Anda di halaman 1dari 8

BAB II

ISI
II.1 Pengertian Kompleksometri
Kompleksometri adalah suatu cara untuk penetapan kadar zat zat
(kation) yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan suatu
komplekson. Prinsipnya adalah pembentukan senyawa kompleks antara
ion logam dengan EDTA.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan
senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah
satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat
(dinatrium EDTA).(Khopkar, 1990).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat
saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali
dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-
tama akan diterapkan pada titrasi. (Khopkar, 1990)
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion
kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud
di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah
kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. (Basset, 1994)
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi
reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul
netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya
kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek
biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai
titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA.
(Khopkar, 1990)
Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi
dimana reaksi antara bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk
suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa ini dsebut kelat dan terjadi
akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks. Kelat yang terbentuk
melalui titrasi terdiri dari dua komonen yang membentuk ligan dan
tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati. Kelat yang
terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan
dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.
Dalam larutan dengan pH tertentu sebagaian besar kation atau
logam dapat bereaksi dengan KOMPLEKSON yang kemudian
membentuk ion kompleks. contoh :
Ag+ [Ag(CN)2]
Cu2+ [Cu(NH)]
Jika diperhatikan contoh contoh kompleks, terlihat bahwa suatu
kompleks selalu terjadi dari sebuah ion logam yang dinamakan ion negatif
atau molekul. Sedangkan yang dinamakan Ligand (dari kata latin ligare =
mengikat) . Jumlah ligand ini berbeda-beda dari dua sampai delapan.
Jumlah ikatan dengan ligand itu disebut bilangan koordinasi yang biasanya
merupkan bilangan genap terutama bernilai 4 atau 6. Ion logam univalen
biasanya mempunyai bilangan koordinasi dua.
Muatan sebuah kompleks dapat positif, negatif atau nol. Muatan
tersebut merupakan jumlah muatan inti dan semua ligand yang diikatnya.
Ligand yang mempunyai satu atom donor pasangan elektron (missal I
dan CN) monodentat atau unidentat, sedang Ligand yang mempunyai
atom donor lebih dari stu disebut poli- atau muktidentat, bidentat kalau
punya dua donor, terdentat bila 3, kuadridentat, pentedentat, heksadentat,
dst.
Bila mislanya ion Zn berkompleks dengan ligand etilendiamin
(dua molekul ligand perion Zn karena bilangan koordinasi Zn mencapai
4), maka terbentuk ikatan ikatan yang mempunyai bentuk cincin atau
lingkaran (ring). Lingkaran demikian lingkaran kelat (chelat ring) dari kata
yunani chele yang berarti cakar. Jenis Ligan :
1. Unidentat, yaitu ligan yang mempunyai 1 gugus donor pasangan
elektron. Contoh : NH3, CN.
2. Bidentat, yaitu ligan yang mempunyai 2 gugus donor pasangan
elektron. Contoh : Etilendiamin
3. Polidentat, yaitu ligan yang mempunyai banyak gugus donor pasangan
elektron. Contoh : asam etilendiamintetraasetat (EDTA).
MENENTUKAN TITIK AKHIR TITRASI
Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator ion logam
atau metal indikator atau metal ion indikator, yaitu zat warna yang bersifat
sebagai komplekson, sehingga dapat membentuk kompleks dengan ion
logam yang mempunyai warna yang berbeda dengan warna indicator itu
sendiri.
II.2 Titrasi Kompleks dengan EDTA
Kelatometri dalam perkembangan analisis kimia sempat
mengalami kemunduran karena kelemahan-kelemahannya serta karena
adanya cara-cara baru yang lebih baik. Akan tetapi hal ini diperbaiki
dengan berkembangnya penelitian-penelitian tentang pengkelat polidentat.
Perhatian baru terhadap kompleksiometri ini diawali oleh Schawazenbach
tahun 1954, ia menyadari bahwa potensi pengkelat dalam analisis
volumetrik sangat baik. Ahli kimia asal Swiss in mengkhususkan
perhatiannya pada penggunaan asam-asam aminopolikarboksilat, salah
satunya Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA).
Untuk praktisnya, EDTA ditulis dengan H4Y dan garam natriumnya
NaHY atau anionya (HY)= . Pada penggunaan EDTA sebagai titran
akan membentuk 4 atau 6 atom yang terikat secara koordinasi dengan
kation logam. Tidak tergantung dari valensi kation, H4Y selalu membentuk
kompleks dengan perbandingan 1 : 1. Kestabilan senyawa komplek
dengan EDTA, berbeda antara satu logam dengan logam yang lain.
