Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi selama ini semakin terkuras, karena sebagian
besar sumber energi saat ini berasal dari sumber daya alam yang tidak terbarukan. Sementara itu,
konsumsi energi terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan
penduduk. Energi fosil sebagai sumber energi tidak terbarukan merupakan sumber energi utama di
dunia. Permasalahan serius yang dihadapi oleh banyak negara berkembangan saat ini adalah jumlah
bahan bakar fosil yang sangat terbatas sementara kebutuhan terus meningkat, sehingga terjadi krisis
energi.

Salah satu yang mendasari terjadinya kelangkaan energi adalah pemakaian kendaraan bermotor
berbahan bakar bensin yang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut data Statistik
Kepolisian Indonesia (2009) pada tahun 2009 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia berjumlah
61.956.009 kendaraan. Hal ini mengakibatkan pemakaian bahan bakar minyak bumi meningkat.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2009), cadangan energi bahan bakar yang
ada saat ini tidak dapat diharapkan untuk jangka waktu yang lama. Pemanasan global yang
diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil semakin terasa dan mengakibatkan ancaman
lingkungan. Hal ini semakin
mendorong dikembangkannya bahan bakar alternatif yang bersifat terbarukan dan konservasi energi.
Ancaman lingkungan yang berpotensi untuk terjadi adalah polusi akibat emisi pembakaran bahan
bakar fosil. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan
bagi manusia, hewan bahkan lingkungan flora. Polusi berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx,
dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Bahkan ledakan jumlah
molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential) (Dunan, 2009).
Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan
menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier)
yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan. Oleh karena itu, pada
saat ini usaha mencari sumber energi alternative semakin meningkat. Salah satu bentuk dari energi
terbarukan adalah energi
biomassa. Energi biomassa berasal dari bahan organik dan sangat beragam jenisnya. Sumber energi
biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan atau pertanian, hutan, atau bahkan limbah, baik
limbah domestik maupun limbah pertanian. Biomassa dapat digunakan untuk sumber energi langsung
maupun
dikonversi menjadi bahan bakar. Penggunaan biomassa sebagai sumber energi ini tidak akan
menyebabkan terjadinya penumpukan gas CO2 karena menurut gas CO2 yang dihasilkan oleh reaksi
pembakaran dipakai untuk pembentukan biomassa itu sendiri.

Teknologi pemanfaatan energi biomassa yang telah dikembangkan terdiri dari pembakaran
langsung dan konversi biomassa menjadi bahan bakar. Penggunaan biomassa langsung sebagai bahan
bakar kurang efisien, sehingga konversi biomassa dianggap lebih baik dalam pemanfaatannya. Hasil
konversi biomassa ini dapat berupa biogas, bioetanol, biodiesel, arang dan sebagainya. Bioetanol dan
biodiesel dalam jangka panjang diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak.
Bioetanol merupakan alternatif untuk menyelesaikan masalah ketersediaan bahan bakar yang saat ini
masih tergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari
fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Hampir 93% produksi bioetanol di dunia
diproduksi secara fermentasi. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang mempunyai
kelebihan dibandingkan BBM. Dari masa ke masa penggunaan bioetanol semakin berkembang. Bahan
bakar ini juga diharapkan dapat menggantikan peran bahan bakar bensin, dan dapat mengurangi
terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi.

1
Bahan bakar berbasis nabati juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, sehingga
lebih ramah lingkungan. Bioetanol dapat dibuat dari sumber daya hayati yang melimpah di Indonesia.
Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti singkong atau ubi kayu, tebu, nira,
sorgum, nira nipah, ubi jalar, ganyong dan lain-lain. Hampir semua tanaman yang disebutkan diatas
merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman
tersebut digunakan sebagai bahan pangan.

Bioetanol dianggap lebih ramah lingkungan karena CO2 yang dihasilkan oleh hasil buangan mesin
akan diserap oleh tanaman, selanjutnya tanaman tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan
bahan bakar mesin, dan seterusnya sehingga tidak terjadi akumulasi karbon di atmosfer, seperti yang
ditimbulkan oleh penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar. Keunggulan lainnya adalah
bioetanol mempunyai angka oktan tinggi 135. Angka oktan premium yang dijual sebagai bahan bakar
hanya 98, makin tinggi bilangan oktan, bahan bakar makin tahan untuk tidak terbakar sendiri sehingga
menghasilkan kesetabilan proses pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil. Proses
pembakaran dengan daya yang lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon monoksida.
Campuran bioetanol 3% saja, mampu menurunkan emisi karbon monoksida menjadi hanya 1,35%.
Bioetanol dapat juga meningkatkan efisiensi pembakaran karena mengandung 35 % oksigen dan
ramah lingkungan karena emisi gas buangnya seperti kadar karbon monoksida, nitrogen oksida, dan
gas-gas lain lebih rendah yaitu antara 19-25%. Sumber bioetanol yang cukup potensial dikembangkan
di Indonesia adalah singkong (Manihot esculenta). Singkong merupakan tanaman yang sudah dikenal
lama oleh petani Indonesia, walaupun bukan tanaman asli Indonesia. Singkong pertama kali
didatangkan oleh pemerintah kolonial belanda pada awal abad ke-19 dari Amerika Latin. Karena
sudah dikenal lama oleh petani Indonesia, pengembangan singkong untuk diolah menjadi bahan baku
bioetanol tidak terlalu sulit. Saat ini singkong banyak diekspor ke AS dan Eropa dalam bentuk
tapioka.

Di negara negara tersebut, singkong dimanfaatkan sebagai bahan baku industry pembuatan
alkohol. Tepung tapioka juga digunakan dalam industri lem, kimia dan tekstil. Indonesia adalah
penghasil singkong keempat di dunia. Dari luas areal1,24 juta hektar tahun 2005, produksi singkong
Indonesia sebesar 19,5 juta ton. Di dalam negeri, singkong biasanya hanya digunakan sebagai pakan
ternak dan bahan pangan tradisional setelah beras dan jagung. Karena itu, harga singkong sangat
fluktuatif dan tidak memberikan keuntungan yang memadai bagi si petani. Pengembangan bioetanol
diharapkan dapat menjadi solusi sumber energy terbaharukan dan dapat meningkatkan pendapatan
petani singkong. Dengan langkah ini, harga singkong akan menjadi stabil sehingga memberikan
keuntungan yang cukup bagi petani. Masalah krisis energi masa dapan yang terbaharukan pun akan
terselesaikan dan membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri energi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bioetanol

Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam
minuman beralkohol. Campuran dari Bioetanol yang mendekati kemurnian untuk pertama kali
ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid
dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-
Razi (Rhazes). Sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan bioetanol sebagai
bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah
telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan
meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi
alternatif energi yang terus dikembangkan. Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus
molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya CH3- CH2-OH.
Bioetanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-
CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH). Secara umum akronim dari Bioetanol adalah
EtOH (Ethyl- (OH))

Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat
bercampur dengan air dengan segala perbandingan. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini
banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Bioetanol
adalah etanol C2H5OH yang terbuat dari biomassa yang mengandung komponen pati dan selulosa
yang biasanya terkandung pada tanaman pertanian seperti tebu,singkong,ubi kayu,dll. Penggunaan
bioetanol dimungkinkan sebagai pengganti bahan bakar bensin dikarenakan karakteristik etanol yang
mirip dengan bensin. Baik etanol maupun bensin sama-sama memiliki struktur hidrokarbon rantai
lurus. Penggunaan bioetanol sebagai pengganti bahan bakar bensin juga sangat cocok karena bersifat
ramah lingkungan. Hal itu disebabkan karena pada dasarnya bioetanol tidak mengemisikan C netto.

Gambar 2.1. Bioethanol

Bioetanol dapat juga diartikan juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan pangan yang
mangandung pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Bioetanol merupakan bahan bakar dari
minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium.

3
Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1) Bahan sukrosa
Bahan - bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nira, tebu, nira nipati, nira sargum
manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete.

2) Bahan berpati
Proses pemutusan pati oleh amilase. Bahan - bahan yang termasuk kelompok ini adalah bahan
bahan yang mengandung pati atau karbohidrat. Bahan - bahan tersbut antara lain tepung tepung ubi
ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain - lain.

3) Bahan berselulosa (lignoselulosa)


Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang mengandung selulosa
(serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain.

Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan bahan yang jarang
digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena adanya lignin yang sulit dicerna sehingga
proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit. Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar,
sebenarnya ] telah lama dikenal. Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada tahun 1880-an Henry
Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat
menggunakan Bioetanol sebagai bahan bakarnya.. Namun penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar
nabati kurang ditanggapi pada waktu tersebut, karena keberadaan bahan bakar minyak yang murah
dan melimpah. Saat ini pasokan bahan bakar minyak semakin menyusut ditambah lagi dengan harga
minyak dunia yang melambung membuat Bioetanol semakin diperhitungkan.

Bioetanol dapat digunakan pada kendaraan bermotor, tanpa mengubah mekanisme kerja mesin jika
dicampur dengan bensin dengan kadar Bioetanol lebih dari 99,5%. Perbandingan Bioetanol pada
umumnya di Indonesia baru penambahan 10% dari total bahan bakar. Pencampuran Bioetanol
absolute sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari
gasoline (bensin) dan Bioetanol. Bioetanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan
Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada
komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di
negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary
Buthyl Ether (MTBE). Bioetanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku industry turunan
alkohol, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Grade bioetanol harus berbeda sesuai dengan
pengunaanya.

Bioetanol yang menpunyai grade 90% - 96,5% volume digunakan pada industri, grade 96% -
99,5% digunakan dalam campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade
bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul betul
kering dan anhydrous supaya tidak menyebabkan korosi, sehingga bioetanol harus mempunyai grade
sebesar 99,5% - 100%. Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa
kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92
lebih tinggi dari premium nilai oktan 88, dan pertamax nilai oktan 94. Hal ini menyebabkan bioetanol
dapat menggantikan fungsi zat aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan. Zat
aditif yang banyak digunakan seperti metal tersier butil eter dan Pb, namun zat aditif tersebut sangat
tidak ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan bakar yang tidak
mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan relatif kompetibel dengan mesin mobil berbahan
bakar bensin. Kelebihan lain dari bioetanol ialah cara pembuatannya yang sederhana yaitu fermentasi
menggunakan mikroorganisme tertentu.

4
2.2. Singkong

Tumbuhan ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan
nama lain ketela pohon, singkong, atau cassava. Ubi kayu berasal dari negara amerika latin, atau
tepatnya dari Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India,
serta China. Ketela pohon/ ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Singkong
merupakan tanaman pangan dan perdagangan (crash crop). Sebagai tanaman perdagangan, singkong
menghasilkan starch, gaplek, tepung singkong, etanol, gula cair, sorbitol, MSG, tepung aromatik, dan
pellet. Sebagai tanaman pangan, singkong merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta
manusia di dunia. Singkong merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman lain
perharinya.

No Jenis tanaman Nilai Kalori (kal/ha/hari)


1 Singkong 250 x 10
2 Jagung 200 x 10
3 Beras 176 x 10
4 Sagu 114 x 10
5 Shorgum 110 x 10

Tabel 2.1. Nilai kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat

Selain itu, singkong memiliki potensi yang cukup bagus sebagai tanaman bahan baku etanol.

No Jenis Tanaman Hasil Panen(Ton/ha/tahun) Etanol (liter/ha/tahun)


1 Jagung 1-6 400-2.500
2 Singkong 10-50 2.000-7.000
3 Tebu 40-120 3.000-8.500
4 Ubi jalar 10-40 1.200-5.000
5 Sorgum 3-12 500-5.000
6 Sorgum manis 20-60 2.000-6.000
7 Kentang 10-35 1.000-4.500
8 Bit 20-100 3.000-8.000

Tabel 2.2. Potensi beberapa tanaman sebagai bahan baku etanol

Tabel 2.2. menunjukkan bahwa tebu sebagai tanaman penghasil etanol dengan produktifitas
tertinggi dan disusul oleh singkong. Bit tidak dipertimbangkan karena tidak dapat berproduksi optimal
di Indonesia sehingga tidak ekonomis. Keunggulan singkong dibanding tebu adalah masa panen
singkong relatif lebih singkat dan biaya produksi lebih murah. Ubi kayu sebagai bahan baku sumber
energi alternatif memiliki kadar karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah
diproses menjadi tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan
yang kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim sehingga panennya dapat
berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa ubi kayu merupakan bahan baku yang
potensial untuk pembuatan bioetanol. Brazil merupakan pusat asal sekaligus pusat keragaman
singkong. Singkong tumbuh di daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 18oC dengan curah hujan di
atas 500 mm/tahun. Produktifitas singkong di tingkat petani adalah 14,3- 18,8 ton/ha, walaupun data
dari pusat penelitian melaporkan bahwa produktifitasnya bisa mencapai 30-40 ton/ha. Singkong
sebagai bahan Fuel Grade Ethanol (FGE) disarankan varietas yang memiliki sifat sebagai berikut :
berkadar pati tinggi, potensi hasil tinggi, tahan cekaman biotik dan abiotik, dan fleksibel dalam usaha
tani dan umur panen.

5
Gambar 2.2. Singkong

Ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol mempunyai kelebihan yaitu dapat tumbuh pada lahan yang
kurang subur, mempunyai daya tahan tinggi terhadap penyakit dan dapat diatur masa panennya. Ubi
kayu mempunyai kadar karbohidrat sekitar 32 35 % yang sebagian besar adalah pati yaitu sekitar
83,8%. Penggunaan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol selama ini lebih banyak hanya
memanfaatkan kandungan patinya, sedangkan komponen- komponen lain seperti selulosa dan
hemiselulosa yang juga mempunyai potensi menghasilkan bioetanol belum dimanfaatkan secara
maksimal. Hal ini disebabkan dalam proses hidrolisisnya hanya menggunakan enzim-enzim amilolitik
yang hanya mampu menghidrolisis fraksi pati.

2.3. Keunggulan Etanol dibandingkan Bensin

Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di AS dan Brazil
sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat
sebagai salah satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar etanol
untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar ethanol saat ini
mencapai 40% secara nasional. Di AS, bahan bakar relatif murah, E85, yang mengandung etanol 85%
semakin populer di masyarakat dunia. Etanol bisa digunakan dalam bentuk murni atau sebagai
campuran untuk bahan bakar bensin maupun hidrogen. Interaksi etanol dengan hidrogen bias
dimanfaatkan sebagai sumber energi sel bahan bakar ataupun dalam mesin pembakaran dalam
(internal combustion engine) konvensional.

Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang berikatan di dalam
molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara dan bahan
bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3
19 vol% (dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 7.6 vol %),
pembakaran campuran udara dan bahan bakar etanol menjadi lebih baik. Hal ini dipercaya sebagai
faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara dan bensin,
yakni sekitar 4%. Etanol juga memiliki panas penguapan yang tinggi, yakni 842 kJ/kg. Tingginya
panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol lebih besar
dibandingkan bensin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperature puncak di dalam
silinder akan lebih rendah pada pembakaran etanol dibandingkan dengan bensin.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Alat Dan Bahan Dalam Pembuatan Bioetanol

3.1.1. Alat Yang Digunakan :

1. Mesin penggiling. berfungsi untuk menghaluskan bahan baku. dapat dibeli ditoko penjual
alat-alat industri.
2. Tangki pemasak. berfungsi untuk memasak dan mengaduk bahan baku sebelum dimasukan ke
alat penukar panas (heat exchanger). Dapat dibuat dari drum bekas.
3. Alat penukar panas. berfungsi untuk mendinginkan bahan baku (saat proses sakarifikasi) lebih
cepat. dapat dibuat dari stainless steel
4. Tanki fermentasi. berfungsi untuk menghasilkan etanol kadar 6-12 %. dapat dibuat dari drum
bekas maupun tangki stainless steel.
5. Evaporator. berfungsi untuk menguapkan etanol yang akan dialirkan ke alat destilasi. dibuat
dari stainless steel. untuk mengatur temperatur evaporator pada alat ini dipasang termostat
(alat pengatur temperatur).
6. Alat destilasi. berfungsi untuk mengkondensasikan uap etanol menjadi etanol cair. dapat
dibuat dari drum bekas maupun stainless steel. pipa koil berbentuk spiral (untuk
membentuknya digunakan alat curving pliers) terbuat dari tembaga.

3.1.2. Bahan Yang Digunakan :

1. 1.Singkong
2. Ragi
3. 3.Air
4. 4.Enzim Glukosamilase
5. 5.Asam Amilasi

3.2. Proses Pembuatan Bioetanol Dari Singkong

Produksi ethanol/bioethanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.
Bahan Baku Kandungan Gula Jmlh Hasil
Dalam Bahan Konversi Perbandingan Bahan
Jenis Konsumsi (Kg) Baku Bioethanol Baku dan Bioethanol
(Kg) (Liter)
Ubi Kayu 1000 250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi Jalar 1000 150-200 125 8:1
Jagung 1000 600-700 200 5:1
Sagu 1000 120-160 90 12 : 1
Tetes 1000 500 250 4:1

Tabel 3.1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat Dan TetesMenjadi Bio-
Ethanol

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu
yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut,

7
saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam
sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini
dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air
dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula
menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-
ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.

H2O
(C6H10O5)n ----------------------------N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)

(C6H12O6)n ----------------------------2 C2H5OH + 2 CO2. (2)


yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)

Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa (mis: jerami padi), namun
dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan
ethanol/bioethanol dari selulosa sementara ini tidak kami rekomendasikan. Meskipun teknik produksi
ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan
bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif
baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga
penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan. Secara singkat
teknologi proses produksi ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu Persiapan Bahan
Baku,Liquefikasi dan Sakarifikasi,Fermentasi,Distilasi,dan Dehidrasi.

1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung
menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang
menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan
lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami
menggunakan bahan baku Singkong (ubi kayu). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan
untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.

Gambar 3.1. Penghancuran dan pemasakan singkong

2. Liquifikasi dan Sakarifikasi

Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi menjadi gula
komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 derajat
celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi

8
optimum Enzym Alfa Amylase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex
(dextrin). Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi
lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana)
melibatkan tahapan sebagai berikut :

-Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja.
-Pengaturan pH optimum enzim.
-Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta temperatur pada suhu 60
derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan dengan melakukan pengetesan kadar gula
sederhana yang dihasilkan).

Gambar 3.2. Liquefikasi dan Sakarifikasi

3. Fermentasi

Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dengan
kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan
bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d
32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses
membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain,dari
persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses
fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.

Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol berkadar rendah antara 7 hingga 10 % (biasa
disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan
beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya.

9
Gambar 3.3. Fermentasi bahan baku
bioethanol

4. Distilasi.

Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan alkohol dalam
cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan titik didih
alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius. Uap ethanol
didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol.
Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol.
Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain
operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik
fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.

Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :

1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara ini kadar ethanol
yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 s/d 30 %.

2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan cara dan
distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 90-95 % melalui 2 (dua) tahap penyulingan.

Gambar 3.4. Cairan ethanol dari proses distilasi

10
5. Dehidrasi

Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar bensin. Untuk
substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Dalam proses
pemurnian ethanol 95 % akan melalui proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa
cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui proses
penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis 3 angstrom. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 %
sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan bakar
motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.

