Komunikasi massa dapat dilakukan melalui berbagai media, yaitu media cetak
(misalnya berita/artikel kesehatan, opini para ahli kesehatan, iklan perusahaan obat,
program kesehatan, pendidikan, kampanye kesehatan, dan info tentang tenaga medis
dan penyedia layanan kesehatan), media elektronik, annual reports, pertemuan,
pameran dagang kesehatan, presentasi, diskusi, dan penyuluhan.
Sekolah, di mana individu pertama kali mengenal nilai-nilai yang baik yang
akan ia bawa sampai dewasa, merupakan target komunikasi kesehatan massa yang
amat baik. Menurut Tones (1999), komunikasi massa di sekolah dapat dijalankan
dengan mengintegrasikan dan memperbaiki kurikulum formal dalam bidang
kesehatan, memperbaiki kondisi lingkungan sosial dan fisik bagi mendukung aktivitas
pembelajaran (termasuk memantau kinerja organisasi sekolah dalam mempromosikan
hidup sehat), dan membangun koneksi untuk sekolah tersebut agar kerjasama untuk
merealisasikan suatu program kesehatan dapat terjalin.
Satu kelemahan promosi dan edukasi kesehatan di sekolah dan di tempat kerja
adalah bahwa kebiasaan-kebiasaan adiktif (seperti merokok, mencandu narkoba)
sangat sulit diubah hanya dengan memberikan penyuluhan atau mengintegrasikan
pengetahuan tentang bahayanya pada kesehatan ke dalam kurikulum sekolah. Namun,
setidaknya strategi ini dapat meningkatkan pengetahuan dan mencegah keinginan
orang-orang yang belum merokok atau mencandu untuk tidak memulainya.
Hal-hal lain seperti pamflet informasi pasien, label produk pangan, label obat,
dan klaim kesehatan juga turut berkontribusi dalam menyukseskan suatu komunikasi
kesehatan massal. Pamflet bertujuan untuk memberikan informasi mengenai suatu
tindakan/perawatan medis yang mungkin masih terdengar asing bagi masyarakat
awam, memberikan estimasi biaya pelayanan kesehatan, dan mengurangi pemakaian
jasa kesehatan yang tidak berakreditasi. (Coulter et al., 1998) Sedangkan pelabelan
produk pangan juga penting agar masyarakat waspada akan bahaya yang ditimbulkan
apabila konsumsi melebihi batas-batas tertentu. Komunikasi ini dilakukan dengan
memperbaiki sistem pengkodean (misalnya pelabelan Genetically Modified Foods)
yang harus dapat dimengerti dengan sekilas melihat oleh masyarakat yang sibuk
(Department of Health, 2004). Selain itu, iklan promosi makanan berlemak, bergula,
dan bergaram tinggi kepada anak-anak harus dibatasi, termasuk iklan rokok. Hal-hal
lain seperti label obat dan klaim kesehatan harus dipantau dengan baik karena
pembelian obat dengan atau tidak berdasarkan klaim kesehatan tertentu tidak menutup
kemungkinan terjadi kesalahan konsumsi obat yang dapat berakibat fatal.
Dalam menyampaikan informasi kesehatan dalm hal pelayanan kesehatan bisa juga
dilakukan dengan metode Komunikasi Masyarakat maupun Komunikasi Masa. Namun ada
beberapa hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan ketika ahli kesehatan memakai dua
metode terseebut, sepert hambatan hambatan yang mungkin terjadi ketika proses komunikasi
sedang berlangsung. Jika hambatan yang ada dalam komunikasi bisa diatasi dan dihindari
dengan sebaik mungkin, bisa meminimalisir terjadinya salah persepsi dalam menangkap
informasi kesehatan yang disampaikan, sehiingga bisa berakibat fatal nantinya.
Sebagai ahli kesehatan, kita dituntut untuk bisa melakukan komunikasi dngan baik,
baik dengan masyarakat, pasien, maupun teman sesama ahli kesehatan. Peran sebagai ahli
kesehatan, tentu sangat diharapkan oleh banyak orang dalam penyampaian seputar informasi
kesehatan, hal inilah yang menjadi alasan pentingnya ahli kesehatan utuk memahami betul
apa saja yang harus dierhatikan saat melakukan proses komunikasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA