Anda di halaman 1dari 48

CASE REPORT

TUBERCULOSIS PARU

Disusun Oleh :
Ni Wayan Siska Anggraeni, S.Ked

Pembimbing : dr. Vanda Yogapuspita Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2017
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Tempat Tanggal Lahir : Bandar Lampung, 17 April 1958
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jalan Imam Bonjol Langkapura, Bandar Lampung
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Masuk Rumah Sakit : 19 Januari 2017, pukul 20.49 WIB
No RekMed : 00.07.55

2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada

tanggal 20 Januari 2017.

Keluhan Utama

Batuk darah sejak 1 hari SMRS

Keluhan tambahan
Sesak nafas, keringat malam, demam, nafsu makan menurun, dan badan

terasa lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan batuk darah sejak 1 hari

SMRS. Batuk darah berwarna merah segar dan kurang lebih 1 sendok makan

banyaknya. Dalam sehari, kira-kira mencapai 1 gelas belimbing. Sebelum

batuk darah dialami, os sudah mengalami batuk selama 2 minggu ini. Batuk

yang dialami os berdahak, berwarna putih keabuan. Keluhan batuk ini

dirasakan mengganggu oleh os karena frekuensinya yang cukup sering. Os

mengatakan batuk ini disertai dengan sesak bagian dada jika batuk menyerang.

Sesak nafas juga dirasakan os hingga mengganggu tidur.


Os juga mengeluh demam naik turun. Namun, os mengatakan bahwa ia

mengalami keringat malam pada saat ia tidur dan badan terasa lemas. Os tidak

merasakan nyeri kepala, pusing, dan nyeri perut. Saat ditanya, keluarga Os

mengatakan bahwa os mengalami penurunan nafsu makan. Os dapat BAB

1
dengan lancar, tidak menderita diare dan tidak ada BAB hitam. BAK juga

lancar, tidak nyeri dan tidak ada darah.


Riwayat Penyakit dahulu

Os memiliki riwayat Tb paru sejak tahun 2012

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga dengan riwayat keluhan yang sama disangkal
Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat Pengobatan
Os mengaku pernah menjalani pengobatan selama 6 bulan secara tuntas

tahun 2012 dan pada bulan Juni 2016 kembali menjalani pengobatan 6 bulan

sampai bulan Desember 2016 karena mengalami Tb paru kambuh.

Riwayat Kebiasaan

Os mengaku merokok sejak usia 15 tahun, 1 hari 2 bungkus rokok. Tetapi

sudah berhenti sejak tahun 1997 yang lalu. Os mengaku tidak pernah

mengkonsumsi alkohol. Os mengkonsumsi kopi tetapi dalam jumlah yang

wajar.

Riwayat Sosial Ekonomi


Os tinggal bersama istri dan anaknya dengan status ekonomi yang cukup.

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : HR : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/mnt

Suhu : 37,5 C RR : 28 x/mnt

Status Generalisata

Kulit

2
Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Normal Pembuluh darah: Normal

Suhu raba : 37,5C Lembab/kering: Kering

Keringat malam : Ada Turgor : Normal

Kepala

Ekspresi wajah : Normal Simetris muka : Simetris

Rambut : Normal

Mata

Eksolftalmus : Tidak ada Enoftalmus : Tidak ada

Kelopak : Normal Lensa : Normal

Konjungtiva : Anemis Visus : Normal

Sklera : Normal Gerakan mata : Normal

Lap.penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal

Telinga

Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran : Normal

Lubang : Normal Penyumbatan : Tidak ada

Serumen : Tidak ada Perdarahan : Tidak ada

Hidung

3
Trauma : Tidak ada Nyeri : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Leher

Tekanan vena jugularis : JVP 5-2 cmH2O (Tidak ada peningkatan)

Kelenjar tiroid : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar limfe : Normal, tidak ada pembesaran

