sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang
pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Beda tetap.
Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi
komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.
Contoh penghasilan : sumbangan, Penghasilan bunga deposito.
Contoh biaya : biaya sumbangan, biaya sanksi perpajakan.
b. Beda waktu
Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi tidak
dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan.
Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs
Contoh biaya : biaya penyusutan, biaya sewa
Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut :
a. Koreksi fiskal positif
Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh
terutang.
Contoh : Biaya PPh
Selengkapnya lihat Jenis koreksi fiskal positif.
b. Koreksi fiskal Negatif
Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Contoh : Penghasilan bunga deposito.
Selengkapnya lihat Jenis koreksi fiskal negatif.
Dasar Hukum :
a. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Koreksi Fiskal Positif Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena
pajak dan PPh terutang.
Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali :
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang.
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
usaha pengolahan limbah industry.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
h. Pajak Penghasilan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
l. Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang
sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
m. Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang
sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
n. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
Referensi :
a. Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 9 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian
serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan
negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang
pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa
dan negara.
Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun
internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga
meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak
badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak
penghasilan badan.
Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan
untuk menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib
dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung pajaknya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak
badan dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1
angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki kewajiban
subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai
berikut :
Perusahaan Dagang
Penjualan Bruto Rp
Pembelian Rp _ (+)
===========
a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih kecil
dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Uraian Komersial Fiskal Keterangan
Pemberian sembako untuk pegawai diakui Tidak diakui Harus dikoreksi
Pemberian fasilitas rekreasi u/ pegawai diakui Tidak diakui Harus dikoreksi
Pemberian fasilitas tempat tinggal u/pegawai diakui Tidak diakui Harus dikoreksi
Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil
dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung secara
fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba yang
dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar
dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka
waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya
adalah sbb:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun
dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:
Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai
bukunya sama dengan nilai perolehan.
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan
komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka
akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal menjadi
lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal negatif.
Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan
Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:
Penghasilan Neto Komersial . Rp.
Untuk memperoleh angka-angka dalam menghitung koreksi fiskal tersebut, harus dipahami
pengeluaran-pengeluaran/beban yang diakui secara fiskal dan pengeluaran-
pengeluaran/beban yang tidak diakui secara fiskal. Pengeluaran-pengeluaran yang
diakui/dapat dikurangkan secara fiskal diatur pada pasal 6 UU Pajak Penghasilan, sedangkan
pengeluaran-pengeluaran yang tidak diakui/tidak dapat dikurangkan, diatur pada pasal 9 UU
PPh sebagai diuraikan berikut.
a Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, terma
1 Biaya Pembelian Bahan
2 Biaya berkenaan pekerjaan atau jasa termasuk :
Misalnya: upah borongan, upah harian dst untuk m
Upah
lesaikan suatu pekerjaan
Imbalan atas pekerjaan yang berhubungan dengan
perburuhan
Gaji
( lihat juga psl 9 huruf f dan j )
7 Biaya Promosi dan Penjualan Diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keua
8 Biaya administrasi Contoh: alat tulis, kantor dsb
Rincian tersebut diatas merupakan contoh, karena disebutkan termasuk, berarti ada pengurangkan lain ya
diakui secara fiskal, misalnya:
Dapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan
usaha dengan syarat dibuatkan daftar nominatif ya
dilampirkan dalam SPT PPh.
Biaya representasi/intertainment, jamuan tamu
(SE-27/PJ.22/1986)
(Kep-220/PJ/2002)
(Kep-220/PJ/2002)
Contoh:
Penggantian
Pengobatan cuma-cuma untuk
sehubungan dengan untuk pegawai, dimana perusahaan
langsung membayar kepada RS/ klinik
e pekerjaan/jasa dalam
Pemberian beras, gula dsb.
bentuk natura dan
Fasilitas perumahan;
kenikmatan
Kecuali :
Yang diatur lebih lanjut berdasar-kan Peraturan Contoh: pakaian kerja yang berkaitan
Menteri Keuangan. dengan keselamatan kerja, seragam
satpam, seragam pabrik, pakaian
proyek dsb.
h Pajak Penghasilan
Biaya untuk kepentingan pribadi WP dan Contoh: biaya bahan bakar dan servis
i
keluarganya mobil pribadi WP.OP
Dalam hal WP berbentuk firma atau
Gaji yang dibayarkan kpd anggota persekutuan, CV tidak atas saham-saham, maka
j
firma, CV yang modalnya tidak terbagi atas saham pemberian imbalan kepada anggota
persekutuan tidak boleh dikurangkan.
