TUGAS KELOMPOK
Diajukan sebagai makalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah akidah akhlak
Disusun Oleh :
SITTI MUTMAINNAH SYAM
HAERANI
MUH.SYAHIR
ARDIANTO
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM JURUSAN PERADILAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Segenap puji kami dan syukur kepada Allah SWT Yang telah memberikan karunia-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah dengan tema kesatuan dan keberagaman akidah dalam islam sebagai tugas mata
kuliah akidah akhlak, Untaian-untaian sholawat serta salam kami limpahkan keharibaan nabi besar Muhammad SAW
nabi yang membawa risalah yang tak pernah salah, dan mengemban amanah yang tak pernah khianat sehingga
berkat perjuangan beliaulah sehingga alam ini menjadi tentram, aman, dan sejahtera.
Ucapkan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan
terbentuknya makalah ini, sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan tentunya makalah yang kami buat
ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saranya sangat kami harapkan guna untuk menyempurnakan
makalah yang kami susun selanjutnya, semoga makalah ini bisa menjadi media untuk menambah wawasan
pembaca terutama kami sebagai penyusun makalah sendiri, amin ya rabbal alamin
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepanjang sejarah, Tauhid digunakan untuk menetapkan dan menerangkan segala apa yang diwahyukan
Allah kepada RasulNya. Perkembangan Tauhid mengalami beberapa tahapan sesuai dengan dengan perkembangan
manusia, yang dimulai pada masa nabi Adam, Rasulullah SAW, masa Khullafaurrasyidun, sampai sekarang,
walaupun demikian dari nabi Adam hingga sekarang aqidah dalam islam tetap satu yaitu mengesakan Tuhan.
.
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana kesatuan aqidah islam semenjak nabi Adam hingga nabi Muhammad SAW.?
b) jalan apa yang ditempuh para Rasul dalam menanamkan akidah islam?
c) Bagaimana keberagaman akidah dalam islam dan permasalahannya?
C. Tujuan
a) Mengetahui kesatuan aqidah islam semenjak nabi Adam hingga nabi Muhammad SAW
b) Mengetahui jalan yang ditempuh para Rasul dalam menanamkan akidah islam?
c) Mengetahui keberagaman akidah dalam islam dan permasalahannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesatuan Akidah semenjak Nabi adam a.s hingga nabi Muhammad SAW.
Manusia, sejak masa azali, telah dimintai kesaksiannya tentang siapa Tuhan mereka. Ketika nabi adam a.s
diturunkan kedunia, beliau membawa serta akidah ketauhidan itu. Akidah tauhid ini beliau ajarkan kepada anak
cucunya sampai turun temurun. Ketika nabi adam wafat, diantara cucu-cucu beliau terdapat beberapa orang yang
menyimpang dari akidah ini karena godaan syaitan. Dari penyimpanan akidah inilah kelak lahir kepercayaan-
kepercayaan yang sesat dan menyimpang dari agama yang benar. Jumlah mereka yang tersesat itu dari hari kehari
semakin bertambah, sedangkang akidahnya pun semakin jauh dari sumbernya yang asli. Untuk mengembalikan
akidah yang sesat itu, Allah mengutus seorang rasul yang dipilihnya dari kalangan anak cucu adam dengan
membawa akidah tauhid pula. Rasul baru ini lalu menyampaikan ajaran untuk masuk kembali kedalam agama(islam)
yang dulu dibawa oleh nabi Adam. Umat manusia pun, yang waktu itu jumlahnya belum begitu banyak, sebagian
kembali kepada akidah tauhidnya. Namun adapula yang tetap berpegang pada akidahnya yang telah sesat itu.
Ibarat domba-domba, saat mereka diawasi dan diasuh oleh pengalamnnya, mereka tenang dan tertib. Namun,
begitu penggembalanya pergi,serta merta, domba-domba itu pun berpencaran, dan tidak jarang menjadi tersesat
dan hilang. Begitulah, pada saat rasul sesudah nabi adam itu dipanggil menghadap Allah untuk selamanya,
sebagian dari ummatnya ada yang menyimpang dari akidah yang diajarkannya. Sementara itu, jumlah manusia pun
terus bertambah dari waktu kewaktu. Pada saat kesesatan itu sudah demikian nyata, Allah mengutus lagi seorang
rasul untuk mengembalikan anak cucu adam itu pada akidahnya yang benar. Bila sudah demikian, Allah pun
mengutus pula seorang rasul dengan membawa ajaran yang sama, akidah ketauhidan. Begitulah seterusnya, nabi
dan rasul silih berganti datang dan pergi, nabi Adam wafat, tampil nabi Idris, nabi Idris wafat, datang nabi Nuh, nabi
Nuh wafat, diutus pula nabi Shalih dan seterusnya bersambung panjang membentuk garis vertikal dari nabi Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW. Adapun anak cucu adam yang menyimpang dari akidah yang benar,
membentuk cabang dan ranting-ranting yang terus berkembang menjadi beribu-ribu agama dan kepercayaan yang
sesat
Tidak semua rasul yang diutus Allah itu mendapat sambutan yang baik dari ummatnya. Hampir seluruhnya
mendapat tantang dari ummatnya, dan bahkan adapula yang diusir dari negerinya, disiksa, dan dibunuh. Sekalipun
demikian, selalu ada pengikutnya yang melanjutkan ajaran para rasul itu.
