Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Sampai saat ini prematuritas masih menjadi masalah yang sangat penting
oleh karena memberi kontribusi lebih dari 70% dari semua penyebab kematian
perinatal pada bayi tanpa kelainan bawaan. Angka kejadian persalinan preterm di
negara maju sekitar 5-10%, sedangkan di Indonesia masih diatas 10%. Sampai
sekarang angka kejadian persalinan preterm belum menunjukkan tanda-tanda
penurunan yang berarti.1

Pendekatan obstetri pada persalinan preterm, sebagian besar diarahkan


oleh perkiraan yang ada dalam pertimbangan dokter ahli obstetri mengenai
keberhasilan hidup bayi prematur, disamping alternatif tindakan terapeutik yang
tersedia untuk penatalaksanaan persalinan preterm. Dokter obstetri menghadapi
tantangan untuk membuat persalinan bayi dengan cara sedemikian rupa sehingga
janin saat lahir berada dalam status yang seoptimal mungkin, dimana perawatan
intensif akan diterapkan. Selanjutnya dokter ahli neonatologi harus membuat
suatu keputusan yang bijaksana mengenai cara-cara terbaik untuk melakukan
perawatan medis.1

Disamping keberhasilan hidup, masalah penting lainnya adalah mutu


hidup yang bisa dicapai oleh bayi imatur dengan berat lahir yang sangat rendah.
Tampak jelas bahwa gangguan yang cukup bermakna baik pada keadaan jasmani
maupun intelektual akan dialami oleh anak semacam ini. Meskipun batas paling
awal dari kemungkinan hidup neonatus tidak dapat ditentukan dengan tepat,
factor-faktor tertentu mempunyai dampak terhadap proses pengambilan keputusan
klinis tersebut.2

Upaya penanggulangan masalah-masalah yang berkaitan dengan


prematuritas masih sangat tergantung pada sarana perawatan intensif bayi baru
lahir yang pada umumnya masih memerlukan biaya yang sangat mahal.
Mengingat penyulit yang bisa terjadi dan tingginya biaya perawatan intensif bayi
baru lahir serta pengelolaan penyulit jangka panjang pada bayi yang lahir preterm

1
ini, maka bagaimanapun juga pencegahan terjadinya persalinan preterm akan
lebih bermanfaat dan menghemat biaya dibandingkan dengan bila telah terjadi
persalinan.2

Mengembangkan cara diagnosis dini untuk meramalkan terjadinya persalinan


preterm berdasarkan patofisiologi yang benar adalah salah satu upaya yang
rasional untuk mengatasi masalah pada persalinan preterm tersebut, sehingga
dapat dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya persalinan preterm, dengan
demikian usia kehamilan dan berat lahir akan meningkat secara klinis dan hal ini
akan berdampak menurunnya angka kesakitan dan angka kematian perinatal pada
bayi berat lahir rendah yang merupakan tujuan utama dalam pengelolaan
persalinan preterm.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Partus prematurus iminens adalah ancaman lahirnya hasil konsepsi pada


umur kehamilan kurang dari 37 minggu yang ditandai adanya kontraksi uterus
yang terkoordinasi, teratur, interval kurang dari 10 menit dengan durasi minimal
30 detik, yang menyebabkan perubahan progresif pada serviks disertai adanya
penurunan bagian terendah atau adanya perubahan dilatasi serviks pada hasil
periksa dalam oleh pemeriksa yang sama dengan selang waktu 1 jam bersamaan
dengan adanya 2 atau lebih kontraksi setiap 10 menit dengan durasi minimal 30
detik, yang disertai adanya penurunan bagian terendah .2

2.2 Etiologi Presalinan Preterm

Etiologi persalinan preterm adalah multifaktorial. Kira kira sepertiga kasus


penyebabnya oleh faktor komplikasi ibu dan janin ( hipertensi, solusio plasenta,
plasenta previa, kehamilan ganda, kelainan konginetal), sepertiga oleh kerena
ketuban pecah dini ( KPD ) dan sepertiganya tidak diketahui (idiopatik).2,3

Beberapa keadaan tampaknya mempunyai hubungan erat dengan


terjadinya persalinan preterm yaitu :4

Iatrogenik

- penyakit sistemik berat


- adanya patologi nyata di abdomen non obstetri
- penyalah gunaan obat terlarang
- hipertensi dalam kehamilan
- trauma
Uterus

- malformasi
- overdistensi akut
- mioma besar

3
- desiduaitis
- aktivitas uterus idiopatik
Plasenta

- Solusio plasenta

- Plasenta previa
- sinus marginalis
- korioangioma besar
Cairan Amnion

- oligohidramnion dengan selaput ketuban yang utuh


- ketuban pecah prematur
- polihidramnion
- infeksi intra amnion subklinis
- korioamnionitis
Janin

- malformasi janin
- kehamilan majemuk
- janin hidrop
- pertumbuhan janin terhambat
- gawat janin
- kematian janin
Serviks

- inkompeten serviks
- servisitis / vaginitis akut
Riwayat persalinan preterm ternyata berhubungan erat dengan terjadinya
persalinan preterm pada kehamilan sekarang, dengan risiko relatif 2 4 kali
dibandingkan dengan tanpa riwayat persalinan preterm. Kehamilan multipel
mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya persalinan preterm, bahkan 50% pada
kehamilan ganda terjadi persalinan preterm dan 90% terjadi pada kehamilan
triplet. Perdarahan pervaginam pada trisemester pertama mempunyai risiko dua

4
kali, sedang jika terjadi pada trismester dua dan tiga akan meningkatkan risiko 10
kali lipat untuk terjadinya persalinan preterm.2,3

Bakteria asimptomatik pada wanita hamil ternyata sedikitnya


meningkatkan risiko 2 kali lipat. Di RSCM keadaan bakteri asimptomatis
ditemukan pad 7% wanita hamil, dan dapat diperiksa dengan metode yang sangat
sedarhana yaitu uji celup LEA. Uji ini mempunyai sensitivitas 83% dan
spesifisitas 86%.flora vagina serviks abnormal ternyata memberikan risiko 2-3
kali lipat untuk terjadinya persalinan preterm dibandingkan yang normal. Pada
percobaan binatang didapatkan data yang mendukung bahwa organisme yang ada
di serviks dapat masuk kedalam cairan amnion dan menyebabkan infeksi intra
amnion serta kematian janin. Invasi mikroorganisme pada cairan amnion ternyata
menyebabkan peningkatan kadar prostaglandin, leukotrien dan berbagai mediator
imflamasi.2,3

Pada keadaan kadar fibronektin serviks melebihi 50mg/ml, dijumpai 83%


persalinan preterm, dibandingkan hanya 19% pada keadaan kadar fibronektinnya
< 50 ng/ml. Peningkatan kadar fibronektin ini dapat pula memprediksi 2 sampai
14 hari sebelum terjadinya persalinan preterm.2,3

2.3 Patogenesis Persalinan preterm

Patogenesis terjadinya persalinan prematur menurut Lockwood C J,


(1995), adalah diawali oleh proses inflamasi jaringan khorioamniotik akibat
infeksi yang berasal dari vagina & serviks yang akan meningkatkan produksi
endotoksin lokal dan sitokin inflamasi yakni IL-1 (interleukin-1), dan TNF (tumor
necrosis faktor). Sitokin ini juga meningkatkan pelepasan IL-6 (interleukin-6) dari
jaringan yang sama yang ikut berperan meningkatkan pelepasan prostanoid,
leukotrin B4 dan endotelin yang mengakibatkan terjadinya kontraksi uterus. Lebih
lanjut dikemukakan juga adanya pengaruh sitokin terhadap pelepasan protease
yang dihasilkan oleh jaringan khorioamniotik, desidua dan matrik ekstraseluler
seperti kolagenase dan juga meningkatkan produksi IL-8 (interleukin-8) dari
jaringan yang sama sehingga meningkatkan sebukan sel leukosit PMN dan
melepaskan enzim elastase yang poten untuk merusak matriks ekstraseluler.

5
Semua kejadian di atas akan menyebabkan perubahan lebih lanjut dari serviks,
pemisahan khorion dari desidua, dan pelepasan fibronektin yang kadang-kadang
disertai dengan pecahnya ketuban sebelum waktunya pada kehamilan prematur.
Selanjutnya dikemukakan adanya pengaruh stress pada ibu maupun janin terhadap
terjadinya proses persalinan ini. Bermacam-macam stress hormonal yang
dihasilkan oleh adrenal maupun hipotalamus yang akan meningkatkan pelepasan
CRH (corticotropic realeasing hormone) dari plasenta, desidua, dan
khorioamnion. Sebagai efektor parakrin maka CRH akan meningkatkan produksi
prostanoid dari desidua dan khorioamnion yang dapat merangsang kontraksi
uterus. Peningkatan pelepasan dari pencetus awal persalinan fisiologis (CRH,
oksitosin, progesterone withdrawl) secara bersama yang bisa terjadi lebih dini
akan meningkatkan produksi prostanoid dan protease. Berkurangnya aliran darah
ke uterus yang terjadi sekunder akibat dari kelainan pembuluh darah desidua,
menyebabkan iskemia dari uteroplasenta dengan akibat terjadinya kerusakan
jaringan setempat oleh peroksidase lemak (lipid peroksidase/LPO) dan radikal
bebas, hal ini akan meningkatkan produksi prostanoid, protease dan endotelin
yang akan meningkatkan pelepasan CRH. Perdarahan pada desidua akan
menyebabkan penurunan fungsi dari pembuluh darah uteroplasenta dan
kekurangan oksigen pada janin yang akan melepaskan CRH, meningkatkan
sebukan makrofag dengan pelepasan sitokin atau secara langsung merangsang
produksi protease dan prostanoid desidua melalui pembentukan trombin.2,3,4

Beberapa faktor penyebab kegagalan dalam pengelolaan persalinan kurang


bulan: (dikutip dari Abadi 2001)2,3

1. Sepertiga dari kejadian persalinan prematur disebabkan oleh kelainan


medik dan obstetrik (HDK, plasenta previa, abruptio plasenta), dimana
persalinan harus segera diakhiri dan tidak bisa ditunda lagi (Indicated
preterm delivery).
2. Duapertiga terjadi persalinan prematur spontan (spontaneous preterm
labour), yang belum jelas diketahui penyebabnya. Sampai dengan saat ini
pemicu awal persalinan preterm masih belum bisa dijelaskan dengan pasti.
Beberapa konsep yang ada telah menjelaskan patofisiologi persalinan

6
prematur ini dikaitkan dengan kejadian infeksi, iskemia, inflamasi, dan
respon imun pada jaringan korioamnion dan desidua (Lockwood, 1995).
Dalam dasawarsa terakhir ini pada umumnya para pakar bidang
kedokteran fetomaternal memusatkan perhatiannya pada proses inflamasi
yang terjadi pada selaput ketuban, plasenta dan ekspresi mediator-mediator
inflamasi (IL-1, IL-6, IL-8, TNF-) yang bisa ditemukan dalam air
ketuban (Kunkel, 1992, Abadi 2001).
3. Beberapa kasus persalinan prematur datang ke kamar bersalin dalam fase
lanjut dimana persalinan tidak bisa lagi dicegah ataupun ditunda lagi.
Sebagian kasus lagi dengan faktor risiko yang tidak bisa dihindari
misalnya kelainan anatomi rahim, kehamilan ganda.
4. Upaya penundaan persalinan pada persalinan prematur membakat dengan
berbagai tokolitik tidak menunjukkan hasil yang bermakna dalam
meningkatkan usia hamil dan berat lahir secara klinis.

2.4 Gambaran klinis

Selain kontraksi uterus yang nyeri atau tidak terasa nyeri, gejala-gejala
seperti tekanan pada panggul, kram seperti saat menstruasi, duh vagina cair atau
berdarah, dan nyeri punggung bawah secara empiris berkaitan dengan kelahiran
preterm yang membakat. Gejala-gejala seperti itu dianggap oleh beberapa orang
sebagai kajadian yang biasa terjadi pada kehamilan normal, sehingga sering tidak
diperhatikan oleh pasien, dokter dan perawat. Pentingnya tanda dan gejala-gejala-
ini sudah ditekankan oleh beberapa peneliti (Iams dkk., 1990; Kragt dan Keirse,
1990). Sebaliknya, Copper dkk. (1990) tidak menemukan gejala ini bermakna
untuk prediksi kelahiran preterm. Iams dkk. (1994), dalam sebuah penelitian
tindak lanjut terhadap penelitian mereka tahun 1990, menemukan bahwa tanda
dan gejala yang menjadi sinyal persalinan preterm, termasuk kontraksi uteru,
hanya ditemukan dalam waktu 24 jam sebelum persalinan preterm. Oleh karena
itu, tanda-tanda ini merupakan tanda peringatan kelahiran perterm yang
terlambat.2

7
2.5 Diagnosis

Diferensiasi dini anatara persalinan sebenarnya dan persalinan palsu sulit


dilakukan sebelum ada pendataran dan dilatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri
dapat menyesatkan karena ada kontaksi Braxton Hicks. Kontraksi ini, yang
digambarkan sebagai tidak teratur, tidak ritmik, dan tidak begitu sakit atau tidak
sakit sama sekali, dapat menimbulkan keraguan yang amat besat dalam penegakan
diagnosis persalinan preterm. Tidak jarang, wanita yang melahirkan sebelum
aterm mempunyai aktivitas uterus yang mirip dengan kontraksi Braxton Hicks
yang mengarahkan ke diagnosis yang salah, yaitu persalinan palsu.1,2

Karena kontraksi uterus sendiri dapat menyesatkan, American Academy of


Pediatrics dan the American College of Obstetricians and Gynecologists(1997)
mengusulkan kriteria berikut untuk mencatat persalinan preterm pada usia gestasi
antara 20 dan 37 minggu:

1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks.

2. Dilatasi serviks lebih dari 1cm

3. Pendataran serviks sebesar 80 persen atau lebih.

2.6 Penatalaksanaan

Preparat farmakologi dapat menghentikan kontraksi dalam fase pra


persalinan atau dalam bagian awal kala satu persalinan. Namun demikian, setelah
fase aktif persalinan dimulai, serviks sudah mulai melebar atau ketuban sudah
pecah, maka kemajuan persalinan tidak mungkin dapat dihalangi. Tujuan utama
terapi terletak pada penghambatan (inhibisi) persalinan yaitu memperpanjang
lama kehamilan hingga 37 minggu untuk mendapatkan maturitas janin. Karena
janin yang akan tumbuh bertambah beratnya sebanyak 25 gr/ hari selama trimester
terakhir, setiap penundaan kelahiran dan persalinan amat menguntungkan.
Disamping itu masa selang 72 jam akan memungkinkan penggunaan
kortikosteroid untuk memacu perkembangan maturitas paru-paru janin.4,5

8
Jika terdapat peningkatan kontraksi uterus selama kehamilan dan
merasakan tanda-tanda lain yang merupakan peningkatan risiko untuk terjadinya
persalinan preterm beberapa tindakan dapat dilakukan seperti istirahat ditempat
tidur. Istirahat ditempat tidur memberikan hasil yang baik. Berbaring kesisi kiri
dengan bantal dibawah pinggul dan tungkai mengurangi beban pada serviks serta
memperbaiki sirkulasi fetomaternal.4,5

Dehidrasi merupakan penyebab utam kontraksi uterus dan dengan


rehidrasi dan mempertahankan hidrasi yang adekuat, kontraksi uterus dapat
dikurangi atau dicegah. Pemberian cairan intravena 300 ml sampai 1000 ml dalam
30-60 menit akan memperbaiki volume sirkulasi dan akan terjadi mekanisme
hambatan pengeluaran diuretik hormon dan pelepasan oksitosin oleh hipofise
posterior yang akan mengurangi kepekaan uterus terhadap rangsangan. Disamping
itu akan meningkatkan aliran darah ke uterus sehingga menstabilkan lisosom
desidua dan menurunkan prostaglandin.

Saat ini banyak dihubungkan peningkatan prematuritas dengan infeksi


intrauterin maupun ekstrauterin. Pemberian antibiotika dianjurkan sebagai
profilaksis infeksi pada pasien yang terbukti atau dicurigai. Pada kasus seperti ini
obat obatan tokolitik saja kurang efektif sehingga diperlukan kombinasi dengan
antibiotika.

Pemberian kortikosteroid dapat merangsang kematangan paru janin.


Diberikan 2 dosis betametason 12 mg selang 12 jam secara intramuskular atau
diberikan 4 dosis deksamatason 5 mg/ 6 jam secara intramuskular. Dengan
pemberian kortikosteroid diharapkan dapat menurunkan sindroma gagal nafas dan
kematian neonatal.

Pemberian tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan prematur


merupakan salah satu upaya pencegahan sekunder pada persalinan prematur.
Tujuan penanganan persalinan preterm adalah untuk menghentikan kontraksi
uterus dengan obat-obat tokolitik sampai kehamilan seaterm mungkin/sampai
janin mempunyai maturitas paru yang dianggap cukup. Walaupun kemungkinan
obat tokolitik hanya berhasil sementara, tetapi penundaan ini penting untuk

9
memberikan kesempatan pemberian kortikosteroid untuk merangsang pematangan
paru-paru janin. Pemberian tokoliti yang tersendiri tidak dapat menurunkan
mobiditas dan mortalitas bayi sehingga di kombinasi dengan kortikosteroid.4,5

Dilema pada pemberian tokolitik adalah menentukan kapan saat memulai


pemberian tokolitik, apakah tokolitik sudah dapat diberikan begitu sudah ada
tanda-tanda kontraksi uterus, walaupun belum dapat dibedakan apakah persalinan
sejati atau palsu. (Suwardewa, 2001). Bebrapa golongan tokolitik yang sering
digunkan adalah:

Golongan -mimetik

-mimetik sebagai tokolitik telah digunakan secara luas selama 30 tahun.


Termasuk dalam golongan ini adalah ritodrine, terbutalin, albuterol, fenoterol,
hexoprenalin, isoxuprine, metaproterenol, nylidrin, orciprenaline, dan salbutamol.
Efek yang diharapkan adalah stimulasi terhadap reseptor menyebabkan relaksasi
otot polos. Terutam reseptor 2 agonist yang bekerja dengan meningkatkan
cAMP pada sel-sel otot polos uterus dengan jalan menurunkan calsium bebas dan
phosphorilasi enzim MLCK, sehingga dapat menghambat kontraksi uterus.3,4,5

Ritodrine merupakan obat yang bekerja cepat, kadar dalam serum 75%
dapat tercapai dalam 20 menit pada pemberian infus intravena. Efektifitas
ritodrine sebagai tokolitik dilaporkan pada penelitian multisenter dengan kontrol
plasebo secara random dari 708 pasien menunjukkan ritodrin dapat mencegah
terjadinya persalinan dalam 24 jam sebesar 92,9% dibandingkan 80,3% (P<.001)
dan dalam 48 jam sebesar 78,6% vs 64,6% (P<.001).Efek samping terhadap ibu
pada pemberian ritodrine yang sering dilaporkan adalah gangguan
kardiopulmonar (seperti; takikardia, hipotensi, aritmia, iskemia miokard, oedem
pulmonum) dan gangguan metabolik (seperti; hiperglikemia, hipokalemia). Pasien
juga sering mengeluh timbulnya tremor ( 10-15%), palpitasi (33%), cemas (5-
10%), gelisah (5-10%), serta beberapa gangguan seperti, mual, muntah, sakit
kepala, serta nyeri dada.

Magnesium Sulfat

10
Magnesium sulfat [MgSO4 7(H2O)] sudah lama dikenal dan dipakai pada
penderita preeklampsia, yang juga mempunyai sifat sebagai tokolitik. Kadar
serum magnesium yang efektif sebagai tokolitik antara 5-8 mEq/lt, dan
toksisitasnya terlihat pada kadar serum magnesium > 10 mEq/lt .

Mekanisme kerja MgSO4 dengan cara menghambat kontraksi uterus belum


diketahui secara lengkap. MgSO4 mempunyai dua cara kerja sebagai tokolitik
yaitu:

1. Menekan pelepasan asetilkolin oleh motor end plate pada sambungan


neuromuskuler sehingga menekan transmisi impuls saraf ke otot polos
uterus, dengan akibat relaksasi otot uterus.
2. Bersifat antagonis terhadap kalsium baik tingkat seluler maupun
ekstraseluler, penurunan kalsium intraseluler akan menyebabkan
penurunan aktifitas adenosine triposfatase sehingga tidak terjadi aktifasi
kompleks aktin-miosin yang menimbulkan kontraksi otot polos, dengan
hasil akhir relaksasi otot polos uterus.
Dianjurkan pemberian MgSO4 sebagai tokolitik sebaiknya diberikan pada fase
laten dini dalam persalinan, agar diperoleh hasil yang optimal Elliot melaporkan
bahwa MgSO4 dapat mencegah kelahiran dalam 24 jam sebesar 78%, dalam 48
jam 76%, dalam 72 jam 70% dan sampai lebih dari 7 hari sebesar 51% pada
ketuban masih utuh. Magnesium sulfat menjadi lebih efektif dengan dilatasi
serviks yang masih kecil. Kehamilan dapat diperpanjang dalam 48 jam sebesar
87% pada penderita dengan dilatasi serviks kurang dari 2 cm, 62% dengan dilatasi
serviks antara 3 sampai 5 cm, dan 31% dengan dilatasi serviks lebih dari 6 cm.
Tokolitik kurang efektif jika diawali dengan pecah selaput ketuban, hanya 64%
tidak terjadi kelahiran dalam waktu 48 jam dan pada kehamilan kembar sebesar
69% tidak terjadi kelahiran dalam waktu 48 jam (Hearne, 2000). Pada penelitian
di Denpasar, MgSO4 mempunyai efektivitas sebesar 86,79 % untuk menunda
persalinan minimal 48 jam. Hasil ini sama dengan yang dikemukakan oleh Elliot
(1995), yaitu sebesar 87 %3. Saat ini di RS Sanglah sudah mempunyai prosedur
tetap pemberian tokolitik MgSO4 pada persalinan prematur. Efek sampingnya, a.l;
kemerahan pada wajah (flushing), lethargia, sakit kepala, kelemahan pada otot,

11
diplopia, mulut kering, mual muntah, nafas pendek, dan oedem paru. Hilangnya
refleks patella terjadi bila kadar serum mencapai 8 sampai 12 mg/dl. Kesukaran
bernafas, hipotensi, perubahan pada elektrokardiografi terjadi pada kadar serum
15 sampi 17 mg/dl. Sedangkan henti jantung terjadi pada kadar serum 30 sampai
35 mg/dl. MgSO4 dapat melewati plasenta dan dapat menyebabkan lethargi dan
hipotoni, serta mungkin juga dapat menekan sistem pernafasan pada neonatus.
Demineralisasi dapat terjadi sekitar 50% pada bayi yang ibunya mendapat mgSO4
selama lebih dari 7 hari.3,4,5

2.6.1. Golongan Calsium Channel Blockers (Antagonis Kalsium)4,5,6

Obat-obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium


ekstraseluler ke intraseluler. Ada dua tipe saluran kalsium, yaitu (1) potensial
dependent channel, yang diaktivasi oleh depolarisasi membrane sel, (2) kerja
reseptor, yaitu diatur oleh adanya beberapa bahan kimia; neurotransmiter,
prostaglandin, hormon atau obat-obatan lain. Miometrium mengalami relaksasi
karena adanya bahan-bahan yang menghambat saluran kalsium terutama pada
potensial dependent channel (Caritis, 1992). Contoh preparat yang paling poten
dalam menghambat kontraksi miometrium golongan ini adalah nifedipine.
Sebagai tikolitik dalam penangan persalinan prematur obat ini mempunyai efek
yang paling kuat dibandingkan antagonis kalsium yang lain. Bioavailabilitas
nifedipine pada pemberian oral kira-kira 65% dan konsentrasi puncak tercapai
dalam waktu 30 menit. Pemberian awal dengan menggunakan loading dose 30
mg, kemudian diikuti dengan 10-20 mg tiap 4 sampai 6 jam. Beberapa perbedaan
dosis dan cara pemberian nifedipine meliputi:

