Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

DISUSUN OLEH:

1. Indah Muthara 5. Ria Utami


2. Khariza Fadhila Syahnaz 6. Renda Pramesti
3. Lucy Andriani 7. Rozalia Jumni
Putri
4. Masdiana

DOSEN PEMBIMBING:

Elvi. D, M. Kes

POLITEKNIK KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

D4 KEBIDANAN

KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menghaturkan terimakasih


kepada:

1. Dosen pengajar mata kuliah asuhan kebidanan


2. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan baik moril
maupun materil.

Dalam laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh
sebab itu penulis meminta maaf kepada penilai maupun pembaca. Saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan dikemudian hari. Akhir
kata penulis ucapkan terima kasih.

Bengkulu, Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

2
Halaman Judul............................................................................................ i
Kata Pengantar............................................................................................ ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan masalah..................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN Asuhan Neonatus dan Bayi dengan Resiko Tinggi

A. Asfiksia.................................................................................... 3
B. BBLR...................................................................................... 8
C. Hipotermi............................................................................... 20
D. Sindrom Gawat Nafas................................................................ 31
E. Kejang Demam.................................................................. 39
F. Hiperbillirubin.................................................................. 47

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................... 55
B. Saran........................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

iv
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan
pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian
fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini
dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.
Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa
neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu,
maka terjadilah awal proses fisiologik.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan
gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan
oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam
kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal di dunia pada bulan
pertama kehidupan dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama.
Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi
kehamilan dan persalinan seperti BBLR, asfiksia neonatorium, hipotermia,
ikterus, perdarahan tali pusat. Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di negara
berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan
pencegahan dini dan pengobatan yang tepat (Kusmiyati, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah asuhan pada neonatus dan bayi resiko tinggi dengan
asfiksia?
2. Bagaimanakah asuhan pada neonatus dan bayi resiko tinggi dengan
BBLR?
3. Bagaimanakah asuhan pada neonatus dan bayi resiko tinggi dengan
Hipotermi?
4. Bagaimanakah asuhan pada neonatus dan bayi resiko tinggi dengan
sindrom gawat nafas?
5. Bagaimanakah asuhan pada neonatus dan bayi resiko tinggi dengan
kejang demam?
6. Bagaimanakah asuhan pada neonatus dan bayi resiko tinggi dengan
hiperbillirubin?

C. Tujuan Penulisan

4
Untuk mengetahui asuhan pada neonatus dan bayi resiko tinggi dengan
asfiksia, BBLR, hipotermi, sindrom gawat nafas, kejang demam, dan
hiperbillirubin

BAB II
PEMBAHASAN

Asuhan Neonatus dan Bayi dengan Resiko Tinggi

A. Asfiksia
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir.
Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi,
misalnya Diabetes melitus, preeklamsia berat atau eklamsia, kelahiran
kurang bulan (<34 minggu), kelahiran lewat waktu, plasenta previa,

5
korioamionitis, hiromion dan oligohidromion, gawat janin, serta
pemberian obat anastesi atau narkotik sebelum kehamilan.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut
dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke
asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan
fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya
asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan,
atau dapat terjadi segera setelah lahir.

2. Etiologi dan Faktor Risiko


Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal
maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali
pusat dan bayi berikut ini:

a. Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat

c. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

3. Asuhan Kebidanan
a. PENGKAJIAN

6
1) Biodata
Identitas bayi
Identitas orang tua: nama, umur, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, perkerjaan & alamat.
2) Keluhan utama
Bayi tampak pucat dan kebiru biruan serta tidak bernafas &
menangis kurang baik/tidak menagis.
3) Riwayat penyakit: riwayat penyakit sekarang
Bayi lahir secara apa, bayi lahir tidak dapat bernafas secara
spontan
AS : 1 3

4) Riwayat penyakit keluarga


Penyakit apa yang pernah diderita keluarga dan hubungan
ada/tidak dengan keadaan bayi sekarang
5) Riwayat neonatal
a) Prenatal
Berapa umur kehamilan ?
Apakah ibu menderita penyakit kronis selama hamil,
Apaka ada komplikasi selama hamil? Jika ya, sudahkah
mendapat terapi ?
b) Natal
Apakah ada infeksi uterus atau demam yang dicurigai
sebagai infeksi berat saat persalinan sampai 3 hari
sesudahnya ?
Adakah ketuban pecah dini (KPD) lebih dari 18 jam?
Apakah ada kesulitan/komplikasi pada persalinan
termasuk hal dibwah ini ?
Gawat janin
Partus lama
Bedah besar
Malposisi atau malpresentasi (misal letak sungsang)
c) Post natal
Tanyakan pada ibu atau tenaga kesehatan atau orang yang
membawa bayi mengenai :
Bagaimana keadaan bayi sesaat setelah lahir
Apakah bayi bernafas pada menit pertama
Apakah bayi memerlukan resustasi ? Jika ya, selama
berapa menit
Apakah gerak dan tangis bayi normal ? (Depkes RI,
2005)

7
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Inefektif bersihan/ pola nafas/ kerusakan pernafasan sehubungan
dengan penumpukan sekret pada saluran pernafasan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispenea

c. INTERVENSI
1) Inefektif bersihan pola nafas kerusakan pernafasan berhubungan
dengan penumpukan sekret pada saluran pernafasan.
Tujuan: Mempertahankan efektifitas pernafasan
Kriteria hasil:
Tidak ada sekret
Tidak ada gerakan cuping hidung
Tidak ada tarikan intrcostae
Intervensi:
Monitor pola dan fungsi nafas
Lakukan penghisapan lendir
Pasang selang oksigen
Berikan penjelasan kepada ibu dan keluarga tentang penyebab
sesak
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispenea
Tujuan : kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Mencapai status nutrisi normal dengan BB yang sesuai
Mencapai keseimbangan intake dan output
Lingkar perut stabil
Pola eliminasi normal
Intervensi :
Timbang berat badan tiap hari
Berikan glukosa 5 10% banyaknya sesuai umur dan berat
badan
Monitor adanya hipoglikemi
Monitor adanya kompliksi
Distress
Konstipasi/ diare
Frekuensi muntah

d. RASIONAL
Rasional diagnosa 1:
1) Mendeteksi kelainan pernafasan lebih lanjut
2) Menjaga kebersihan jalan nafas

8
3) Memenuhi kebutuhan oksigen
4) Mengurangi kecemasan ibu dan keluarga serta kooperatif dalam
tindakan
5) Memberikan rasa nyaman.
Rasional diagnosa 2:
1) Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan berat badan
2) Diperlukan keseimbangan cairan dan kebutuhan kalori secara
parsial.
3) Masukan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan glukosa dalam
darah.
4) Mempertahankan nutrisi cukup energi dan keseimbangan intake
dan output.

e. IMPLEMENTASI
Diagnosa 1:
1) Memonitor pola dan fungsi nafas
2) Melakukan penghisapan lendir
3) Memasang selang oksigen
4) Memberikan penjelasan kepada ibu dan keluarga tentang penyebab
sesak
Diagnosa 2:
1) Menimbang berat badan tiap hari
2) Mmberikan glukosa 5 10% banyaknya sesuai umur dan berat
badan
3) Memonitor adanya hipoglike
4) Memonitor adanya kompliksi
Distress
Konstipasi/ diare
Frekuensi munta

f. EVALUASI
Diagnosa1:
1) Tidak ada sekret
2) Tidak ada gerakan cuping hidung
3) Tidak ada tarikan intercostae
Diagnosa2:
1) Mencapai status nutrisi normal dengan BB yang sesuai
2) Mencapai keseimbangan intake dan output
3) Lingkar perut stabil
4) Pola eliminasi normal

B. BBLR
1. Pengertian

9
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ~ Bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram, yang ditimbang pada saat lahir sampai
dengan 24 jam pertama setelah lahir. Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) yaitu bayi baru lahir yang berat badannya 2500 gram atau lebih
rendah tanpa memandang masa gestasi. Dalam definisi ini tidak termasuk
bayi-bayi dengan berat badan kurang daripada 1000 gram. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.

2. Penyebab
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.
Faktor ibu yang lainadalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta
seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR .
a. Faktor ibu
Penyakit Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan
lain-lain
Komplikasi pada kehamilan. Komplikasi yang tejadi pada
kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat,
eklamsia, dan kelahiran preterm.
Usia Ibu dan paritas Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia.
Faktor kebiasaan ibu Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh
seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna
narkotika.
b. Faktor Janin
Prematur
Hidramion
Kehamilan kembar/ganda (gemeli)
Kelainan kromosom.
c. Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi,
radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.

3. Penanganan

1) Pemberian vitamin K1

2) Injeksi 1 mg IM sekali pemberian; atau

10
3) Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-
6 minggu).

4) Mempertahankan suhu tubuh normal

5) Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu


tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care,
pemancar panas, inkubator, atau ruangan hangat yang tersedia di
fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk

6) Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

7) Ukur suhu tubuh sesuai jadwal

8) Pemberian minum

9) ASI merupakan pilihan utama

10) Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang
cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai
kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali

11) Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20
g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

12) Pemberian minum minimal 8x/hari. Apabila bayi masih menginginkan


dapat diberikan lagi (ad libitum).

13) Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi


yang tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi terdapat anomali mayor
saluran cerna, NEC, IUGR berat, dan berat lahir 1000 g.

14) Mempertahankan suhu dengan ketat

11
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya
harus dipertahankan dengan ketat. Bayi dimasukkan dalam inkubator
dengan suhu yang diatur.

a. Berat badan lahir di bawah 2 kg : 35 0.


b. Berat badan lahir 2 kg 2,5 kg : 34 0C
Suhu inkubator diturunkan 1 0C tiap minggu, setiap bayi dapat
ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24 27 0C.
15) Mempertahankan suhu tubuh optimal
Untuk mempertahankan suhu lingkungan tubuh optimal 37 0C
(36,5 37,5 0C) BBLR / BKB membutuhkan suhu lingkungan yang
termonetral serta kelembaban udara 60%.
Mengenai suhu lingkungan termonetral sesuai berat lahir dan masa
gestasi serta usia pasca natal. Oleh karena itu BBLR / BKB seharusnya
dirawat dalam incubator atau dengan cara teknologi tepat guna dengan
perawatan ketat / metode kanguru, bayi akan mendapatkan sumber
panas melaui kontak langsung secara terus menerus dari ibu secara
alami. (Sukardi Abdurrohman, 2002: 115)
16) Memenuhi kebutuhan O2
Untuk mempertahankan hidup BBLR/BKB membutuhkan tekanan
arterial O2 berkisar : PaO2 50-80 TOrr. Di sini memerlukan monitoring
analisa gas darah (AGD) atau PO2 transkutan maupun dengan pulsa
oksimetri (SiO2). BBLR / BKB dengan asfiksia ringan / sedang
gangguan nafas ringan, dapat diberi O2 konsentrasi lebih tinggi (> 40%)
melalui:
i. O2 inkubator
ii. O2 head box
iii. O2 sungkup / maks
Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau >
60 /menit) tarikan dinding dada ke dalam atau merintih)
Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih.
Beri oksigen 0,5 1 L/menit lewat kateter hidung atau nasal
prong.
Rujuk ke kamar bayi atau ke tempat pelayanan yang dituju.

12
Jaga bayi tetap hangat, bungkus bayi dengan kain lunak, kering,
selimut dan pakai topi untuk mencegah kehilangan panas.
17) Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat rendah akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
Cara membersihkan tangan sebelum tindakan
Lepaskan semua perhiasan.
Posisikan tangan di atas siku, basahi tangan seluruhnya dan
gunakan sabun.
Mulailah dari ujung jari sampai berbusa, lalu bilas dengan
menggunakan gerakan memutar. Bilas di antara jari-jari,
gerakkan dari ujung jari menuju siku pada satu tangan dan
kemudian ulangi untuk tangan berikutnya.
Basuh setiap lengan secara terpisah, ujung jari lebih dahulu,
jaga tangan dalam posisi lebih tinggi dari siku.
Cuci selama 3-5 menit.
Gunakan handuk yang bebeda untuk mengeringkan setiap
tangan, keringkan mulai dari ujung jari sampai siku kemudian
buang handuknya.
Pastikan tangan yang telah dibersihkan tidak bersentuhan
dengan barang-barang yang tidak didisinfeksi tingkat tinggi
atau disterilkan. Jika tangan menyentuh permukaan yang
terkontaminasi, ulangi membersihkan tangan dengan cara di
atas.

4. Asuhan Kebidanan BBLR


a. PENGKAJIAN
Hari/tanggal :
Jam :
1) Biodata
Anak meliputi: nama, tanggal lahir/umur, jenis kelamin,
jumlah saudara
Orang tua meliputi: nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan
Data Subjektif
2) Keluhan utama
Bayi dengan berat lahir < 2500 g

13
3) Riwayat antenatal
BBLR sering menyertai kehamilan dengan hyperemesis
gravidarum, anemia , hypertensi, hidramnion, gemeli dan
penyakit yang menyertai kehamilan
4) Riwayat intranatal
Persalinan dengan KPD, APB, pre eklampsia, eklampsia,
premature dismatur
5) Riwayat postnatal
6) Riwayat penyakit keluarga dikaji tentang riwayat penyakit
menular pada keluarga

Data Objektif
1) Apgar score
Criteria 0-1mnt 1-5mnt
Denyut jantung 1 1
Usaha bernafas 1 2
Tonus otot 1 1
Reflek 1 1
Warna kulit 1 1

2) Antropometri
BB : < 2500 kg
PB : 46-48 cm
3) Pemeriksaan fisik BBLR dengan prematuritas murni
Kepala : adakah caput succedaneum, adakah cephal
hematome, batas antara dahi dan rambut tidak jelas
Mata : sclera ikterus / tidak
Hidung : septum nasi ada / tidak
Mulut : adakah labio palato schizis / labio schizis, adakah
reflek hisap
Telinga : daun telinga tanpak tipis dan tanpa bentuk, sedikit
cartilage, dan hannya sedikkit memiliki
kecenderungan sedang untuk kembali ke konture
awal

14
Dada : adakah retraksi intercoste
Abdomen : kulit tampak tipis, terlihat pembuluh darah
Genetalia : Laki laki : testis belum turun dalam skrotum
Perempuan : labia mayor belum menutupi labia
Minor
Kulit : masih ditutupi banayk lanugo, tipis dan transparan
Ekstremitas: guratan pada telapak kaki dan tangan tidak
terlihat / masih belum ada
b. INTERPRETASI DATA DASAR
Dx : bayi berat lahir rendah
Ds :
Do :
Berat badan < 2500 gram
Nadi : 120 140x / menit
Suhu : 36, 50 C 37, 50C
Rr : 30 60x / menit
Masalah : BB lahir kurang dari normal
Kebutuhan : perawatan intensif bila perlu dengan inkobator

c. IDENTIFIKASI DDIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL


1) Hipotermi
2) Hipoglikemi
3) Ikterus / hiperbilirubinemia

d. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


1) Mempertahankan jalan nafas
2) Memeprtahankan suhu tubuh bayi

e. INTERVENSI
1) Pertahankan jalan nafas bayi
Pastikan tidak ada secret atau lendir disekitar mulut dan
hidung. Jika masih terdapat secret maka lakukan
penghisapan lendir
Periksa pernafasan bayi secara teratur

15
Jika bayi mengalami gangguan pernafasan maka lakukan:
Keringkan bayi dengan selimut dan handuk yang hangat dan
gosoklah punggung bayi dengan lembut
2) Pertahankan suhu
Setelah bayi lahir keringkan dengan kain yang bersih, bayi
tidak boleh dimandikan
Letakkan diruang penghangat
Ruang pemanas ( infamy farm), extra lampu di ruangan
jika tersedia perawatan dengan incubator
Usahakan suhu rectal 37 c
Segera susukan pada ibu jika bayi dapat menghisap
3) Pemenuhan nutrisi
Pada BBLR dengan reflek hisap baik berikan ASI setengah
jam setelah bayi lahir.
Jika BBLR reflek hisap lemah, ASI diberikan lewat sonde.
Jika ada indikasi medis dapat diberikan PASI
- BB < 1250 gram jatah minum 24x/hari.
- BB 1250 2000 gram, jatah minum 12 x/hari.
- BB > 2000 gram jatah minum 8x/hari.
4) Lakukan tindakan pencegahan infeksi
Perawatan tali pusat dengan prinsip aseptic
Personal hygiene
- Memandikan jangan langsung pada air hangat.
Dimandikan setempat saja.
- Memelihara kebersihan pantat agar pantat tidak
lembab.
- Selalu mengganti popok tiap kali basah atau
kencing.

f. IMPLEMENTASI
Disesuiakan denagn kondisi pasien

g. EVALUASI
tanggal :
jam :

16
S: -
O : suhu normal : 36,5 37,5 c
N : 120-140 x/mnt
R : 80 X/mnt
Reflek rooting : -
Reflek sucking : -
A : BBL < 2500 kg
P : penanganan lanjutan

BAB II
TINJAUAN KASUS

PENGKAJIAN
Hari / tanggal : Rabu, 21 Mei 2009
Jam : 16.00 WIB

BIODATA
Nama bayi : Bayi Ny J
Umur : 1 hari
Jenis kelamin : laki-laki
No register : 510472
Tanggal/jam lahir : 20 Mei 2009 / 19.40 WIB

Nama Orangtua
Nama ibu: Ny.J Nama suami : Tn. A
Umur : 37 tahun Umur :33 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan: IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Nusa Indah Alamat : Nusa Indah

Keluhan utama:
Bayi berat lahir rendah 2100 gram dengan post SC dengan KPD,
perawatan incubator sejak hari pertama

17
Riwayat prenatal
Pada kehamilan aterm ini, ibu mengalami ketuban pecah dini lebih
dari 24 jam
Riwayat intranatal
Pada tanggal 20 Mei 2009 bayi Ny. J lahir SC atas indikasi tali
pusat menumbung dan KPD dengan kehamilan aterm dan ditolong dokter
obgin dengan JK=laki-laki, BB= 2100 gram, A-S=6-7

Riwayat postnatal
Dilakukan perawatan dengan incubator sejak tanggal 20 Mei
2009
Dilakukan pemasangan selang NGT pada tanggal 20 Mei 2009
jam 15.30 WIB + PASI SGM BBLR takaran 30 cc / minum

Riwayat penyakit keluarga


Ibu mengatakan dalam keluarga tidak memiliki penyalit menular

DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
k/ u lemah
nadi 120 x / menit
RR 50 x / menit
S 36,8 C
BB 2100 gram
PB 45 cm
LK 32 cm

2. Pemeriksaan fisik
Kepala : bentuk normal, sutura tertutup, tidak ada caput
Mata : simetria, conjungtiva tidak ada pucat, sclera tidak
ikterus
Hidung : simetris, septum sudah terbentuk
Mulut : simetris, bentuk bibir normal
Telinga : simetris, daun telinga sudah terbentuk, tidak
menempel

18
Dada : papilla dan areola mamae sudah tampak
jelas
Abdomen : kulit keriput
Genetalia : testis telah turun ke dalam skrotum, penis
berlubang
Ekstremitas : simetris, garis tangan tampak jelas
Kulit : keriput, tidak ada lanugo

INTERPRETASI DATA DASAR


Dx : Bayi berat lahir rendah dismaturitas dengan reflek hisap lemah
Ds : Bayi lahir normal tanggal 20 Mei 2009 atas indikasi KPD + tali
pusat menumbung
Do : TTV
nadi : 120x / menit
S : 36, 80 C
Rr : 50x / menit
Reflek hisap : lemah
NGT : + nutrisi 1 : 30 cc tiap 2 jam
Masalah : kebutuhan nutrisi
Kebutuhan : pemberian nutrisi yang adekuat

IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL


RDS, hipotermi, hypoglikemia

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Tidak ada

INTERVENSI
1) Monitoring pemberian nutrisi melalui NGT
Lakukan retensi setiap akan pemberian PASI
Catat hasill retensi ( jumlah, warna )
MBerikan nutrisi (PASI) dengan dosis sesuai umur dan BB
Observasi intak dan output

19
Observasi gerak peristaltic usus, adakah distensi abdomen, jika
perlu pasang lingkar abdomen
Observasi reflek sucking dan rooting
Timbang bayi tiap pagi untuk mengetahui penambahan berat
badannya
2) Monitoring suhu tubuh selama dalam inkubator
Periksa suhu rectal setiap 6 8 jam
Bila suhu tubuh normal minimal dalam waktu 2 x 24 jam, lakukan
penyapihan secara bertahap dengan incubator secara bertahap
3) Pencegahan infeksi
Perawatan tali pusat dengan prinsip aseptic
Personal hygiene
- jangan memandikan bayi, cukup diseka saja
- pemeliharaan kebersihan pantat agar pantat tidak lembab
- selalu mengganti tiap kali basah / kencing

IMPLEMENTASI
Tanggal 21 Mei 2009
21 Mei 2009 16. 00 * memberikan susu pada bayi 30 cc / NGT
Retensi cairan lambung
Observasi hasil retensi
16. 20 * mengganti popok bayi
17. 00 * monitoring suhu badan selama dalam
inkubator
17. 30 * menyeka bayi dan melakukan perawatan
tali pusat
18. 00 * memberikan susu pada bayi 30 cc / NGT
Retensi cairan lambung
Observasi hasil retensi
18. 25 * mengganti popok bayi

EVALUASI
Tanggal 21 Mei 2009 jam : 19. 00
S : ---

20
O : Gerak aktif, reflek hisap masih lemah
N : 120x / menit
S : 368 0C
Rr : 40x / menit
A : masalah masih belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan sesuai advice dokter anak
Berikan PASI atau ASI tiap 2 jam sebanyak 30 cc
Pertahankan kehangatan tubuh bayi

C. Hipotermi
1. Pengertian

Hipotermi didefinisikan sebagai suhu inti tubuh di bawah 36oC


(Rutter 1999). Saat suhu tubuh berada di bawah tingkat ini, bayi beresiko
mengalami stres dingin (Fraser & Cooper.ed, 2009). Menurut Sarwono
(2002), gejala awal hipotermi apabila suhu < 36 oC atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi
sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 32 oC 36oC). Disebut
hipotermia kuat bila suhu tubuh <32oC. Hipotermia pada BBL adalah suhu
di bawah 36,5oC, yang terbagi atas hipotermia ringan (cold stress) yaitu
suhu antara 36-36,5oC, hipotermia sedang yaitu suhu antara 32-36 oC, dan
hipotermia berat yaitu suhu tubuh <32oC.

Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal


penyakit yang berakhir dengan kematian. Hipotermia menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah, yang mengakibatkan terjadinya
metabolik anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan
hipoksemia dan berlanjut dengan kematian.

2. Penyebab
a. Prematuritas
b. Asfiksia
c. Sepsis
d. Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral
e. Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
f. Eksposure suhu lingkungan yang dingin

21
3. Langkah Pengobatan Hipotermia
Hipotermia dapat diatasi dengan mencegah proses pelepasan panas
tubuh dan menghangatkan tubuh pengidap secara perlahan-lahan.
Sebelum pengidap hipotermia menerima penanganan dari petugas medis
profesional, ada beberapa langkah pertolongan darurat yang dapat Anda
lakukan untuk membantu. Di antaranya:
a. Memantau pernapasan pengidap. Segera berikan napas buatan jika
pengidap berhenti bernapas.
b. Perlakukan pengidap dengan hati-hati. Gerakan yang kasar atau
berlebihan dapat memicu serangan jantung. Menggosok tangan atau
kaki pengidap juga sebaiknya dihindari.
c. Pindahkan pengidap ke dalam ruangan atau tempat yang hangat jika
memungkinkan. Tetapi jangan langsung memandikan pengidap
dengan air hangat.
d. Lepaskan pakaian pengidap jika basah dan ganti dengan yang
kering.
e. Tutupi tubuh pengidap (terutama bagian perut dan kepala) dengan
selimut atau pakaian agar hangat
f. Jika Anda berada di luar ruangan atau di alam terbuka, lapisi tanah
dengan selimut sebelum membaringkan pengidap.
g. Berbagi panas tubuh dengan pengidap, misalnya dengan
memeluknya secara hati-hati. Kontak langsung dari kulit ke kulit
akan lebih efektif.
h. Berikan minuman hangat jika pengidap masih sadar dan bisa
menelan. Tetapi jangan memberi minuman yang mengandung
alkohol atau kafein.
i. Gunakan handuk kering yang dihangatkan atau botol berisi air
hangat untuk mengompres pengidap. Kompres ini sebaiknya
diletakkan di leher, dada, atau selangkangan. Jangan meletakkannya
di bagian kaki atau tangan karena dapat mendorong darah yang
dingin untuk mengalir ke jantung, paru-paru, dan otak.

Setelah sampai di rumah sakit, pengidap hipotermia akan menerima


beberapa langkah penanganan medis. Pemilihan jenis penanganan akan
tergantung pada tingkat keparahan hipotermia yang diderita pengidap.
Beberapa jenis perawatan intensif yang biasanya dilakukan meliputi:

22
a. Mengeluarkan dan menghangatkan darah pasien, lalu kembali
mengalirkannya ke dalam tubuh pasien. Proses ini dilakukan dengan
mesin pintas jantung dan paru (CPB) atau mesin hemodialisis.
b. Menghangatkan saluran pernapasan dengan memberikan oksigen
yang sudah dilembapkan dan dihangatkan melalui masker dan
selang.
c. Memberikan infus berisi larutan salin yang sudah dihangatkan.
d. Mengalirkan larutan yang hangat untuk melewati dan
menghangatkan beberapa bagian tubuh, misalnya sekitar paru-paru
atau rongga perut.
Hipotermia yang tidak diobati dapat menyebabkan beberapa
komplikasi serius, misalnya radang beku atau frosbite serta gangren
(jaringan yang membusuk akibat terhambatnya aliran darah), atau bahkan
kematian.

4. Langkah Pencegahan Hipotermia


Hipotermia bisa dicegah. Ada beberapa langkah sederhana yang dapat
Anda lakukan untuk menghindari hipotermia, yaitu:
1. Menjaga agar tubuh tetap kering. Air lebih cepat menyalurkan
panas ke udara dibandingkan jika tubuh kita kering. Segera ganti
jika pakaian Anda yang basah karena akan menyerap panas tubuh
Anda.
2. Kenakan pakaian yang sesuai dengan cuaca dan kegiatan, terutama
bagi Anda yang gemar mendaki gunung atau berkemah di tempat
yang dingin. Gunakanlah pakaian dari bahan yang dapat menjaga
kehangatan tubuh sekaligus menyerap keringat, misalnya wol.
Hindari pakaian berbahan katun. Gunakan jaket yang tahan angin
dan air.
3. Jangan lupa untuk menggunakan topi, syal, sarung tangan, kaus
kaki, serta sepatu bot. Usahakan agar kaus kaki serta sepatu Anda
tidak sesak agar aliran darah berjalan lancar.
4. Pilihlah pakaian dengan ukuran yang sesuai. Pakaian yang pas
akan menciptakan ruang sirkulasi udara hangat di antara kulit dan
pakaian. Sedangkan pakaian yang ketat tidak dapat
menghangatkan Anda.

23
5. Lakukan gerakan sederhana untuk menghangatkan tubuh, tapi
jangan sampai berkeringat berlebihan. Jika terkena angin, baju
yang basah karena keringat dapat menurunkan panas tubuh.
6. Sediakan minuman dan makanan hangat, tetapi hindari minuman
yang mengandung alkohol atau kafein.

Bayi dan anak-anak lebih rentan terkena serangan hipotermia


dibandingkan orang dewasa. Karena itu, Anda perlu melakukan langkah-
langkah pencegahan agar mereka terhindar dari hipotermia. Di antaranya
adalah:

1. Berikan pakaian atau jaket tambahan agar lapisan perlindungan


mereka lebih tebal.
2. Jangan biarkan bayi Anda tidur di dalam ruangan yang suhunya
terlalu dingin.
3. Jangan biarkan anak Anda bermain di luar saat hujan atau cuaca
dingin.
4. Menghindari dan membentengi diri dari udara dingin akan
membantu kita untuk mencegah serangan hipotermia yang
berpotensi fatal.

5. Penanganan
1) Intervensi :
a. Jelaskan pada anggota keluarga bahwa neonatus lebih rentan
terhadap kehilangan panas.
b. Ajarkan tanda-tanda awal hipotermia : kulit dingin, pucat,
menggigil.
c. Jelaskan perlunya minum air 8-10 gelas setiap hari
d. Jelaskan perlunya menghindari alkohol pada cuaca yang sangat
dingin.
e. Ajarkan untuk mengenakan pakaian ekstra.
2) Jalan nafas harus tetap terjaga juga ketersediaan oksigen yang cukup.
3) Prinsip penanganan hipotermia adalah penstabilan suhu tubuh dengan
menggunakan selimut hangat (tapi hanya pada bagian dada, untuk
mencegah turunnya tekanan darah secara mendadak) atau
menempatkan pasien di ruangan yang hangat. Berikan juga minuman
hangat(kalau pasien dalam kondisi sadar).

24
Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi dengan Hipotermi
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR
PADA BAYI Ny.N USIA 2 JAM DENGAN HIPOTERMI SEDANG
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD M.ZEIN PAINAN
PADA TANGGAL 16-18 SEPTEMBER 2014

No. MR : 17 94 18
Tgl Masuk R. Perinatologi : 16 September 2014/ 06.00 wib
Tgl Pengkajian : 16 September 2014/ 07.00 wib

Identitas Pasien
Nama : By Ny.N
Tanggal Lahir : Painan, 16 September 2014
Umur : 2 Jam
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : 2 (Dua)
Alamat : Painan, Pesisir Selatan
Agama : Islam
Suku : Minang
Jaminan : BPJS

Nama orang tua


Ayah : Tn. H Ibu : Ny. N
Umur : 27 thn Umur : 25 thn
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : IRT
Anamnesis
Tanggal : 16-9-2014 Pukul : 07.00 wib
Keluhan Utama
Bayi baru lahir 2 Jam dengan suhu badan 35,5oC
A/S : 5/6
Hisapan lemah

Kronologi

25
Bayi berjenis kelamin perempuan lahir pada tanggal 16 September
2014 pukul 04.00 WIB dari Ny.N 25 tahun secara spontan pervaginam
dengan usia gestasi 42-43 minggu, setelah lahir bayi tidak segera
menangis dengan APGAR score 5/6. Berat badan lahir 3100 gram PB 49
cm dan LK 34 cm. Ketuban hijau, genitalia (+), anus (+), kelainan
kongenital (-). Janin lahir dengan presentasi kepala tunggal hidup.
Kemudian bayi dipindahkan ke Ruangan Perinatologi pukul 06.00 wib dan
diletakkan kedalam inkubator dengan suhu 28oC. Bidan meminta surat
persetujuan tindakan medis untuk pemasangan infus, pemasangan NGT,
injeksi dan pemberian obat. Dalam pemberian terapi, bidan berkolaborasi
dengan dokter spesialis anak untuk pemberian oksigen, cairan infus,
injeksi obat. Pemenuhan nutrisi ASI juga terbatas karena kondisi bayi yang
masih lemah.

Riwayat Penyakit Sekarang


Tanggal 16 september 2014 bayi Ny.N masih dalam kondisi yang
lemah, dan tidak kuat hisap. Bayi mengalami hipotermi dengan suhu
35,5oC. dan bayi juga menderita asfiksia dan infeksi neonaturum.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pada kehamilan sebelumnya, ibu tidak pernah menderita penyakit
yang dapat mempengaruhi seperti DM, hepatitis, jantung, asma, hipertensi,
dan TBC. Persalinan yang lalu ibu lahir normal di bidan tanpa komplikasi
dan kehamilan cukup bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu mengatakan bahwa didalam keluarga tidak ada yang pernah
menderita penyakit menular (TBC, Hepatitis, HIV, dll), menahun (malaria,
jantung, dll), dan penyakit menurun (hipertensi, asma, diabetes mellitus,
dll).

26
Riwayat kehamilan ibu
ANC : Teratur, 6x
Kenaikan BB : 9 kg
HPHT : 24-11-2013
Keluhan selama hamil : Trimester I : Mual dan Muntah (5x sehari)
Trimester II : Tidak ada
Trimester III : Tidak ada
Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Tidak ada
Riwayat Penyakit keturunan : Tidak ada
Riwayat Obstetri yang lalu : Tidak ada masalah
Kehamilan : Direncanakan
Imunisasi TT : 3x
Pola Makan dan Minum : 2-3x/hari. Tidak teratur, jarang makan
sayur dan buah. Ada minum susu.
Pola istirahat : siang : 1 jam
Malam : Lebih kurang 6 jam
Aktivitas : Pekerjaan Rumah Tangga
Konsumsi tablet Fe : Jarang
Konsumsi obat atau jamu : ibu mengatakan tidak pernah minum obat
lain selain yang diberikan oleh Bidan atau
Rumah Sakit, dan tidak pernah minum
jamu.
Kebiasaan yang merugikan kesehatan : Tidak ada
Keadaan ekonomi : penghasilan perbulan : sekitar
3.000.000
Jumlah anggota yang ditanggung : 3 orang
Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak kedua yang lahir secara spontan
pervaginam dari ibu G2P1A0H1 gravid 42-43 minggu dengan ketuban
hijau di RSUD Dr M.Zein Painan

Riwayat Imunisasi
Pasien sudah di injeksikan HB 0 dan vit K

27
Data Objektif (Pemeriksaan Fisik)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CMC
Suhu : 35,5oC
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 65 x/menit
Berat Badan Lahir : 3100 gram
Panjang Badan : 49 cm
Apgar Score : 5/6

Apgar Score
No Kriteria 1 menit 5 menit
1. Warna kulit 1 1
2. Denyut jantung 1 1
3. Reflek 1 1
4. Tonus otot 1 2
5. Pernafasan 1 1
TOTAL 5 6

Tonus otot/aktifitas : Kurang aktif


Menangis : Kurang kuat

Pemeriksaan Khusus
Inspeksi
Kepala : Simetris, rambut hitam lurus, tidak ada kelainan
Simetris, kulit kemerahan, tidak ikterus, tidak sindrom
Muka : down
Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak
Mata : ada kotoran.
Simetris, terbentuk tulang rawan, bersih tidak ada
Telinga : serumen
Simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada
Hidung : sekret, tidak ada lesi, pernafasan spontan.
Mulut : Simetris, tidak ada lesi, bibir merah muda, tidak

28
stomatitis, palatum tertutup, tidak palatoskisis.
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan kelenjar
Leher : limfe,dan vena jugularis
Dada : Simetris, tidak adanya retraksi dinding dada
Payudara : Menonjol dan puting susu ada
Tali pusat belum lepas dan tidak ada perdarahan tali
pusat di umbilikal dan dibungkus kasa, tidak distended
Abdomen : (kembung)
Tidak ada spina bifida, tidak ada pembengkakan atau
Punggung : cekungan.
Tidak ada kelainan seperti polidaktili, sendaktili,
anadaktil, amelia atau mikroamelia, akral hangat dan
guratan pada telapak kaki dan tangan tampak jelas,
Ekstremitas : tidak ada gangguan pergerakan
Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora
Anus : Bersih, tidak ada atresia ani.

Palpasi
Tidak ada masa dan pembengkakan, tidak moulding,
cepal haematum, caput suksedaneum.
Kepala : (ubun-ubun : UUB dan UUK belum menutup)
Muka : Tidak ada pembengkakan / massa dan lesi
Mata : Tidak glukoma
Telinga : Tidak ada pembengkakan / massa dan lesi
Hidung : Tidak ada pembengkakan / massa dan lesi
Mulut : Tidak ada pembengkakan / massa dan lesi
tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, dan vena
jugularis,tidak ada syndrom turner (pembentukan
selaput kulit) dan tidak ada down syndrom (lipatan kulit
Leher yang berlebihan dileher belakang)
Kulit : Turgor kembali lambat
Tidak ada fraktur klafikula dan skapula, tidak barel
Dada : chest maupun pigeon chest
Tali pusat : Tidak ada pemebengkakan dan infeksi
Abdomen : Tidak haepatospenomegali, tidak distended (kembung)

29
Tidak ada spina bifida, tidak ada pembengkakan atau
Punggung : cekungan.
Tidak ada kelainan seperti polidaktili, sendaktili,
anadaktil, amelia atau mikroamelia, akral dingin dan
guratan pada telapak kaki dan tangan tampak jelas, tidak
Ekstremitas : ada gangguan pergerakan, kaki teraba dingin
Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora

Auskultasi
Dada : Tidak ada ronchi atau wheezing
Abdomen : Tidak hiperperistaltik
Perkusi

(+)
Masih
R.Moro : Lemah
(+)
Masih
R.Rooting : Lemah
(+)
Masih
R.Graphs/plantas : Lemah
(+)
Masih
R.Sucking : Lemah
(+)
Masih
R.Swallowing : Lemah
Reflek patella : (+)
Reflek
Antropometri
BB : 3100 gr
PB : 49 cm
LK : 34 cm
Eliminasi

30
Miksi : + 2x / hari warna kuning, jernih, bau khas
Mekonium : + 1x / hari warna kecoklatan konsisten lembek.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium

D. Sindrom Gawat Nafas


1. Pengertian

Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat


napas (Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini biasanya juga
dikenal dengan nama Hyaline membranedisease (HMD) ataupenyakit
membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran
hialin yang melapisi alveoli.

Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri


dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60
kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot
pernapasan pada inspirasi.

RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding


terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda
usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut.

31
Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah pula kejadian
RDS atau sindrome gangguan napas.

2. Penyebab
Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena :
1) Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia
koana bilateral)
2) Kelainan parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan paru-
paru)
3) Kelainan di luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)

3. Penanganan
Bidan sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan peka
terhadap pertolongan persalinan sehingga dapat mencapai well born baby
dan well health mother. Oleh karena itu bekal utama sebagai Bidan
adalah:
1) Melakukan pengawasan selama hamil
2) Melakukan pertolongan hamil resiko rendah dengan
memsnfaatkan partograf WHO
3) Melakukan perawatan Ibu dan janin baru lahir

Berdasarkan kriteria nilai APGAR maka bidan dapat melakukan


penilaian untuk mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan
rujukan medik sehingga keselamatan bayi dapat ditingkatkan.
Penatalaksanaan RDS atau Sindrom gangguan napas adalah sebagai
berikut:

1) Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir


dan kasa steril
2) Pertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan
kaki hangat
3) Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat
bernafas dengan leluasa
4) Apabila terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
5) Longgarkan pakaian bayi
6) Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke
rumah sakit
7) Bayi rujuk segera ke rumah sakit

32
Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu dilakukan adalah
sebagsai berikut :

1) Memberikan lingkungan yang optimal


2) Pemberian oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala
sianosis menghilang.
3) Pemberian cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%)
disesuaikan dengan berat badan (60-125 ml/kgBB/hari) sangat
diperlukan untuk mempertahankan homeostatis dan
menghindarkan dehidrasi
4) Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
5) Pemberian surfaktan oksigen

4. Asuhan Kebidanan
a. Pengkajian
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60
kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal,
pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan
tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara
nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara,
nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti
pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat
lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung,
retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan

33
nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih,
stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan
mekanik usaha pernafasan.
3) Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan
teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya
stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau
kelainan fungsi jantung.
4) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume
dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba
pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau
tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit
yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan
sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan
dengan cara:
Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak
tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak
kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
5) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi
agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi
penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan
dilatasi pupil.

b. Diagnosa
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru
dan dinding dada atau berkurangnya jumlah cairan surfaktan.

34
2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
adanya sekret pada jalan nafas dan obstruksi atau pemasangan
intubasi trachea yang kurang tepat.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan
ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya
ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.
c. Intervensi
Dx. 1
1) Gangguan pertukaran gas b.d dengan imatur paru dan dinding
dada atau berkurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
KH: - Jalan nafas bersih
- Frekuensi jantung 100-140 x/i
- Pernapasan 40-60 x/i
- Takipneu atau apneu tidak ada
- Sianosis tidak ada
Intervensi
a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan
pada posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatap dalam posisi mengendusRasional: untuk
mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b. Hindari hiperekstensi leherRasional: karena akan mengurangi
diameter trakea.
c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan ,
kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan
cuping hidung, apnea.Rasional: memastikan posisi sesuai
dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya distres
pernafasan
d. Lakukan penghisapan Rasional: menghilangkan mukus yang
terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.
e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih

35
f. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian
surfaktan Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
g. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian
surfaktan. Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi
puncak dan oksigen Rasional: mencegah hipoksemia dan
distensi paru yang berlebihan.

2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan


adanya sekret pada jalan nafas dan obstruksi atau pemasangan
intubasi trachea yang kurang tepat.

Tujuan:
Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi
nafas yang jernih dan ronchi (-)
Pasien bebas dari dispneu
Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan : Independen
Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat
meningkatkan usaha dalam bernafas
Observasi dari penurunan pengembangan dada dan
peningkatan fremitus Pengembangan dada dapat menjadi
batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat
meningkatkan fremitus
Catat karakteristik dari suara nafas Suara nafas terjadi
karena adanya aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau
sumbatan lain dari saluran nafas
Catat karakteristik dari batuk Karakteristik batuk dapat
merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari
jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang
banyak, tebal dan purulent

36
Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan
nafas tambahan bila perlu Pemeliharaan jalan nafas bagian
nafas dengan paten
Peningkatan oral intake jika memungkinkan Peningkatan
cairan per oral dapat mengencerkan sputum Kolaboratif
Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier
sesuai indikasi Mengeluarkan sekret dan meningkatkan
transport oksigen
Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi Dapat
berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase,
perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi Meningkatkan
drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-
otot pernafasan
Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan
mukolitik Diberikan untuk mengurangi bronchospasme,
menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi

3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan


ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya
ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.
Tindakan :
Independen
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan
pola nafas Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk
hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan
seperti crakles, dan wheezing Suara nafas mungkin tidak sama
atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan
cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran alveoli kapiler. Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas

37
- Kaji adanya cyanosis Selalu berarti bila diberikan oksigen
(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda
cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya
hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan
ekstremitas adalah vasokontriksi.
- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan
ketidakmampuan beristirahat Hipoksemia dapat menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
- Berikan istirahat yang cukup dan nyaman Menyimpan tenaga
pasien, mengurangi penggunaan oksigen Kolaboratif
- Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada
indikasiMemaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus
dengan tekanan yang sesuai
- Review X-ray dada Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
-Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik
bronchodilator dan ekspektorant Untuk mencegah ARDS

E. Kejang Demam

1. Pengertian
Kejang Demam (febrile convulsion) adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada saat suhu meningkat (rectat > 380C, dalam lebih 390C)
disebabkan oleh proses ekstracranium (Ngastiyah, 229, Perawatan anak
sakit 1997). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain, misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.

2. Etiologi

38
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah:

1) Faktor predisposisi :
a) Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya
dapat diturunkan pada anakmya.
b) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada
anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan
konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.

2) Faktor presipitasi
a) Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus
misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut,
tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan faringitis.
b) Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit
sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia,
hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
c) Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma
kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan
kerusakan otak.
3. Gejala klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan


bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang
disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis,
otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam,berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik.

4. Klasifikasi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak dengan umur berkisar
antara 6 bulan sampai 5 tahun, insidens tertinggi pada umur 18 bulan.
Kejang demam dibagi atas :
1) Kejang demam sederhana (simple febrile seizure).

39
Berlangsung singkat (< 15 menit) dan umumnya akan berhenti
sendiri.
Kejang berbentuk umum (bangkitan kejang tonik dan atau klonik),
tanpa gerakan fokal.
Kejang hanya sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam.
2) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Berlangsung lama (> 15 menit).
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial.
Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
3) Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % bangkitan kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didauhului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau
lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang
demam.

5. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan


yaitu:

1) Pengobatan Fase Akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan
napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan
vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air
dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam
yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit

40
dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum
diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila
tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena
tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam
intrarektal 5 mg (BB10 kg) atau 10 mg(BB10kg) bila kejang
tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah
pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl
fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi
vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis
awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur
1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian
diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan
dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari
berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama
keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan
setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak
melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah
hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila
kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-
8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

2) Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana


maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA
dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat
utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan
fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak,
misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang

41
demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti:
pemeriksaan darah lengkap.

3) Pengobatan rumat

Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:

a) Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah


terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau
pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam.
Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk
mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal.
Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu
38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak
kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun
atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu
penderita demam (berdasarkan resep dokter).
b) Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan
pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada
penderita yang menunjukkan hal berikut;
o Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan
neurologis atau perkembangannya.
o Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti
kelainan neurologis sementara atau menetap.
o Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
o Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu
episode demam.

6. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Anak dengan Demam Kejang


a. Pengumpulan Data : merupakan langkah awal untuk mendapatkan data
dari keadaan Px melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, penunjang yang
diklasifikasikan menjadi data subyektif dan obyektif
1. Data Subyektif:
Data yang didapatkan dari hasil anamnesa langsung dari klien,
keluarga dan tim kesehatan lain yang mencakup semua keluhan
klien terhadap masalah kesehatan.
a. Biodata : nama, umur, suku bangsa, agama, alamat.

42
b. Keluhan utama : keluhan yang dirasakan klien sekarang
sehingga klien datang ke RS.
c. Riwayat penyakit sekarang : merupakan penjelasan tentang
kronologis keluhan yang membawa klien datang ke RS.
d. Riwayat penyakit dahulu : apakah klien pernah menderita
penyakit menular dan menahun dan apakah klien pernah
kecelakaan atau jatuh dan mengalami benturan di kepalanya.
e. Riwayat penyakit keluarga : anggota keluarga yang lain apa
ada yang menderita penyakit seperti klien. Apa ada penyakit
menular dan menahun dalam keluarga.
f. Riwayat neonatal
Prenatal : Keadaan pada saat kehamilan, apakah ibu
mengeluh, mual, muntah pada umur kehamilan
triwulan pertama.
Natal : Apakah proses persalinannya secara abnormal
dengan alat.
g. Riwayat imunisasi
Ditanyakan apakah klien mendapatkan imunisasi sudah
lengkap, meliputi BCG, HB I, HB II, HB III, polio I, polio IV,
campak, DPT.
h. Pola kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi ada perubahan dalam hal porsi makan, menjadi
lebih sedikit
Pola aktifitas ada perubahan, Px tidak aktif seperti saat
tidak sakit
Pola istirahat ada perubahan, Px tidurnya sering terbangun
karena keadaan lingkungan dan penyakitnya
Pola eliminasi ada perubahan dalam hal BAB tidak pernah,
BAK frekuensi menurun.
Pola kebersihan diri ada perubahan, Px tidak pernah mandi,
hanya diseko tidak pernah keramas, gosok gigi.
2. Data Obyektif : Data diperoleh melalui pemeriksaan fisik yang
terdiri dari infeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
a. Keadaan umum : baik atau lemah.

43
Kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor atau
koma.
TB, BB, LILA.
b. TTV : TD : mmHg Suhu : oC
Nadi : x/menit RR : x/menit
c. Pemeriksaan fisik
Kepala: bagaimana bentuknya, ada benjolan atau tidak,
jenis rambutnya, warnanya, rontok atau tidak.
Muka : Simetris atau tidak, oedema atau tidak, pucat
atau tidak.
Mata : simetris atau tidak, konjungtiva pucat atau tidak,
sklera icterus atau tidak.
Hidung : simetris atau tidak, bersih atau ada sekret,
pernafasan hidung ada atau tidak, polip ada atau tidak.
Mulut dan Gigi : ada stomatitis atau tidak, caries ada
atau tidak, mukosa bibir kering atau lembab.
Telinga : simetris atau tidak, ada cerumen atau tidak, apa
ada kelainan bentuk.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada : ada ronchi dan wheezing atau tidak.
Perut : tegang atau lembek, nyeri tekan atau tidak, ada
bekas luka operasi atau tidak.
Punggung : adakah kelainan bentuk tulang punggung.
Genetalia : bersih
Ekstrimitas : simetris
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Keadaan pertumbuhan dan perkembangan normal status gizi
normal
b. Identifikasi Masalah diagnosa
Kejang ulang
Peningkatan suhu tubuh
c. Identifikasi Masalah Potensial
Potensial kerusakan otak
Potensial cidera
Potensial anoreksia
Potensial dehidrasi
Potensial kejang ulang

44
d. Identifikasi Kebutuhan Segera
Bed rest
Kompres dingin
Pemberian O2
Pemberian antipiretik dan anti konvulsan
Bebaskan jalan nafas
e. Mengembangkan Rencana
a.Masalah : kejang ulang
Tujuan : - kejang ulang tidak terjadi, dengan kriteria hasil : -
K/U baik
- kejang tidak terjadi
Intervensi
1) Lakukan pendekatan pada klien
R / : Kerjasama yang harmonis antara nakes
dalam keluarga mempermudah dalam melakukan tindakan
perawatan
2) Observasi TTV (suhu, nadi, pernafasan)
R/: Parameter untuk mendeteksi dini infeksi
3) Bantu pasien dalam posisi yang benar
R/: Mencegah aspirasi lambung
4) Pasang sudip lidah yang telah dilapisi kasa
R/: Untuk mencegah cidera lidah tergigit
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis
R/: Pemberian terapy yang dapat mempercepat
proses penyembuhan
b. Masalah : Peningkatan suhu tubuh
Tujuan : Suhu tubuh normal dengan kriteria hasil : K/U baik
S : 365 oC

f. Intervensi
1) Anjurkan keluarga untuk melepaskan baju klien dan
mengganti dengan yang tipis
R/: Dapat membantu penguapan
2) Observasi suhu tubuh

45
R / : Parameter untuk mendeteksi terjadinya
kejang

3) Beri kompres dingin pada leher, ketiak, dada


R/: Membantu penguapan panas kulit
4) Memberi antipiretik
R/: Mempercepat penurunan suhu tubuh
5) Kolaborasi dengan tim medis
R / : Melalui pemberian terapi yang tepat
diharapkan pengobatan akan berhasil
g. Implementasi
Merupakan realisasi dari intervensi yang telah ditetapkan namun dalam
kegiatan tertenti tindakan dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi
anak.

h. Evaluasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dilakukan dengan
menggunakan
S : Subyektif O : Obyektif A : Assasement P : Planning

F. Hiperbilirubin
1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal, biasanya terjadi pada bayi baru
lahir. (Suriadi, 2001). Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl. Sesungguhnya hiperbilirubinemia
merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir selama minggu pertama,
karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi. Ditemukan sekitar
25-50% bayi nor ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit
dan bagian putih dari mata (s mal dengan kedaan hiperbilirubinemia.
Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan klera) pada
beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin.
Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan

46
dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru
lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia
inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya
terhadap sistim saraf pusat bayi.

2. Faktor Penyebab Hiperbilirubin


Hiperbilirubin pada bayi baru lahir paling sering timbul karena
fungsi hati masih belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran
darah. Hiperbilirubin juga bisa terjadi karena beberapa kondisi klinis, di
antaranya adalah:
1) Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada
bayi baru lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning
pada ikterus disebut bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang
tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah
bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang
oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih
belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga
akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai
sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni
disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis
2) Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapa air susu
ibu (ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya
timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan
biasanya tidak memerlukan pengobatan.
3) Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian
ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap
bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut
mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul
setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus
fisiologis yaitu 3-12 minggu.
4) Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan
golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas
rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang

47
akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan
pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan
bilirubin dari sel darah merah.
5) Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat
timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan
darah beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan
menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang
mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga
timbul kuning
6) Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi
Kuning.

3. Penanganan Hiperbilirubin pada bayi baru lahir


Penanganan sendiri di rumah
1) Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari)
2) Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih
mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela
terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi
tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap
matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit
terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit
seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian
(telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan
3) Terapi medis
1. Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar
(phototherapy) sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin pada
nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi lahir cukup
bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah sinar
khusus. Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi dan
akan mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih mudah
diubah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus akan
dibuat untuk melindungi mata
2. Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan
kadar bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada selimut fiber

48
optic atau terapi sinar ganda/triple akan dilakukan (double/triple
light therapy)
3. Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan transfuse tukar
yaitu penggantian darah bayi dengan darah donor. Ini adalah
prosedur yang sangat khusus dan dilakukan pada fasilitas yang
mendukung untuk merawat bayi dengan sakit kritis, namun secara
keseluruhan, hanya sedikit bayi yang akan membutuhkan transfusi
tukar

4) Pencegahan
Pada kebanyakan kasus, kuning pada bayi tidak bisa dicegah.
Cara terbaik untuk menghindari kuning yang fisiologis adalah dengan
memberi bayi cukup minum, lebih baik lagi jika diberi ASI.
1. Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8
12 kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose
atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami
dehidrasi.

2. Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan
rhesusu serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang
tidak biasa.
Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor
terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap
penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda
tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 12 jam.

Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi dengan Hiperbilirubin

No. Reg : 420572


Nama Lengkap : (Mahasiswa Akbid Budi Kemuliaan)

49
Hari/ Tgl : Jumat/14 Mei 2010
Waktu pengkajian : 03.15
Tempat Pengkajian : Dewi Shinta Lt 5 RSIA Budi Kemuliaan

PENGKAJIAN
A. Identitas
Nama Bayi : By. N S
Tgl/Jam/Lahir : 09-05-2010/16.00
Jenis Kelamin :PEREMPUAN

Nama Ibu : Ny. I Y


Umur : 24 TAHUN
Pekerjaan : KARYAWAN TOKO BAJU
Agama : ISLAM
Pendidikan : SMEA
Suku/Bangsa : JAWA/INDONESIA
Alamat Kantor : PASAR TANAH ABANG BLOK A LANTAI
3
Alamat : JL.GG BELIMBING II NO : 31B, RT 008 /
04,KEPAHIANG

Nama Ayah : Tn. M D


Umur : 23 TAHUN
Pekerjaan : KOLEKTOR
Agama : ISLAM
Pendidikan : SMEA
Suku/Bangsa : BETAWI/INDONESIA
Alamat : JL.GG BELIMBING II NO : 31B, RT 008/
04,KEPAHIANG
No telp/hp : 02190612245

Subyektif
a. Bayi kuning sejak hari rabu, menetek (-), bayi tidur melulu, mencret (-),
panas (-).

Obyektif
a. Ku : Sedang

50
b. Kes : Compos Mentis
c. Inspeksi : Kuning
d. Pemeriksaan Umum:
Suhu : 36,8C
Pernapasan : 52x/menit
BB : 2690 gram

e. Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin : 16,5 mg/dl

Analisa
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan dengan hiperbilirubenemia

Planing
a. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, bahwa
kondisi bayinya dalam kondisi lemah dan harus dirawat untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
b. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak.
c. Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital bayi.
d. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium untuk
pemantauan ketat kadar bilirubin pada bayi.
e. Terapi sinar biru(blue light)
f. Tetap memberikan ASI/SF
g. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kondisi bayinya saat ini sudah

membaik dan menjelaskan perawatan bayi setelah pulang dari rumah


sakit RSIA BK.
h. Bayi dijemur sekitar 1 jam di pagi hari saat sinar matahari belum
terlalu tinggi intensitasnya sekitar jam 7-8 WIB. Mata dan alat
reproduksi harus ditutup dengan kain yang memantulkan sinar.
i. Pemberian ASI harus sering dilakukan untuk mencegah dehidrasi dan
mempermudah pembuangan bilirubin ke feses. Setidaknya ASI harus
diberikan tiap 3 jam. Jika bayi sulit menghisap, dilakukan pemompaan
ASI.
Pembahasan
Bayi Ny.IY - Tn.MD lahir spontan pada tanggal 09/05/2010 pukul:
16.00 WIB di RSIA Budi Kemuliaan Jakarta. Dilakukan pemeriksaan
antropometri yaitu BB 2500 gram, PB 48 cm, LLA 10 cm, LK 31 cm.

51
Kemudian Bayi dipulangkan pada tanggal 10/05/2010, karena Ibu dan Bayi
dalam keadaan sehat. Tapi dua hari kemudian pada tanggal 12/05/2010 bayi
datang kembali ke RSIA Budi Kemuliaan karena bayi terlihat kuning dan
tidur melulu tidak mau menetek.
Berdasarkan hasil pemeriksaan bayi pada tanggal 12/05/2010 pukul:
19.00 WIB, bayi terlihat kuning, Kadaan Umum bayi sedang, kesadaran
kompos mentis, BB 2690 gram, Suhu 36,8 C, Pernapasan 52x/menit, dan
dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kadar bilirubin
sebesar 16,5 gr/dl.
Ibu mengatakan bayi tidak mendapat sinar matahari selama dua hari
ini karena sedang musim hujan dan bayi juga susah untuk menetek. Setelah
dilakukan anamnesa baru kita dapat mengetahui penyebab bayi tersebut
kuning yaitu karena factor bayi kurang mendapatkan sinar matahari dan bayi
kurang minum ASI. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu untuk
mengenali tanda tanda kelainan yang mungkin timbul pada bayi baru lahir,
seperti bayi dengan hiperbilirubin.
Oleh karena itu agar hal ini tidak terjadi lagi kita sebagai tenaga
kesehatan untuk memeberikan informasi sejelas mungkin kepada pasien.
Informasi yang diberikan yaitu dengan memberikan ASI yang cukup (8-12
kali sehari) dan sinar matahari yang dapat membantu memecah bilirubin
sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan
jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi
tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari
langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15
menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh
karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan
sampai kedinginan (Ilmu Kesehatan Anak 2 ).

52
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada
masa neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian fisiologik
agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat
dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Beberapa
keadaan neonatus dengan resiko tinggi:
1. VSindroma gawat napas
2. Hyperbilirubin
3. Hipotermia
4. Asfiksia
5. Kejang Demam
6. Berat badan lahir rendah (BBLR)

B. Saran
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk
merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat
waktu jika menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam
melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi.

53
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegmen dan Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, penerbit


Buku Kodektoren EGC, Jakarta.

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit, penerbit Buku Kodektoren EGC,


Jakarta.

Warih BP, Abubakar M. 1992. Fisiologi pada Neonatus. dalam :


Kumpulan makalah Konas III IDSAI. Surabaya.

Sukadi, Abdurrachman, dkk. 2000. Perinatologi .Bandung : FKUP/


RSHS

McCormick, Melisa. 2003. Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir


untuk Dokter, Perawat, Bidan Di Rumah Sakit Rujukan Dasar .
Indonesia : MNH JHPIEGO

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I .


Jakarta : Perpustakaan Nasional

Hasan, Rusepno. 1997. Ilmu Kesehatan Anak 2 . Jakarta : Bagian Ilmu


Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.

Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu
Penyakit Dalam : Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425

Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.:


EGC.

Ngatisyah.2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGC

54
55

Anda mungkin juga menyukai