Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO) DI INSTALASI GAWAT


DARURAT RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)


Stase Gadar Kritis

oleh
Dina Amalia, S.Kep
NIM 122311101037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN: LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Luka bakar/ combustio merupakan kerusakan kulit yang dapat disertai
dengan kerusakan jaringan dibawahnya yang dapat terjadi karena kontak
langsung dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, maupun arus
listrik (Grace & Borley, 2006). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu
yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau
suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009). Luka bakar adalah rusaknya struktur
dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal
maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994 dalam Potter &
Perry, 2006). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa luka bakar adalah suatu kondisi kerusakan kulit (anatomis maupun
fisiologis) yang disebabkan akibat kontak dengan sumber suhu tinggi.

2. Epidemiologi
Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004 diperkirakan
310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari
20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak
berusia 1 9 tahun. Anak anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka
bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat
menyebabkan kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka
bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari
50.000 pasien di rawat inap (Kumar et al., 2007). Secara global, 96.000 anak
anak yang berusia di bawah usia 20 tahun mengalami kematian akibat luka bakar
pada tahun 2004.
Frekuensi kematian lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan
rendah dan menengah dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi
sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan kematian
terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur
Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada daerah dengan pendapatan
tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2008). Di Indonesia, prevalensi
luka bakar sebesar 0,7% (RISKESDAS, 2013).

3. Etiologi
Menurut Wong (2003), luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa sumber
diantaranya:
a) Panas : basah (air panas, minyak) kering (uap, metal, api)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas, atau bahan-bahan panas lainnya
b) Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat, Basa kuat seperti Natrium Hidroksida
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride atau alkali. Luka bakar
kimia juga dapat terjadi karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti pembersih cat dan
desinfekta
c) Listrik : Voltage tinggi, petir
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang
elektrik sampai mengenai tubuh
d) Radiasi : termasuk X-ray dan sinar UV
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industry
atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik. Terbakar oleh sinar
matahari akibat terpapar terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar
radiasi.

4. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebab
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia
- Luka bakar karena listrik
- Luka bakar karena radiasi
- Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut Moenadjat
(2009) adalah sebagai berikut:
1) Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis
(superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa eritema,
tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari. Karena derajat
kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan masalah klinik yang berarti
dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan dalam
perhitungan luas luka bakar.

Gb 2. Luka bakar grade 1


2) Luka bakar derajat II (partial thickness burn): kerusakan meliputi seluruh
ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. Respon yang timbul
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II dapat dibedakan
menjadi dua:
- Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn): kerusakan
mengenai epidermis dan sepertiga bagian superfisial dermis. Dermal-
epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi
epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bulae). Lepuh ini
merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal. Bila epidermis
terlepas, terlihat dasar luka berwarna kemerahan, kadang pucat-
edematus dan eksudatif. Apendises kulit (integumen, adneksa kulit)
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu
antara 10-14 hari.
- Derajat II dalam (Deep partial thickness burn): kerusakan mengenai
hampir seluruh (2/3 bagian superficial) dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Sering dijumpai eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi
lebih lama tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya
penyembuhan memerlukan waktu lebih dari dua minggu.

Gb 3. Luka bakar grade 2


3) Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi seluruh
tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi
karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan
baik dari tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit yang
memiliki potensial epithelialisasi.
Gb 4. Luka bakar grade 3
5. Patofisiologi/ Patologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik.
Kulit akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan
subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber
panas (Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan
integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak,
semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,
2009).
Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan
mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama
proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang
abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit
intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka
bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011). Hipovolemia yang timbul
berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah
dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan unit
intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi dan
hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel tidak terselenggara
dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia (Moenadjat, 2009).
Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon
kardiovaskuler, curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi
cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer &
Bare, 2002).
Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang
menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan
kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme
kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap
keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat, 2009).
Sedangkan respon renalis ditandai dengan penurunan sirkulasi renal menyebabkan
iskemia ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah
penurunan ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia
parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh
sel-sel juxtaglomerulusrenalis yang merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH)
dan kelenjar anak ginjal memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian
selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno
Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi sistem saraf
parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme.
Bila tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan
acute renal failure (Moenadjat, 2009)
Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi
perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang diperdarahi antara lain
saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia
mukosa saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu
(disrupsimukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa
dan kapiler submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh
kapiler menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi
sedemikian masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat,
2009). Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua
tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas
kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal.
Perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat
pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis (Smeltzer & Bare, 2002)
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk
mengatur suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu
tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar. Namun setelah
keadaan hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar
akan mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar
meskipun tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