Faktor-faktor yang mempbuat EDTA ampuh sebagai pereaksi
titrimetri antara lain:
1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam.
2. Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi
berjalan sempurna (kecuali dengan logam alkali)
3. Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam telah
dikembangkan indikatornya secara khusus
4. Mudah diperoleh bahan baku primernya
5. Digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan
untuk standardisasi.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap
dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang
tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi
parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY. Ternyata bila beberapa ion logam
yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan
menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut.
(Harjadi, 1993).
Pada setiap reaksi pembentukan kompleks selalu terjadi ion H +.
EDTA selalu mengalami pengionan bertahap. melepaskan ion hidrogen.
Satu per satu dengan konstan, kesetimbangan masing-masing :
HY H + HY K = 1,02 x 10 pK = 2,0
HY H + HY K = 2,14 x 10 pK = 2,7
HY H + HY K = 6,92 x 10 pK = 6,2
HY H + Y K = 5,50 x 10 pK = 10,3
PENGARUH PH
1. Suasan terlalu asam
Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat
mempengaruhi pH, dimana jika H+ yang dilepaskan terlalu tinggi,
maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh
suasana system titrasi yang terlalu asam. Pencegahan : sistem titrasi
perlu didapar untuk mempertahankan pH yang diinginkan.
2. Suasana terlalu basa
Bila pH system titrasi terlalu basa, maka kemungkinan akan
terbentuk endapan hidroksida dari logam yang bereaksi. Jika pH
terlalu basa, maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kanan,
sehingga pada suasana basa yang banyak akan terbentuk endapan.
Berdasarkan selalu terbentuknya H+ pada pembentukan ion
kompleks dan melihat harga pK maka pembentukan kompleks akan
lebih baik dan lebih stabil dalam larutan alkalis. Pada umumnya
kompleks EDTA dengan kation valensi 2 stabil dalam larutan yang
sedikit asam atau alkalis. kompleks EDTA dengan logam valensi 3 dan
4 stabil dalam larutan dengan pH =1-3. Logam logam bervalensi 2
misalnya Cu, Pb, atau Ni dapat stabil pada pH = 3 sehingga dapat
dititrasi secara selektif walaupun tercampur dengan logam logam
alkali tanah. Co stabil dalam larutan HCl pekat.
II.3 Indikator
Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena
perubahan pH, tidak juga karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi
karena perubahan pM (M adalah khelat logam). (Roth 1988). Syarat-syarat
indikator logam, yaitu:
1) Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besar terhadap
logam.
2) Perubahan warna pada titik ekivalen tajam
3) Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks
harus mempunyai kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak
boleh tidak teroksidasi dan tereduksi.
4) Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.
5) Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih kuat dari pada logam-logam
indikator. Artinya ikatan logam logam Indikator logamnya harus
dapat direbut oleh EDTA.
Beberapa indikator yang paling banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri.
a) Eriochrom Black-T (EBT)
Digunakan pada daerah pH 7 11. Suatu kelemahan dari EBT
bahwa larutannya tidak stabil, bila disimpan akan terjadi peruraian
secara lambat,sehingga setelah janka waktu tertentu indikator tidak
berfungsi lagi. Suatu kesulitan yang dialami indikator metalokromik
adalah pembentukan kelat dengan logam yang tidak reversibel atau
terlalu kuat. Bila hal ini terjadi maka tidak dapat terjadi perubahan
warna dan indikator kehilangan fungsinya. Kejadian ini disebut
blocking indikator. Mengalami blocking dengan Fe. Merupakan
asam lemah, tidak stabil dalam air karena senyawa organik ini
merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam
air dan mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air.
Penggunaan : Penentuan kadar Ca, Mg, Cd, Zn, Mn, Hg.
b) Murexide
Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+,
pada pH=12.
c) Jingga Xylenol
Kompleks dengan logam memberikan warna merah.
d) Calmagite
Dapat digunakan sebagai pengganti EBT, karena calmagite lebih
stabil, daerah terjadinya pada pH 8,1-12,4 dan warna indikator
bebasnya biru. Mengalami blocking dengan Cu, Ni, Fe, dan Al.
e) Arzenazo
Digunakan untuk Ca maupun Mg, juga baik untuk titrasi Pb(IV)
dengan EDTA. Keuntungan menggunakan indikator ini adalah :
Tidak mengalami blocking oleh Cu(II) dan Fe(III) dalam jumlah
kecil.
Bereaksi cepat sehingga terjadinya perubahan warna juga lebih
cepat.
f) NAS
Digunakan pada daerah pH 3-9. Dalam larutan yang sangat asam
NAS berwarna merah violet pada pH 3,5 keatas berwarna merah
jingga. Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk titrasi Cu,
Co(II), Cd, Ni, Zn, Al dengan EDTA.
g) Calcon
Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrome Blue Black R,
yang disebut juga Pontachrome Blue Black R. Molekul indikator
berwarna hijau dan hanya terdapat dalam larutan asam kuat. Pada pH
7 sampai 10 berwarna merah, kemudian biru sampai pH 13,5 dan
diatasnya jingga. Kelat Calcon dengan logam berwarna merah dan
ternyata sangat cocok untuk titrasi Ca pada pH 12,5 13 tanpa
terganggu oleh Mg. Perubahan warna dari merah menjadi biru.
Dengan indikator ini maka dapat ditentukan kesadahan air yang
disebabkan oleh Ca saja tidak termasuk kesadahan oleh Mg.
h) Tiron
i) Violet cathecol
j) Fast sulphon black F
k) Varjamin blue B
l) Bromopirogalol merah
m) Timolftalekson
Beberapa indikator logam sering menglami penguraian apabila
dilarutkan dalam air. Sehingga stabilitas di dalam larutan rendah
sekali. Oleh karena itu, dalam prakteknya sering dibuat pengenceran
dengan NaCl atau KNO3 dengan perbandingan 1:500.
II.4 Cara Titrasi dengan Kompleksometri
1. Cara titrasi langsung (Direct titration)
Larutan yang mengandung ion logam yang ditetapkan ditambah
dengan larutan bufer (dapar) sehingga didapat pH tertentu (misalnya
pH=10 dengan Amonia), kemudian dititrasi dengan larutan standar
NaEDTA dengan indikator logam. Untuk mencegah terjadinya
endapan logam hidroksida atau garam basanya ditambahkan
complexing agent (bahan pembentuk kompleks pembantu) misalnya :
sitrat, tartrat atau tri etanol amine. Pada titik akhir titrasi dapat
ditunjukan dengan perubahan warna dari indikator logam yang bebas
(EBT) yaitu dari larutan yang berwarna merah anggur menjadi biru.
Selain itu juga dapat ditetapkan secara amperometrik,
spektrofotometri atau potensiometrik. Cara ini dapat untuk
menentukan garam-garam dari Ca, Mg, Zn, Pb, dan Pb.
2. Titrasi kembali (Back titration = Recidual titration)
Beberapa kation tidak dapat dititrasi secara langsung, antara lain
disebabkan karena :
Kation yang mengendap sebagai hidroksida dengan logam pada pH
yang ditentukan untuk titrasi
Pembentukan kompleks sangat lambat
Tidak adanya indikator yang sesuai.
Pada cara ini larutan standar EDTA berlebihan dengan bufer yang
tepat ditambahkan kedalam larutan yang diselidiki. Larutan
dipanaskan beberapa menit, setelah dingin kelebihan stndar kation
yang sesuai misalnya MgCl, ZnCl atau Pb(NO).
3. Titrasi subtitusi
Cara ini digunakan untuk penetapan kadar :
Kation yang tidak dapat bereaksi dengan indikator logam
Kation yang membentuk kompleks EDTA yang kurang stabil dari
pada kompleks EDTA dengan logam-logam lain, misalnya : Ca dan
Mg.
Banyaknya Mg yang bebas setara dengan dengan kation yang ada
dan dapat dititrasi dengan standat EDTA dengan indikator yang
sesuai. Ca, Pb dan raksa dapat ditetepkan dengan cara ini dengan
menggunakan indikator EBT dengan hasil yang memuaskan.
4. Titrasi alkalimetri
Bila larutan EDTA ditambah larutan kation, disamping terbentuk
kompleks juga terbentuk ion H. Ion H+ yang dilepaskan kemudian
dititrasi dengan larutan estndar alkali dengan indikator asam basa
yang sesuai atau secara potensiometrik. Larutan logam yang
ditetapkan dengan metoda ini sebelum dititrasi harus dalam suasana
netral terhadap indikator yang digunakan. Dapat juga larutan KI
ditambahkan kedalam larutan EDTA dan Iodium yang bebas dititrasi
dengan larutan standar natrium tiosulfat.
5. Cara penggeseran (Displacement Titration)
Cara ini baik untuk kalium yang membentuk kelat EDTA yang
lebih kuat dari Mg EDTA atau Zn EDTA. Dalam cara ini, larutan
kation diberi larutan baku kelat Mg- atau Zn-EDTA. Ion Mg 2+ yang
terbebaskan itu ditentukan jumlahnya dengan menitrasinya dengan
EDTA. Teknik ini berguna jika tidak terdapat indikator yang baik
untuk kation yang dianalisa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai