Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

PREEKLAMSIA BERAT

Oleh :

Candra Nova Indriawati (1110313016)


Devi Yunita Purba (1010312096)

Pembimbing :

DR. dr. Yusrawati, Sp.OG ( K )

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu serta angka kematian bayi merupakan salah satu
indikator yang dinilai dalam menentukan kemajuan suatu negara. Rendah atau
tingginya angka kematian ibu sangatlah berkaitan erat dengan pelayanan
kesehatan ibu, dalam hal ini pelayanan obstetri. Mulai konseling pra-konsepsi
yang baik, ante natal care (ANC), sampai penolongan persalinan dengan tenaga
kesehatan, baik itu bidan, dokter umum, ataupun dokter spesialis Obstetri dan
Ginekologi, Serta sistem rujukan yang baik untuk kehamilan berisiko tinggi.

Berbicara mengenai angka kematian ibu tentu kita berbicara mengenai


penyebab dari kematian ibu. Menururt data Direktorat kesehatan Ibu tahun 2010-
2013, Perdarahan berkontribusi terhadap kematian ibu sebesar 30,3 %, diperingkat
dua adalah hipertensi dengan 27,1%, lalu infeksi pada kehamilan dengan 7,3%. 2

Preeklampsia dan eklampsia adalah sekelompok penyulit yang terdapat


baik pada masa kehamilan, persalinan maupun pada masa nifas, ditandai dengan
gejala-gejala ; hipertensi, proteinuria, edema dan kejang. Penyakit ini tentu
berkontribusi besar terhadap tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Oleh
karena itu penulis merasa sangat perlu membuat makalah ini dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan serta pemahaman dokter muda mengenai penyakit ini,
sehingga diharapkan nantinya berdampak pada meningkatnya kemampuan dalam
mendiagnosis dan melakukan tatalaksana awal serta memahami mengenai sistim
rujukan.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini memiliki batasan pembahasan yaitu definisi, epidemiologi,


klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksanan, komplikasi, serta
prognosis dari Pre eklamsia berat.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dokter muda
mengenai Pre eklamsi. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
dalam mendiagnosis dan melakukan tatalaksana, serta mengerti mengenai sistem
rujukan.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah dengan mengambil referensi dari


berbagai literatur, serta menampilkan kasus Preeklamsi yang ditemukan saat
kepaniteraan klinik.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Preeklamsia adalah hipertensi yang terjadi pada kehamilan lebih dari 20


minggu, yang didasari oleh kelainan sistem multiorgan yang ditandai oleh adanya
protein dalam urin (proteinuria). Preeklamsia merupakan suatu sindroma spesifik
pada kehamilan yang dapat mempengaruhi semua sistim organ. Proteinuria yang
terjadi menggambarkan terjadinya suatu kebocoran endotel yang luas yang
bersifat sistemik.3

2.2 Epidemiologi

Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi yang terjadi sekitar 5-


10% dari semua kehamilan. Sedangkan insidens Preeklamsia ditemukan 3,9% dari
semua kehamilan.4 Penelitian Khan (2006), menyebutkan bahwa 16% kematian
ibu diakibatkan kelainan hipertensi .5 Penelitian lain dari Berg (2010) menemukan
6
bahwa 12,3% dari 4.693 kematian ibu diakibatan Pre eklamsia dan Eklamsia.
Sedangkan untuk di Indonesia sendiri, hipertensi dalam kehamilan merupakan
penyebab kematian kedua pada ibu hamil, dan bertanggung jawab atas 27,1% dari
semua kematian ibu.

2.3 Klasifikasi

Pre eklamsia merupakan bagian dari hipertensi dalam kehamilan.