6. Manifestasi Klinis
a) Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
- Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
- Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
- Kulit memucat bila ditekan.
- Edema minimal.
- Tidak ada blister/bula
- Kulit hangat/kering.
- Sangat nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
- Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
- Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b) Partial thickness (derajat II), dengan ciri.:
- Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
- Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
- Luka tampak merah sampai pink.
- Luka tampak basah dan mengkilat
- Terbentuk blister/bula
- Edema
- Sangat nyeri
- Sensitif terhadap udara dingin
- Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness penyembuhannya14
-21 hari, pada deep partial thickness penyembuhannya 21-28 hari
(penyembuhan bervariasi tergantung dari kedalaman luka dan ada tidaknya
infeksi).
c) Full thickness (derajat III)
- Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat
juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.
- Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat
atau hitam.
- Tanpa ada blister/bula
- Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
- Edema
- Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
- Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
- Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif
- Memerlukan skin graft karena lapisan yang rusak tidak dapat sembuh
secara spontan

7. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013):
a) Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan
infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan
terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur.
b) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan
kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka
bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada
ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien
luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk
sumbatan darah (Burninjury, 2013).
c) Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada
luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan
menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi,
pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi
ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik
bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu,
pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca
trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas
merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).

8. Pemeriksaan Penunjang
a) Sel darah merah (RBC) : Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood
Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan
oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b) Sel darah putih (WBC): Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah
putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
c) Gas darah arteri (AGD): Terjadi asidosis metabolic (pH turun, tekanan parsial
karbon dioksida [Pco2] naik, dan tekanan parsial oksigen [PO2] menurun.)
d) Karboksihemoglobin (COHbg): Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat
meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon
monoksida.
a. Serum elektrolit: umumnya menurun karena menghilang ke daerah trauma dan
ruang interstisial.
- Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri jaringan atau
kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal
- Hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai
- Magnesium mungkin mengalami penurunan
- Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari
tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.
e) Sodium urine: Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak
adekuatnya resusitasi cairan.
f) Alkaline pospatase: Meningkat akibat berpindahnya cairan
interstitial/kerusakan pompa sodium.
g)Glukosa serum: Meningkat sebagai refleksi glikoneogenesis atau pemecahan
glikogen sebagai respon terhadap stres.
h)BUN/Creatinin: Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi
renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
i) Kadar protein serum : menurun disebabkan oleh pemecahan protein karena
kebutuhan energi yang meningkat.
j) Urin: Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan
kerusakan jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna
urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin
k)Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi
l) ECG: Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka
bakarkarena elektrik.
m) Morfologi: pada pemeriksaan makroskopik luka bakar full-thickness
tampak putih atau gosong, kering dan anestetik (karena rusaknya ujung-ujung
saraf). Luka partial-thickness tampak merah muda atau bercak disertai lepuh
serta nyeri, bergantung pada kedalamannya.
n)Histology: pada pemeriksaan histology jaringan yang mati memperlihatkan
nekrosis koagulasi. Jaringan hidup di dekatnya cepat mengalami peradangan
disertai akumulasi sel radang dan eksudasi hebat.

9. Penatalaksanaan (farmakologi dan nonfarmakologi)


Penatalaksanaan Secara Umum
Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru
selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan
- Clothing/ singkirkan pakaian: singkirkan semua pakaian yang panas atau
terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka
dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
- Cooling/ dinginkan luka bakar: Dinginkan daerah yang terkena luka
bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari
hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan
orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka
bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk
luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan
pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan
memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena
zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang
banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa
bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang
mengalir.

- Cleaning/ pembersihan luka bakar: Pembersihan dilakukan dengan zat


anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang
sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi
berkurang.

- Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka


yang lebih dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver
sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka
bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa,
perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2
bulan

- Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan


derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa
atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat
hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak,
oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan
risiko infeksi.

- Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa


Paracetamol dan codein (PO-per oral)20-30mg/kg
Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
(Rosfanty, 2009)
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari
ABC yaitu

Airway and breathing


Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana
intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok)
untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di
fasilitas kesehatan yang lengkap.
Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu
dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairanmerupakan komponen penting
karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan
karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak danmekanisme
dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema).
Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka
volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ
tubuh.Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan
yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA +
cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB
dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB
untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA)
diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16
jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat
dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).
Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung
berdasarkan luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan
sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan
mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48
jam. Beberapa rumus telah dikembangkan untuk memperbaiki kehilangan
cairan berdasarkan estimasi persentase luas permukaan tubuh yang terbakar
dan berat badan pasien.

Cara penghitungan resusitasi cairan pada pasien dewasa:


Rumus Konsesus
Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x
kg berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam
pertama: sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Rumus Evans
1. Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (Salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam
16 jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan kolid yang diberikan pada hari
sebelumnya: seluruh penggantian cairan insesibel
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam.Luka bakar derajat dua dan tiga yang
melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh.
Rumus Brooke Army
1. Koliod : 0,5ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2. Elektrolit (RL) : 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3. Glukosa (5%dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya
Hari 2 : separuh dari cairan kolid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh
penggantian cairan insesibel
Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitungberdasarkan 50% luas permukaan tubuh
Rumus Parkland/Baxter
Larutan Ringer Laktat: 4 ml xBB (Kg) x % luas luka bakar
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya
Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid
Cara penghitungan resusitasi cairan pada anak

Larutan Salin Hipertonik


Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi 250-
300mEq natrium perliter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan
meningkatkan kecepatan intfus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar
natrium serum harus dipantau ketat.
Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk
mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
Etiologi :
Thermal, Kimiawi, Radiasi, Listrik

Perpindahan panas dari sumber ke tubuh


10. Clinical Pathway

LUKA BAKAR

Daerah kepala, Kejadian di ruang Kerusakan lapisan kulit


wajah, dan leher tertutup

Peningkatan
Risiko kerusakan Keracunan Hemolisis evaporasi Subkutaneos Barrier kulit Metabolisme Spasme otot,
mukosa saluran nafas karbonmonoksida SDM akibat rusak rusak meningkat iritasi pembuluh
efek panas (LB>40 %) darah dan saraf
Denatutasi
protein &
Oedema mukosa dan Ikatan CO kuat Adanya SDM hilangnya Penurunan Kerusakan Katabolisme Sirkulasi
hilangnya kerja silia dengan HB terperangkap kolagen deposit integritas protein, lemak transmitter nyeri
dlm kapiler yg jaringan lemak
membengkak Korteks serebri
Tek.Onkotik turun Port de Entry
Obstruksi O2 tidak dapat masuk Tek. Hidrostatik kuman
trakeobronkial ke sel naik Ketidakefektifa Nyeri Akut
PK Anemia n termoregulasi
Meningkatnya Risiko Infeksi Penurunan Metab.
Ketidakefektifan permeabilitas Hipotermia
Hipoksia sel Ketidakefekt BB Anaerob
bersihanjalan nafas kapiler
ifan perfusi
jar. perifer
Ketidakseimbangan Nutrisi Asam laktat
Ekstravasasi cairan (air, Edema
kurang dari Keb. Tubuh meningkat
elektrolit, protein)

Syok hipovolemi Hemokonsentrasi Hipovolemi Penurunan Hambatan


kekuatan dan Mobilitas
ketahanan otot Fisik
Kekurangan
Gangguan perfusi Gangguan Sirkulasi Makro
Volume Cairan Defisit Perawatan Diri
jaringan perifer dan Sel ADL dibantu
Respon sistemik

Kardiovaskular Pulmonar Renal Gastrointestinal

Penurunan COP Peningkatan frekuensi Penurunan sirkulasi Penurunan sirkulasi


napas renal GIT
Penurunan TD Hipoksia parenkim Iskemia mukosa GIT
Hiperventilasi ginjal

Pelepasan Disrupsi mukosa


katekolamin Peningkatan frekuensi Iskemia ginjal
napas
Kerapuhan dinding pembuluh
Peningkatan Stimulasi ADH dan kapiler
resistensi perifer & Asidosis metabolik kelenjar anak ginjal
HR produksi kortisol dan
glukagon Perdarahan GIT

Risiko penurunan
COP Hipofisis melepaskan
ACTH

Stres metabolisme

Acute renal failure


B. Proses Keperawatan Berdasarkan Tinjauan Teori
a. Assessment/ pengkajian terkait penyakit berserta pemeriksaan penunjang
1. Identitas: kaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-
lain
2. Pengkajian Spesifik
Inspeksi
- Mukosa bibir kering
- Tanda-tanda inflamasi
- Luas luka bakar: untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah
satu metode yang ada. Berikut adalah beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menentukan luas luka bakar:
b) Rule of nine: cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang
terbakar. Sistem ini mengguanakan presentase kelipatan sembilan
terhadap luas permukaan tubuh.
- Kepala dan leher : 9%
- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Paha kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%

Gambar 5. Skema pembagian luas luka bakar dengan Rule Of Nin


Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan
penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-anak dipakai
modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada
umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
c) Metode Telapak Tangan: pada banyak pasien dengan luka bakar yang
menyebar, metode yang dipakai memperkirakan prosentase luka bakar
adalah metode telapak tangan (palm methode). Lebar telapak tangan
pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
- Kedalaman luka bakar: kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi
4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan
ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka
- Lokasi/area luka: luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu
memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat
menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai daerah
wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring. Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh
karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka
bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea,
kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
- Ada tidaknya cedera inhalasi: letak luka bakar juga dapat menyadarkan staf
pada kemungkinan cedera inhalasi. Perawat harus mengkaji temuan-temuan
berikut ini sebagai tanda kecurigaan terhadap cedera inhalasi:
1) Bulu hidung hangus terbakar
2) Luka bakar pada oral atau membran mukosa faring
3) Luka bakar pada area perioral atau leher
4) Batuk serak atau perubahan suara
5) Riwayat pernah terbakar pada area yang terkurung
Palpasi:
- Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
- Suhu pada luka
Auskultasi:
- Auskultasi bunyi nafas pada paru
Auskultasi bising usus
3. Pemeriksaan fisik per sistem
a. Pernafasan (B1/ Breathing)
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak, batuk/ mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosisindikasi cedera
inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada, jalan nafas stridor/mengiobstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laryngeal. Jika bunyi napas (gemericik oedema
paru, stridor oedema laryngeal, ronkhi sekret jalan nafas dalam ).
b. Kardiovaskuler (B2/ Blood)
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Persyarafan ( B3/ Brain)
Gejala : area batas; kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
d. Perkemihan (B4/ Bladder)
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi)
e. Pencernaan (B5/ Bowel)
Klien biasanya mual, muntah, anorexia, penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
f. Tulang, otot dan integumen (B6/ Bone)
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok. Adapaun penampilan luka berdasarkan
kemungkinan penyebab luka bakar adalah sebagai berikut:
- Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior; oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
- Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
- Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.
- Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi
otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia, luka bakar daerah
leher, kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan
pengembangan dada.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal, peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik,
ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan suhu ekstrem (air panas)
ditandai dengan kerusakan pada lapisan kulit, gangguan pada permukaan
kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada area luka bakarklien terlihat meringis
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder
tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari
proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (mengalami
luka bakar) ditandai dengan pasien mengeluh khawatir dengan kondisinya
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
keterbatasan dalam ROM dan ambulasi
9. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam membasuh, mengeringkan, dan
mengambil peralatan mandi
10. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan ditandai
dengan ketidakmampuan dalam menuju toileting, dan membersihkan
perineum secara mandiri
11. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan kelemahan
ditandai dengan mengenakan, mengambil pakaian secara mandiri
12. PK Syok hipovolemik
13. PK Anemia
14. PK Hiponatremia
c. Intervensi keperawatan sesuai dengan pendekatan NANDA NOC-NIC
dan evaluasi keperawatan