Contoh: sanksi bunga atas
Sanksi bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana
k keterlambatan menyetor PPh, sanksi
pajak
denda dsb
Akuntansi Koreksi
PPh/
Komersia Beda Beda
Uraian Fiskal
l Tetap Waktu
I Penjualan x x
II Harga Pokok Penjualan
Metode FIFO x x
Metode Rata-rata x x
Metode LIFO x k
III Laba Bruto Usaha ( I II ) x x
IV Beban Usaha
1 Gaji x x
2 Tunjangan PPh 21 x x
3 PPh 21 dibayar perusahaan x k
Tunjangan dalam bentuk uang, misalnya : tunjangan
4 isteri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan, THR dsb x x
asal diberikan dalam bentuk uang.
Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas,
misalnya:
Fasilitas perumahan;
Rekreasi.
a. Penyisihan
Keterangan :
Terdapat kesamaan dalam perlakuan atau terdapat nilai yang sama-sama diakui walaupun
x=
jumlahnya mungkin berbeda;
Tidak terdapat angka atau jumlah yang perlu dicatat atau dibukukan atau tiidak dilakukan
=
koreksi fiskal
Terdapat koreksi antara Laba Rugi Komersial dengan Laba Rugi Fiskal (Penghasilan Kena
k=
Pajak)
Sebenarnya perhitungan Laba Rugi Fiskal itu didasarkan pada perhitungan Laba Rugi
Komersial sesuai dengan standar Akuntansi Keuangan, namun terdapat penyesuaian-
penyesuaian terbatas untuk hal-hal tertentu. Kesamaan maupun perbedaan diantara keduanya
yang dapat dikelompokkan/diklasifikasi sebagai berikut:
2 Perbedaan Pengaturan
a Perbedaan Prinsip Pengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal berbeda dengan
ketentuan/pengaturan dalam menghitung Laba Rugi Komersial.
Sumbangan.
Dalam hal penyusutan, Fiskal hanya mengenal metode Garis Lurus dan
Metode Saldo Menurun. Fiskal tidak mengenal penyusutan lainnya
misalnya: Metode Penyusutan berdasarkan jam Jasa, Metode Penyusutan
berdasarkan Hasil Produksi. Demikian juga tidak dikenal adanya nilai
residu dalam hal penyusutan fiskal.
Keterbatasan pilihan
Dalam hal penilaian persediaaan/harga pokok, Fiskal hanya mengenal
dalam menentukan
b metode FIFO dan Metode Rata-rata. Fiskal tidak mengenal metode
metode Pembukuan/
lainnya misalnya: metode LIFO, Lower Cost or Market dsb.
Akuntansi
Dalam hal terdapat kerugian karena adanya piutang tak tertagih, fiskal
hanya mengenal pembebanan secara langsung dengan syarat-syarat
tertentu. Pada dasarnya Fiskal tidak mengenal metode pencadangan
untuk hal tersebut.
Dengan demikian sebenarnya yang harus diperhatikan adalah pada hal-hal yang berbeda saja,
sehingga tidaklah sulit untuk menghitung Laba Fiskal apabila sudah terdapat perhitungan
Laba Komersial.
Karena adanya perbedaan tersebut maka dalam menghitung Laba Fiskal setelah diketahui
adanya Laba Komersial perlu dilakukan koreksi fiskal.
Koreksi fiskal dapat merupakan Koreksi Positif atau Koreksi Negatif. Koreksi Positif adalah
koreksi fiskal atas Laba Komersial untuk mandapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba
Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial. Koreksi Negatif adalah koreksi fiskal atas Laba
Komersiel untuk mendapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih kecil dari pada
Laba Komersial.
Untuk keperluan koreksi fiskal tersebut dapat disusun suatu Daftar Rekonsiliasi antara Laba
Komersial dengan Laba Fiskal.
Setelah didapat jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak bagi
wajib pajak orang pribadi, dikurangkan terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Jumlah PTKP ini ditentukan dengan jumlah tanggungan keluarga wajib pajak secara
relatif. Hal ini diatur pada pasal 7 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Sd 2004 2005 2006s.d 2008 Mulai 2009 Mulai 2013
Diri wajib Rp2.880.000,0 Rp12.000.000,0 Rp13.200.00 Rp15.840.00 Rp24.300.00
a
pajak 0 0 0 0 0
Tambahan
untuk wajib Rp1.440.000,0
b Rp1.200.000,00 Rp1.200.000 Rp1.320.000 Rp2.025.000
pajak yang 0
kawin
Tambahan
untuk seorang
Rp15.840.00 Rp24.300.00
isteri yang
0 0
penghasilanny Rp2.880.000,0 Rp12.000.000,0 Rp13.200.00
c
a digabung 0 0 0
dengan
penghasilan
suami
Tambahan
untuk setiap
anggota
keluarga
sedarah dan
keluarga
semenda
dalam garis Rp1.440.000,0
d Rp1.200.000,00 Rp1.200.000 Rp1.320.000 Rp2.025.000
keturunan 0
lurus serta
anak angkat,
yang menjadi
tanggungan
sepenuhya,
paling banyak
3 orang
Penetapan jumlah PTKP ini dilakukan pada keadaan awal tahun, sehingga tambahan
tanggungan keluarga pada tahun berjalan, misalnya terdapat kelahiran anak, maka untuk
tahun tersebut belum mempengaruhi jumlah PTKP. PTKP baru disesuaikan pada tahun
berikutnya. Hal yang sebaliknya juga demikian, misalnya berkurangnya tanggungan keluarga
karena adanya kematian, maka PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya.
Dimaksud sebagai keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak, cucu, ayah dan
ibu dari wajib pajak. Sedangkan dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus adalah ayah mertua dan ibu mertua. Mereka dapat menjadi bagian dari PTKP dengan
syarat menjadi tanggungan sepenuhnya bagi wajib pajak serta jumlahnya maksimum tiga
orang.
6. Kompensasi Kerugian
Sisa rugi fiskal 2009 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa tersebut pada akhir tahun
2014 tidak dapat dikompensasikan lagi untuk tahun 2015 dan tahun-tahun selanjutnya.
Sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya dapat dikompensasikan
dengan laba fiskal untuk tahun 2015 dan 2016 saja, karena jangka waktu kompensasi dibatasi
untuk waktu lima tahun.
Setelah diketahui jumlah penghasilan kena pajak, proses selanjutnya dalam menghitung pajak
penghasilan adalah menerapkan tarif pajaknya. Tarif pajak penghasilan diatur pada pasal 17
Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
5% Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% Rp250.000.000 Rp62.500.000
30% Rp100.000.000 Rp30.000.000
Jumlah Rp125.000.000
Tarif tertinggi untuk wajib pajak orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25%
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Untuk Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif tunggal sebesar 28%.
Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun 2010.
c. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang diseor diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif
sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif biasa.
d. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif biasa yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
dari bagian Penghasilan Bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 (empat milyar rupiah).
9. Norma Penghitungan
Pada prinsipnya wajib pajak baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan
diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan pembukuan tersebut
penghasilan kena pajak dapat dihitung. Pada kenyataannya tidak semua wajib pajak mampu
menyelenggarakan pembukuan. Untuk itu Undang Undang Pajak memberikan kemungkinan
bahwa wajib pajak boleh tidak menyelenggarakan pembukuan, namun cukup
menyelenggarakan pencatan saja, dengan syarat :
Pencatatan sebagai dimaksudkan dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur
tentang peredaran bruto dan atau penerimaan penghasilan, yang nantinya digunakan sebagai
dasar untuk menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang yang
didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan.
Norma penghitungan adalah pedoman untuk memghitung besarnya penghasilan netto yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh Penerapan Norma Penghitungan untuk menghitung Pajak Penghasilan bagi wajib
pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan namun hanya menyelenggarakan pencatatan,
dan telah mendapatkan ijin dari Dirjen Pajak.
Tahun 2010
Diri WP Rp.15.840.000
Jumlah....Rp 21.120.000
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
Jumlah Rp298.664.000
2 Comments
Tags
Perpajakan
Kali ini, saya ingin membahas soal yang menurut saya cukup kompleks dan rumit, bahkan
saya pun sulit mencari penjelasan di internet ini. Soal ini diberikan oleh dosen perpajakan
UNSWAGATI Cirebon pada saat kuis dan UAS hari ini (Jumat 10/01/2014). Kita diminta
untuk membuat KOREKSI FISKAL dari sebuah laporan laba rugi suatu perusahaan dagang.
Untuk lebih jelasnya, mari langsung saja lihat soal ini :
Laba Kotor
Biaya Usaha:
Biaya Iklan Rp 17.500.000
Biaya Gaji 120.000.000
Biaya Perjalanan 35.000.000
Biaya Depresiasi
Kendaraan
Biaya Depresiasi
Peralatan
Biaya Depresiasi
Gedung
Biaya Listrik 32.500.000
Biaya Pajak Bumi dan 7.000.000
Bangunan
Bea Perolehan Hak 8.000.000
atas Tanah dan
Bangunan
Pajak Penghasilan 15.000.000
Pasal 25
Biaya Asuransi 6.500.000
Gedung
Biaya Telepon 42.500.000
Biaya Perlengkapan 10.000.000
Biaya Alat Tulis 6.000.000
Kantor
Biaya Sewa 10.000.000
Biaya Sumbangan dan 20.000.000
Zakat
Biaya Kerugian
Piutang
Laba Usaha
Pendapatan Lain-Lain 65.000.000
Laba Bersih
Berikut Adalah
Informasi tambahan:
4. Biaya Gaji termasuk Rp16.000.000 untuk pembelian beras yang dibagikan kepada
karyawan
5. Biaya Perjalanan, termasuk Rp5.000.000 untuk pembelian tiket isteri pimpinan yang
menyertai perjalanan dinas
truk dengan harga perolehan Rp200.000.000, menurut akuntansi umur ekonomis 10 tahun,
nilai residu Rp10.000.000
Metoda penyusutan baik untuk fiskal maupun akuntansi saldo menurun ganda,
menurut fiskal, kendaraan truk, masuk kelompok 2.
7. Peralatan terdiri atas Peralatan Kantor, dengan harga perolehan Rp180.000.000, umur
ekonomis 5 tahun, nilai residu Rp5.000.000; dan peralatan telekomunikasi berupa handphone
yang digunakan untuk kegiatan operasional, 10 buah harga perolehan masing-masing
Rp3.000.000, nilai residu masing-masing Rp300.000, umur ekonomis 4 tahun.
Penyusutan menggunakan metode saldo menurun ganda baik untuk kepentingan akuntansi
maupun fiskal. Menurut fiskal handphone kelompok 1 dan peralatan kantor masuk kelompok
2.
9. Biaya Telepon, termasuk pembelian pulsa telepon seluler untuk pimpinan dan bagian
pemasaran, selama tahun 2009 sebesar Rp24.000.000
10. Biaya Sewa dibayar awal tahun 2009 untuk sewa kantor perwakilan luar kota tahun 2009
dan 2010 (dua tahun)
11. Biaya Sumbangan dan Zakat, Rp10.000.000 diserahkan kepada Badan Amil Zakat (yang
didirikan oleh pemerintah), bukti lengkap, yang Rp6.000.000 sumbangan untuk hari besar
nasional dan Rp4.000.000 untuk yayasan yatim piatu di sekitar perusahaan
12. Biaya Kerugian Piutang, untuk keperluan akuntansi, perusahaan menerapkan metode
cadangan sebesar 1% dari penjualan neto, sedang pada periode tersebut piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih sebesar Rp15.000.000
13. Pendapatan Lain-Lain, termasuk Rp20.000.000 bunga deposito dan Rp5.000.000
pendapatan sewa gedung yang digunakan untuk suatu acara dan pajak telah dipotong sesuai
peraturan perpajakan
14. Perusahaan mulai beroperasi awal tahun 2007, semua aktiva tetap digunakan sejak
perusahaan beroperasi
Diminta !!
Pembahasan :
2. Masukan setiap akun dan nilainya yang diketahui pada Laporan Laba Rugi di soal pada
kolom Akun dan Akuntansi yang ada di tabel Koreksi Fiskal
3. Kerjakan satu informasi tambahan yang ada! (Lebih baik untuk berurutan). Ingat !
Koreksi Fiskal Positif = Menambah Laba, Koreksi Fiskal Negatif = Mengurangi Laba
4. Ketika masuk pada Biaya Depresiasi, buatlah tabel depresiasinya dan untuk efisiensi waktu
hitung depresiasi hanya yang dibutuhkan saja. Lihat pada tahun berapa usaha dimulai, dan
aktiva tersebut mulai digunakan. Dalam soal ini lihatlah pada informasi tambahan nomor 14.
Sehingga kita hanya perlu membuat tabel depresiasi dari tahun 2007 hingga 2009 saja.
KOREKSI FISKAL
Koreksi Fisk
Akun Akuntansi
Positif N
Penjualan
1.575.000.000 (1)
75.000.000
(2) (2)
126.000.000 (53.500.000)
Retur Penjualan
(3)
200.000.000
Persediaan (awal)
Pembelian 875.000.000
10.600.000
Biaya Angkut Pembelian
(3)
275.000.000
Persdiaan (akhir)
810.600.000
17.500.000
Biaya Iklan
(4)
(16.000.000)
Biaya Gaji 120.000.000
(5)
35.000.000 (5.000.000)
Biaya Perjalanan
25.600.000 2
Biaya Depresiasi Kendaraan
(7)
29.670.000 (1.486.406)
Biaya Depresiasi Peralatan
38.000.000 (8
Biaya Depresiasi Gedung 12.0
32.500.000
Biaya Listrik
7.000.000
Biaya Pajak Bumi dan Bangunan
15.000.000 (*)
Pajak Penghasilan Pasal 25 (15.000.000)
6.500.000
Biaya Asuransi Gedung
42.500.000 (9)
Biaya Telepon (18.500.000)
10.000.000
Biaya Perlengkapan
6.000.000
Biaya Alat Tulis Kantor
(10)
10.000.000 (5.000.000)
Biaya Sewa
20.000.000 (11)
Biaya Sumbangan dan Zakat (10.000.000)
Biaya Kerugian Piutang
(**)
14.490.000
437.760.000
(^)
Laba Usaha 200.640.000
65.000.000 (1
Pendapatan Lain-Lain (25
(#)
Laba Bersih 265.640.000
Laba Bersih / PKP
(1) Pada Informasi Tambahan Penjualan termasuk penjualan kepada cabang di kota lain,
seharga Rp425.000.000 yang jika dijual kepada pelanggan seharga Rp500.000.000 Jika kita
cermati seksama nominal penjualan pada kolom Akuntansi sebesar Rp 1. 575.000.000
disebutkan sudah termasuk penjualan kepada cabang Rp 425.000.000. Menurut Fiskalnya
Penjualan dalam Usaha Dagang adalah penjualan kepada pelanggan bukan kepada cabang.
Sehingga nilainya bukan 425.000.000 tetapi 500.000.000. Karena ini 425.000.000 sudah
masuk di akun penjualan maka kekurangan yang perlu dikoreksi untuk fiskal adalah
75.000.000 (500.000.000-425.000.000). Rp. 75.000.000 ini akan menambah penjualan pada
kolom fiskal, Penjualan Naik maka Laba akan naik untuk itu dimasukan kedalam Koreksi
Fiskal Positif.
(2) Pada Informasi tambahan Perusahaan mengantisipasi retur penjualan dengan metode
cadangan sebesar 8% dari penjualan; retur penjualan yang terjadi selama tahun 2009 sebesar
Rp72.500.000 Perusahaan membuat cadangan untuk mengantisipasi retur penjualan sebesar
8% dari penjualan, maka 8% x Rp 1.575.000.000 = Rp 126.000.000. Sedangkan pada
faktanya retur yang terjadi hanya sebesar Rp 72.500.000. Nilai 72.500.000 ini lah merupakan
jumlah retur penjualan yang akan dicatat pada kolom fiskal. Terdapat selisih sebesar Rp
53.500.000 (126.000.000 72.500.000), yang mana mengurangi jumlah nominal retur
penjualan. Retur penjualan yang turun, maka akan memperbesar penjualan, Penjualan
meningkat maka Laba akan meningkat, untuk itulah dimasukan pada kolom koreksi fiskal
positif.
(3) Perusahaan menerapkan metode harga yang terendah antara harga pokok dan harga pasar
(LOCOM). Harga
Pokok Harga Pasar
Jelas sekali pada informasi diatas bahwa persediaan awal dan akhir ditetapkan dengan harga
terendah antara harga pasar dan harga pokoknya. Sehingga Persediaan awal ditetapkan
sebesar Rp 200.000.000 sedangkan persediaan akhir ditetapkan sebesar Rp 275.000.000.
*Ada satu variasi lagi dalam informasi tentang persediaan selain yang ada disoal diatas, yaitu
seperti dibawah ini
Hitung persediaan akhir menggunakan metode FIFO (Bisa diganti LIFO dan Average). Dari
sini kita bisa mengetahui tentang nilai Persediaan Awal (lihat dari Saldo (unitxbiaya))
Pembelian (Totalkan semua pembelian yang terjadi) Sedangkan Persediaan Akhir kita harus
mehitungnya dengan membuat tabel persediaan seperti ini
PD. Anugerah
(Konveksi)
Kartu Persediaan Barang Dagangan : Pakaian
FIFO
Tanggal Pembelian Penjualan Saldo
harga harga
Unit total unit total unit harga pokok total
pokok jual
01-Jan
5 35.000 175.000
03-Jan 36.000
12 432.000 5 35.000 175.000
12 36.000 432.000
17 71.000 607.000
05-Jan 35.000,
5 175.0007 36.000 252.000
0
36.000,
5 180.000
0
71.000,
10 355.000
0
06-Jan 37.000
10 370.000 7 36.000 252.000
10 37.000 370.000
17 73.000 622.000
10-Jan 36.000,
7 252.0009 37.000 333.000
0
37.000,
1 37.000
0
73.000,
8 289.000
0
14-Jan 37.000,
5 185.0004 37.000 148.000
0
20-Jan 37.500
10 375.000 4 37.000 148.000
10 37.500 375.000
14 74.500 523.000
25-Jan 37.000,
4 148.0006 37.500 225.000
0
37.500,
4 150.000
0
74.500,
8 298.000
0
*BTUD / Barang Tersedia Untuk Dijual didapat dari (Persediaan awal + Pembelian Neto)
(4) Biaya Gaji termasuk Rp16.000.000 untuk pembelian beras yang dibagikan kepada
karyawan. Pembelian beras ini menurut Fiskal tidak boleh dimasukkan dalam biaya gaji,
dalam soal ini berarti biaya gaji harus di kurangkan Sebanyak Rp 16.000.000. Hal ini
berpengaruh terhadap biaya gaji yang menurun sehingga laba akan meningkat, Laba
meningkat merupakan koreksi fiskal positif untuk itu di taruh pada kolom fiskal positif
sebesar (Rp 16.000.000)
(5) Biaya Perjalanan, termasuk Rp5.000.000 untuk pembelian tiket isteri pimpinan yang
menyertai perjalanan dinas. Biaya pembelian tiket istri, menurut fiskal tidak termasuk dalam
kegiatan perusahaan sehingga hatus dikurangkan dari Biaya Perjalanan. Sehingga biaya
perjalanan dikurangkan sebesar (Rp 5.000.000), karna biaya menurun maka laba akan
meningkat, hal ini berarti koreksi fiskal positif maka di taruh pada kolom koreksi fiskal
positif.