Mulut

Bibir : Tidak sianonis Tonsil : Normal

Langit-langit : Normal Faring : Tidak hiperemis

Dada

Bentuk : Simetris Sela iga : Melebar

Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kanan
Kiri Simetris, dan sela iga melebar.
Palpasi Kanan Massa (-) krepitasi (-) Vocal fremitus simetris
Kiri kanan dan kiri simetris
Perkusi Kanan Hipersonor Hipersonor
Kiri Hipersonor Hipersonor
Auskultas Kanan Suara napas Ronki basah
i Kiri Rk (+/+)
Wh(-/-)
Jantung

- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

- Perkusi :

Batas kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas kiri bawah : ICS IV-V linea midclavicula sinistra

4
Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra

Batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra

- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal normal, reguler. Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Dinding perut simetris dengan dinding dada, asites (-),

distended (-), venektasi(-), caput medusa (-), ikterik (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba

Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen

Ekstremitas

Ekstremitas superior dextra dan sinistra : Oedem (-) Deformitas (-)

Sianosis (-) Pucat (-)

Nyeri sendi (-) Ptekie (-)

Ekstremitas inferior dextra dan sinistra : Oedem (+) Deformitas (-)

Sianosis (-) Pucat (-)

Nyeri sendi (-) Ptekie (-)

Status Neurologi

Kesadaran kuantitatif : GCS(E4V5M6) = 15


Orientasi : Baik
Jalan pikiran : Baik/ Koheren
Kemampuan bicara : Baik
Cara berjalan : Baik
Pemeriksaan motorik :
o Kekuatan otot

5
5 5
5 5
o Refleks fisiologis
Bicep : Normal (+/+)
Tricep : Normal (+/+)
Patela : Normal (+/+)
Achilles : Normal (+/+)
o Refleks patologis : Tidak ditemukan
o Sensibilitas : DBN
o Sistem Saraf Otonom : BAB ( + ) BAK ( + )
o Fungsi luhur : Tidak ada kelainan

4. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (Tanggal 19-01-2017)

HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 12,9
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 11.900 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-3%
Batang 1 2-6 %
Segmen 81 50-70 %
Limposit 12 20-40 %
Monosit 4 2-8 %
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 5,2
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 37
Wn: 38-47 %
Trombosit 269.000 159-400 ul
MCV 76 80-96
MCH 24 27-31 pg
MCHC 32 32-36 g/dl

MIKROBIOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
TGL 20 JANUARI 2017
BTA PAGI (I) Negatif Negatif

6
TGL 21 JANUARI 217
BTA PAGI (II) Negatif Negatif

Foto Thorax PA (Tanggal 22 Januari 2017)

Telah dilakukan pemeriksaan radiografi Thorax proyeksi PA, dengan hasil

sebagai berikut :

Deviasi trakea ke kanan

CTR : Bentuk dan letak jantung normal

7
Pulmo : Corakan bronkovaskuler kedua lapangan paru tampak meningkat

Tampak tampak bercak infiltrat di perihiler dan parakardial kiri

Tampak gambaran lusen avaskuler di hemitorak kanan.

Hemidiafragma kanan setinggi costae IX-X posterior

Sinus kostofrenikus kanan tumpul, kiri tumpul

KESAN :

Jantung tak membesar


Gambaran pneumotorak partial kanan ec. Tb paru lesi luas

dengan suspek atelektasis lobus atas paru kanan

5. Resume

Tn.M usia 58 tahun datang ke IGD RSPBA dengan keluhan batuk darah

sejak 1 hari SMRS. Batuk darah sebanyak 1 gelas belimbing dalam sehari.

Awalnya batuk berdahak warna putih keabuan. Selain itu os juga mengeluh

sesak nafas, demam naik turun, nafsu makan menurun, sering keringat malam

dan badan terasa lemas. Keluhan tersebut diawali sekitar 5 tahun lalu yaitu

pada tahun 2012. Os memilki riwayat Tb paru sejak tahun 2012 sudah

menjalani pengobatan 6 bulan secara tuntas dan pada bulan Juni 2016 os

mengalami Tb paru kambuh dan menjalani pengobatan 6 bulan kembali

sampai bulan Desember 2016. Riwayat mengkonsumsi rokok (+).


Pada pemeriksaan fisik didapatkan os tampak sakit sedang, TD 120/80,

nadi 80x/menit, suhu 37,5C, pernapasan 28x/menit. Pada pemeriksaan thorax

ditemukan inspeksi sela iga yang melebar, perkusi ditemukan paru kanan kiri

hipersonor. Auskultasi kanan kiri terdengar suara napas ronki basah. Pada

pemeriksaan penunjang didapatkan :

8
Laboratorium : Hb : 12,9 gr%, Leukosit : 11.900, Eritrosit : 5,2 ul,

Hematokrit 37 %, MCV : 76, MCH : 24 pg


Foto thorax : Gambaran pneumotorak partial kanan ec. Tb paru lesi

luas dengan suspek atelektasis lobus atas paru kanan

6. Diagnosis

Diagnosis Kerja

Hemoptisis ec TB Paru relaps


Diagnosis Banding
Pneumotorak
PPOK
Ca Paru
Atelektasis

7. Usulan Pemeriksaan

- Spirometri
- Uji resistensi Obat

8. Penatalaksanaan

Non Medikamentosa :
Tirah baring
Bubur yang cukup kalori
Menghindari aktivitas fisik yang berlebihan

Medikamentosa :

IVFD RL XX tpm/makro
Asam traneksamat ampl 3x1/iv
Racikan caps 3x1 (Kodein 10 mg + ambroxol 30 mg + metil pred 4 mg

+ salbutamol 2 mg)
Ceftriaxon vial 2x1gr/iv

9
9. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Follow Up

10
Tanggal 20/01/2017 Tanggal 21/01/2017

S= batuk berdarah (+), sesak nafas (+) demam S= batuk berdarah (+), sesak nafas (+) demam
(+), badan terasa lemas (+), dan nafsu (+), badan terasa lemas (+), dan nafsu
makan menurun(+). makan menurun(+).
O= kesadaran : Compos Mentis O= kesadaran : Compos Mentis
TD: 110/80 mmHg TD: 110/70
N: 79x/menit N: 90x/menit
R: 22x/menit R: 22x/menit
T:36,80c T:36,50c
BTA (-)
A= TB paru
A= TB paru
P=
Cek BTA P=
Asam traneksamat ampl 3x1/iv Cek BTA
Kodein 10 mg + ambroxol 30 mg + metil pred 4 Asam traneksamat ampl 3x1/iv
mg + salbutamol 2 mg mfla dtd cap 3x1 Kodein 10 mg + ambroxol 30 mg + metil pred 4
Ceftriaxon vial 2x1gr/iv mg + salbutamol 2 mg mfla dtd cap 3x1
Ceftriaxon vial 2x1gr/iv
Vit K tab 3x1
Barotex 3x1
Dexametason 1amp

Tanggal 22-23/01/2017 Tanggal 23/01/2017

S= batuk (+), sesak nafas (-) demam (+), badan S= batuk (-), sesak nafas (-) demam (-), badan
terasa lemas (+), dan nafsu makan menurun(+). terasa lemas (-), dan nafsu makan menurun(-).
O= kesadaran : Compos Mentis O= kesadaran : Compos Mentis
TD: 120/80 TD: 120/80
N: 70x/menit N: 70x/menit
R: 20x/menit R: 20x/menit
T:36,60c T:36,60c
BTA (-) BTA (-)

A= TB paru A= TB paru

P= P= BLPL

Asam traneksamat ampl 3x1/iv Asam traneksamat tab 3x1


Kodein 10 mg + ambroxol 30 mg + metil pred 4 Kodein 10 mg + ambroxol 30 mg + metil pred 4
mg + salbutamol 2 mg mfla dtd cap 3x1 mg + salbutamol 2 mg mfla dtd cap 3x1
Ceftriaxon vial 2x1gr/iv Cefixime 2x1 tab
Vit K tab 3x1 Vit K tab 3x1
Barotex 3x1 Barotex 3x1
Dexametason 1amp B6 tab 1x1
INH 3x100mg tab
Etambutol 2x250mg tab
Pirazinamid 2x500mg tab

