Anda di halaman 1dari 24

Penatalaksanaan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Non-operatif
Dr. Abdul Karim, SpPD
Dokter Spesialis Penyakit Dalam RSUD Siak Siak Sri Indrapura

Latar Belakang
Hiperplasia prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH) masih menjadi
masalah utama yang berkaitan dengan keluhan saluran kemih bagian bawah.
Hiperplasia prostat jinak dianggap suatu proses sel yang normal akibat dari penuaan
pada seorang laki-laki yang berkaitan dengan hormon testosteron dan
dihidrotestosteron. Hiperplasia prostat jinak sering menyebabkan gejala pada saluran
kemih bagian (Lower urinary tract symptoms/LUTS) bawah pada laki-laki usia 40
tahun ke atas.[1] Berdasarkan pemeriksaan histologi bahwa sekitar 60% laki-laki usia
> 50 tahun memiliki BPH, dan prevalensinya semakin meningkat sekitar 80% pada
usia 70 tahun.[2]
Kelenjar prostat pada manusia dipengaruhi secara langsung oleh dua hormon
androgen dalam perkembangannya. Fase yang pertama terjadi selama masa
pertumbuhan fetus, saat itu kelenjar prostat tumbuh ke arah luar dari epitel uretra.
Fase yang kedua terjadi saat puberitas, saat itu kelenjar prostat mencapai berat sekitar
[1]
20 gram. Prostat pada manusia terbagi kedalam tiga zona: central, perifer dan
transisional. Kanker prostat pertama kali teridentifikasi pada daerah zona perifer,
sedangkan BPH berkembang dari zona transisional. Perkembangan zona transisional
secara makroskopik akan mengakibatkan lumen uretra menjadi sempit sehingga
aliran air kencing akan terhambat.[3]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


1
Gambar 01. Zona-zona pada prostat dibagi menjadi tiga; periferal, transisional,
central. [4]

Sampai saat ini, goal standar pengobatan BPH masih menjadi penelitian lebih
lanjut. Penatalaksanaan BPH yang sampai saat ini dianut adalah pengobatan secara
farmakologi dan terapi bedah. Penggunaan obat-obatan untuk BPH sangat luas, obat-
obatan yang saat ini dugunakan adalah alfa 1-reseptor bloker, alfa-adrenergik reseptor
bloker, phospodiesterase-5 enzim inhibitor, 5-alfa reduktase inhibitor, agen
antikolinergik. Sedangkan terapi bedah yaitu: transurethral resection of the prostate
(TURP), open prostatectomy, transurethral incision of the prosate (TUIP), laser
treatment, transurethral microwave therapy (TUMT), dan lain-lain.[5]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


2
Pengertian Hipeplasia Prostat Jinak
Hiperplasia prostat jinak (Benign prostatic hyperplasia/BPH), juga dikenal
dengan hipertropi prostat jinak adalah proliferasi sel prostat yang mengakibatkan
penyempitan pada lumen uretra sehingga aliran kemih menjadi tidak lancar atau
terhambat.[3,5]

Etiologi
Sampai saat ini penyebab BPH masih belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa teori telah diajukan, seperti: embryonic reawakening, aging, androgens,
estrogens, oxidoreductase, and inflammation theories.[3]

Patofisiologi
Teori tentang patofisiolgi BPH memang masih belum seutuhnya diketahui.
Banyak teori yang dikaitkan dengan proses perbesaran prostat yang abnormal.
Seperti; embryonic reawakening, aging, androgens, estrogens, oxidoreductase, and
inflammation theories.[3]
1. Teori Embryonic Reawakening
Salah satu teori yang terkemuka adalah teori yang diajukan oleh McNeal yaitu
teori embryonic reawakening. McNeal mengatakan bahwa BPH ditandai dengan
peningkatan jumlah sel epitel dan sel stroma di area periuretra dari prostat.
Berdasarkan pengamatan dari pembentukan formasi glandula epitel baru, yang
dimana secara normal hanya terdapat pada janin dan mencetuskan konsep embryonic
reawakening dari sel stroma potensial.[3]
2. Teori Penuaan, ketidakseimbangan androgen-estrogen
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangakan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel prostat dangan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel
prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


3
dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. [3,6]
3. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Teori ini merupakan teori yang paling popular. Menyebutkan bahwa BPH
dipengaruhi langsung oleh hormon testosteron dan metabolisme dari
dehidrotestosteron. Lebih dari 90% testosteron akan dikonversi dalam bentuk hormon
androgen yang lebih poten, yaitu Dehidrotestoteron (DHT) oleh enzim 5- reduktase
tipe 2 di dalam jaringan prostat. Studi klinis telah mendemonstrasikan jalur konversi
terstosteron oleh enzim 5- reduktase tipe 2 pada pasien BPH dengan pengebirian,
menunjukkan hasil yang signifikan yaitu pengecilan kelenjar prostat dalam beberapa
bulan.[7,8,9]

Gambar 01. Skema metabolisme hormon androgen.[10]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


4
Gambar 02. Skema patofisiologi hiperplasia prostat jinak. [11]

Dihydrotestosteron yang telah berikatan dengan reseptor androgen (RA)


membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein
growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian
dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada
prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah
reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


5
BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.[3,7,8,9,11]

4. Teori Inflamasi
Studi obsevasional menemukan bahwa inflamasi berhubungan dengan BPH
dan LUTS. Namum mekanismenya masih belum diketahui secara pasti. Salah satu
penyebab inflamasi adalah sindrom metabolik, sindrom metabolik mencetuskan
inflamasi sistemik dan stres oksidatif, dan mediator-mediator inflamasi yang lain.
Imflamasi telah diketahui sebagai pencetus terjadinya kanker prostat dan mungkin
juga pada BPH mewakili untuk proliferasi non-malignansi dengan mekanisme stres
oksidatif.[12]

Faktor Resiko
Dalam tingkat populasi, ada dua kategori faktor resiko yang berhubungan
dengan BPH dan LUTS (lower Urinary Tract Symptoms) yaitu: Non-modifiable (usia,
geografi, dan genetik) dan modifiable (hormon seks steroid, sindrom metabolik,
obeisitas, diabetes melitus, aktifitas fisik, diet, dan inflamasi).[12]
1. Penuaan. studi epidemiologi menemukan bahwa BPH jarang ditemukan pada
laki-laki dibawah usia 40 tahun. Satu dari tiga laki-laki akan mmengalami
manifestasi BPH berat sampai sangat berat saat usia 60 tahun, dan saat usia 80
tahun setengah dari kasus akan mengalami BPH. Volume prostat akan semakin
meningkat seiring usia bertambah, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan
oleh Krimpen dan Baltimore Longitudinal Study of Aging (BLSA) dengan
metode cohorts menyebutkan bahwa pertumbuhan prostat rata-rata 2,0% - 2,5%
per tahun pada laki-laki usia tua. Namun volume prostat tidak selalu
berhubungan secara langsung dengan beratnya gejala yang ditimbulkannya.[12,13]
2. Geografi. Internasional study mendemonstrasikan penyebaran geografi volume
prostat dan prevalensi LUTS. Pada orang-orang Asia Tenggara memiliki ukuran
prostat yang relatif kecil dibandingkan dengan orang-orang Barat.
Bagaimanapun, kecilnya ukuran prostat tidak selalu berhubungan dengan

