Urolithiasis
Urolithiasis
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.T
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kec. Kapetakan, Cirebon
Tanggal masuk RS : 02 - 04 - 2013
ANAMNESIS
RPS
Pasien datang ke RSUD Gunung Jati pada tanggal 02 - 04 - 2013 dengan keluhan
nyeri pada pinggang sebelah kanan sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
pinggang dirasakan pasien hilang timbul dan terkadang pinggang terasa panas. Tiga bulan
yang lalu pasien juga mengeluh sering buang air kecil pada malam hari sebanyak 4 kali
sehingga mengganggu tidur pasien. Pasien juga mengaku jika ingin buang air kecil harus
segera karena tidak dapat menahannya, pasien juga mengeluhkan nyeri saat berkemih dan
merasa tidak tuntas. Pasien pernah mengeluh bahwa air kencingnya berwarna kuning
kemerahan. Kencing mengejan (-), pancaran air kencingnya melemah (-) saat buang air kecil
tiba-tiba berhenti (-). Riwayat keluar batu dan pasir saat buang air kecil (-), riwayat demam
dan pemasangan kateter (-)
Air kencing yang dikeluarkan kira-kira sebanyak 100cc (seperempat gelas) tiap buang
air kecil. Pasien memiliki kebiasaan sedikit minum (1 botol 600cc/hari). Pasien sudah pernah
berobat RS Celeng-Indramayu pasien tidak tahu nama obatnya dan mengakui belum ada
perubahan sehingga pasien dating ke RS Gunung Jati-Cirebon.
RPD
RPK
Riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang sama disangkal, riwayat hipertensi pada ibu
pasien (+)
PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
TD : 240/150 mmHg
N : 100x/menit
RR : 22x/menit
S : 36.5C
STATUS INTERNA
Kepala : Normocephal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS KERJA
PEMERIKSAAN ANJURAN
IVP
RENCANA TERAPI
- Medikamentosa : Antibiotik
Analgetik
PROGNOSIS
- QUO AD VITAM : ad bonam
- QUO AD FUNCTIONAM : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur ginjal
Setiap ginjal diselubungi oleh kapsul tipis dan jaringan fibrous dan membentuk
pembungkus yang halus di dalamnya terdapat struktur ginjal berwarna ungu tua yang terdiri
atas korteks di sebelah luar dan medula di sebelah dalam. Bagian medula tersusun atas 15-16
massa piramid yang disebut piramid ginjal. Puncaknya mengarah ke hilum dan berakhir di
kalises (kaliks). Kalises menghubungkannya dengan pelvis ginjal.
Nefron
Struktur halus ginjal atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal,
jumlahnya sekitar 1.000.000 pada setiap ginjal. Setiap nefron dimulai sebagai berkas kapiler
(badan malphigi atau glomerulus) yang tertanam dalam ujung atas yang lebar pada urinefrus
atau nefron. Dari sini tubulus berjalan berkelok-kelok dan sebagian lurus. Bagian pertama
berkelok-kelok dan sesudah itu terdapat sebuah simpai yang disebut simpai henle. Kemudian,
tubulus itu berkelok-kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubulus distal, yang
bersambungan dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi korteks dan medula, lalu
berakhir di salah satu piramidalis.
Pembuluh arteri
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal. Cabang arteri
memiliki banyak ranting di dalam ginjal dan menjadi arteriola aferen serta masing-masing
membentuk simpul dari kapiler-kapoler di dalam salah satu badan malphigi, yaitu
glomerulus. Arteriola aferen membawa darah dari glomerulus, kemudian dibagi ke dalam
jaringan peritubular kapiler. Kapiler ini menyuplai tubulus dan menerima materi yang
direabsorpsi oleh struktur tubular. Pembuluh referen menjadi arteriola referen yang
bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler di sekeliling tubulus urineferus. Kapiler ini
bergabung membentuk vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.
Kapiler arteriola eferen lainnya membentuk vasa vecta yang berperan dalam mekanisme
konsentrasi ginjal.
Vaskularisasi Ginjal
Vaskularisasi ginjal merupakan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang
bermuara kedalam vena kafa inferior. Sistem arteri ginjal tidak mampu anastomosis dengan
cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri
ini berakibat timbulnya iskemik pada daerah yang dialaminya.
b. Umur.
Penyakit nefrolithiasis paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun.
c. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan dan pada pria lebih banyak ditemukan batu ureter dan buli-buli sedangkan
pada wanita lebih sering ditemukan batu ginjal atau batu piala ginjal.
Patofisiologi
Secara teoritis, batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine ( stasis urine ), yaitu pada sistem kalises
ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises ( stenosis uretero pelvis ),
divertikulum, obstruksi intravesika kronis seperti pada hiperplasi prostat benigna, striktura
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
tetap terlarut ( metastable ) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu ( nukleasi ) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik
bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup
besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu menyumbat saluran kemih.
Untuk itu, agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih, membentuk retensi kristal,
dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine,
konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu . Kemih yang terus
menerus bersifat asam dapat terjadi pada asidosis metabolik dan pada keadaan pireksia,
sedangkan kemih yang terus menerus bersifat basa menyatakan adanya infeksi pada saluran
kemih, keadaan asidosis tubulus ginjal, kekurangan kalium dan pada sindrom Fanconi.
Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau kalsium
fosfat,asam urat,magnesium-amonium-fosfat (MAP),xanthyn dan sistin,silikat dan senyawa
lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting
untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
Batu Kalsium
Batu jenis ini, paling banyak dijumpai, yaitu sekitar 70-80% dari seluruh batu saluran
kemih.Kandungan batu jenis ini, terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran
dari kedua unsur itu.Batu kalsium oksalat biasanya terbentuk pada suasana urine asam.Batu
kalsium bentuknya bergerigi sehingga jarang keluar spontan.
Faktor terjadinya batu kalsium adalah :
a. Hiperkalsiuri,yaitu kadar kalsium dalam urine > 250-300 mg/24 jam. Terdapat 3 macam
penyebab terjadinya hiperkalsiuria, antara lain :
Hiperkalsiuria absorbtif : keadaan hiperkalsiuria absorbtif terjadi
karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus
Hiperkalsiuri renal : keadaan hiperkalsiuria renal dapat terjadi karena
adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal
Hiperkalsiuria resorptif : keadaan hiperkalsiuria resorptif terjadi karena
adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang. Banyak terjadi pada hiperparatiroidisme
primer atau pada tumor paratiroid.
b. Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram / hari. Keadaan
hiperoksaluria banyak dijumpai pada pasien dengan gangguan pada usus setelah
menjalani pembedahan usus dan pada pasien yang banyak mengkomsumsi makanan kaya
akan oksalat seperti teh, kopi instant, soft drink, kokoa, arbei, jeruk, sitrun, dan sayuran
berwarna hijau terutama bayam.
c. Hiperurikosuria adalah kadar asam urat di dalam urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam
urat yang berlebihan dalam urine, bertindak sebagai inti batu / nidus untuk terbentuknya
batu kalsium oksalat.Sumber asam urat di dalam urine berasal dari makanan
mengandung banyak purin seperti daging, ikan, unggas maupun berasal dari metabolisme
endogen.
d. Hipositraturia : dapat terjadi pada asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsorbsi, atau
pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama
e. Hipomagnesiuria ; penyebab tersering hipomagnesiuria adalah penyakit inflamasi
usus( inflammatory bowel disease ) yang diikuti gangguan malabsorbsi.
Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu struvit
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.Kuman penyebab infeksi adalah kuman
golongan pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.Suasana basa memudahkan garam-
garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium
fosfat dan karbonat apatit. Karena terdiri atas 3 kation, dikenal sebagai batu triple phosphate.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalahProteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus
Gambaran Klinis
Keluhan yang disampaikan oleh pasien, tergantung pada posisi batu, ukuran batu dan
penyulit yang telah terjadi.Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang, baik berupa nyeri kolik maupun bukan kolik.Nyeri kolik disebabkan oleh adanya
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan
batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik menyebabkan tekanan intraluminal
meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi
nyeri.Sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal akibat stasis urine.
Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih
karena batu.Kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik.Jika didapatkan demam, harus dicurigai suatu urosepsis.
Pada pemeriksaan fisis, mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba
ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, dan adanya
retensi urine.
Pada pemeriksaan sedimen urine, menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, dan pemeriksaan fisik, selain itu perlu
ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium, radiologik, dan dengan pencitraan untuk
menentukan kemungkinan adanya gangguan fungsi ginjal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis antara lain :
Laboratorium :
Urin
pH urin
o Batu kalsium, asam urat dan batu sistin terbentuk pada urin dengan pH yang rendah
(pH<7).
o Batu struvit terbentuk pada urin dengan pH yang tinggi (pH> 7)
Sedimen
o Sel darah meningkat (90%), pada infeksi sel darah putih akan meningkat.
o Ditemukan adanya kristal, misalnya kristal oksalat
o Biakan urin untuk melihat jenis mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih
Darah
Hemoglobin, adanya gangguan fungsi ginjal yang kronis dapat terjadi anemia
Leukosit, infeksi saluran kemih oleh karena batu menyebabkan leukositosis
Ureum kreatinin, parameter ini digunakan untuk melihat fungsi ginjal
Kalsium, dan asam urat.
Radiologik
1. Foto Polos Abdomen
Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih.Batu
jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai,
sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.
2. Pielografi Intra Vena
Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.Selain itu juga dapat mendeteksi
adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut.
Jika pielografi intra vena ( selanjutnya disebut dengan PIV ) belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai gantinya adalah
pemeriksaan pielografi retrograde.
3. Ultrasonografi
Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan
alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli ( yang
ditunjukkan sebagai echoic shadow ), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya pengkerutan
ginjal.
Penatalaksanaan
Ignatavicius, dkk (2001:1620) mengatakan bahwa tujuan pengelolaan batu saluran
kemih terdiri dari beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: menghilangkan obstruksi,
menghilangkan rasa nyeri, mengobati infeksi, mencegah terjadinya nephrolithiasiskembali.
Langkah-langkah untuk mencapai tujuan ini adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan obstruksi, infeksi, dan rasa nyeri.
2. Analisis batu.
3. Mencari latar belakang terjadinya batu.
4. Mengusahakan mencegah pembentukan kembali batu.
5. Memberikan diet terapi rendah kalsium, phospat, magnesium dan lain-lainnya sesuai
dengan jenis batu.
6. Membatasi aktivitas yang berlebih.
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar spontan.Terapi yang diberikan lebih bersifat simtomatis,
yaitu bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar.
Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu,
tindakan tersebut terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih.Alat tersebut
dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan
batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang
suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu
pada ginjal adalah :
a. PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy )
Yaitu mengeluarkan batu di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises ginjal melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan
atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b. Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu
(litotriptor) kedalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuarot Ellik.
c. Uretero atau Uretero-renoskopi
Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat kedaan ureter atau sistem
pielokaliks ginjal.Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter
maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureterorenoskopi.
d. Ekstraksi Dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang dormia.
Bedah Laparoskopi
Pembedahan Laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-
tindakan endourologi, laparaskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan
melalui pembedahan terbuka. Pembedahan itu antara lain adalah pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan telah terjadi pionefrosis,
korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi yang menahun
Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih,tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan saluran
kemih rata-rata 7 % pertahun atau kurang lebih 50 % dalam 10 tahun.
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu
yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak
2-3 L/hari
Diet untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu
Aktivitas harian yang cukup
Pemberian medikamentosa
Tindakan atau terapi untuk pencegahan timbulnya kembali batu saluran kemih
Jenis Batu Faktor predisposisi Pengobatan pencegahan
untuk mencapai pH kemih
ynag dibutuhkan
mandelanin
Hiperkalsiuria, imobilitas
Kalsium fosfat lama
Prognosis
Prognosis batu pada saluran kemih, dan ginjal khususnya tergantung dari faktor-faktor
ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta adanya obstruksi.Makin besar ukuran suatu batu,
makin jelek prognosisnya.Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena
faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga prognosis
menjadi jelek.
Komplikasi
Obstruksi ureter dapat menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis.Batu di pielum
dapat menimbulkan hidronefrosis, batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada
kaliks yang bersangkutan.Jika disertai dengan infeksi sekunder, dapat menimbulkan
pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, ataupun pielonefritis.Pada keadaan
lanjut, dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan
gagal ginjal permanen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashadi T., 1998, Manfaat Diagnosa Radiografi pada Batu Saluran Kemih, 24 (8), hal ;
544 9, Medika
2. Ismadi M., 1976, Penelitian Tentang Urolithiasis Pada Perhatian Dengan
Sifat Biokimiawi Air Kencing, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
3. Palmer P.E.S., 1995, Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum, Penerbit EGC,
Jakarta.
4. Price S. A., Wilson L. M., 1995. Batu Ginjal dan Saluran Kemih dalam Patofisiologi,
konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, hal ; 797 8, EGC, Jakarta
5. Purnomo B., 2003, Batu Ginjal dan Ureter dalam Dasar-Dasar Urologi, hal ; 57 68,
Sagung Seto, Yogyakarta
6. Raharjo J. P., 1996, Batu Saluran Kencing dalam Ilmu Penyakit Dalam, ed 3, hal ; 337
40, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
7. Sabiston C. D. Jr, MD., 1997, Batu Ginjal dan Ureter dalam Buku Ajar Bedah 2, hal ;
472 3, EGC, Jakarta
8. Sjahriar dkk, 2000, Nefrolitiasis, Radiologi Diagnostik, Bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
9. Stuart J., Nefrolithiasis,www.eMedicine.com, 2005
10. Tisher C. Craig., Wilcox C., 1997, Penyakit Batu Ginjal dalam Buku Saku Nefrologi,
ha1 ; 86 99, EGC, Jakarta