Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SEJARAH

Pengaruh Hindu Budha di Bidang Perdagangan dan Pelayaran serta


Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Budha

Disusun Oleh :

Muhammad Taufiq (No.Absen : 04)

Agribisnis Ternak Unggas 1

KOMPETENSI KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS


PROGRAM STUDI KEAHLIAN PETERNAKAN
UPT SMK NEGERI 1 GRATI
Februari 2017
BAB I

PENDAHULUAN

SEJARAH AGAMA HINDU DAN BUDHA DI INDONESIA

Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama yang berasal dari


negara India, yang pada perjalanannya menjadi salah satu agama-agama
terbesar pengikutnya. Secara garis besar perkembangan agama Hindu
dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap pertama berlangsung sekitar abad
1500-1000 SM yang dikenal dengan agama Weda. Tahap kedua ditandai
dengan munculnya agama Brahman (1000-750 SM), tahap kedua adalah
zaman agama Buddha yang berlangsung sekitar 500 SM-300 M. yang
mempunyai corak berbeda dengan agama Weda. Tahap ketiga ditandai
dengan munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan yang berpusat di
sekitar sungai Gangga (750-300 M), dan tahap yang ketiga adalah apa
yang dikenal dengan agama Hindu yang berlangsung sejak 300 M. sampai
sekarang. Agama Hindu berkembang hingga ke luar India termasuk
Indonesia, yang dibawa oleh para Rsi atau para Brahman. Agama Hindu
merupakan agama impor yang pertama kali masuk ke Indonesia dan
berinteraksi dengan masyarakat Indonesia yang notabenenya sudah
mempercayai Animisme dan Dinamisme.
Sedangkan agama Buddha sendiri bisa dikatakan sebagai
pembaharu dari agama Hindu yang dibawa oleh Sidharta Gautama. Yang
pada perjalannya sang Buddha sendiri melakukan pengembaraan untuk
mencari penerahan yang abadi. Berbeda halnya dengan agama hindu,
agama Buddha lebih banyak berkembang di Cina di bandingkan dengan
asal mulanya agama tersebut yaitu India.
Sedangakan Agama Hindu dan Buddha masuk di Indonesia sekitar
abad ke 7 M, yang dibawa oleh para Rsi maupun para Bikhhu. Harun
Hadiwijono mengatakan bahwa kira-kira abad ke 15 SM. nenek moyang
bangsa Indonesia memasuki Indoneisa dari daratan Cina Selatan, dengan
melewati dua jalur, yaitu jalur utara dan barat. Jalur utara melewati
Jepang, Taiwan, Pilipin, dan menyebrang di Sulawesi, Indoneisa bagian
Timur, Irian dan Melanesia, sedangakan jalur barat melewati Indo Cina,
Siam, Malaya, serta menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Dan dari
perjalan atau jalur tersebut, saya berpendapat ini merupakan salah satu
cara masuknya atau berkembanganya pengaruh agama Hindu dan Buddha
di Indonesia.
Dalam bab selanjutnya akan dibahas tentang kedatangan awal
agama Hindu - Buddha dan pembawanya berdasarkan analisis teori.
Selanjutnya membicarakan bagaimana interaksi dengan kebudayaan
Indonesia dan perkembangan Agama Hindu - Budha di Indonesia yang
ditandai dengan banyaknya peninggalan kerajaan atau berupa prasasti,
bangunan dan segala aspek yang bercorakan Hindu-Buddha. Pada
pembahasan selanjutnya kita membahas tentang persamaan dan perbedaan
Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali. Dan pada pembahasan
terakhir kita membicarakan Hindu Dharma dan Budha Dharma yang mana
ini merupakan ciri khas agama Hindu-Buddha yang ada di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengaruh Hindu Budha di Bidang Perdagangan dan Pelayaran


Di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya
dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin
hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik dengan Negara-negara
tetangga lainnya. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung
melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati
India-Cina adalah Selat Malaka. Dan Indonesia terletak di jalur dua benua
dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka.

Proses Masukknya Agama Hindu-Buddha ke Indonesia.


o Peta Jalur Perdagangan Laut Asia Tenggara

Agama Hindu- Budha berasal dari India, yang kemudian


menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia
sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara
dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik)
yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.
Untuk lebih jelasnya, silahkan amati gambar peta jaringan perdagangan
laut Asia Tenggara di atas.

Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur


darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak
langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk
itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat
hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara
Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang
menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina
ke Indonesia. Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama
Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun
demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama
Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.

Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan


pelayaran internasional tersebut menyebabkan timbulnya percampuran
budaya. Misalnya saja India, negara pertama yang memberikan pengaruh
kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Para sejarawan
mengatakan bahwa banyak pendapat atau teori masuknya agama hindu di
Indonesia, antara lain:
1. Teori Brahman
Teori ini di kemukakan oleh J.C. Van Leur, berpendapat bahwa
agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahman. Hanya
kaum Brahmanalah yang berhak mempelajari serta mengajarkan agama
Hindu karena hanya kaum Brahmanlah yang mengerti isi kitab suci Weda.
Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan
Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk
menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Beliau juga mengatakan
bahwa kaum Brahman sangat berperan dalam penyebaran agama dan
kebudayaan agama Hindu ke Indonesia.

2. Teori Ksatria
Terdapat dua pendapat mengenai teori Ksatria yang pertama
menurut Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama
Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena
adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit
yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga
mendirikan kerajaan di Indonesia. Yang dikemukakan oleh F.D.K. Bosch,
menyatakan bahwa adanya raja-raja dari India yang datang menaklukan
daerah-daerah tertentu di Indonesia yang telah mengakibatkan
penghinduan penduduk setempat.

3. Teori Wasiya
Yang dikemukakan oleh N.J. Krom, mengatakan bahwa pengararuh
Hindu masuk ke Indonesai melalui golongan pedagang dari kasta waisya
yang menetap di Indonesai dan kemudian memegang peranan penting
dalam proses penyebaran kebudayaan India termasuk agama Hindu.

4. Teori Sudra
Von van Faber, menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke
Indonesia dibawah oleh kasta sudra. Tujuan mereka adalah mengubah
kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar dan
budak. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang
memberi andil dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu ke
Nusantara.

5. Teori Campuran
Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para
pedagang, maupun golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama
Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran masing-masing.

6. Teori Arus Balik


Teori arus blik ini tidak hanya berlaku untuk proses masuknya
agamaHindu ke Indonesia saja melainkan untuk agama Buddha juga. Para
ahli mengatakan bahwa banyak pemuda di Indonesia yang belajar agama
Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi
yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka
kembali untuk menyebarkannya. Sedangakan menurut pendapat FD. K.
Bosh, teori arus balik ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam
proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia.
Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para
cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran
budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap
yaitu sebagai berikut: Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh
golongan pendeta Buddha atau para biksu, yang menyebarkan agama
Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di
Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang
Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di
India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa
sansekerta, kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan
India. Dengan demikian peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya
orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia
tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah
mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia. Kedua,
proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama
aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan
untuk menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama
Hindu bertahun-tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana.
Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan oleh Siva dan dapat
melakukan upacara Vratyastome/penyucian diri untuk menghindukan
seseorang.

Pada dasarnya teori Brahmana, Ksatria dan Waisya memiliki


kelemahan yaitu, golongan Ksatria dan Waisya tidak mengusai bahasa
Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi
yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun
menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot
tidak boleh menyebrangi laut.

Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses


masuknya penganut Hindu - Budha ke Indonesia. Beberapa teori di atas
menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu - Budha merupakan satu
proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses
perdagangan.

Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha


yang disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama
Budha masuk ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan
arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia
antara lain Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel).
Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India
Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping itu juga ditemukan arca
perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai
(Kaltim).
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang
menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan
disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh
budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di
daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini
mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati
(India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan
barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama
Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa
Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu
memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-7 Masehi.

2. Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha


Akultuarsi kebudayaan nusantara dan Hindu-Buddha akan menjadi
pokok bahasan dalam artikel ini. Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses
percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru.
Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing
tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat
berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang. Begitu juga
untuk kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia
asli.
Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan hindu-buddha dengan
kebudayaan nusantara atau indonesia asli dapat terlihat dari seni bangunan,
seni rupa dan seni ukir, seni pertunjukan, seni sastra dan aksara, sistem
kepercayaan, sistem pemerintahan, dan arsitektur. Berikut bentuk-bentuk
akulturasi kebudayaan nusantara dan Hindu Buddha.
a. Akulturasi Hindu Buddha di Bidang Seni Bangunan

Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya


merupakan bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu Buddha
dengan unsur budaya Indonesia asli atau nusantara. Bangunan yang
megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha, serta bagian-bagian
candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India (Hindu Buddha). Bentuk
candi-candi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang
merupakan unsur Indonesia asli. Candi Borobudur merupakan salah satu
contoh dari bentuk akulturasi kebudayaan nisantara dan hindu buddha.

b. Akulturasi Hindu Buddha di Bidang Seni Rupa dan Seni Ukir

Masuknya pengaruh akulturasi Hindu buddha terhadap kebudayaan


nusantara juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni
pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang
dipahatkan pada bagian dinding-dinding candi. Misalnya, relief yang
dipahatkan pada dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang
berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat
lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.
Pada relief kala makara pada candi dibuat sangat indah. Hiasan
relief kala makara, dasarnya adalah motif binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Hal semacam ini sudah dikenal sejak masa sebelum Hindu. Binatang-
binatang itu dipandang suci, maka sering diabadikan dengan cara di lukis.

c. Akulturasi Hindu Budha di Bidang Seni Pertunjukan

Menurut JLA Brandes, gamelan merupakan satu diantara seni


pertunjukan asli yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebelum masuknya
unsur-unsur budaya India (hindu buddha). Selama waktu berabadabad
gamelan juga mengalami perkembangan dengan masuknya unsur-unsur
budaya baru baik dalam bentuk maupun kualitasnya. Gambaran mengenai
bentuk gamelan Jawa kuno masa Majapahit dapat dilihat pada beberapa
sumber, antara lain prasasti dan kitab kesusastraan. Macam-macam
gamelan dapat dikelompokkan dalam chordaphones, aerophones,
membranophones, tidophones, dan xylophones.

d. Akulturasi Hindu Buddha di Bidang Seni Sastra dan Aksara


Pengaruh Hindu Buddha (India) membawa perkembangan seni
sastra di Nusantara atau Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang
berbentuk prosa dan ada yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan
isinya, kesusastraan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur
kitab keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan). Bentuk
wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kitab
Ramayanadan Mahabarata. Kemudian timbul wiracarita hasil gubahan dari
para pujangga Indonesia. Misalnya, Baratayuda yang digubah oleh Mpu
Sedah dan Mpu Panuluh. Juga munculnya cerita-cerita Carangan.
Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari
Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit
(wayang purwa). Pertunjukan wayang kulit di Indonesia, khususnya di
Jawa sudah begitu mendarah daging. Isi dan cerita pertunjukan wayang
banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat edukatif (pendidikan). Cerita
dalam pertunjukan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya asli dari
Indonesia. Seni pahat dan ragam luas yang ada pada wayang disesuaikan
dengan seni di Indonesia.
Di samping bentuk dan ragam hias wayang, muncul pula
tokohtokoh pewayangan yang khas Indonesia. Misalnya tokoh-tokoh
punakawan seperti Semar, Gareng, dan Petruk. Tokoh-tokoh ini tidak
ditemukan di India. Perkembangan seni sastra yang sangat cepat didukung
oleh penggunaan huruf pallawa, misalnya dalam karya-karya sastra Jawa
Kuno. Pada prasasti-prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan
unsur budaya Indonesia. Misalnya, ada prasasti dengan huruf Nagari
(India) dan huruf Bali Kuno (Indonesia).
e. Akulturasi Hindu Buddha di Bidang Sistem Kepercayaan

Sejak masa praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia sudah


mengenal simbol-simbol yang bermakna filosofis. Sebagai contoh, kalau
ada orang meninggal, di dalam kuburnya disertakan benda-benda. Di
antara benda-benda itu ada lukisan orang naik perahu, ini memberikan
makna bahwa orang yang sudah meninggal tersebut rohnya akan
melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu alam
baka. Masyarakat waktu itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah
mati, yakni sebagai roh halus.Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja
oleh orang yang masih hidup (animisme).
Setelah masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus
tidak punah. Misalnya dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi atau
kuil di India adalah sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, di samping
sebagai tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja atau untuk
menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya
peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam
bentuk mirip dewa yang dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan antara
fungsi candi di India dengan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek
moyang di Indonesia.
Bentuk bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat
pemujaan terutama bagi orang- orang Hindu penganut Syiwaisme. Lingga
adalah lambang Dewa Syiwa. Secara filosofis lingga dan yoni adalah
lambang kesuburan dan lambang kemakmuran. Lingga lambang laki-laki
dan yoni lambang perempuan.

f. Akulturasi Hindu Buddha di Bidang Sistem Pemerintahan

Setelah datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia, dikenal


adanya sistem pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan yang
dimaksud adalah semacam pemerintah di suatu desa atau daerah tertentu.
Rakyat mengangkat seorang pemimpin atau semacam kepala suku. Orang
yang dipilih sebagai pemimpin biasanya orang yang sudah tua (senior),
arif, dapat membimbing, memiliki kelebihan-kelebihan tertentu termasuk
dalam bidang ekonomi, berwibawa, serta memiliki semacam kekuatan
gaib (kesaktian). Setelah pengaruh India masuk, maka pemimpin tadi
diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini secara jelas
terjadi di Kutai.
Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan, misalnya
seorang raja harus berwibawa dan dipandang bila sang raja memiliki
kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum Hindu-Buddha.
Karena raja memiliki kekuatan gaib, maka oleh rakyat raja dipandang
dekat dengan dewa. Raja kemudian disembah, dan kalau sudah meninggal,
rohnya dipuja-puja.
g. Akulturasi Hindu Buddha di Bidang Arsitektur