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


6
penurunan prevalensi dari LUTS.[12] Hiperplasia prostat jinak jarang ditemukan
pada laki-laki Asia, namun sering dialami oleh laki-laki kulit putih dan kulit
hitam. Laki-laki kulit hitam lebih sering terkena BPH saat usia masih muda
dibandingkan dengan laki-laki kulit putih.[13]
3. Genetik. Penelitian lebih lanjut memperkirakan bahwa 50% laki-laki yang
memiliki riwayat operasi BPH sebelum usia 60 tahun memilihi riwayat
inherediter (keturunan). Peneltian respektif memperkirakan bahwa faktor genetik
berkontribusi hingga 72% berisiko untuk memiliki gejala LUTS berat sampai
sangat berat pada laki-laki usia lanjut. Ini membuktikan bahwa genetik berperan
dalam perkembangan prostat.[12]
4. Hormon Seks: Testosterone, Dihydrotestosterone (DHT) dan Estrogen. Pada
sel prostat, hormon 5- reductase mengkonversi testosteron menjadi DHT,
sebuah hormon yang lebih poten menstimulasi pertumbuhan prostat. Multiple
studies telah menyelidiki bahwa ada hubungan antara hormon seks endogen
(Testosterone, Dihydrotestosterone (DHT) dan Estrogen) dengan BPH dan
LUTS.[12]
5. Sindrom Metabolik dan Penyakit Jantung. Sindrom metabolik adalah
kumpulan dari abnormal metabolik; obeisitas, intolerasi glukosa, dislipidemia,
dan hipertensi, semua kondisi ini akan meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskular. Pada penelitian kohor, laki-laki yang didiagnosis dengan
metabolik sindrom diperkirakan 80% akan memiliki gejala LUTS.[12]
6. Penyakit Diabetes. Gangguan dalam homeostasis glukosa pada beberapa tingkat
yang berbeda akan mengkibatkan perubahan pada konsentrasi insulin growth
factor (IGF). Tingginya serum IGF akan berkaitan dengan tingginya kasus BPH
dan LUTH.[12,13]
7. Obeisitas. Obeisitas meningkatkan resiko BPH, namum olang raga dapat
menurunkan resiko BPH.[13] Obeisitas akan menyebabkan terjadinya resistensi
insulin dan secondary hyperinsulinemia atau meningkatnya rasio estrogen-
androgen.[2,12]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


7
Manifestasi Klinis

1. Riwayat

Diagnosis BPH bisa ditegakkan hanya berdasarkan keluhan pasien saja.


Namum untuk lebih menjurus ke arah BPH harus ada gejala-gejala tambahn seperti:[5]

Frekuensi berkemih biasanya pasien lebih sering ingin berkemih saat siang
hari atau pada malam hari, dan biasanya setiap berkemih hanya sedikit-
sedikit.[5]

Merasa tidak puas saat berkemih.[5]

Membutuhkan masase kandung kemih saat berkemih biasanya pasien


menekan-nekan daerah kandung kemih terlenih dahulu saat ingin berkemih.[5]

Susah untuk memulai berkemih.[5]

Tidak bisa mengkontrol saat ingin berkemih.[5]

Riwayat seksual sangat penting, penelitian epidemiologi mendapatkan bahwa


sebagian besar pasien dengan gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) secara
tidak langsung mereka memiliki riwayat disfungsi ereksi dan disfungsi ejakulasi.[5]

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang mengarah kepada BPH adalah adanya tanda-tanda


distensi kandung kemih. Dan pemeriksaan digital rectal examination, seorang dokter
akan memeriksa adanya pembesaran prostat dengan cara memasukan jari lewat anus.
[13]

3. Pemeriksaan Penunjang

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


8
a) Urinalisis

Pemeriksaan bisa menggunakan metode dipstik dan/atau evaluasi sediemen


urin untuk melihat adanya darah, leukosit, bakteri, protein, dan glukosa. Jika
ditemukan adanya darah kemungkinan ada masalah dengan ginjal, namun jika
leukosit yang meingkat makan kemungkinan telah terjadi infeksi pada saluran
kemih.[13]

b) Kultur urin

Kultur urin dimaksudkan untuk menyingkirkan adanya penyebab infeksi.[5]

c) Prostat-Spesifik Antigen

Hiperplasia prostat jinak tidak menyebabkan kanker prostat, pada laki-laki


yang beresiko BPH juga dapat berisiko untuk terjadinya kanker prostat dan
harus dilakukan disekrining. Pada tahun 2010 American Cancer Society
(ACS) menetapkan bahwa untuk deteksi awal pada kanker prostat sangat
penting. Seorang dokter harus memberitahukan kepada pasien tentang resiko
dan keuntungan sekrining PSA. Catatan, seorang laki-laki dengan perbesaran
prostat bisa memiliki kadar PSA yang tinggi.[5]

d) Elektrolit, BUN dan Kreatinin

Pemeriksaan ini digunakan untuk sekrining adanya insufisiensi ginjal kronik


pada yang memiliki high postvoid residual (PVR) volume urin.[5]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


9
e) Ultrasonografi

Ultrasonografi (abdomen, renal, transrectal) dan intravena urografi digunakan


untuk membantu menentukan kandung kemih dan ukuran prostat dan tingkat
hidronefrosis pada pasien dengan retensi urin atau tanda dari insufisiensi
ginjal. Secara umum ultrasonografi tidak diindikasikan untuk evaluasi awal
pasien dengan gejala saluran kemih bawah tanpa komplikasi. Transrectal
ultrasonography (TRUS) prostat direkomendasikan untuk memilih pasien,
untuk menentukan dimensi dan volume kelenjar prostat.[5]

f) Endoscopy Saluran Kemih Bagian Bawah

Cystoscopy bisa gunakan pada pasien yang dijadwalkan untuk menjalani


terapi invasif atau adanya benda asing atau curiga keganasan.[5]

g) Histologi

Hiperplasia ditandai dengan bermacam-macam kombinasi dari epitelial dan


hiperplasi stromal pada pasien prostat. Beberapa kasus menunjukkan hampir
murni proliferasi otot polos saja, namum sebagian besar menunjukkan pola
fibroadenomyomatous dari hiperplasia. Pada kandung kemih, sumbatan
disebabkan karena hipertropi sel otot polos. Biopsi dari spesimen trabekula
kandung kemih menunujukkan bahwa adanya pembentukan jaringan sikatrik
pada sera otot polos dengan dominasi kolagen.[5]

Komplikasi

Kompliksi yang berkaitan dengan obstruksi kandung kemih (bladder outlet


obstruction/BOO) adalah:[13]

Retensi urin

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


10
Renal insuffisiency

Infeksi saluran kemih berulang

Gross hematuria

Batu kandung empedu

Gagal ginjal atau uremia

Diagnosis Banding [5]


1. Kanker kandung kemih
2. Batu kandung kemih
3. Trauma kandung kemih
4. Prostatitis bakteri
5. Striktur uretra
6. Infeksi saluran kemih.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada BPH harus berdasarkan skor IPSS (International
Prostate Symptom Score). Namun secara garis besar pilihan penatalaksanaan terabaru
untuk BPH yaitu terapi bedah dan terapi farmakologi. Pada kondisi sangat berat
seperti; retensi urin akut, infeksi berulang pada saluran kemih, dan gagal ginjal. Pada
kondisi seperti ini pilihan utama terapi bedah merupakan terapi yang paling efektif.
Target terapi farmakologi terbaru yaitu static (mengecilkan ukuran fisik dari prostat)
atau dinamik (menurunkan tonus dari otot polos). Target obat statik yaitu
menghambat proliferasi dari hormon androgen. [1]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


11
Gambar 03. Tabel International Prostate Symmptoms Score (IPSS).[14]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


12
Gambar 04. Skema penatalaksanaan pada hiperplasia prostat jinak (BPH).[15]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


13
1. Terapi Farmakologi (Monoterapi)
Terapi farmakologi merupakan kebijaksanaan dari seorang dokter kepada
pasien dengan capaian adalah meningkatkan kualitas buang air kecil, menurunkan
progresifitas dari BPH atau kedua-duanya dengan melihat indikasi yang tepat. Ada 4
golongan obat yaang terbukti memiliki efikasi dalam pengobatan BPH: adrenergic
receptor blockers, 5-reductase inhibitors, antimuscarinic agents, and
phosphodiesterase- 5 inhibitors. [5,8]

Gambar 05. Tempat-tempat kerja obat-obatan yang digunakan dalam terapi BPH.[8]

a) Golongan -adrenergic receptor blockers


Pada mulanya merupakan obat yang digunakan dalam pengobatan
antihipertensi, -adrenergic receptor blockers memiliki efek terhadap dalam
memblok simpatetik pada prostatat sehingga dapat menurunkan kontraksi pada otot
polos prostat dan kandung kemih.[8] Kontraksi otot polos pada prostat dimediasi oleh
reseptor -1-adrenergic; oleh karena itu ketika fungsi dari -1-adrenergic diblok,

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


14
secara teori akan menurunkan resistensi yang terjadi di sepanjang leher kandung
kemih, prostat dan uretra dikarenakan terajadinya relaksasi dari otot polos.[5]

Gambar 05. Mekanisme kerja obat 1-adrenergic receptor blocker.[1]

Ada tiga subtipe dari golongan -adrenergic receptors blocker termasuk 1a,
1b, dan 1c. dari ketiga golongan -1a-receptors blocker yang spesifik untuk kadung
kemih dan prostat. Berikut jenis-jenis obat golongan -1a-receptors blocker yang
disetujui oleh FDA sebagai obat terapi BPH; Alfuzosin, doxazosin, tamsulosin,
terazosin, and silodosin.[5]
1. Alfuzosin
Merek dagang: UroXatral, Xatral.
Dosis: 10 mg PO diberikan 4 kali sehari.
Mekanisme kerja: selektif antagonis postsynaptik alpha-1-
adrenoceptors; memblok adrenoreceptors pada prostat, kapsul prostat,
leher kandung kemih, dan uretra pars prostatik.
Metabolisme: di hepar dengan bantuan enzim P450.
Eliminasi: feses (69%), urin (24%).
2. Doxazosin
Merek dagang: Cardura, Doxadura.
Dosis: 1 8 mg PO perhari.
Mekanisme kerja: memblok alpha-1-reseptor pada stromal prostat dan
jaringan kandung kemih; menurunkan tonus simpatik sehingga
menghilangkan gejala BPH.
Metabolisme: di hepar
Eliminasi: feses (65%), urin (0,6 9 %).
3. Tamsulosin
Merek dagang: Flomax
Dosis: 0,4 mg PO perhari.

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


15
Mekanisme kerja: memblok reseptor alpha-1a adrenergik pada otot
polos prosta, dan menurunkan resistensi leher kandung kemih dan
uretra.
Metabolisme: di hepar.
Eliminasi: urin (76%), feses (21%).
4. Terazosin
Merek dagang: Hytrin
Dosis: 1 mg PO saat menjelang tidur.
Mekanisme kerja: memblok reseptor alpha-1 di postsynaptic.
Metabolisme: di hepar.
Eliminasi: feces (55-60%), urin (40%).
5. Silodosin
Merek dagang: Rapaflo
Dosis: 8 mg PO diberikan 4 x sehari.
Mekanisme kerja: selektif antagonis pada postsynaptic alpha-1-
adrenoceptor; memblok alpha-1a-adrenoreceptors pada otot polos
prostat sehingga mengalami relaksasi. Sehingga aliran urin menjadi
lancar dan mengurangi gejal dari BPH.
Eliminasi: urin feses dan urin.

b) Golongan 5-reductase inhibitors


Golongan 5-reductase merupakan terapi hormonal. Ada dua tipe dari
golongan 5-reductase yaitu: tipe 1 (dominan lokasi di luar prostat, sepeti pada kulit
dan liver) dan tipe 2 (dominan prostat). 5-reductase menghambat proses konversi
dari testosteron dalam bentuk metabolit aktif yaitu Dihydrotestosteron, sehingga
mengakibatkan penyusutan ukuran prostat dan mencegah pertumbuhan prostat. Pada
studi meta-analisis menemukan bahwa golongan 5-reductase juga memiliki efek
menurunkan perdarahan jika diberikan sebelum operasi prostat dilakukan. Ada dua
jenis obat dari golongan 5-reductase inhibitors yang disetujui oleh FDA yaitu:
Finasteride dan Dutasteride.[5,8,16]
1. Finasteride
Merek dagang: Proscar
Dosis: 5 mg PO diberikan 4 x sehari, dipantau respon setelah 12
minggu sampai 6 bulan.