Dengan demikian, hakikatnya akidah tauhid merupakan akidah yang satu yang merentang panjang dari Adam
hingga nabi Muhammad, itulah yang dimaksud dengan kesatuan akidah dalam sejarah ummat manusia ini. Adapun
ajaran-ajaran agama yang tidak mencerminkan ketauhidan, hanyalah merupakan penyimpangan dari akidah
ketauhidan yang satu itu. Adanya kepercayaan terhadap zat yang maha tinggi dikalangan berbagai bangsa primitif
seperti yang selama ini dibuktikan oleh para ahli,selain menjadi bukti bahwa beragama itu merupakan naluri
manusia sekaligus bisa dinyatakan sebagai sisa-sisa akidah tauhid yang dibawa oleh para nabi terdahulu serta
membantah kebenaran teori evolusi dalam kepercayaan ummat manusia. Kalaupun ada yang bisa disebut evolusi
hal itu terdapat pada peningkatan dan penyempurnaan syariat yang ditetepakan Allah utnuk mengatur kehidupan
mansuia. Syariat itu dimaksudkan untuk mengatur kehidupan manusia, sedangkan kehidupan it uterus berkembang
dari waktu kewaktu maka syariat yang ditetapkan oleh Allah terlihat mengalami peningkatan dan penyempurnaan,
pada masa nabi Adam, ketika jumlah manusia masih bisa dihitung dengan jari, syariat Allah membenarkan
pernikahan antara saudara kandung sendiri. Akan tetapi, pada saat manusia sudah berkembang menjadi ummat
yang besar syariat Allah yang berkaitan hal ini kemudia disempurnakan. Demikian pula syariat yang berkenaan
dengan aspek kehidupan lain yang mencapai puncak kesempurnaannya pada saat kerasulan nabi Muhammad SAW.
Itulah makna firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah Ayat 213 yang artinya manusia itu adalah ummat yang
satu (setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi
peringatan, dan Allah menurunkan bersama meerka kitab dengan benar untuk member keputusan diantara manusia
tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu, melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka kitab,yaitu setelahg datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena
dengki anatra mereka sendiri. Maka Allah member petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal-hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendaknya. Alllah selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendakinya kepada jalan yang lurus
Allah juga berfirman dalam surah Al-Muminun ayat 52-53 yang artinya sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah
agama kamu semua, agama yang satu dan aku adalah Tuhanmu maka bertakwalah kepadaku. Kemudia, mereka
pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan tiap-tiap
golongan merasa bangsa dengan apa yang ada pada sisi mereka (maisng-masing).
Begitu juga firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 163-164 yang artinya sesungguhnya kami telah
memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, Isa,
Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman, dan kami berikan Zabur kepada daud, dan kami telah mengutus rasul-rasul
yang sungguh telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung
Apa yang biasa ditarik dari ketiga ayat tersebut diatas, dan juga berbagi ayat lain yang sejenis adalah para nabi itu
semuanya menyerukan ajaran yang sama yakni Tauhid.
B. Jalan yang Ditempuh Para rasul dalam Menanamkan Akidah
Telah disebutkan di muka bahwa para rasul diutus oleh Allah untuk memurnikan akidah umat manusia.
Ajaran akidah yang mereka bawa bisa dibilang ringan dan mudah. Di samping itu, ajaran-ajaran yang mereka bawa
itu mudah dimengerti, dipahami, dan diterima dengan akal sehat, Para rasul tersebut menyuruh umatnya
mengarahkan pandangannya untuk memikirkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan.
Seperti rasul-rasul terdahulu, Nabi Muhammad SAW. Pun menanamkan akidah itu dalam hati dan jiwa
umatnya. Beliau menyuruh umatnya agar pandangan dan pemikiran mereka diarahkan dan ditujukan kejurusan ini.
Akal mereka digerakkan dan fitrah mereka dibangunkan sambil mengusahakan penanaman akidah itu dengan
memberikan didikan, lalu disuburkan dan dikokohkan, sehingga dapat mencapai puncak kebahagiaan yang dicita-
citakan.
Rasulullah SAW. Dapat mengubah umatnya yang semula menyembah berhala dan patung, melakukan syirik
dan kufur, menjadi umat yang berakidah tauhid, mengesakan Tuhan seru sekalian alam. Hati mereka dipompa
dengan keimanan dan keyakinan. Beliau dapat pula membentuk sahabat-sahabatnya menjadi pemimpin yang harus
diikuti dalam hal perbaikan akhlak dan budi bahkan menjadi pembimbing kebaikan dan keutamaan. Lebih dari itu
lagi, beliau telah membentuk generasi dari umatnya sebagai suatu bangsa yang menjadi mulia dengan sebab
adanya keimanan dalam dada mereka , berpegang teguh pada hak dan kebenaran. Pada saat itu umat yang berada
dibawah pimpinannya, bagaikan matahari dunia, dan mengajak kesejahteraan dan keselamatan pada seluruh umat
manusia.
Allah SWT. Membuat kesaksian pada generasi itu bahwa mereka benar-benar memperoleh ketinggian dan
keistimewaan yang khusus, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maaruf, dan mencegah
dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah,
(Q.S Ali Imran [3]: 110)
Keimanan yang dimiliki oleh sebagian sahabt Nabi SAW. Itu mencapai tingkat yang dapat dikatakan,
Andaikata tabir pun disingkapkan, tidaklah bertambah keyakinanku. Maksudnya ialah sudah penuh dan berada di
puncak yang tertinggi, sekalipu tabir kegaiban terbuka, keyakinan itu tidak ditambah lagi.