Hipertensi dalam kehamilan sendiri diklasifikasikan menjadi :

1. Pre eklamsia dan eklamsia


2. Hipertensi Kronik
3. Hipertensi Kronik dengan Pre eklamsia superimpose
4. Hipertensi Gestasional

Pre eklamsia secara klinis dapat dibedakan menjadi preeklampsia ringan


dan preeklampsia berat, untuk menilai tingkat keparahanya.
Tabel 1.1: Membedakan keparahan preeklamsia secara klinis3

2.4 Etiologi

Etiologi pasti dari preeklamsia masih belum diketahui, tetapi berbagai


macam teori dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya preeklamsia. Mulai dari
teori invasi tropoblas yang abnormal, faktor imunologis, aktivasi sel endotelial,
faktor nutrisi, hingga faktor genetik.3

Pada kehamilan normal invasi tropoblas ke dalam lapisan otot dan jaringan
sekitar berjalan dengan baik sehingga aliran darah uteroplasenta berjalan dengan
baik. Tetapi pada preeklamsia atau eklamsi, invasi tropoblast berjalan abnormal,
arteri spiralis menjadi kaku dan keras, hal ini mengakibatkan aliran darah
uteroplasenta menurun. Keadaan iskemik akan menyebabkan dilepaskannya
oksidan atau radikal bebas yang bersifat sistemik dan toksik terhadap endotel,
yang berakibat kerusakan endotel di berbagai organ.7

Teori lain yang berkembang terkait penyebab preeklampsia adalah adanya


faktor imunologi. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena
pada masa ini mungkin terjadi blocking antibodies yang tidak sempurna terhadap
antigen plasenta sehingga timbul respon imun yang merugikan. Respon ini diduga
berkontribusi menyebabkan pembentukan vaskularisasi plasenta yang tidak
sempurna sehingga nantinya dapat menyebabkan stres oksidatif pada plasenta.7

Faktor genetik juga diduga memiliki peran dimana resiko kejadian


preeklampsia dimana pre eklamsia terjadi pada 20-40% pada perempuan dengan
riwayat ibu pernah menderita preeklampsia dan 11-37 % pada pada perempuan
dengan riwayat saudara wanita yang memiliki riwayat preeklampsia, serta risiko
22-47 % pada wanita dengan saudara kembar memiliki riwayat preeklampsia. 3

Faktor nutrisi juga diduga menjadi penyebab terjadinya preeklampsia.


Beberapa penelitian menunjukan pre eklamsia lebih sering terjadi pada populasi
yang kurang mengonsumsi buah dan sayur, serta konsumsi vitamin C yang
kurang.3

2.5 Patofisiologi

Preeklampsi terjadi sebagai konsekuensi dari vasospasme, disfungsi


endotel, dan iskemia, terdapat banyak pengaruh terhadap multi organ maternal
yang secara klinis saling tumpang tindih.

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan tanda terpenting pada pre eklamsia. Seperti sudah


dijelaskan bahwa terjadi gangguan dalam invasi tropoblast ke jaringan otot uterus
dan jaringan sekitarnya, sehingga terjadi gangguan proses remodeling arteri
spiralis, yang berakibat turunya aliran darah menuju plasenta. Keadaan ini
menimbulkan kondisi hipoksia dan iskemia pada plasenta. Hipertensi pada pre
eklamsi timbul sebagai suatu efek kompensasi ibu agar aliran darah ke plasenta
dapat tercukupi. Hipertensi juga terjadi akibat peningkatan resistensi perifer.
Peningkatan resistensi perifer diakibatkan terjadinya disfungsi endotel, yang
dipicu oleh okksidan bebas.7

b. Proteinuria

Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus


meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan
filtrasi glomerulus menurun. Lesi karakteristik dari preeklampsia berupa
glomeruloendoteliosis. Glomeruloendoteliosis adalah pembengkakan dari kapiler
endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. 7

Proteinuria timbul akibat kerusakan sel glomelurus, yang mengakibatkan


meningkatnya permeabilitas membran basalis glomerulus. Untuk mendiagnosis
preeklampsia atau eklampsia harus terdapat proteinuria. Namun, karena
proteinuria seringkali muncul belakangan, bahkan sebagian wanita mungkin
sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Pengukuran proteinuria dapat
dilakukan dengan dua cara. Cara pertama urin dipstik, 100 mg protein per liter,
atau minimal +1, sekurang kurangnya 2 kali pemeriksaan acak selang 6 jam. Atau
dengan cara pengumpulan urin 24 jam, dianggap patologis jika protein 300 mg
per 24 jam. atauyang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. 7

c. Gangguan Hepar

Kelainan yang mendasari gangguan hepar pada pasien adalah vasopasme,


iskemia, dan perdarahan. Pada keadaan yang berat, keadaan ini menimbulkan
nekrosis hemoragik sel hepar yang menyebabkan terjadinya peningkatan enzim
hati dalam serum, pada sindroma HELLP. Perdarahan dapat meluas hingga rongga
subkapsular, dan menimbulkan subkapsular hematoma yang menimbulkan gejala
nyeri akibat peregangan kapsul.7

d. Gangguan Neurologik

Perubahan pada sel saraf meliputi hiperperfusi pada otak, spasme arteri
retina, hingga perdarahan, atau tromboemboli akibat tekanan yang tinggi.
Hiperperfusi pada otak dapat menimbulkan gejala berupa nyeri kepala, dapat
diikuti vasogenik edem. Spasme arteri retina dan udem retina dapat menimbulkan
gejala berupa gangguan visus, pandangan kabur, hingga ablasio retina.
Sedangkan mekanisme terjadinya kejang eklamsi tidak diketahui dengan jelas,
diduga masih berhubungan dengan tingginya tekanan darah.7

2.6 Diagnosis3

Kriteria Diagnosis untuk Hipertensi terkait Kehamilan


Hipertensi Gestasional jika TD > 140/90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan
pada wanita yang sebelumnya normal
Preeklamsia : Hipertensi dan
- Proteinuria (300 mg/24 jam), atau
Rasio Protein:Kreatinin <0,3 atau
Dipstik +1 persisten
Atau
- Trombositopenia
- Insufisiensi renal
- Keterlibatan hepar kadar serum transminase 2x
normal
- Gejala serebral sakit kepala, gangguan visual,
konvulsi
- Edema pulmonal
Modifikasi dari American College of Obstetricians and Gynecology, 2013
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis untuk Hipertensi terkait Kehamilan1

2.7 Tatalaksana

2.7.1 Pencegahan

a. Diet dan modifikasi gaya hidup

Salah satu upaya awal untuk mencegah preeklamsia adalah pembatasan

konsumsi garam. Larangan in idiikuti pemikiran perlunya terapi diuretik paa

pencegahan kejadian preeklamsi. Akan tetapi baru-baru ini suatu penelitian

menunjukkan bahwa diet sodium yang dibatasi tidak efektif dalam mencegah

preeklampsia pada 361 wanita. Pedoman dari United Kingdom National Institute

for Health and Clinical Excellence pada tahun 2010 tetap merekomendasikan

terhadap pembatasan garam.3

b. Suplemen kalsium

Studi yang dilakukan pada tahun 1980 di luar Amerika Serikat

menunjukkan bahwa wanita dengan diet rendah asupan kalsium meningkatkan


risiko hipertensi dalam kehamilan. Kegunaan suplementasi kalsium telah

dipelajari di beberapa penelitian termasuk oleh National Institute of Child Health

and Human Development (NICHD) yang melibatkan lebih dari 4500 wanita

nulipara. Dalam satu metaanalisis terbaru,Patrelli dkk pada tahun 2012

melaporkan bahwa peningkatan asupan kalsium menurunkan risiko preeklamsia

pada perempuan yang memiliki risiko tinggi. Secara keseluruhan penelitian ini

menunjukkan bahwa kecuali pada perempuan yang kekurangan kalsium,

suplemen tidak memiliki efek signifikan.3


c. Suplemen minyak ikan

Asam lemak yang bersifat kardioprotektor ditemukan pada beberapa

minyak ikan yang banyak dikonsumsi pada diet Skandinaviadan Amerika-Eskimo.

Sumber makanan yang paling umumadalah asam EPA-eicosapentaenoic, asam

ALA-alfa-linoleat,dan asam DHA-docosahexaenoic. Suplementasi dengan asam

lemak ini akan mencegah inflammatory-mediated atherogenesis, akan tetapi hal

ini tidak secara kuat membuktikan penggunaannya dalam mencegah

preeklampsia.3

d. Antioksidan

Dari berbagai penelitian telah disimpulkan bahwa ketidakseimbangan

antara oksidandan aktivitas antioksidan memainkan peran penting

dalampatogenesis preeklampsia. Dengan demikian, antioksidan (vitamin C, D,

dan E) dinilai dapat menurunkanoksidasi tersebut. Wanita yang berkembang

mengalami preeklamsia ditemukan memiliki kadar antioksidan plasma yang

rendah. Terdapat beberapa studi acak untuk mengevaluasi suplemen vitamin

untuk wanita yang berisiko tinggi mengalami preeklamsia akan tetapi tidak satu

pun dari studi ini menunjukkan penurunan kejadian preeklamsia pada wanita

diberikan vitamin C dan E dibandingkan dengan merekadiberikan plasebo. Alasan

penggunaan statin untuk mencegah preeklampsia adalah bahwa statin merangsang

hemoxygenase-1 yang menghambat pengeluaran sFlt-1. Pada percobaan hewan

didapatkan bahwa statin dapat mencegah hipertensi dalam kehamilan.3

e. Antitrombotik

Secara teoritis disebutkan agen antitrombotik dapat mengurangi timbulnya

preeklampsi. Hal ini berhubungan dengan munculnya sindroma preeklampsi yang


ditandai dengan vasospasme, disfungsi sel endotel, inflamasi, serta

aktivasitrombosit serta sistem koagulasi-hemostasis.3

f. Aspirin dosis rendah

Aspirin dosis oral 50- 150 mg per hariefektif menghambat biosentesis

tromboksan platelet A2, tetapi memiliki efek minimal pada produksi prostasiklin

vaskular. Namun, uji klinis terhadap aspirin dosis rendah ini menunjukkan

manfaat yang terbatas. Pada tahun 2013 Task Force

merekomendasikanpenggunaan aspirin dosis rendah pada beberapa wanita

berisiko tinggiuntuk mencegah preeklampsia.3

2.7.2 Pengobatan

Pada pasien yang telah kita diagnosis dengan preeklamsia pada layanan

fasilitas kesehatan tingkat primer adalah segera dilakukan persiapan dan proses

perujukan. Perlu diperhatikan pencegahan kejang pada pasien preeklamsi dan

tatalaksana bila kejang, antara lain :

1. Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan

sirkulasi (cairan intravena).

2. MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai

tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).


Gambar 2.1 Pemberian MgSO4 pada Pasien Preeklamsia

3. Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan

dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang

memadai.

4. Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke

ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator

tekanan positif.

Selain terapi pemeberian MgSO4, terapi antihipertensi juga perlu

diberikan pada ibu dengan hipertensi berat.Pemilihan obat hipertensi didasarkan

pada pengalaman dokter dan ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang

digunakan :
Tabel 2.1 Obat antihipertensi pada ibu hamil

Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya katopril), dan golongan

ARB (Misalnya Valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.

Sehingga perlu adanya konsultasi ulang dengan dokter dalam pemilihan obat

antihipertensi jika sebelumnya pasien telah mengkonsumsi obat yang telah

dijelaskan diatas

Tujuan manajemen dasar untuk mengatasi komplikasi akibat preeklamsia

adalah: (1) penghentian kehamilan dengan kemungkinan trauma sekecil-kecilnya

untuk ibu dan janin, (2) lahirnya bayi yang kemudian tumbuh dengan baik, dan

(3) pemulihan lengkap kondisi kesehatan ibu. Salah satu yang poin klinis paling

pentinguntuk tatalaksana preeklamsi salah satunya adalah pengetahuan yang tepat

usia janin.3

Penghentian kehamilan adalah satu-satunya terapi untuk preeklampsia.

Sakit kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium adalah indikasi

mungkin segera terjadi kejang, dan oliguria adalah lain pengikut lainnya.

Preeklamsia berat membutuhkan antikonvulsan dan terapi antihipertensi yang

lebih sering, diikuti oleh proses kelahiran. Tujuan utama terapi adalah untuk
mencegah kejang, mencegah perdarahan intrakranial dan kerusakan serius organ

vital lainnya, dan untuk melahirkan bayi baru lahir sehat.3

Ketika janin prematur, kecenderungan menunda persalinan beberapa

minggu lagi adalah dengan harapan bahwa akan mengurangi risiko kematian

neonatal atau morbiditas serius dari prematuritas. Keputusan seperti itu

dibenarkan dalam menangani kasus yang lebih ringan. Pengkajian kondisi janin

dan fungsi plasenta dilakukan, terutama ketika janin belum matang. American

College of Obstetricians dan Gynecologists menyarankan pengkajian kondisi

janin termasuk tes nonstress atau profil biofisik.3

Apabila preeklamsia sedang atau berat yang tidak mengalami perbaikan

setelah dilakukan rawat inap, maka selanjutnya disarankan dilakukan terminasi

kehamilan. Hal ini berlaku bahkan ketika kondisi serviks belum mendukung

persalinan. Induksi persalinan dilakukan, biasanya dengan preinduksi pematangan

serviks dengan prostaglandin atau osmotik dilator. Jika diperkirakan induksi

hampir pasti tidak akan berhasil, maka sesar diindikasikan pada kasus ini.

Keputusan untuk melahirkan janin late-preterm belumlah jelas. Studi di Belanda

pada 4316 bayi baru lahir yang dilahirkan antara usia 34 0/7 dan 366/7 minggu juga

dijelaskan memiliki morbiditas neonatal substantif. Sebagian besar persalinan

sebelum 36 minggu, dan kelahiran secara sesar telah dikaitkan dengan munculnya

komplikasi pernapasan. Sebaliknya, salah satu studi secara acak dari 756 wanita

dengan preeklamsia ringan didapati lebih baik jika melahirkan setelah usia

kehamilan 37 minggu.3

Setelah diagnosis preeklamsia berat ditegakkan, persalinan dengan induksi

dan persalinan pervaginam dahulu dianggap cukup ideal. Hal ini mengingat
kondisi janin yang belum dianggap matang. Akan tetapi terdapat beberapa

kekhawatiran, termasuk keadaan serviks dan urgensi yang berhubungan dengan

derajat beratnya preeklamsia, serta kebutuhan untuk berkoordinasi dengan

perawatan intensif neonatal, menjadi pertimbangan untuk melakukan operasi

sesar.3

2.8 Komplikasi

2.8.1 Efek pada ibu

Hipertensi kronis ringan mungkin dapat tidak mempengaruhi kehamilan

Akan tetapi terjadi peningkatan morbiditas pada pasien dengan preeklamsia.

2.8.2 Efek pada janin

Kemungkian kejadian solusio plasenta adalah 4-6 kali liat lebih tinggi

pada kehamilan dengan komplikasi hipertensi kronis. Kejadian preeklamsia

dikaitkan dengan penurunan progresif perfusi uteroplasenta. Retardasi

Pertumbuhan Janin Intrauterin (IUGR) dapat diakibatkan oleh penurunan perfusi

uteroplasenta tersebut. Namun, IUGR tidak lebih sering pada kasus hipertensi

kronis ringan. Ketika hipertensi kronis bersamaan dengan munculnya

preeklamsia, kejadian IUGR adalah 30% - 40%. Prematuritas dan kematian

perinatal mendekati 25% pada keadaan preeklamsia.9

2.9 Prognosis

Keputusan persalinan di waktu yang tepat disertai pemberian regimen

magnesium sulfat yang juga tepat seharusnya menghasilkan angka kematian ibu

hampir nol. Risiko renkurensi pada preeklamsia adalah 40% untuk preeklamsia

berat dan meningkat jika didiagnosis lebih awal. Wanita dengan preeklamsia pada

kehamilan pertama lebih mungkin mengalami hipertensi dibandingkan kontrol.


Wanita multipara lebih mungkin untuk jatuh pada keadaan hipertensi, akan tetapi

kebanyakan dari wanita ini telah memiliki bakat hipertensi.9


BAB 3
LAPORAN KASUS

Nama : Ny. A
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Padang
No Register : 966423
Agama : Islam
Suku : Minang

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Seorang pasien wanita usia 32 tahun datang ke KB IGD RSUP M.Djamil Padang
pada tanggal 3 Januari 2017 pukul 11.00 WIB kiriman puskesas Padang Pasir D:/
Gravid 31-32 minggu + hipertensi dengan:

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Sebelumnya pasien kontrol kehamilan ke puskesmas, di puskesmas
didapatkan TD :230/130 mmHg, proteinuria (+), lalu pasien dirujuk ke
RSUP DR.M.Djamil Padang tanpa terpasasang infus
- Riwayat nyeri kepala habt (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-)
- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+)
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+)
- Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-)
- Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
- Pasien tidak haid sejak kurang lebih 8 bulan lalu
- HPHT : 25 Mei 2016 TP : 2 Maret 2017
- Riwayat hamil muda : mual (-) muntah (-) perdarahan (-)
- Riwayat hamil tua : mual (-) muntah (-) perdarahan (-)
- Menarch usia 14 tahun, teratur 1x28 hari, lama haid 7 hari, ganti duk 2-
3x/hari, nyeri haid (- )
- ANC: control ke puskesmas pada usia kehamilan 2,3,5, dan 6 bulan,
didapatkan TD tinggi sejak usia kehamilan 5 bulan, dianjurkan untuk
konsul ke Sp.OG pasien menolak.

Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus :3/2/0


G1P0A0H0 gravid 31-32 minggu : sekarang, ini merupakan kehamilan
pertama
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes
mellitus dan hipertensi.
- Riwayat alergi tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit
menular dan penyakit kejiwaan.

Riwayat Perkawinan, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan


(Termasuk Riwayat Imunisasi Tumbuh Kembang) :
- Riwayat perkawinan 1 x tahun 2015.
- Riwayat pekerjaan : pasien seorang ibu rumah tangga.
- Riwayat penggunaan KB (-)
- Riwayat imunisasi TT (-)
- Riwayat kebiasaan : minum alkohol (-), narkoba (-), merokok (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang TD :230/120mmHg
Suhu : 36,50 C Nadi : 106x/menit
Kesadaran : CMC Nafas : 22x/menit
Berat badan Tinggi badan : 145 cm
Sebelum hamil : 40 kg Anemis : (+)
Setelah hamil : 48 kg Sianosis : (-)
Gizi : baik Ikterik : (-)
Edema : (+)
Status Generalis:
Kulit : Turgor kulit baik
Kelenjar Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran KGB
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Sklera ikterik tidak ada, konjungtiva anemis
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Gigi dan mulut : Karies (+)
Leher : Tiroid tidak membesar, JVP 5 -2 cm H2O
Thorax : Paru :I : Simetris kiri = kanan
P : Fremitus kiri = kanan
Pk : Sonor
A : Vesikuler +/+, Rh (-), Wh (-)
Jantung : I : Iktus tak terlihat
P : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, kuat
angkat
Pk: Batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V,
Kanan LSD, Atas RIC II
A: Iramateratur , M1 > M2, bising (-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Anus : Tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas : Edema +/+ ekstremitas bawah , refleks fisiologis +/+,
refleks Patologis -/-

Status Obstretikus:
Muka : Kloasma gravidarum (-)
Mammae
Inspeksi : Membesar, tegang, areola dan papilla hiperpigmentasi
Palpasi : Teraba tegang, kolustrum (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit sesuai dengan kehamilan, linea mediana
hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrik (-)
Palpasi : TFU pertengahan antara processus xhipoideus dan pusat
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal, DJJ : (-)
Genitalia
Inspeksi : Uretra dan vulva tenang, perdarahan pervaginam (+)
VT : pembukaan 2 jari, ketuban (+), teraba kepala Hodge I-II

DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0H0 Parturien Preterm 31-32 minggu Kala I Fase Laten + PEB dalam
Regimen MgSO4 dosis maintenance + Janin mati tunggal Intrauterin Presentasi
Kepala

HASIL PEMERIKSAAN
Laboratorium hematologi
Hemoglobin : 12,3 g/dl GDS :79 mg/dl
Ureum : 9 mg/dl
Leukosit : 15.400/mm3
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Hematokrit : 35% Na/K/Ca/Cl : 7,5/133/3,7/106
Protein total : 5 gr/dl
Trombosit : 93.000/mm3
Albumin : 2,3
MCV : 83 fL Globulin : 2,7
Bilirubin tot : 1,2 mg/dl
MCH : 28 pg
SGOT/SGPT : 70/68
MCHC : 33%
PT : 9,4 detik
APTT : 34,8 detik
D-dimer : 9737,9 mg/dl
LDH : 1250
Kesan: Leukositosis + Trombositopenia + D-Dimer meningkat +
Penurunan Ca + Penurunan Na + Penurunan Total Protein dan albumin +
Peningkatan SGOT/SGPT + Peningkatan LDH

Laboratorium urin
- Mikroskopis: Leukosit : 4-5/LPB
Eritrosit : 1-2/LPB
Silinder : 2-3/LPK
Kristal : negatif
Epitel : negatif
- Kimia : Protein : +++
Glukosa : negatif
Bilirubin : negatif
Urobilinogen : positif

Kesan : Proteinuria + hematurie

DIAGNOSIS
G1P0A0H0 Parturien Preterm 31-32 minggu Kala I Fase Laten + PEB dalam
Regimen MgSO4 dosis maintenance + Janin mati tunggal Intrauterin Presentasi
Kepala

TINDAKAN DAN PENGOBATAN


Sikap
- Observasi KU, vital sign, DJJ, His, PPV
- Inform concent
- Cek darah lengkap dan urinalisa
- IVFD RL + MgSO4 (dosis inisial dan maintenance)
- Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
- Metyldopa 3x500 mg
- Nifedipin 10 mg
Rencana
- Partus pervaginam
BAB 4
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien wanita umur 32 tahun dengan diagnosis


G1P0A0H0 Parturien Preterm 31-32 minggu Kala I Fase Laten + PEB dalam
Regimen MgSO4 dosis maintenance + Janin mati tunggal Intrauterin Presentasi
Kepala. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Diagnosis PEB pada kasus ini sesuai kriteria diagnosis menurut American
Collage of Obstretician and Gynecology 2013 dimana ditemukan TD sistolik >
140 mmHg dan diastolic > 90 mmHg ( TD 190/120). Dari pemeriksaan fisik
didapati pasien mengalami edema. Selain itu kriteria yang juga memenuhi kriteria
diagnosis berdasarkan pemeriksaan laboratorium urin ditemukan proteinuria
(protein urin +3).
Faktor risiko terjadinya preeklamsia berat pada pasien ini mungkin dapat
dihubungkan dengan faktor paritas, ini merupakan kehamilan pertama. Dari 80%
kasus hipertensi dalam kehamilan, 3-8% terjadi terutama pada pasein
primigravida, pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistic menunjukkan dari
5-8% kasus preekampsia pada kehamilan, lebih dari 12% dikarenakan
primigravida. Faktor gizi juga berpengaruh untuk terjadinya preeklampsi berat,
pasien ini memiliki LDH yang sangat tinggi. Kolesterol tinggi dalam darah akan
mengakibatkan jantung bekerja lebih berat, sehingga hal ini juga menyumbang
terjadinya preeklampsia. Selain itu, pemeriksaan antenatal juga berperan pada
perkembangan terjadinya preeklampsia berat. Preeklampsia dan eklampsia
merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan, oleh Karena itu antenatal
care dilakukan bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklampsi, pada usia
kehamilan 5 bulan, pasien sudah didapatkan memiliki TD tinggi di puskesmas,
dianjurkan untuk kontrol ke Sp.OG tetapi pasien menolak.
Terapi pada preeklampsia berat ini adalah dengan cara melakukan
terminasi kehamilan dan pemberian regimen MgSO4 sebagai profilaksis kejang
serta obat antihipertensi metyldopa 3x500 mg. Ketika janin prematur,
kecenderungan menunda persalinan beberapa minggu lagi adalah dengan harapan
bahwa akan mengurangi risiko kematian neonatal atau morbiditas serius dari
prematuritas. Keputusan seperti itu dibenarkan dalam menangani kasus yang lebih
ringan. Namun pada pasien ini janin telah meninggal. Kejadian preeklamsia
dikaitkan dengan penurunan progresif perfusi uteroplasenta. Peningkatan tekanan
darah yang terlalu tinggi akan mengakibatkan penurunan perfusi uteroplasenta
sehingga aliran darah ke janin dapat saja terlau sedikit menyebabkan bayi
mengalami hipoksia, pada awalnya keadaan ini akan ditoleransi oleh tubuh bayi
dengan cara memprioritaskan aliran darah ke organ yang vital, namun jika
tekanan darah ibu tidak juga turun bayi tidak mampu mengkompenasai lagi dan
terjadilah kematian. Prematuritas dan kematian perinatal mendekati 25% pada
keadaan preeklamsia. Terminasi kehamilan dilakukan pervaginam, mengingat ibu
sudah inpartu dan janin telah meninggal.
Setelah persalinan pasien diawasi kala IV, didapati kontraksi uterus baik,
perdarahan post partum dalam batas normal, TD 170/110. Oleh karena itu pasien
dipindah rawatkan ke HCU Bangsal Kebidanan dengan sebelumnya telah
diberikan terapi injeksi ceftriaxone 2x1 gram, metildopa 3x500 mg, gastrul 2 tab
tiap 6 jam, dan asam mefenamat 3x500 mg.
DAFTAR PUSTAKA

1. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Badan


Kependudukan dan Keluarga Berencana, Badan Pusat Statistik,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013
2. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2015
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, et al. Antepartum
haemorrhage. Williams Obstetrics. 24nd edition. McGraw Hill. 2010, hal.
758-9.
4. MartinJN Jr, Owens My, et al : Standart Mississipi protocol treatment of
190 patient with HELLP syndrome. Hypertens Pregnancy: 31(1): 79, 2012
5. Khan KS, Wojdla D, et al : WHO analysis of causes of maternal death: a
systemic review. Lancet 368 : 1066, 2006
6. Berg CJ, Callghan WM, et al: Pregnancy-related mortality in the United
States 1998 to 2006.Obstet Gynecol 116(6): 1302, 2010.
7. Prawirohardjo, S. Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam Ilmu Kebidanan
edisi keempat. Jakarta: Penerbit Bina Pustaka. 2010; hal. 531-61
8. Evans, Arthur T, 2007. Manual of Obstetrics, 7th Edition. New York:
McGraw-Hill Companies
9. Pfeifer, Samantha M.2008. NMS Obstetrics and Gynecology, 6th Edition.
New York: McGraw-Hill Companies
10. WHO, Kemenkes, POGI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi pertama. 2013

Anda mungkin juga menyukai