Bentuk alkulturasi budaya lain yang dapat dilihat hingga saat ini
adalah arsitektur pada bangunan-bangunan keagamanan. Bangunan
keagamaan berupa candi atau arca sangat dikenal pada masa Hindu-
Buddha. Hal ini terlihat pada sosok bangunan sakral peninggalan Hindu
seperti Candi Sewu, Candi Gedungsongo, dan masih banyak lagi. Juga
bangunan pertapaan wihara merupakan bangunan berundak. Bangunan
ini dapat dilihat pada beberapa Candi Plaosan, Candi Jalatunda, Candi
Tikus, dan masih banyak lagi. Bentuk lain berupa stupa berundak yang
dapat dilihat pada bangunan Borobudur. Di samping itu juga terdapat
bangunan Gua, seperti Gua Selomangkleng Kediri, dan Gua Gajah.
Bangunan lainnya dapat berupa gapura paduraksa seperti Candi
Bajangratu, Candi Jedong, dan Candi Plumbangan. Untuk memahami
lebih lanjut baca buku Agus A. Munandar, Sejarah Kebudayaan
Indonesia.Bangunan suci berundak itu sebenarnya sudah berkembang
subur dalam zaman praaksara, sebagai penggambaran dari alam semesta
yang bertingkat-tingkat. Tingkat paling atas adalah tempat persemayaman
roh nenek moyang. Punden berundak itu menjadi sarana khusus untuk
persembahyangan dalam rangka pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Pemikiran dasar dan filsafat yang melandasi kepercayaan ini terus
hidup di dalam alam kehidupan, meskipun tidak begitu tampil di
permukaan. Sebagai lokal genius yang menentukan arah perkembangan
kebudayaan Indonesia dalam mengolah pengaruh Hindu-Buddha maka
unsur-unsur praaksara itu makin nampak pengaruhnya. Ungkapan-
ungkapan seperti candi, misalnya dipahami maknanya hanya sebagai
pemujaan roh nenek moyang. Alas atau kaki candi berbentuk
persegi/bujursangkar, berketinggian menyerupai batur dan dicapai melalui
tangga yang langsung dapat menuju bilik candi. Di tengah kaki candi
terdapat perigi tempat menanam peripih. Bagian kaki candi disimbolkan
sebagai Bhurloka dalam ajaran Hindu atau Kamaloka dalam ajaran
Buddha.Denah bagian tubuh candi padaumumnya berdimensi lebih kecil
dari alasnya, sehingga membentuk serambi. Bagian tubuh ini dapat
berbentuk kubus atau silinder yang berisi satu atau empat bilik. Pada candi
Hindu lubang perigi yang ditutup yoni terdapat di tengah bilik utama,
dinding luar terdapat relung-relung yang isi arca. Pada bagian atas setiap
pintu masuk candi dihiasi kepala kala yang dikenal sebagai banaspati,
yaitu lambang penjaga. Bagian atap candi selalu terdiri dari susunan
tingkatan yang mengkecil ke atas, dan diakhiri dengan mahkota. Mahkota
ini dapat berupa stupa, lingga, ratna, atau berbentuk kubus. Bagian atap
candi disimbolkan sebagai tempat persemayaman dewa. Khusus untuk
candi-candi Buddha menggunakan stupa sebagai elemennya.
Secara keseluruhan candi menggambarkan hubungan
makrokosmos atau alam semesta yang dibagi menjadi tiga, yaitu alam
bawah tempat manusia yang masih mempunyai nafsu, alam antara tempat
manusia telah meninggalkan keduniawian dan dalam keadaan suci
menemui Tuhannya, dan alam atas tempatdewa-dewa.
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
- Di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat
peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua
negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik
dengan Negara-negara tetangga lainnya. Arus lalu lintas
perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan
laut. Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina
adalah Selat Malaka. Dan Indonesia terletak di jalur dua benua dan
dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka.
- Sejatinya Pengaruh kebudayaan Hindu Budha hanya bersifat saling
melengkapi dengan kebudayaan lokal yang telah ada di Indonesia.
Semoga artikel ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
sobat markijar, baik itu mengetahui Manfaat Akulturasi
Kebudayaan Nusantara, Manfaat Akulturasi Kebudayaan Hindu
Budha atau Contoh hasil akulturasi kebudayaan Hindu Buddha di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai