Anda di halaman 1dari 7

Lintas Disiplin Dan Peran Hukum Lingkungan

Dalam beberapa konferensi lingkungan hidup baik pada IUCN, UNEP maupun

WWF dalam caring for the earth : a strategy for sistainable menjelaskan tentang

peranan hukum lingkungan hidup adalah sebagai berikut1:

a) Memeberi efek kepada kebijakan kebijakan yang dirumuskan dalam

mendukung konsep pembangunan yang berkelanjutan.


b) Sebagai sarana penataan melalui penerapan aneka sanksi (variety of sanction).
c) Memberi panduan kepada masyarakat tentang tindakan-tindakan yang dapat

ditempuh oleh masyarakat.


d) Memberi definisi tentang hak dan kewajiban dan perilaku-perilaku yang

merugikan masyarakat.
e) Memberi dan memperkuat mandat serta otoritas kepada aparat pemerintah

terkait untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.

Selanjutnya caring for the earth juga mencoba memberikan usulan tentang

bagaimana seharusnya sistem hukum lingkungan yang komprehensif serta

mekanisme penegakanya. Secara ringkas sistem hukum lingkungan nasional

serta mekanisme penegakan hukum paling tidak harus memberikan wadah

sebagai berikut :

a) Penerapan bisnis pencegahan dini (precautionary principle).


b) Prinsip yang merupakan prinsip 15 dari Deklarasi Rio ini menekankan

pentingnya tindakan-tindakan antisipatif sebagai upaya pencegahan

walaupun belum terdapat bukti-bukti ilmiah yang pasti dan meyakinkan

terhadap suatu hal.


c) Pendayagunaan instrumen ekonomi melalui penerapan pajak dan

pungutan-pungutan lainya.

1 DR Syahrul Machmud, Op cit, Hlm 156.


d) Pemberlakuan AMDAL untuk proyek-proyek pembangunan dan rencana

kebijakan.
e) Pemberlakuan sistem audit lingkungan bagi kegiatan industri swasta dan

pemerintahan yang telah berlangsung.


f) Sistem pemantauan dan inspeksi yang efektif.
g) Memberikan jaminan kepada masyarakat mendapatkan informasi AMDAL,

audit lingkungan, hasil pemantauan dan informasi tentang produksi,

penggunaan dan pengelolaan limbah maupunbahan beracun dan

berbahaya.
h) Sanksi yang memadai bagi pelanggar dalam pengertian harus mampu

memberikan efek penjera bagi non complience.


i) Sistem pertanggungjawaban yang memberi dasar pembayaran

kompensasi karena kerugiam ekonomis, ekologi, maupun kerugian, imateril

(intangible losses).
j) Pemberlakuan sistem pertanggungjawaban mutlak atau seketika

(strictliability) untuk kegiatan-kegiatan ynag melibatkan bahan-bahan

berbahaya dan beracun.


k) Penyelenggaraan asuransi dan penataan mekanisme pendanaan lainya

untuk mempercepat dan memungkinkan pelaksanaan kompensasi.


l) Memberikan jaminan hak standing bagi kelompok-kelompok lingkungan

dalam proses beracara di forum-forum administrasi maupun pengadilan,

sehingga kelompok tersebut dapat berfungsi sebagai komponen penting

dalam penegakan hukum lingkungan.


m) Memeberikan jaminan bahwa tindakan-tindakan dari instansi pemerintah

yang berwenang dibidang penegakan hukum lingkungan dapat di

pertanggungjawabkan (accountable).

Dari aspek perundang-undangan masalah tindak pidana lingkungan

dimasukan pada pasal 385-390 Rancangan KUHP (RKUHP) 2. Pada intinya

mengatur tentang pencemaran, perusakan lingkungan, memasukan bahan ke


2 RKUHP 2005
dalam air yang membahayakan nyawa atau kesehatan. Rumusan pada RKUHP

tersebut mengadobsi norma-norma hukum yang telah ada pada pasal 41-44

UUPLH, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UU No. 31 Tahun

2004 twntang perikanan. Misalnya rumusan melakukan perbuatan yang

mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup pada pasal

385 dan 386 RKUHP identik dengan rumusan pasal 41 dan 42 pada UUPLH.

Demikian pula rumusan memasukan bahan ke tanah, udara, air yang

membahayakan nyawa atau kesehatan yang terdapat pada pasal 387, 388 dan

389 RKUHP hampir identik dengan rumusan pada pasal 43 dan 4 UUPLH, juga

mutatismutandis pasal 94 dan 95 dari UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air dan pasal 86 dari UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.3

Revisi merupakan upaya pembaharuan hukum atau perundang-undangan,

menurut Peter Mahmud Marzuki4 seharusnya pembaharuan nilai-nilai hukum

bukan sekedar pembaharuan aturan hukum atau pembaharuan substansi

hukumnya. Berdasarkan nilai-nilai baru tersebut dibangun substansi hukum yang

baru. Setelah pembangunan substansinya dibuat prosedur penegakanya dalam

bentuk hukum formil. Aturan-aturan yang bersifat prosedur tersebut tidak boleh

menyisihkan atau menyimpangi ketentuan yang bersifat substantif. Sedangkan

ketentuan yang bersifat substantif harus merefleksikan nilai-nilai hukum, artinya

ketentuan-ketentuan itu tidak begitu saja dituangkan tanpa adanya ratio legis

yang berupa nilai-nilai hukumyang hidup dalam masyarakat.

3 Syahrul Machmud, Op Cit, Hlm 158.

4 Peter Mahmud Marzuki, Filosofi Pembangunan Hukum Indonesia, Jurnal Yustika


Media Hukum dan Keadilan, Vol 5 Nomor 1, Juli 2002, Hlm 18-19.
Fakta menunjukan bahwa sebuah perundangan yang diundangkan pada

awalnya dianggap sebagai produk yang baik dan sempurna, ternyata dalam

implementasinya selalu ditemukan kekurangan dan kelemahan pada berbagai

sisi. Oleh karena itu harus dinyatakan bahwa sebuah undang-undang itu bukan

merupakan produk final. Perkembangan sosial kemasyarakatan berkembang

begitu cepatmeninggalkan undang-undang yang begitu rigid, sehingga harus

dipahami bahwa terbentuknya hukum yang lebih bercitra sebagai suatu proses

yang terus tumbuh berkepanjangan sesuai tuntutan kebutuhan sosial

kemasyrakatan tersebut, hal ini sejalan dengan pendapat Sudikno dan A. Pitlo.5

Pengaturan hukum pidana bidang lingkungan secara idiil dimaksudkan untuk

dapat melakukan rekayasa sosial (social engineering), masih memerlukan

penyempurnaan ditinjau dari seluruh permasalahan pokok hukum pidana, yakni

perumusan tindak pidana (criminal act), pertanggungjawaban pidana (criminal

responsibility) dan sanksi (sanction) baik yang merupakan pidana (punishment)

maupun tindakan tata tertib (treatment)6. Selain itu pembentukan perundangan

hukum lingkungan selain harus mengakomodasi prinsip-prinsip atau asas-asas

penting yang berlaku secara universal, juga harus sesuai dengan peranya.

Tujuan Hukum Perlindungan Lingkungan

5 Sudikno dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 1993, Hlm 8.

6 Alvi Syahrin, Op Cit, Hlm 52.


Menciptakan keseimbangan kemampuan lingkungan yang serasi

(environmental harmony). Oleh karena itu langkah-langkah konkrit untuk

menciptakan keserasian lingkungan harus melalui fungsinya sebagai berikut7:


a) Sebagai landasan interaksional terhadap lingkungan (basic to environment

interactive).
b) Sebagai sarana kontrol atas setiap interaksi terhadap lingkungan (a tool of

control).
c) Sebagai sarana ketertiban interaksional manusia dengan manusia lain,

dalam kaitanya dengan kehidupan lingkungan (a tool of social order).


d) Sebagai sarana pembaharuan (a tool of social engineering) menuju

lingkungan yang serasi, menurut arah yang dicita-citakan (agent of

changes).

Friedman8 melihat ada 4 (empat) fungsi sistem hukum. Pertama, sebagai sistem

hukum kontrak sosial. Kedua, sebagai sarana penyelesaian sengketa. Ketiga,

sebagai social maintenance, yakni sebagai fungsi pemeliharaan ketertiban atau

status quo.

Oleh karena itu perangkat hukum yang diundangkan dapat menjadi pedoman

dalam melakukan pembangunan berwawasan lingkungan (ecodevelopment). Hukum

dapat pula memerankan fungsinya sebagai kontrol dan menjadi kepastian bagi

semua pihak dalam menciptakan keserasian antara pembangunan yang ditujukan

untuk meraih kesejahteraan dan kemakmuran rakyat banyak dengan penggunaan

sumber daya alam dengan sangat hati-hati karena sangat terbatas. Sehingga fungsi

hukum sebagai a tool of social engineering dapat diarahkan untuk mencapai

7 Syahrul Machmud, Op Cit, Hlm 159.

8Ibid.
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Sebagaimana tertera dalam

UUPPLH, yaitu:

Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi dan seimbang dengan fungsi
lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan rencana, dan/atau program
pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup
dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Undang-undang ini
mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk membuat Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.9

Selain itu diharapkan pula sistem hukum mampu menjawab berbagai tantangan

yang dihadapi oleh lingkungan hidup. Maka untuk efektifnya suatu sistem hukum

Hans Kelsen10 dalam teori Rule of Law yang ia kemukaka, menyoroti 5 (lima) aspek

dari efektifnya suatu sistem hukum, yaitu :

a) Materi hukumnya.
b) Aparatur penegak hukumnya.
c) Sarana dan prasarana.
d) Kesadaran hukum masyarakatnya.
e) Budaya hukum.

Materi hukum lingkungan yang merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang

paling strategis, karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi, selain hukum

administrasi, hukum perdata, hukum pidana, dan juga mengandung aspek hukum

pajak, hukum internasional, hukum penataan ruang.

Demikian juga masalah lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks tidak

hanya bisa didekati dari aspek hukum semata, namun juga memahami pengertian

dasar ilmu lingkungan dan prinsip-prinsip ekologi yang bersifat interdisipliner (cross

9Ibid.

10Ibid.
disciplinary/multidisciplinary studies aiding law school cources), lintas sektoral dan

integral komprehensif.

Dalam pengertian modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada

lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedangkan hukum lingkungan yang

secara klasik lebih menekankan pada oreintasi penggunaan lingkungan atau Use-

Oriented Law. Hukum lingkungan modern ditetapkan ketentuan dan norma-norma

guna mengatur tindak pernuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi

lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi menjamin kelstarianya

agar dapat secara langsung terus menerus digunakan oleh generasi sekarang

maupun generasi-generasi mendatang. Hukum lingkungan modern berorietasi pada

lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari

lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi.

Dengan demikian hukum lingkungan modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau

komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya

yang luwes.

Sedangkan hukum lingkungan klasik mentapkan ketentuan dan norma-norma

dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-

sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna

mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-

singkatnya. Dengan demikian hukum lingkungan klasik bersifat sektoral, serta kaku

dan sukar berubah.11

11Ibid.

Anda mungkin juga menyukai