BAB II
ANALISIS KASUS

11
Penemuan pada kasus Berdasarkan teori
Batuk berdahak 2 minggu Anamnesis
Batuk darah 1. Gejala respiratorik
Sesak nafas - batuk > 2 minggu
- batuk darah
Demam
- sesak napas
Keringat malam - nyeri dada
Berat badan menurun 2. Gejala sistemik
Nafsu makan menurun - Demam.
Badan lemas - gejala sistemik lain adalah malaise, keringat
Konjungtiva anemis malam, anoreksia dan berat badan menurun.
Riwayat Tb paru (+) 3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Riwayat merokok (+) Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari
Pemeriksaan paru : organ yang terlibat
Inspeksi : sela iga melebar Pemeriksaan fisik
Perkusi : hipersonor kedua paru Keadaan umum pasien mungkin ditemukan
Auskultasi : ronki basah kedua paru konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena
Pemeriksaan lab : anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus
Hb : 12,9 gr% atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan
Leukosit : 11.900 fisik pasien sering tidak menunjukan suatu
Eritrosit : 5,2 ul kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini
Hematokrit 37 % Tempat kelainan lesi TB paru yang paling
MCV : 76 dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru.
MCH : 24 pg Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki
Pemeriksaan foto thorax : basah halus. Bila dicurigai adanya infiltrat yang
Deviasi trakea ke kanan agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup,
Corakan bronkovaskuler kedua fremitus yang menguat dan auskultasi suara
lapangan paru tampak meningkat nafas bronkial. Bila sudah terjadi kavitas,
Tampak tampak bercak infiltrat di ditemukan suara timpani pada perkusi yang
perihiler dan parakardial kiri disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila
Tampak gambaran lusen avaskuler di terjadi atelektasis, misalnya pada destroyed
hemitorak kanan. lung, suara nafas setempat akan melemah
Sinus kostofrenikus kanan tumpul, kiri sampai hilang sama sekali.
Pemeriksaan Penunjang
tumpul
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi
TB aktif :
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal
dan posterior lobus atas paru dan segmen
superiorlobus bawah.
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh
bayangan opak berawan atau nodular.
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral
(jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB
inaktif :
a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior
lobus atas.
b. Kalsifikasi atau fibrotik
c. Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan
pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
Gambaran radiologik yang menunjukkan
kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya

12
secara klinis disebut luluh paru. Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
multikaviti dan fibrosis parenkim paru.
Tuberkulosis Primer
Pasien dengan TB primer sering menunjukkan
gambaran foto normal. Kelainan foto toraks pada
tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati,
parenchymal disease, miliary disease, dan efusi
pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas.
2. Tuberkulosis sekunder
Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder.
Bercak infiltrat yang terlihat pada foto rontgen
biasanya dilapangan atas dan segmen apikal lobi
bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian
basal paru yang biasanya disertai oleh pleuritis.
Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis
sekunder jarang dijumpai.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis.1
EPIDEMIOLOGI
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru

tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Sepertiga

13
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHO

jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus

TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per

100.000 penduduk.1
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di

negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia

produktif yaitu 20-49 tahun. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985

dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai

penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Indonesia adalah negeri dengan

prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India.1

ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-

0,6/um.Mycobacterium tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceae yang

mempunyai berbagai genus, diantaranya adalah Mycobacterium, dan salah satu

speciesnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini mempunyai dinding

sel lipoid sehingga tahan asam, oleh karena itu kuman ini disebut pula sebagai

Basil Tahan Asam (BTA). Karena pada umumnya Mycobacterium tahan asam,

secara teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Namun, karena dalam

keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh Mycobacterium lain jarang

sekali dalam praktik, sehingga BTA dianggap identik dengan basil TB.1,2
Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa

menit saja akan mati. Basil TB juga sangat rentan terhadap panas, sehingga dalam

waktu 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati

14
bila terkena air bersuhu 100C. Selain itu, kuman ini akan terbunuh dalam

beberapa menit bila terkena alcohol 70%, atau lisol 5%.2

CARA PENULARAN
Proses terjadinya infeksi oleh M.Tuberculosis biasanya secara inhalasi,

sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding

organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang

mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan

batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). Apabila

pasien mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk-batuk, bersin, tertawa keras,

akan menyebabkan keluarnya percikan-percikan dahak halus (droplet nuclei),

yang berukuran kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di udara. Ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transmisi ini.Pertama-tama ialah

jumlah basil dan virulensinya. Dapatlah dimengerti bahwa semakin banyak basil

dalam dahak seorang penderita, makin besarlah bahaya penularan.2


Faktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan

cahaya matahari, kemungkinan penularan dibawah terik cahaya matahari sangat

kecil. Dengan ventilasi yang baik, membuat adanya pertukaran udara dari dalam

rumah dengan udara segar dari luar, dan dapat juga mengurangi bahaya penularan

bagi penghuni-penghuni lain yang serumah. Dengan demikian, bahaya penularan

terbesar terdapat di perumahan-perumahan yang berpenghuni padat dengan

ventilasi yang jelek serta cahaya matahari yang kurang. Lingkungan hidup yang

sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah

mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah

kasus TB. 1,3

15
PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang

disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di

bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang

primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar

getah bening di hilus (limfadenitis regional).Afek primer bersama-sama

dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks

primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:1,3


1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)


3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan

bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang

membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan

menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang

atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis

tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.


b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke

paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus

16
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini

sangat bersangkutan dengan daya tahan

B. TUBERKULOSIS POST-PRIMER

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian

tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis

post primer mempunyai namayang bermacam macam yaitu tuberkulosis

bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan

sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem

kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan.Tuberkulosis

post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen

apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.Sarang dini ini awalnya

berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan

mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :1

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan

cacat.
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses

penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan

membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan

sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang

tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan

menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.


3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan

kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju

17
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan

menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :


Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik

baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti

yang disebutkan diatas


Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan

disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan

menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan

menjadi kaviti lagi


Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open

healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,

akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang

terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang

(stellate shaped).

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

1. Berdasarkan lokasi

a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau

trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat

lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstraparu harus

diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.4


b. TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim

paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran

genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA):4

18
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta

tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas.


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan

M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

3. Berdasarkan riwayat pengobatan

a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT

atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis

harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak

BTA positif atau biakan positif.


c. Kasus putus obat
Adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak

meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan

tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan.

19
d. Kasus gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik

positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan

atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan


e. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)

negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,

terlebih gambaran radiologic serial menunjukkan gambaran yang

menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih

mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,

namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata

tidak ada perubahan gambaran radiologik.

GAMBARAN KLINIK

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal

dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah

gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)3,4,5

1. Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis

20
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses

penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama

terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk

membuang dahak ke luar.


2. Gejala sistemik
- Demam.
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat

badan menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,

misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat

dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan

terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala

sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat

cairan.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),

badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak

menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini, sementara

gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum sudah menunjukkan adanya

penyakit TB.1,4

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks

(puncak) paru. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai

satu-satunya kelainan pemeriksaan jasmani. Bila dicurigai adanya infiltrat yang

21
agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup, fremitus yang menguat dan

auskultasi suara nafas bronkial.

Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa suara

timpani pada perkusi yang disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi

atelektasis, misalnya pada destroyed lung, suara nafas setempat akan melemah

sampai hilang sama sekali.

Pada umumnya, selalu akan didapatkan ronki basah mengingat bahwa selalu

pula terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret dan makin besar

bronkus tempat sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar. Melihat ini

semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan yang ditemukan pada TB sangat

variabel, baik jenis, intensitas, jumlah maupun tempat ditemukannya

(pleiomorfi)1,2

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto

lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis

dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).1,5 Kelainan pada

foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama pada TB.

Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB paru

pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan tanpa menunjukkan

gejala.

1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan

kelainan pada foto rontgen.

22
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto

rontgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan

tuberkulosis.

3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada

tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang

-kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.

4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis

yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.

5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit

tersebut aktif.

6. Dari bentuk kelainan pada foto rontgen memang dapat diperoleh kesan tentang

aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui

kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboraturis.

7. Pemeriksaan rontgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi,

proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan

perbandingan dengan foto-foto terdahulu.

8. Pemeriksaan rontgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti

Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb

9. Pemeriksaan rontgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini

bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto

rontgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu

disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak

AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya.

23
Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai

TB, yaitu :

1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)

Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi

berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan

pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

2. Proyeksi Lateral

Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang

kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir

inspirasi dalam.

3. Proyeksi Top Lordotik

Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya

kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya

dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam

menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada

posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial,

agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru

dan segmen superiorlobus bawah.


b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular.

24
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :

a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas.


b. Kalsifikasi atau fibrotik
c. Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,

biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik luluh paru

terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk

menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik

tersebut.
b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses

penyakit

Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :

1. Tuberkulosis Primer8

Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga

paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang

anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang

lemah. Pasien dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal.

Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah

ditemukan kelainan pada foto toraks.

Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih

sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta

25
segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini

adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi

pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi

yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat

primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah

atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn

bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian

luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.

26
Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA
dan lateral

Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis-Pleuritis TB

27
2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi8

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau

timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita

tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas

merupakan ciri dari tuberculosis sekunder7

Tuberculosis dengan cavitas

28
Bercak infiltrat yang terlihat pada foto rontgen biasanya dilapangan atas

dan segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal

paru yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada

tuberkulosis sekunder jarang dijumpai.

Klasifikasi tuberkulosis sekunder8

Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis

Association ( ATA ).

1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi

daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang

soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas

29
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang

-sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan

bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang

tersebut berupa awan - awan menjelma menjadi daerah konsolidasi yang

homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru .

3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang

dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka

diameter semua lubang melebihi 4 cm.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan

dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :

a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan

luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction

dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau

korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti.


b. Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto rontgen, antara

lain :

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak

tegas dengan densitas rendah.

2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan

densitasnya sedang.

3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas,

dengan densitas tinggi.

4. Kavitas atau lubang

30
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)

Tuberkuloma

Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga

bersifat suatu lesi yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ).

Tuberkuloma adalah suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan

penyakit yang tidak begitu virulen bahkan biasanya tuberkuloma bersifat tidak

aktif lebih-lebih bila batasnya licin, tegas dan dipinggirnya ada sarang perkapuran,

sesuatu yang dapat dilihat jelas pada tomogram. Diagnostik diferensialnya dengan

suatu tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma sering ditemukan sarang

kapur.

31
Foto Toraks dengan proyeksi PA dan Lateral yang terdapat pada anak -anak
berusia 7 bulan dengan TB Milliar. Terdapat beberapa nodul di seluruh lapangan
keduaparu. Dan terdapat konsolidasi di lobus kanan atas

Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis 8

Penyembuhan

1. Penyembuhan tanpa bekas

Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa

apabila diberikan pengobatan yang baik.

2. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat.

Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di

kedua lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh

-pembuluh darah besar di kedua hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli

terangkat ke atas, seakan-akan menyerupai kantung celana (broekzak

fenomen). Sarang-sarang kapur kecil yang mengelompok di apeks paru

32
dinamakan Sarang - sarang Simon ( Simon's foci). Secara rontgenologis,

sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah jangka waktu

selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama. Sifat bayangan tidak

boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-garis atau

bintik-bintik kapur dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik -

laboratorium, termasuk sputum.

Perburukan ( perluasan ) penyakit8

1. Pleuritis

Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui

penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-

15 ml. Efusi pleura bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda

meniscus sign/ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus

efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal.

Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas TB paru.

Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna

dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.

2. Penyebaran miliar

Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau

sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru.

Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut

(Snow storm apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal,

Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb.

3. Stenosis bronkus

33
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang

bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )

4. Kavitas (lubang)

Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering

tipis berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin

terlihat cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan

fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up)

dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang

sudah tenang.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik

untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat

dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan

keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan

untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan

sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar

limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu

dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi

laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun

34
kurang spesifik. Selain itu juga dapat ditemukan Anemia ringan dengan

gambaran normokrom dan normositer.2


2. Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Tes tuberkulin hanya

menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi

M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan Myvobacteria patogen lainnya.