No Diagnosa Tujuan (Outcome/NOC) Intervensi Keperawatan


(NIC)
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan Airway Management
bersihan jalan keperawatan selama x24 1. Auskultasi suara napas,
nafas berhubungan jam, diharapkan jalan napas catat hasil penurunan
dengan obtruksi pasien efektif dengan kriteria daerah ventilasi atau
trakeabronkial, hasil: tidak adanya suara
edema mukosa dan a. Respiratory Status: Airway adventif
hilangnya kerja patency 2. Monitor pernapasan dan
silia, luka bakar b. Vital Signs status oksigen yang
daerah leher, c. Respiratory status : sesuai
kompresi jalan Ventilation 3. Posisikan pasien untuk
nafas thorak dan dengan criteria hasil: memaksimalkan
dada atau 1) Tidak tampak penggunaan potensial ventilasi
keterbatasan otot bantu napas Respiratory Monitoring
pengembangan 2) Menunjukkan jalan nafas 1. Monitor kecepatan,
dada. yang paten (klien tidak ritme, kedalaman dan
merasa tercekik, irama usaha pasien saat
nafas reguler, frekuensi bernapas
pernafasan dalam rentang 2. Catat pergerakan dada,
normal, tidak ada suara simetris atau tidak,
nafas abnormal) menggunakan otot bantu
3) Frekuensi napas normal pernapasan atau tidak
(16 20 x/ menit) 3. Monitor pola napas:
4) Tidak ada sianosis dan bradypnea, tachypnea,
dyspnea hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi
cheyne-stokes.
Oxygen Therapy
1. Bersihkan area mulut,
hidung, jika diperlukan
2. Pertahankan kepatenan
jalan napas
3. Monitor jumlah aliran
oksigen
4. Monitor efektivitas terapi
oksigen

2 Kekurangan Setelah diberikan asuhan Fluid/Electrolyte


volume cairan keperawatan selama ... x Management
berhubungan jam diharapkan volume 1. Monitor keabnormalitas
dengan kehilangan cairan seimbang dengan tingkat elektrolit serum
cairan melalui rute outcome: 2. Monitor hasil
abnormal, a. Fluid Balance pemeriksaan
peningkatan b. Burn recovery laboratorium yang
kebutuhan: status c. Hydration terkait perubahan cairan
hypermetabolik, d. Elektrolit balance atau tingkat elektrolit
ketidakcukupan dengan criteria hasil: 3. Berikan cairan yang
pemasukan, 1) Tekanan darah dalam batas adekuat
kehilangan normal (sistolic 100-130 4. Berikan intake oral
perdarahan dan diastolic 70-90) 5. Monitor status
2) HR dalam batas normal hemodinamik klien
(60-100 x/menit) 6. Kaji membran mukosa
3) Granulasi Jaringan baik klien untuk
4) Persen dari luas luka bakar mengindikasikan adanya
berkurang perubahan keseimbangan
5) Suhu tubuh stabil cairan dan elektrolit
6) Urin output 0,5-1 cc/kgBB 7. Monitor kehilangan
7) Mukosa membran lembab cairan
8) RR dalam batas normal
(16 20 x/menit)
9) Hematokrit dalam batas
normal
10) BUN dan Kreatinin
dalam batas normal
11) Elektrolit Serum dalam
batas normal
12) Albumin serum dalam
batas normal

3 Kerusakan Setelah diberikan asuhan Wound Care


integritas kulit keperawatan selama ... x 1. Lakukan monitor
berhubungan ...jam diharapkan integritas terhadap karakteristik
dengan suhu kulit klien mengalami luka, termasuk
ekstrem (air panas) peningkatan dengan kriteria drainase, warna,
ditandai dengan hasil : ukuran, dan aroma.
kerusakan pada a. Wound Healing : 2. Bersihkan luka dengan
lapisan kulit, Secondary Intention normal saline secara
gangguan pada 1) Ukuran lesi pada kulit tepat
permukaan kulit klien berkurang. 3. Lakukan wound
2) Inflamasi pada luka dressing sesuai tipe
berkurang. luka
3) Granulasi dalam 4. Pertahankan teknik
jaringan subkutan steril selama melakukan
klien meningkat. perawatan luka, secara
4) Eritema kulit tepat
sekitarnya berkurang 5. Lakukan penggantian
5) Tidak ada blister pada dressing secara tepat
daerah luka bakar 6. Jelaskan pada klien dan
b. Tissue Integrity : Skin & keluarga tentang tanda
Mucous Membranes dan gejala infeksi
1) Suhu kulit normal Skin Care : Topical
2) Jaringan parut tidak Treatments
ada 1. Beri antibiotic topikal
3) Integritas kulit pada area yang terkena
normal 2. Beri antiinflamasi
4) Lesi kulit tidak ada topical pada area yang
5) Eritema tidak ada terkena
3. Memeriksa kulit setiap
hari untuk yang berisiko
mengalami kerusakan
4. Catat derajat kerusakan
kulit
Skin surveillance
1. Periksa kulit dan
membrane mukosa
terkait adanya
kemerahan, hangat,
edema, atau drainase
2. Pantau warna dan suhu
kulit
3. Catat perubahan kondisi
kulit dan membrane
mukosa