10 mg sublingual tiap 20 menit sampai 3 kali dosis (maksimum 40 mg)


10 mg sublingual dengan 20 mg oral
30 mg secara oral
Mulai kerja obat sesudah pemberian oral adalah kira-kira 20 menit, dengan
konsentrasi puncak dalam plasma dapat dicapai dalam waktu 1 jam (antara 15-90
menit) (Hearne 2000). Mulai kerja obat lebih cepat pada pemberian sublingual,
dimana kadar serum dalam darah sudah dapat tercapai dalam 5 menit pemberian
sublingual ini (Kipikasa, 1997). Lama kerja obat pada pemberian dosis tunggal

12
dapat sampai 6 jam, dan tidak terjadi efek komulatif pada pemberian secara oral
tiap 6 jam. Nifedipine dapat menghambat kontraksi miometrium pada wanita
tidak hamil, hamil dan post partum secrara invitro. Obat ini dapat menghambat
kontraksi secara spontan dan juga karena pengaruh oksitosin, ergometrin, kalsium,
potasium dan prostaglandin. Obat ini pada beberapa penelitian dilaporkan
memiliki efektivitas yang sama dengan MgSO4, tatapi nifedipine lebih cepat
menghentikan kontraksi uterus daripada magnesium sulfat, yaitu dalam waktu
2.98 3.03 jam berbanding 4.8 4.23 jam. Antagonis kalsium yang berlebihan
dapat menyebabkan depresi jantung berat; meliputi henti jantung, bradikardia,
blok atrioventrikular dan payah jantung kongestif. Efek ini jarang dijumpai dalam
klinik. Toksisitas yang ringan dapat menimbulkan flushing, sakit kepala, pusing,
mual, muntah. Oleh karena itu monitoring yang ketat harus dilakukan dan bila
terjadi efek samping segera dilakukan hidrasi yang adekuat..

Nifedipine dapat melewati plasenta dan dapat mempengaruhi aliran darah fetus
yang dapat dianalisa dengan Doppler pada aliran arteri umbilikalis pada ibu-ibu
yang mendapat terapi nifedipine dan ritodrine, tetapi hasilnya tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang bermakna.3,4

2.6.2. Obat Penghambat Sintesa Prostaglandin

Obat ini menghambat enzim cyclooxygenase sehingga menurunkan sintesa


prostaglandin dan mencegah perubahan asam arakidonat bebas menjadi
prostaglandin (Caritis, 1995). Oleh karena prostaglandin (E dan F) merupakan
mediator terjadinya kontraksi uterus, maka dengan menurunnya produksi
prostaglandin aktivitas kontraksi uterus dapat diturunkan. Indomethasin adalah
obat golongan ini yang paling sering dipakai. Dibandingkan dengan pemberian
secara parenteral, bioavaibilitas yang lebih sempurna tercapai pada pemberian
secara oral atau secara perektal. Tetapi absorbsi terhadap suppositoria rektal masih
lebih lambat dari pada peroral. Konsentrasi dalam plasma tercapai dalam 1 sampai
2 jam setelah pemberian. Indomethasin dapat diberikan 25 mg secara oral tiap 4
jam selama 48 jam, sedangkan pada penderita yang megalami toleransi terhadap
pemberian secara oral dapat diberikan dosis awal 50 mg atau 50 100 mg secara
perektal. (Hearne, 2000) Pemberian terapi dengan golongan obat penghambat

13
sintesa prostaglandin pada umumnya dibatasi dalam hanya dalam waktu 48 72
jam dan hanya pada kehamilan 32 minggu atau kurang, karena efek samping pada
fetus seperti konstriksi duktus arteriosus yang dapat menyebabkan hipertensi
pulmonum, penurunan fungsi renal yang reversible disertai dengan
oligohidramnion, perdarahan intraventrikular, nekrotik enterokololitis, dan
hiperbilirubinemia. (Hearne, 2000). Efek samping yang berat ini hanya terjadi
pada pemberian terapi indomethasin dalam waktu yang lama, dosis yang besar,
serta penggunaan pada umur kehamilan setelah 32 minggu. Efek samping
maternal yang paling sering timbul adalah mual ringan dan heartburn. 3,4,5

Golongan oxytocin-antagonist

Mekanisme kerja golongan ini belum diketahui secara pasti, walaupun


demikian sebagian besar setuju bahwa obat ini berperan terhadap oksitosin,
dimana peran oksitosin sendiri adalah merangsang aktivitas utrerus baik secara
langsung melalui reseptor, ataupun secara tidak langsung melalui peningkatan
sintesa prostaglandin. Suatu jenis obat yang paling popular dari golongan ini
adalah atosiban.

Pada suatu penelitian dilaporkan 70,5% pasien dengan pemberian 12 jam


atosiban, tidak terjadi persalinan sampai 48 jam. Sedangkan kontraksi uterus
menghilang pada 63,3% pasien dalam waktu rata-rata 4.6 3.2 jam (Hearne,
2000). Dosis efektif atosiban tercapai pada dosis 300g/menit dengan pemberian
secara infus intravenous. Infus selanjutnya harus dilanjutkan sampai 6 jam setelah
kontraksi uterus menghilang dan dapat diteruskan sampai pada dosis maksimal
yang dapat dicapai dalam waktu 12 jam. Atosiban tidak efektif diberikan secara
oral dan penyerapannya secara intranasal sangat buruk. Keuntungan atosiban ini
adalah sangat jarang terjadi efek samping yang berat. 4,5

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : N.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 27 tahun
Status : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pesangkan
MRS : 18 Maret 2017 pkl. 15.30 WITA

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sakit perut hilang timbul
Anamnesis Umum), sakit
Penderita datang dengan keluhan sakit perut hilang timbul seperti mau melahirkan
sejak pkl. 14.00 (17 Maret 2017) nyeri dirasakan dari perut atas dan bawah,
dirasakan menjalar sampai ke punggung, makin lama dirasakan makin sering dan
bertambah berat, dirasakan sangat mengganggu aktivitas dan waktu tidur, keluhan
ini tidak hilang dengan istirahat. Keluhan sakit perut tersebut disertai dengan
keluar lendir bercampur darah. Keluar air pervaginam disangkal. Gerak anak
dirasakan baik.

Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi

15
Menarche pada umur 14 tahun, dalam tiga bulan terakhir sebelum hamil
dikatakan teratur setiap bulannya dengan siklus setiap 28 hari, lamanya 4-
5 hari tiap kali menstruasi, dengan mengganti 2-3 kali pembalut penuh.
Hari Pertama Haid Terakhir : 20 Agustus 2016
Taksiran Partus : 27 Mei 2017

Riwayat Pernikahan
Pasien telah menikah 1 kali dengan suami selama 7 tahun.

Riwayat persalinan
1. Laki-laki, 3000 gram, lahir spontan belakang kepala, RSUD, umur 4 tahun
2. Hamil ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien mengatakan telah kontrol kehamilan ke bidan sebanyak 4 kali. Pada buku
kontrol selama kehamilan berat badan dikatakan sedikit meningkat dari 63 kg
menjadi 75 kg. Selama kontrol di bidan tekanan darah berada dalam batas
normal.

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi


Pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim tetapi sudah stop sejak 2 tahun
yang lalu.

Riwayat Penyakit terdahulu


Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan
kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis, dan
tekanan darah tinggi).

Riwayat Penyakit di Keluarga


Tidak ada dalam keluarga penderita memiliki riwayat penyakit yang berhubungan
dengan kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing
manis, dan tekanan darah tinggi).

16
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Kegiatan sehari-hari hanya terbatas
dirumah dan aktivitasnya tidak berat. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok
dan mengkonsumsi alkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu tubuh aksila : 36,5C
Tunggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 75kg
IMT : 33,33 kg/m3

Status General
Kepala : Mata : anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas: Akral hangat: ekstremitas atas +/+
ekstremitas bawah +/+
Edema : ekstremitas atas -/-
ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri
Mammae
Inspeksi

17
Hiperpigmentasi aerola mammae (+)
Penonjolan glandula Montgomery (+)

Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae gravidarum (striae livide
dan striae albicantes)

Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus. Teraba
bagian bulat dan lunak. Kesan bokong.
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan teraba bagian kecil
di kanan
III. Teraba bagian bulat, keras dan bisa digerakkan (kesan kepala).
IV. Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul,konvergen
Tinggi Fundus Uteri 26 cm
His (+) 2-3 kali/10 ~30- 35
Gerak janin (+)
Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kiri bawah umbilikus
dengan frekuensi 12.11.12
Vagina
Blood slym (+), karankula himenalis (+),
VT (Pk. 15.45 wita)
Pembukaan servik 2 cm, efficement 50 %, ketuban (+)
teraba kosong
tidak teraba bagian kecil/tali pusat.

3.4 Diagnosis
G2P1001, 30 minggu 0 hari, Tunggal/Hidup, PPI
(PBB 1427 gram)

18
3.5 Penatalaksanaan
Pdx: DL, BT/CT, UL
Tx : Konservatif:
Tirah baring
Nefedifin 2 X 10 mg
Dexamethasone 1 X 12 mg
Mx : Observasi keluhan, vital sign, HIS, djj
KIE: Penderita dan keluarga tentang keadaan janin dan rencana tindakan

3.6 Perkembangan Kesehatan Pasien


19 Maret 2017
S : Keluhan subjektif (-), BAK (+), BAB (-)

O : St. Present
KU baik
TD : 110/80 mmHg R : 20x/menit
N : 84x/menit Tax: 36,5C
St. General :
Mata : anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas: Akral hangat: ekstremitas atas +/+
ekstremitas bawah +/+
Oedem : ekstremitas atas -/-
ekstremitas bawah -/-
St. Obstetri :
Payudara
- Inspeksi : pembengkakan (-), retraksi puting susu (-)
- Palpasi : colostrum (+)

19
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
- Palpasi : TFU 2 jari atas pusat, kontraksi uterus (+) baik
Vagina
- Inspeksi : Perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
A : G2P1001, 30 minggu 0 hari, Tunggal/Hidup, PPI
P : Pdx : -
Tx : Konservatif:
Tirah baring
Nefedifin 2 X 10 mg
Dexamethasone 1 X 12 mg
KIE: Penderita dan keluarga tentang keadaan janin dan rencana tindakan

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Partus prematurus iminens adalah ancaman lahirnya hasil konsepsi pada umur
kehamilan kurang dari 37 minggu yang ditandai adanya kontraksi uterus yang
terkoordinasi, teratur, interval kurang dari 10 menit dengan durasi minimal 30
detik, yang menyebabkan perubahan progresip pada serviks disertai adanya
penurunan bagian terendah atau adanya perubahan dilatasi serviks pada hasil
periksa dalam oleh pemeriksa yang sama dengan selang waktu 1 jam bersamaan
dengan adanya 2 atau lebih kontraksi setiap 10 menit dengan durasi minimal 30
detik, yang disertai adanya penurunan bagian terendah.2 Diagnosis partus
prematurus iminen ditegakkan berdasaarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan
sakit perut seperti mau melahirkan perut dirasakan dari perut atas dan bawah,
dirasakan menjalar sampai ke punggung, makin lama dirasakan makin sering dan
bertambah berat, dirasakan sangat mengganggu aktivitas dan waktu tidur, keluhan
ini tidak hilang dengan istirahat. Keluhan sakit perut tersebut tidak disertai dengan
keluar lendir bercampur darah. Keluar air pervaginam disangkal. Gerak anak
dirasakan baik. Dari pemeriksaan fisik tinggi fundus uteri 3 jari di bawah
processus xiphoideus (26 cm) yang sesuai dengan umur kehamilan 30 minggu,
dengan tafsiran berat badan janin 1427 gram. Terdapat kontraksi uterus terdapat
kontraksi sebanyak 2-3 kali/10 ~30- 35, umur kehamilan menurut USG
didapatkan 29 minggu 3 hari.
Tujuan utama terapi terletak pada penghambatan (inhibisi) persalinan yaitu
memperpanjang lama kehamilan hingga 37 minggu untuk mendapatkan maturitas
janin. Pada pasien ini setelah diterapi konservatif dengan tirah baring, nifedipin
dengan dosis 2x10 mg per oral. Istirahat ditempat tidur memberikan hasil yang
baik. Berbaring kesisi kiri dengan bantal dibawah pinggul dan tungkai
mengurangi beban pada serviks serta memperbaiki sirkulasi fetomaternal. 4,5
Nifedipin adalah tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan prematur,

21
merupakan salah satu upaya pencegahan sekunder pada persalinan prematur.
Tujuan penanganan persalinan preterm adalah untuk menghentikan kontraksi
uterus dengan obat-obat tokolitik sampai kehamilan seaterm mungkin/sampai
janin mempunyai maturitas paru yang dianggap cukup. Jika terdapat peningkatan
kontraksi uterus selama kehamilan dan merasakan tanda-tanda lain yang
merupakan peningkatan risiko untuk terjadinya persalinan preterm.

22
BAB V
RINGKASAN

Partus prematurus iminens adalah ancaman lahirnya hasil konsepsi pada


umur kehamilan kurang dari 37 minggu yang ditandai adanya kontraksi uterus
yang terkoordinasi, teratur, interval kurang dari 10 menit dengan durasi minimal
30 detik, yang menyebabkan perubahan progresip pada serviks disertai adanya
penurunan bagian terendah atau adanya perubahan dilatasi serviks pada hasil
periksa dalam oleh pemeriksa yang sama dengan selang waktu 1 jam bersamaan
dengan adanya 2 atau lebih kontraksi setiap 10 menit dengan durasi minimal 30
detik, namun tidak disertai adanya penurunan bagian terendah .2 Diagnosis partus
prematurus iminen ditegakkan berdasaarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Manajemen yang dilakukan pada kasus ini dengan
kehamilan preterm adalah dengan perawatan konservatif yaitu tirah baring,
diberikan tokolitik, dan diberikan dexamethasone, dan observasi keluhan, vital
sign,his dan djj.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kornia Karkata, dr. SpOG,dkk. Pedoman diagnosis Terapi dan Bagan Alur
Pelayanan Pasien. 2003;7

2. Preterm birth, William Obstetric 21th,689-727

3. Ronald, S Gibb,dkk. Danforths Obstetris and Gynecology, 9th Ed


Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2003;Chapter 11

4. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L (2002), Obstetrics Normal and
Problem Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone,New York.

5. Cunningham G.E., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C,
(2001), Williams Obstetrics, ed.21, Mc Graw Hill, New York.

24

Anda mungkin juga menyukai