(*) Pajak penghasilan Pasal 25 pada fiskal harus di nol kan , beban pajak penghasilan menjadi
nol, sehingga laba meningkat. Laba meningkat berarti koreksi fiskal positif.
(9) Biaya Telepon, termasuk pembelian pulsa telepon seluler untuk pimpinan dan bagian
pemasaran, selama tahun 2009 sebesar Rp24.000.000. Ternyata biaya telepon setelah dinilai
pada fiskal sebesar Rp 24.000.000 sehingga biaya telepon pada akuntansi harus dikurangkan
sebesar (Rp 18.500.000) . Biaya telepon yang turun, mengakibatkan laba meningkat,
sehingga termasuk koreksi fiskal positif.
(10) Biaya Sewa dibayar awal tahun 2009 untuk sewa kantor perwakilan luar kota tahun 2009
dan 2010 (dua tahun). Biaya sewa pada akuntansi ternyata adalah biaya sewa untuk tahun
2009 dan 2010, sedangkan kita akan membuat koreksi fiskal untuk tahun 2009 saja. Sehingga
total biaya sewa pada akuntansi (Rp10.000.000) harus di bagi 2tahun, berarti masing-masing
tahun sebesar Rp 5.000.000. Biaya sewa untuk koreksi fiskal tahun 2009 harus dikurangkan
(Rp 5.000.000). Biaya berkurang mengakibatkan laba bertambah, sehingga hal ini termasuk
koreksi fiskal positif.
(11) Biaya Sumbangan dan Zakat, Rp10.000.000 diserahkan kepada Badan Amil Zakat (yang
didirikan oleh pemerintah), bukti lengkap, yang Rp6.000.000 sumbangan untuk hari besar
nasional dan Rp4.000.000 untuk yayasan yatim piatu di sekitar perusahaan. Pada fiskal
ternyata biaya sumbangan zakat hanya diakui Rp 10.000.000 sehingga biaya sumbangan pada
akuntansi harus dikurangkan sebesar (Rp 10.000.000) dari saldo awal Rp 20.000.000. Biaya
berkurang mengakibatkan laba meningkat, sehingga hal ini termasuk kedalam koreksi fiskal
positif.
(**) berdasarkan soal nomor 12 biaya kerugian piutang pada akuntansi dinilai sebesar 1%
dari penjualan neto. Sehingga 1% x Rp 1.449.000.000 = Rp 14.490.000
(12) Biaya Kerugian Piutang, untuk keperluan akuntansi, perusahaan menerapkan metode
cadangan sebesar 1% dari penjualan neto, sedang pada periode tersebut piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih sebesar Rp15.000.000 . Pada kenyataan ternyata piutang yang tak
tertagih seharusnya Rp 15.000.000 sehingga harus ditambahkan dari saldo biaya kerugian
piutang pada akuntansi sebesar Rp 510.000 dari nilai awal Rp 14.490.000 . Biaya bertambah
mengakibatkan laba menurun, sehingga hal ini termasuk kedalam koreksi fiskal negatif.
Peredaran bruto (PB) = penjualan bruto = 1.575.000.000, maka PB 4,8M (Jawaban soal ini)
PPh terutang 59,512,740
begawan5060
Koreksi positif = menambah laba komersial
Koreksi negatif = mengurangi laba komersial
kevink
Koreksi Positif = Koreksi atas biaya - biaya yang menurut Fiskal tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan
Koreksi Negatif = Koreksi atas biaya-biaya yang menurut Fiskal dapat dikurangkan dari
penghasilan
Contoh :
Koreksi Positif :
Pada RL Komersial ada biaya entertainment atau biaya keperluan pribadi, pada RL fiskal
biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan.
Koreksi Negatif :
Pada RL Komersial, biaya penyusutan kelompok II ( 8 tahun ), namun dikoreksi oleh Fiskus
masuk ke kelompok I ( 4 tahun )
Biaya penyusutan kelompok II menurut WP = Rp.1.000.000,-
Biaya penyusutan tsb oleh Fiskus dikoreksi jadi kelompok I = Rp.2.000.000,-
Sehingga ada koreksi negatif Rp.1.000.000,- menambah biaya.
Salam
ecooce
Sangat sendapat dengan pendapat rekan begawan, rekan hanif dan semuanya,
Hanya menambahkan ...mohon izin..