Di Indonesia, dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji

tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang

dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang

dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat

besar sekali atau bula.1,5,6


3. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman

BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu,

pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan

yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah, sehingga dapat

dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk

mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non

produktif. Dalam hal ini, dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum,

pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks

batuk. Dapat juga dengan menambahkan obat-obat mukolitik ekspektoran

sebelumnya.
Cara pengambilan dahak dilakukan 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau

dengan cara:6
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )

35
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali
1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif
3 kali negatf Mikroskopik negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst
o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

yang ditemukan.
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
4. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan

pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.

Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji

Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura

terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.5


5. Pemeriksaan khusus (serologi)4
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi

respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa

masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi

menetap dalam waktu yang cukup lama.


b. Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.

Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen

spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,

diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam

bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen

diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang

36
akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru,

kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum

mengandung antibodi IgG terhadapM.tuberculosis, maka antibodi akan

berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji

dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan

minimal satudariempat garis antigen pada membra.


c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji

ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada

suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian

dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut

terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai

dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir

dan dapat dideteksi dengan mudah.


d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi

yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang

diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang

mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.


e. Uji serologi yang baru / IgG TB Uji IgG
Adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi

IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG

berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa

dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti

yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode

37
imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB

ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.


Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk

diagnosis.

ALUR

38
TATALAKSANA TB
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)

dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan

obat utama dan tambahan.6,7

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:6


1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan


Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg


3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Derivat rifampisin dan INH

PADUAN OBAT TUBERKULOSIS

TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh

paru)
c. TB di luar paru kasus berat.

39
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan,

dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada

keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat

imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll) Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi,

pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi


TB Paru (kasus baru), BTA negatif
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada

fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat

sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih

lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3

RHZE / 6 RH Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif

diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)


TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal

menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif

(seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal

selama 1-2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2

RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi. Bila tidak ada /

tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2

RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)

40
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil

yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

EFEK SAMPING OAT

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping.Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu

pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek

samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT

dapat dilanjutkan.6,7

41
PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan

klinisnya.Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan.

Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk

meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.8

1. Penderita rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin

tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita

tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya).


b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas

atau keluhan lain.

42
2. Penderita rawat inap

a. Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :


- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru yang
mengancam jiwa : TB paru milier - Meningitis TB
b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan

klinis dan indikasi rawat.

EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek

samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.5,6

Evaluasi klinik

i. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan

selanjutnya setiap 1 bulan


ii. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada

tidaknya komplikasi penyakit


iii. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)

i. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak


ii. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
iii. Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 6/9)

Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

43
i. Sebelum pengobatan
ii. Setelah 2 bulan pengobatan
iii. Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik

i. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal

dan darah lengkap.


ii. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin,

dan gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek

samping pengobatan.
iii. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
iv. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.
v. Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji

keseimbangan dan audiometri.


vi. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan

awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan

terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat

efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat.

Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah

keteraturan berobat.Diminum / tidaknya obat tersebut.Dalam hal ini maka sangat

penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat

yang diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan.Ketidakteraturan

berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

KOMPLIKASI TB

TB LARINGS

44
Karena setiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui larings,

tidaklah mengherankan bila ada basil yang tersangkut di larings dan menimbulkan

proses TB di tempat tersebut, sehingga terjadilah TB larings.1,2

PLEURITIS EKSUDATIF

Bila terdapat proses TB di bagian paru dekat sekali dengan pleura, pleuara akan

ikut meradang dan menghasilkan cairan eksudat. Dengan lain kata, terjadilah

pleuritis eksudatif. Tidak jarang proses TB nya masih begitu kecil, sehingga pada

foto paru belum tampak kelainan. Bilamana cairan eksudat masih sedikir, cukup

diberikan terapi spesifik saja, tetapi bila cairan semakin banyak, perlu dilakukan

pungsi dan cairan eksudat dikeluarkan sebanyak mungkin, untuk menghindari

terjadinya Schwarte di kemudian hari.

PNEUMOTHORAKS

Bisa saja terjadi proses nekrotis berlangsung dekat sekali dengan pleura, sehingga

pleura ikut mengalami nekrosis dan bocor, sehingga terjadilah pneumothoraks.

Sebab lain pneumothoraks adalah pecahnya dinding kavitas yang kebetulan

berdekatan dengan pleura, sehingga pleura pun ikut robek.2

HEMOPTISIS

Hemoptisis adalah ekspektorasi darah yang berasal dari saluran nafas bagian

bawah (dibawah pita suara).Karena pada dasarnya proses TB adalah proses

nekrosis, kalau diantara jaringan yang mengalami nekrosis terdapat pembuluh

darah, besar kemungkinan penderita akan mengalami batuk darah, yang dapat

bervariasi mulai dari jarang sekali sampai sering/setiap hari. Variasi lainnya

adalah jumlah darah yang dibatukkan keluar mulai dari sangat sedikit (berupa

45
garis pada sputum) sampai banyak sekali (profus), tergantung pada pembuluh

darah yang terkena. Batuk darah baru akan membahayakan jiwa penderita bila

profus, karena dapat menyebabkan kematian oleh syok dan anemia akut. Di

samping itu, darah yang akan dibatukkan keluar akan menyangkut di

trakea/larings dan akan menyebabkan asfiksia akut yang dapat berakibat fatal.1,3

Untuk batuk darah yang minimal sampai agak banyak, dapat diberikan koagulan

dan/atau obat-obatan trombolitik (asam traneksamat) saja. Bila perdarahan agak

hebat, perlu dipertimbangkan pemberian transfusi darah segar. Kalau hal ini sering

berulang, perlu juga dipertimbangkan lobektomi ataupun embolisasi arteri, yang

menjadi permasalahan.3

Dalam stadium akut sampai beberapa hari sesudahnya, sebaiknya diberikan pula

antitusif untuk mencegah batuk, sebaiknya diberikan pula antitusif untuk

mencegah batuk, setidak-tidaknya mengurangi frekuensi batuk untuk memberi

kesempatan beristirahat secukupnya bagi lesi, sampai thrombus yang terbentuk

cukup kuat. Hemoptisis dikatakan massif apabila batuk darah mencapai >600 ml

darah dalam 24 sampai 48 jam.3

Tatalaksana hemoptisis massif :

Prinsip : mempertahankan jalan nafas, proteksi paru yang sehat, menghentikan

perdarahan

a. Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh dimiringkan ke sisi sakit.

b. Oksigen

c. Infus, bila perlu transfuse darah

d. Medikamentosa: Kodein/antitusif untuk supresi batuk

46
e. Koreksi koagulopati : Vit K IV

Indikasi dilakukannya operasi pada pasien batuk darah massif:

- Batuk darah > 600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti
- Batuk darah > 100-250 cc/24 jam, Hb < 10g/dl. Dan pada observasi tidak

berhenti.
- Batuk darah 100-250 cc/24 jam, Hb >10 gr/dl, pada observasi 48 jam tidak

berhenti.
-
DAFTAR PUSTAKA

1. Zulkifli A, Asril B. Tuberkulosis paru. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Jilid


III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

2. Herchline TE, Bronze MS. Tuberculosis [Updated on December 14 2014,


Available at http://www.emedicine.medscape.com Accessed on August 25,
2015]

3. Danusantoso H. Buku saku ilmu penyakit paru. 2nd Ed. Jakarta: EGC 2012,
p 70-80.

4. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Edisi 9. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2005.

5. Rani AA. Tuberkulosis paru. Jakarta: Panduan Pelayanan Medik PB


Papdi, 2009.

6. Aditama TY, dkk. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di


Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2006.

7. Bayupurnama P. Hepatotoksisitas imbas obat. Dalam: Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Universitas Indonesia. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit
FK-UI; 2006.

8. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku saku dasar patologis
penyakit. Jakarta: EGC 2008, p 429-34.

47

Anda mungkin juga menyukai