Gambar 3.5. Proses penyulingan ethanol dengan alat konvensional

Gambar 3.6. Penyulingan (distilasi) ethanol menggunakan distillator model kolom reflux

11
Gambar 3.7. Bioethanol kadar 95-96 % (alkohol teknis) dan Pengukuran kadar ethanol (alkohol)

6. Hasil samping penyulingan ethanol.

Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan limbah padat (sludge) dan cair (vinase). Untuk
meminimalisir efek terhadap pencemaran lingkungan, limbah padat dengan proses tertentu dirubah menjadi
pupuk kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Sedangkan
limbah cair diproses menjadi pupuk cair. Dengan demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir tentang
isu berkaitan dengan dampak lingkungan.

Gambar 3.8. Limbah padat dan limbah cair

3.3. Karakteristik Bioethanol

12
Terdapat beberapa karakteristik internal etanol yang menyebabkan penggunaan etanol pada mesin
lebih baik daripada bensin. Etanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane 89.7 .
Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh
bensin walaupun setelah ditambahkan aditif tertentu. Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina
memiliki angka research octane 88 dan umumnya motor octane lebih rendah dari pada research
octane. Untuk rasio campuran etanol dan bensin mencapai 60:40%, tercatat peningkatan efisiensi
hingga 10%.

Sifat-sifat fisis etanol :


1) Rumus molekul : C2H5OH
2) Berat molekul : 46,07 gram / mol
3) Titik didih pada 1 atm : 78,4C
4) Titik beku : -112C
5) Bentuk dan warna : cair tidak berwarna

Sifat-sifat kimia etanol :


1) Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
2) Diperoleh dari fermentasi gula Pembentukan etanol C6H12O6 enzim CH3CH2OH glukosa
etanol
3) Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O Pembakaran etanol CH3CH2OH + 3O2 2CO2+
3H2O + energy Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.

3.4. Journal Terkait Bioethanol

13
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Bioetanol merupakan energy yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Bioetanol dibuat dari
bahan-bahan bergula atau berpati seperti singkong atau ubi kayu, tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi
jalar, ganyong dan lain-lain. Cara membuat bioetanol dengan proses penggilingan bahan baku, proses
likuifikasi, sakarifikasi, fermentasi, destilasi dan dehidrasi.

4.2. Saran

Sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda penerus untuk mengoptimalkan penggunaan energy
baru terbarukan. Melihat bumi ini semakin rapuh dengan pemanasan global yang mengakibatkan
naiknya permukaan air laut yang disebabkan lelehnya es di kutub utara dan kutub selatan. Energy
fosil yang terus digali dapat mengganggu ekosistem sekitar. Kita harus berfikir penggunaan energy
terbarukan demi menjaga ekosistem berjalan dengan baik. Tidak perlu memulai engan langkah besar,
mulailah dengan diri kita sendiri untuk memanfaatkan tumbuhan di sekitar kita seperti singkong yang
kita proses untuk menjadi bahan bakar bioethanol yang mampu menggantikan bensin dan minyak
tanah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Http:ejournal-sl.undip.ac.id/index.php/jtki
Diakses pada 28 Maret 2016.

Anonim. 2007. Apa itu Bioetanol. http://www.nusantara-agro-industri.com.


Diakses tanggal 28 Maret 2016.

Anonim. 2008. Bioetanol Bahan baku Singkong. The Largest Aceh Community.Aceh.

Anonim. 2009. Bioetanol Bahan Baku Singkong. http:// www.acehforum.or.id.


diakses tanggal 28 Maret 2016

Khairani, Rini. 2007. Tanaman Jagung Sebagai Bahan Bio-fuel.http://www.macklintmip-


unpad.net/Bio-fuel/Jagung/Pati.pdf.
Diakses tanggal 28 Maret 2016

Mursyidin, D. 2007. Ubi Kayu dan Bahan Bakar Terbarukan.http://www.banjarmasin.net/pedoman


%Bahan%bakar%berbarukan.
Diakses tanggal 28 Maret 2016

Prihandana. 2007. Bioetanol Ubi kayu Bahan Bakar Masa Depan. Agromedia.Jakarta.

Rismunandar. 1990. Bertanam Singkong. C.V. Sinar Baru. Bandung.

15

Anda mungkin juga menyukai