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


16
Mekanisme kerja: menekan produksi dihydrotestosteron dengan
menghambat konversi dari testosteron menjadi dihydrotestosteron.
Metabolisme: di hepar
Eliminasi: feses (57%), urin (39%).
2. Dutasteride
Merek dagang: Avodart
Dosis: 0.5 mg PO diberikan 4 x sehari.
Mekanisme kerja: menekan produksi dihydrotestosteron dengan
menghambat konversi dari testosteron menjadi dihydrotestosteron.
Metabolisme: di hepar dengan bantuan enzim P450.
Eliminasi: fese (40%), urin (< 1%).

c) Golongan antimuscarinic agents


Agen antimuskarinik berkerja dengan cara menghambat reseptor pada otot
destrusor, dengan demikian menurunkan overaktif dari kandung kemih. Hanya
beberapa agen antimuscarinic yang telah disetujui sebagai terapi BPH, yaitu:
Darifenacin, Solifenacin, Trospium chloride, Oxybutynin, Tolterodine, dan
Fesoterodine. Agen antimuscarinic Darifenacin dan Solifenacin tergolong cukup
selektif terhadap reseptor tipe M3 pada musculus destrusor kandung kemih. Berbeda
dengan reseptor muscarinic tipe M2 juga terdapat pada glandula saliva, sistem
kardiovaskular, otak, dan saluran cerna. Meskipun American Urological Association
(AUA) menetapkan bahwa terapi antimuscarinic lebih bermanfaat pada group laki-
laki dengan gejala BPH yang bermasalah dengan kandung kemih, namun dari data
memang masih kurang untuk menunjang tentang efikasi obat sebagai monoterapi.[8]
a) Darifenacin
Merek dagang: Enablex
Dosis: dosis awal 7,5 mg dapat ditingkatkan sampai 15 mg.
Mekanisme kerja: berkompetisi antagonis pada reseptor M3;
memblok kontraksi pada kandung kemih dan mengurangi gejala
iritabiliti atau overaktifitas kandung empedu.
Metabolisme: di hepar
Eliminasi: Urin 60%, feses 40%.
b) Solifenacin
Merek dagang: VESIcare

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


17
Dosis: 5 mg PO satu kali sehari, dapat ditingkatkan sammpai 10 mg
PO dua kali sehari.
Mekanisme kerja: kompetisi terhadap muscarinic-receptro antagonist.
Eliminasi: Urin 69,2%, feses 22,5%.
d) Golongan phosphodiesterase- 5 inhibitors
Phosphodiesterase-5 inhibitors, merupakan obat yang telah disetujui sebagai
pengobatan disfungsi ereksi, juga bisa digunakan untuk memperbaiki gejala saluran
kemih bagian bawah akibat BPH. Phosphodiesterase-5 terdapat pada jaringan prostat,
zona transisional prostat, muskulus destrusor kandung kemih, dan otot polos
pembuluh darah disekitar saluran kemih. Obat-obatan golongan Phosphodiesterase-5
bekerja dengan cara menghambat Phosphodiesterase-5 sehingga meningkatkan siklus
AMP dan siklus guanosine monophosphate mengakibatkan relaksasi pada otot polos
dan juga memiliki efek antiproliferasi pada prostat dan sel otot polos kandung kemih.
Hanya Tadalafin yang telah disetujui oleh FDA sebagai terapi pada BPH.[5,8]
Merek dagang: Cialis
Dosis: 5 mg PO satu kali sehari.
Eliminasi: feses 61 %, urin 36%.

Terapi Farmakologi (Kombinasi)


1. Kombinasi - adrenergik bloker dengan 5--reduktase inhibitor
Pada pasien rawat jalan dengan BPH dan skor IPSS > 8 kombinasi -
adrenergik bloker dengan 5--reduktase inhibitor merupakan terapi pilihan untuk
memperbaiki gejala BPH. Namum kombinasi ini dianggap tidak bermanfaat pada
kasus retensi urin akut dan BPH yang membutuhkan pembedahan. Studi yang
dilakukan oleh Medical Therapy of Prostatic Symptoms (MTOPS) kombinasi terapi
finasteride dengan doxazosin signifikan memperbaiki gejala BPH. Kombinasi
Dutasteride dan Tamsulosin (Jalyn) dengan dosis 0,5 mg/0,4 mg secara signifikan
menurunkan gejala BPH dan mengecilkan ukuran prostat.[17]
2. Kombinasi - adrenergik bloker dengan Antikolinergik

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


18
Pada pasien dengan BPH, skor IPSS > 8 dengan gejala overaktif kandung
kemih, kombinasi - adrenergik bloker dengan Antikolinergik merupakan pilihan
terapi untuk memperbaiki gejala BPH.[17]

Operatif
Terapi bedah merupakan terapi utama pada kasus BPH, namum dalam studi
epidemilogi sebagian besar pasien memilih terapi ini sebagai pilihan terapi yang
terakhir. Jika terapi dengan obat-obatan gejala saluran kemih tidak membaik atau
malah memburuk atau telah terjadi komplikasi pada ginjal, makan pilihan terapi
mutlak harus dilakukan. Berikut ini adalah alur pilihan terapi bedah yang dapat
dipilih pada pasien BPH.[17]

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


19
Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |
20
1. Terapi Bedah[17]
a) Open Surgery
b) Transurethral resection of the prostate (TURP)
c) Transurethral incision of the prostate (TUIP)
d) Transurethral electrovaporisation of the prostate

Gambar 07. Trans Urethral Resection of the Prostate.[18]

2. Terapi Laser[17]
a) Thulium laser
b) Potassium titanyl-phosphate laser
3. Minimally invasive therapies[17]
a) Transurethral needle ablation
b) Intraprostatic Botox
c) Prostatic stent

Prognosis
Pada keadaan sumbatan uretra akibat BPH yang sangat besar, dapat
mengakibatkan gagal ginjal dan uremia, namun komplikasi ini sangat jarang.
Sumbatan kronik pada uretra akibat BPH lebih sering mengakibatkan retensi urin
secara akut, infeksi saluran kemih, gross hematuria dan batu saluran kemih.[5]

Kesimpulan

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


21
Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan perbesaran prostat jinak yang
mengakibatkan gejala lower urinary tract symptoms (LUTS) yang sering diderita oleh
laki-laki usia di atas 40 tahun dan prevalensinya akan semakin meningkan seiring
usia bertambah. Pengobatan standar prostat saat ini yang dianut adalah pengobatan
operatif dengan berbagai metode, namum dengan terapi operatif saja tidaklah cukup
karena jika tidak diimbangi dengan terapi farmakologi akan mengakibatkan angka
kekambuhan yang tinggi. Terapi farmakologi yang dianjurkan adalah terapi secara
statis dan dinamis yaitu dengan kombinasi 2 obat; yaitu kombinasi - adrenergik
bloker dengan 5--reduktase inhibitor atau kombinasi - adrenergik bloker dengan
Antikolinergik.

DAFTAR PUSTAKA

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


22
1. Ventura S, Oliver VL, White CW, Xie JH, Haynes JM, et al. Novel drug targets
for the pharmacotherapy of benign prostatic hyperplasia (BPH). Review Article.
British Journal of Pharmacology 2011. [cited on March 26, 2015]; 163 891907
891. Available from: www.brjpharmacol.org.