Bagi perusahaan, semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak
, dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak. tetapi
Menurut perpajakan tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada
beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena
pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran
adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang
sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan. Di dalam Akuntansi
Perpajakan perbedaan tersebut adalah :
Oleh karena itu atas akun perkiraan yang telah dihitung dan sesuai dengan ketentuan
Perpajakan tidak perlu lagi dilakukan Koreksi Fikal.
Salam
hanif
mantaaap rekan ecooce
tapi koreksi dikit ya...
koreksi positif harusnya bila penyusutan ato amortisasi komersial lebih besar dari penyusutan
fiskal. bila sebaliknya, dikoreksi negatif.
Salam
Oleh karena itu, untuk mengetahui besarnya PhKP, Wajib Pajak harus terlebih dahulu
melakukan penyesuaian fiskal sehingga besarnya penghasilan yang dilaporkan sesuai dengan
peratuan perundang-undangan perpajakan. Dengan kata lain, penyesuaian fiskal dimaksudkan
untuk menyesuaikan laba komersial menjadi laba fiskal.
Laba fiskal merupakan penghasilan neto secara fiskal yang biasanya berasal dari usaha dan
atau pekerjaan bebas karena yang melakukan kegiatan pembukuan adalah Wajib Pajak yang
melakukan usaha dan atau pekerjaan bebas. Penghasilan neto dari usaha dan atau pekerjaan
bebas ini akan digabungkan dengan penghasilan neto lainnya, baik dari dalam negeri maupun
dari luar negeri, sehingga akan diperoleh jumlah keseluruhan penghasilan neto.
Jumlah penghasilan neto ini mungkin tidak sama dengan PhKP. Untuk menghitung PhKP,
Wajib Pajak diperkenankan untuk mengurangkan jumlah penghasilan neto dengan
kompensasi kerugian selama lima tahun terakhir.
2. Wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup pada waktu
mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi iscal.
Penyesuaian Fiskal
Penyesuaian fiskal dimaksudkan untuk menyesuaikan penghasilan neto komersial menjadi
penghasilan neto fiskal. Penghasilan neto fiskal ini merupakan dasar pengitungan PPh
Terutang. Penyesuaian fiskal dilakukan atas penghasilan Badan yang berasal dari usaha.
Dasar penyelenggaraan pembukuan Badan yang melakukan usaha biasanya adalah Standar
Akuntansi Keuangan. Oleh karena itu, untuk menyesuaikan jumlah penghasilan, sebagai
dasar penghitungan PPh Terutang, pembukuan Badan tersebut harus disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Inilah yang dimaksud dengan
penyesuaian fiskal, menyesuaikan jumlah penghasilan dalam pembukuan menjadi
penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagan 1
Penghitungan Penghasilan Badan
Koreksi Fiskal dapat dibedakan menjadi koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif
2. Dana cadangan
3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura atau kenikmatan;
4. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
6. Pajak penghasilan;
8. Sanksi administrasi;
11. Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di
atas.
1. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek
pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha;
3. Penyesuaian fiskal negatif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di
atas.
Bagan 2
Skema Rekonsiliasi Fiskal (1)
Bagan 3
Format Rekonsiliasi Fiskal (2)
Referensi :
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib
pajaksebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan
wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung
penghasilan kena pajak).
- Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh buka
- Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah
Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut :
Perusahaan Dagang
Penjualan Bruto Rp
Pembelian Rp _ (+)
===========
Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil deng
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak yang
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan (pa
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi metode
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan pendapatan
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi po
a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan
Contoh:
Pemberian fasilitas tempat tinggal u/pegawai diakui Tidak diakui Harus dikoreksi
Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil dari pa
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka wak
Harga perolehan Rp100.000.000
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun dengan
Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai bu
Jika diperbandingkan antara penyusutan komersial dengan penyusutan komersial akan tampak
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan k
Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan Net
- Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tida
2. Beda Waktu :
- Metode penyusutan
- Dan sebagainya
AKUNTANSI PERPAJAKAN
(KOREKSI FISKAL)
Mei 12, 2013Uncategorized
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak
sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang
pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Beda tetap.
Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi
komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.
Contoh penghasilan : sumbangan, Penghasilan bunga deposito.
Contoh biaya : biaya sumbangan, biaya sanksi perpajakan.
b. Beda waktu
Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi tidak
dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan.
Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs
Contoh biaya : biaya penyusutan, biaya sewa
Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut :
a. Koreksi fiskal positif
Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh
terutang.
Contoh : Biaya PPh
Selengkapnya lihat Jenis koreksi fiskal positif.
b. Koreksi fiskal Negatif
Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi komersial
dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 TAHUN 1994 jo UU Nomor 17 Tahun 2000), yaitu
terdiri dari :
1. Beda Tetap :
Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai
berikut :
Perusahaan Dagang
Penjualan Bruto Rp
Pembelian Rp _ (+)
===========
a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih
kecil dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil
dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung
secara fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena
laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih
besar dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka
waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-
nya adalah sbb:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun
dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:
Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama
nilai bukunya sama dengan nilai perolehan.
