangan ekoligi dimana hutan berperan menjaga siklus air dengan mengembalikan
uap air kembali ke atmosfer. Lama-kelamaan hutan dapat dengan cepat menjadi gurun
tandus. Disamping itu, hilangnya pohon sebagai kanopi yang menghalangi sinar matahari
ketika siang dan menyimpan panas ketika malam ini akan mengarah ke perubahan suhu
yang ekstrem yang berdampak buruk terhadap hewan dan tumbuhan.

Hutan sebagai ekosistem dengan komposisi tumbuhan yang relatif dominan menjadikan
hutan memiliki kontribusi penting sebagai pengkonsumsi CO 2. Sehingga hutan disebut
sebagai carbon sink (penyerap karbon). Akan tetapi dengan adanya laju degradasi hutan
yang tinggi sampai saat ini serapan karbondioksida telah mengalami penurunan. Lambat
laun fungsi hutan hilang sebagai penyerap karbon. Bahkan malah menjadi sumber
karbondioksida dalam proses deforestasi dengan jalan pembakaran. Pembakaran
mengkonversi karbon tersimpan (karbohidrat) menjadi bentuk karbondioksida yang
diemisikan. (Ahmad Junaedi, 2007)

UNIVERSITAS INDONESIA 6
Gas rumah kaca khususnya karbondioksida memiliki andil besar terhadap peningkatan
suhu udara di dunia. Jika pada kondisi normal karbondioksida merupakan stabilator suhu
udara agar ketika siang hari tidak terlalu panas dan ketika malam tidak terlalu dingin,
namun kini karena konsentrasinya meningkat secara signifikan maka fungsinya mulai
terdegradasi. Tumbuhan secara alami mengkonsumsi karbondioksida di atmosfer dan
merubahnya menjadi bentuk energi biomassa. Dengan persentase sekitar 50% biomassa
disimpan pada tumbuhan, maka ketika hutan terganggu, neraca energi ikut terganggu.

Berdasarkan data dari World Bank, sebelumnya hutan dapat menampung 4 miliar ton dari
emisi karbon. Akan tetapi kini hutan kehilangan 2.9 miliar ton daya tampungnya akibat
deforestasi, sehingga penyerapan karbon oleh hutan hanya mampu 1.1 miliar ton.
Menurut sektornya, emisi gas rumah kaca terbesar diproduksi oleh pembangkit listrik
sebesar 25%, industri 21%, trasportasi 14%, kehutanan dan alih fungsi lahan 12%,
kegiatan pertanian 12%, gedung dan infrastruktur 6%, dan kebutuhan energi lainnya 10%.

Disamping kondisi hutan yang semakin memburuk, kondisi lautan juga semakin buruk.
Padahal bumi sendiri terdiri dari 71% lautan dan 29% daratan. Laut memiliki peranan
yang sangat besar di alam. Namun sering kita dengar bahwa hutan disebut sebagai paru-
paru dunia karena oksigen yang dihasilkan. Manusia dan hewan di bumi bergantung
terhadap oksigen. Lalu darimanakah sumber oksigen di bumi? Sebagian besar orang akan
menjawab hutan padahal sebenarnya hutan menghasilkan sekitar satu per tiga (28%) dari
oksigen yang ada di bumi berdasarkan data dari national geographic. Apabila
diasumsikan setiap meter persegi dari lautan memproduksi oksigen sebanyak produksi
oksigen di daratan maka dua per tiga (70%) oksigen di bumi berasal dari tumbuhan laut
seperti phytoplankton, kelp, dan algae.

Tumbuhan ini memproduksi oksigen sebagai hasil sampingan dari fotosintesis untuk
memperoleh sumber energi (gula). Ukuran phytoplankton yang mikroskopik membuat
jumlahnya sangat banyak hingga jutaan hanya dalam setitik air. Selain menghasilkan
oksigen, microalgae dalam proses fotosintesis menyerap karbondioksida. Sekitar
sembilan per sepuluh dari karbondioksida di atmosfer kembali ke laut. Namun 10%
kandungan karbondioksida dilautan itu sendiri berasal dari phytoplankton yang
memegang peranan dalam siklus karbon di laut khususnya spesies phytoplankton dengan
pelindung tubuh berbahan kapur atau kalsium karbonat (CaCO 3). Ketika phytoplankton
telah mati maka akan terakumulasi di dasar permukaan laut. Bahan organik yang kaya
akan karbon ini tersedimentasi dan lama-kelamaan akan menjadi sumber minyak dan gas
bumi.

Ditambah lagi phytoplankton merupakan tingkatan pertama dari rantai makanan di laut
sehingga perannya sangat penting terhadap kondisi perikanan laut dan ekonomi global
yang bergantung padanya. Peranan plankton sebagai carbon pump dan sumber oksigen
menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan iklim secara global. Peranannya terhadap
regulasi iklim menjadikan plankton sebagai salah satu isu utama terhadap iklim global.

Bagaimanakah kondisi laut saat ini? Setelah revolusi industri sekitar satu per tiga
karbondioksida hasil aktivitas manusia diserap oleh laut. Laut mengurangi dampak dari
pemanasan global. Jika laut tidak ada maka CO 2 di atmosfer akan jauh lebih tinggi dari
kondisi saat ini. Karbondioksida dari atmosfer teurai di permukaan laut dan menjadi
senyawa kimia lainnya seperti asam karbonat. Reaksi kimia yang terjadi berakibat
mengganggu kesetimbangan kimia pada air laut yaitu bertambahnya ion hydrogen yang
menyebabkan air laut mejadi asam dan berkurangnya ion karbonat yang merupakan unsur
penting untuk bahan kapur sebagai struktur kerangka pada tanaman dan hewan.

UNIVERSITAS INDONESIA 7
Penurunan nilai pH air laut menunjukkan level keasaman air laut yang meningkat. Proses
pengasaman air laut meningkat sebesar 26% semenjak 1800 tahun berdasarkan data dari
ocean-climate.org. Namun diprediksi pengasaman akan meningkat hingga 150% pada
tahun 2100. Kondisi saat ini, proses pengasaman air laut sepuluh kali lebih cepat
dibandingkan pada masa-masa sebelumnya.

Keanekaragaman hayati yang terkadung di lautan sangatlah banyak. Tetapi banyak hewan
laut yang terancam kepunahan, atau bahkan sudah punah. Berdasarkan data dari Living
Planet Report 2016 terjadi penurunan sebesar 36% pada hewan-hewan laut dengan
jumlah populasi sebanyak 829 populasi yang terancam. Ancaman terbesar disebebabkan
oleh overexploitation yaitu sekitar 44%, hilangnya habitat sebesar 28%, perubahan iklim
sebesar 16%, dan spesies infasif dan penyakit serta polusi sebesar 12%.

Hasil diidentifikasi dari earth observatory NASA sekitar 27% terumbu karang sudah
hilang dan diperkirakan 32% lainnya dapat hilang pada rentang waktu 20-30 tahun ke
depan. Padahal terumbu karang merupakan rumah bagi banyak ikan. Diperkirakan sekitar
4000 jenis ikan dan puluhan ribu invertebrate berkembang dan bergantung pada sekitar
800 jenis terumbu karang. Kerusakan terumbu karang didorong oleh aktivitas manusia
sebagai faktor utamanya dengan sekitar 500 juta orang tinggal dengan jarak 50 mil dari
habitat terumbu karang. Sebagai contoh di Florida pemukiman mengalirkan septic tank
langsung ke laut. Akibatnya nitrat dari hasil buangan manusia mengakibatkan algae
tumbuh di atas stuktur terumbu karang dan berakibat menghalangi cahaya matahari yang
masuk. Ditambah lagi penggunaan bom dalam penangkatan ikan malah berakibat
menghancurkan terumbu karang. Keseimbangan ekologi laut menjadi terganggu akibat
overfishing yang dilakukan manusia berakibat hilangnya predator alami yang
mengakibatkan merajalelanya jumlah bintang laut dan mematikan area terumbu karang
disekitarnya. Pemanasan global yang tak lain juga merupakan dampak aktivitas manusia
yang menghasilkan emisi gas rumah kaca membuat permukaan laut menjadi panas dan
berakibat pemutihan terumbu karang yang menghilangkan polipnya.

Menurut ahli dari Earth Observatory NASA, kerusakan akibat bencana alam seperti badai
yang merusak terumbu karang masih dapat sepenuhnya dipulihkan kembali. Tetapi jika
kerusakan ekologi yang ditimbulkan oleh manusia akan terus berlangsung hingga
mencapai titik terendah dari terumbu karang tersebut dan tidak dapat pulih kembali.
Bahkan ketika manusia berupaya untuk memperbaiki dengan penanaman kembali di area
yang rusak.

Sumber : Church et al. (2011)

UNIVERSITAS INDONESIA 8
Dari data di atas telihat bahwa sebagian besar total panas di bumi disimpan di lautan
hingga selama 50 tahun terakhir terjadi peningkatan secara tajam terhadap pemanasan
permukaan air laut. Namun ternyata akibat dari pemanasan air laut berdampak pada
ekologi laut. Pemanasan air laut menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati secara
tajam, seperti dijelaskan di atas mengenai terumbu karang yang rusak dan berakhir
hilangnya rumah bagi ribuan spesies ikan. Ditambah lagi fakta mengenai naiknya
permukaan air laut akibat pemanasan di laut. Data dari NASA menunjukkan dari tahun
1993 hingga 2016 terjadi kenaikan permukaan laut sebesar 81.2 mm dengan rata-rata
peningkatan setiap tahunnya sebesar 3.4 mm.

Reviving the Ocean Economy report yang dikeluarkan oleh WWF menjelaskan apa yang
akan hilang jika terjadi mismanagement yang terus-terusan terjadi terhadap aset lautan.
Pemaparan mengenai kondisi alam saja tidak cukup memotivasi untuk menjaga
lingkungan. Dengan pemberian bukti dampak serius dari degradasi lingkungan yang
dikaitkan dengan nilai ekonomi memberikan kesadaran lebih. Nilai ekonomi yang
terkandung di laut seperti hasil laut, mangroves, terumbu karang, rumput lain memiliki
nilai ekonomi sebesar US$6.9 triliun, dari hasil perdagangan, transportasi dan jalur

pelayaran sebesar US$5.2 triliun merupakan output secara langsung dari pantai produktif
US$7.8 triliun, dan absorbsi karbon sebesar US$4.3 triliun sebagai output tak langsung.
Dengan segala bentuk hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi menjadikan laut berada
pada posisi ke 7 memiliki ekonomi terbesar jika diurutkan dari GDP negara. Nilai
ekonomi dari gross marine product bergantung terhadap kondisi kesehatan laut. Sebagai
aset alam yang terus menurun berakibat hilangnya kemampuan laut untuk memenuhi
kebutuhan dan sebagai mata pencaharian ratusan juta orang.
Gambar 4. Spesies Laut yang Terancam
Sumber : Living Blue Planet Report, 2015

Data di atas menunjukkan kondisi spesies laut di dunia banyak yang pada kondisi
terancam punah. Terlihat dari data gambar 4, sebagian besar spesies laut berada pada
kondisi terancam punah. Terutama pada spesies penyu berada pada tingkat tertinggi yaitu
lebih dari 50% terancam punah, diikuti oleh spesies pinniped dan mustelids laut (famili

UNIVERSITAS INDONESIA 9
dari mamalia karnivora), spesies burung laut dan pantai, ular dan kadal, dan berbagai
spesies ikan teancam punah. Bahkan beberapa sudah mencapai kepunahan. Secara
keseluruhan menurut survey the marine living planet index mengalami penurunan 39%
selama 40 tahun terakhir.

Dilihat dari kondisi hutan dan lautan secara global saat ini, ternyata berdampak terhadap
keseimbangan ekologi. Keseimbangan ekologi saling berkaitan satu dan lainnya. Namun
manusia tidak memikirkan bagaimana dampaknya terhadap bumi. Bumi memiliki
batasan-batasan untuk mengidentifikasi kondisi aman bumi yaitu dengan melihat
sembilan proses global sebagai parameter perubahan alam yang disebabkan oleh manusia
terhadap lingkungan. Sembilan batasan ini disebut sebagai planetary boundaries.
Selama ribuan taun terakhir bumi masih berada pada kondisi aman dengan memastikan
sistem di dalamnya berjalan dengan baik.

Sembilan planetary boundaries atau batasan teoritis Bumi yaitu meliputi, penipisan ozon,
hilangnya integritas biosfer yang mengarah pada kepunahan makhluk hidup, polusi kimia,
perubahan iklim, pengasaman laut, konsumsi air tawar dan siklus hidrologi global,
perubahan tata guna lahan, aliran nitrogen dan fosfor ke biosfer atau lautan, dan polusi
aerosol pada atmosfer. Namun kondisi saat ini manusia telah melewati beberapa batasan

yang menjaga kestabilan dan ketahanan bumi sebagai tempat tinggal kita. Pelanggaran
terhadap batas-batas tersebut meningkatkan risiko sistem Bumi akan beralih ke kondisi
yang sangat merusak bagi manusia
Gambar 5. Planetary Boundaries
Sumber : pik-postdam.de, 2015

Menurut sumber dari Postdam Institute for Climate Impact Research 4 dari 9 batasan
tersebut sudah terlampaui yaitu perubahan iklim dengan batas level karbondioksida di
atmosfer sebesar 350 ppm namun kondisi saat ini sudah mencapai 396.5 ppm , integritas
biosfer atau biosphere integrity dengan batasan 10-100 E/MSY (exticntions per million
species-years) namun kondisi sekarang 100-1000 E/MSY, perubahan tata guna lahan
(dipicu deforestasi), dan perubahan sistem siklus biogeokimia yaitu aliran nitrogen atau
fosfor yang salah satunya ada dalam pupuk ke laut memiliki kondisi standar sebesar 35

UNIVERSITAS INDONESIA 10
million of tonnes per year tapi kondisinya malah sudah mencapai 121 million of tonnes
per year jumlah N yang diambil dari atmosfer digunakan untuk kebutuhan manusia.

Kondisi ini mengganggu keseimbangan bumi. Kegiatan manusia berakibat terganggunya


siklus biogeokimia yaitu peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer dan nitrogen di
biosfer. Perubahan siklus biogeokimia ditambah dengan perubahan iklim yang terjadi
mengakibatkan degradasi keanekaragaman hayati, rantai makanan, kesehatan manusia,
dan kualitas air bersih.

Setelah melihat kondisi hutan dan laut secara global, terlihat bahwa kondisi ekologi hutan
maupun laut keduanya dalam keadaan yang terganggu. Padahal seluruh manusia di dunia
ini bergantung pada alam untuk mencapai kondisi yang aman dan nyaman. Namun upaya
manusia untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, air bersih, sandang dan lainnya
malah berakhir membuat perubahan besar pada alam. Jika perubahan ini sebagai akibat
dari pemenuhan kebutuhan miliaran orang di sisi lainnya perubahan ini melemahkan
kemampuan alam untuk memberikan pelayanan ketersediaan air dan udara bersih,
penangkal dari bencana alam dan sumber persediaan obat-obatan.

Dari berbagai masalah yang telah identifikasi sebelumnya seperti penuruan


keanekaragaman hayati, alih fungsi lahan, eksploitasi sumber daya alam secara
berlebihan, peningkatan emisi efek rumah kaca, hingga perubahan iklim semuanya
memiliki keterkaitan terhadap keseimbangan ekolog hutani. Tekanan pada ekosistem
secara global akan terus meningkat hingga dekade berikutnya kecuali manusia mengubah
tingkah dan perilakunya.

Untuk mengatasi kerusakan alam yang telah terjadi, diperlukan upaya dari manusia untuk
mengembalikan kondisi alam kembali ke batasan normal. Apalagi planetary boundaries
yang telah melewati batas ketahanan bumi seperti land-use change sebagai akibat dari
deforestasi hutan menjadi lahan pertanian, perubahan iklim akibat peningkatan kadar
karbon dioksida di udara sebagai hasil emisi gas rumah kaca, terganggunya siklus
biogeokimia serta integritas biosfer semuanya berkaitan erat dengan hutan. Oleh karena
itu, restorasi hutan merupakan salah satu upaya untuk menjaga keseimbangan ekologi
hutan yang berkesinambungan dengan berbagai kondisi alam lainnya.

UNIVERSITAS INDONESIA 11
REFERENSI

Kumpulan report ocean http://ocean.panda.org/#report


http://earthobservatory.nasa.gov/Features/Coral/
http://wwf.panda.org/about_our_earth/blue_planet/coasts/coral_reefs/coral_facts/
"Population Clock: World". Census.gov. N.p., 2016. Web. 23 Nov 2016.
https://ourworldindata.org/world-population-growth/
"Logging Major Cause Of Global Deforestation". Rainforestinfo.org.au. N.p., 2016. Web.
22 Nov. 2016. http://www.rainforestinfo.org.au/good_wood/log_maj.htm
UNESCO-World Heritage Convention.2004. Tropical Rainforest Heritage of Sumatra.
Web. 24 November 2016. http://www. whc.unesco.org/en/list/1167
http://awsassets.panda.org/downloads/lpr_living_planet_report_2016_summary.pdf
http://www.worldwildlife.org/species/orangutan
http://environment.nationalgeographic.com/environment/global-warming/deforestation-
overview/
http://forda-mof.org/files/01_AhmadJunaedi_klm.pdf
http://www.fao.org/docrep/016/i3010e/i3010e.pdf
http://www.fao.org/docrep/010/a1598e/a1598e10.htm
https://en.reset.org/knowledge/forests-our-green-lungs
masalah air http://water.usgs.gov/edu/earthwherewater.html
---The Board of the Millennium Ecosystem Assessment,
http://news.bbc.co.uk/2/shared/bsp/hi/pdfs/30_03_05_boardstatement.pdf
http://nca2014.globalchange.gov/report/sectors/biogeochemical-cycles#intro-section-2
Refuting

http://www.globalissues.org/article/171/loss-of-biodiversity-and-extinctions
https://science.nasa.gov/earth-science/oceanography/ocean-earth-system/ocean-carbon-
cycle
http://www.independent.co.uk/environment/carbon-dioxide-accumulates-as-seas-and-
forests-struggle-to-absorb-it-9722224.html
http://nationalgeographic.org/activity/save-the-plankton-breathe-freely/

UNIVERSITAS INDONESIA 12
http://www.ecology.com/2011/09/12/important-organism/
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1029/2011GL048794/full
http://www.seaweb.org/resources/briefings/marinebio.php
http://www.oceanicinstitute.org/aboutoceans/aquafacts.html

http://earthobservatory.nasa.gov/Features/Coral/
http://wwf.panda.org/about_our_earth/blue_planet/coasts/coral_reefs/coral_facts/
ocean and climate
http://climate.nasa.gov/vital-signs/sea-level/

UNIVERSITAS INDONESIA 13

Anda mungkin juga menyukai