2. Abdollah F, Briganti A, Suardi N, Castiglione F, Gallina A, et al. Metabolic


Syndrome and Benign Prostatic Hyperplasia: Evidence of a Potential
Relationship, Hypothesized Etiology, and Prevention. Review Article. Korean
Journal of Urology 2011. [cited on March 25, 2015]; 52:507-516. Available form:
http://dx.doi.org/10.4111/kju.2011.52.8.507.

3. Nicholson TM, Ricke WA. Androgens and estrogens in benign prostatic


hyperplasia: past, present and future. PubMed Central Journal 2011. [cited on
March 26, 2015]; 82(4-5): 184199. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.

4. Zona pada BPH [image on the google] 2013 [cited on April 14, 2015]. Available
from: www.medicinesia.com

5. Deters LA. Benign Prostatic Hypertrophy. Medscape Article 2013. [cited on


March 25, 2015]. Available from: www.emedicine.com

6. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke-2. Jakarta; Sagung Seto. 2007. Hal:
69- 85.

7. Bechis SK, Otsetov AG, Rongbin Ge, Olumi AF. Personalized Medicine for
Management of Benign Prostatic Hyperplasia. J Urol. 2014. [cited on March 26,
2015]; 192(1): 1623. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.

8. Sarma AV, Wei JT. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower Urinary Track
Symptoms. NEJM Journal 2015. [cited on March 27, 2015]; 367: 248-257.
Available from: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1106637.

9. Acosta J, Adams CA, Alarcon LH, Anaya DA, Ashley SW, et al. Townsend:
Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed. 2007 Saunders, An Imprint of Elsevier

10. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al. Harrison's
Principles of Internal Medicine. Seventeenth Edition. [text books of internal
medicine] 2008. United States of America: The McGraw-Hill Companies.

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


23
11. Fallon W. Prostate Cancer Prevention Controversy. Life Extension Magazine
2013. [cited on April 12, 2015]. Available from: http://www.lef.org/Protocol/
Cancer/Prostate-Cancer-Prvention/Page-01?p=1.

12. Patel ND and Parsons JK. Epidemiology and Etiology of Benign Prostatic
Hyperplasia and Bladder Outlet Obstruction. Indian Journal of Urology 2014.
[cited on April 12, 2015]. 30(2): 170 176. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article/PMC3989819/.

13. Diseases and Conditions Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Mayo Clinic
Article 2014. [Page on the Internet]. [cited on April 9, 2015]. Available from:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/benign-prostatic-
hyperplasia/basics/risk-factors/con-20030812?p=1.

14. International Prostate Symmptoms Score (IPSS). Available from:


www.urospec.com/uro/Form/ipps.pdf.

15. Kaplan SA. Update on the American Urological Association Guidelines for the
Treatment of Benign Prostatic Hyperplasia. Reviews in Urology 2006. [cited on
April 2, 2015]. VOL. 8 SUPPL. 4. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.

16. Zong HT, Peng XX, Yang CC, Zhang Y. A systematic review of the effects and
mechanisms of preoperative 5a-reductase inhibitors on intraoperative
haemorrhage during surgery for benign prostatic hyperplasia. Asian Journal of
Andrology 2011. Original Article. [cited on March 25, 2015]. 13, 812818.
Available from: www.nature.com/aja.

17. Spatafora S, Casarico A, Fandella A, Galetti C, Hurle R, et al. Evidence-based


guidelines for the treatment of lower urinary tract symptoms related to
uncomplicated benign prostatic hyperplasia in Italy: updated summary from
AURO.it. Therapeutic Advances in Urology Journal 2012.[database on PubMed].
[cited on April 3, 2015]. 4(6) 279301. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.

18. Trans Urethral Resection of the Prostate. [image on the google] 2015. [cited on
April 14, 2015]. Available from: www.vimeo.com

Karim A. Penatalaksanaan BPH Non-operatif. Riau Internal Medicine 2015 |


24

Anda mungkin juga menyukai