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada
penyusutan komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih
besar maka akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara
fiskal menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut
koreksi fiskal negatif.
Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan
Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:
Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh
tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), misalnya ;
Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak
atau pengenaan pajaknya bersifat final.
Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak
memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya entertainment, daftar
nominatif atas peghapusan piutang).
2. Beda Waktu :
Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial
dengan ketentuan fiskal, misalnya ;
Metode penyusutan
Dan sebagainya
Koreksi Fiscal Positif dan Negatif
Posted: April 16, 2013 in Akuntansi dan Keuangan, Akuntansi dan Perpajakan
Tags: akuntansi, Faktur Pajak, keuangan, Laporan Perubahan Modal, Laporan Rugi-Laba,
Neraca, NPWP, Pemberitahuan, penerbitan, Pengisian, perpajakan PPh Pasal-21, PPh
Pasal-25/ Badan, PPN, Prosedur, Tata Cara Pembatalan Tata Cara Pembetulan Tata Cara,
Wajib Pajak-Orang Pribadi
3. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya
yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
4. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
5. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang
membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurrun. Koreksi fiskal negatif diantaranya :
Terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan biaya menurut Undang-
Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 dengan Standar Akuntansi Keuangan sebagai
akibat dari adanya beda tetap dan beda sementara; perlakuan akuntansi terhadap perbedaan
tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi antara laporan keuangan komersil
dengan laporan keuangan fiskal; dan pengaruh perbedaan tersebut terhadap laporan keuangan
yaitu pada besarnya jumlah pajak terutang dan jumlah laba usaha.
Beda Tetap (Permanent Difference)
Bagi perusahaan:
Semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak , dan semua
pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak.
Tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis
pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan
tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor
pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan
merupakan bagian dari kegiatan perusahaan (sumbangan, entertain tanpa daftar normatif). Di
dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP (Permanent
Difference).
Laporan laba rugi perusahaan warung tersebut untuk tahun 2013 adalah sebagai berikut:
Informasi tambahan yang tersedia adalah sebagai berikut:
1. Dari beban gaji, terdapat gaji atas nama Neni (istri Tuan Han) sebesar Rp70.000.000,-
yang menjadi kepala cabang di Jakarta Selatan dan beras untuk pegawai Rp55.000.000,-
2. Dari beban training karyawan, sebesar Rp15.000.000,- untuk biaya Neni kuliah S2 kelas
ekstensi
3. Dalam beban listrik dan telepon terdapat pembayaran listrik dan telepon rumah tinggal
keluarga Tuan Han sebesar Rp2.000.000,-
4. Pembayaran premi asuransi diperuntukkan sebagai berikut: premi asuransi kebakaran
rumah makan Rp19.000.000,-, premi asuransi kebakaran rumah tinggal keluarga Tuan Han
Rp1.000.000,-, dan premi asuransi jiwa keluarga Tuan Han Rp34.000.000,-
5. Dividen yang dilaporkan di Laporan Laba Rugi dari PT Bintaro Jaya sesudah dipotong
PPh sebesar 10%
6. Penghasilan sewa mobil dari PT Bintaro Rent Car yang dilaporkan setelah dipotong PPh
Pasal 23 sebesar 2%
7. Penghasilan sewa genset dari CV Gentho yang dilaporkan sebelum dipotong PPh Pasal
23 sebesar 2%
8. Laba usaha cabang Brunei yang dilaporkan setelah dikurangi pajak yang terutang di
Brunei sebesar 35%
9. Laba usaha cabang Timor-Timur yang dilaporkan setelah dikurangi pajak yang terutang
di Timor-Timur sebesar 35%
10. Keuntungan selisih kurs sudah dihitung sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
11. Zakat yang dibayarkan kepada Bazis DKI Jakarta sebesar Rp28.000.000,-
12. Jumlah angsuran PPh Pasal 25 selama tahun 2012 adalah Rp212.000.000,-
13. Penyusutan fiskal menggunakan metode garis lurus. Daftar aktiva tetap adalah sebagai
berikut:
Mobil Sedan dipergunakan oleh kepala cabang untuk kendaraan dinas dan dibawa pulang ke
rumah.
Hitunglah
1. Penyusutan atas Aktiva Tetap
2. Buat Rekonsiliasi Fiskal
3. Penghasilan Kena Pajak Tahun Pajak
2013
4. Pajak Penghasilan Terutang Tahun Pajak 2013
5. Pajak Penghasilan Kurang Bayar (Lebih Bayar) Pada Akhir Tahun
6. Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun Pajak 2014
Pembahasan:
1. Penyusutan atas Aktiva Tetap
Daftar Aktiva
Laptop/Komputer (Kelompok I, Masa Manfaat 4 Tahun):