4 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Pain Management


berhubungan keperawatan selama ..x . 1. Lakukan pengkajian
dengan agen cedera jam diharapkan nyeri klien komprehensif nyeri
fisik ditandai berkurang dengan kriteria termasuk lokasi,
dengan klien hasil : karakteristik,
mengatakan nyeri Vital Sign onset/durasi, frekwensi,
pada area luka 1) Suhu tubuh klien dalam kwalitas, intensitas atau
bakar klien terlihat batas normal 36,5 0C- 37,5 derajat nyeri, dan faktor
0
meringis C (skala 5) yang menimbulkan.
2) Respiratory rate dalam 2. Observasi reaksi non
batas normal 16-20 verbal terhdapat nyeri
x/menit (skala 5) 3. Pastikan pasien
3) Denyut nadi radial dalam mendapat perhatian
batas normal 60-100 mengenai perawatan
x/menit (skala 5) dengan analgesic
Pain Level 4. Gunakan strategi
1) Klien melaporkan adanya komunikasi terapeutik
rasa nyeri yang ringan untuk menggai
(skala 4) informasi terhadap
2) Klien tidak mengerang pengalaman nyeri dan
atau menangis terhadap cara pasien merespon
rasa sakitnya (skala 5) terjadinya nyeri
3) Klien tidak menunjukkan 5. Gali pengetahuan dan
rasa sakit akibat nyerinya kepercayaan klien
(skala 5) mengenai nyeri
Pain Control 6. Tanyakan pada klien
1) Klien menyadari onset kapan nyeri menjadi
terjadinya nyeri dengan lebih buruk dan apa
baik (skala 5) yang dilakukan untuk
2) Klien dapat menjelaskan menguranginya
faktor penyebab timbulnya 7. Ajarkan prinsip dari
nyeri dengan sering (skala manajemen nyeri
4) 8. Ajari pasien untuk
3) Klien sering menggunakan menggunakan medikasi
tindakan pencegahan nyeri yang adekuat
( skala 4) Analgesic Administration
4) Sering menggunakan 1. Ketahui lokasi,
pengobatan non karakteristik, kualitas,
farmakologis untuk dan derajat nyeri
meredakan rasa sakit sebelum memberikan
(skala 4) pasien medikasi
5) Kadang-kadang 2. Lakukan pengecekan
menggunakan analgesic terhadap riwayat alergi
jika dianjurkan (skala 3) 3. Pilih analgesic yang
Discomfort Level sesuai atau kombinasikan
Nyeri dalam skala ringan analgesic saat di
(skala 4) resepkan anagesik lebih
dari
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan setelah
diberikan analgesic
dengan satu kali dosis
atau tanda yang tidak
biasa dicatat perawat
5. Evaluasi keefektian dari
analgesic

DAFTAR PUSTAKA
Burninjury. 2013. Burn complications. [Serial Online]. Diakses tanggal 3 April
2017 melalui http://burninjuryguide.com/burn-
recovery/burncomplications/.

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier

Moenadjat Y. 2009. Luka Bakar Masalah Dan Tata Laksana. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Moorhead, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson.


2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition.
Missouri: Mosby Elsevier.

NANDA International. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC.

Rosfanty. 2009. Luka Bakar. [online]. Diakes tanggal 3 April 2017 melalui
http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-bakar.html.

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai