Anda di halaman 1dari 39

Makalah

Sistem Perekonomian Islam

oleh:
Kelompok :5
Anggota (NIM) : Wachid Rizki Auliya (13514133)
Bhisma Aristo N (13715017)
Enggar Abimantrana (13715022)
Maradhana Agung (13715023)
Suryandaru Martawirya (13715057)
Aldi Sulthan Fauzi (13715061)

Mata Kuliah Etika dan Agama Islam


Fakultas Seni Rupa dan Desain
Institut Teknologi Bandung
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Perkembangan ekonomi di negara-negara di dunia menggunakan
sistem yang berbeda antar negara. Salah satu sistem perekonomian yang
paling banyak digunakan adalah sistem ekonomi sosialis dan kapitalis,
tetapi ada sistem perekonomian yang lebih tua daripada kedua sistem
perekonomian tersebut yaitu adalah sistem perekonomian islam yang
memiliki banyak keuntungan dibanding kedua sistem perekonomian yang
di anut banyak negara di dunia ini.
Keraguan banyak pihak tentang eksistensi Sistem Ekonomi Islam
sebagai model alternatif sebuah sistem tak terelakan, pandangan beberapa
pakar mengatakan Sistem Ekonomi Islam hanyalah akomodasi dari Sistem
Kapitalis dan Sosialis nyaring disuarakan, tetapi hal tersebut terbantahkan
baik melalui pendekatan historis dan faktual karena dalam kenyataanya,
terlepas dari beberapa kesamaan dengan sistem ekonomi lainnya terdapat
karakteristis khusus bagi Sistem Ekonomi Islam sebagai landasan bagi
terbentuknya suatu sistem yang berorientasi terhadap kesejahteraan
masyarakat.
Sistem Ekonomi Islam tidak terlepas dari seluruh sistem ajaran
Islam secara integral dan komphensif. Sehingga prinsip-prinsip dasar
ekonomi Islam mengacu pada saripati ajaran Islam. Kesesuaian Sistem
tersebut dengan Fitrah manusia tidak ditinggalkan, keselarasan inilah
sehingga tidak terjadi benturan-benturan dalam Implementasinya,
kebebasan berekonomi terkendali menjadi ciri dan Prinsip Sistem
Ekonomi Islam, kebebasan memiliki unsur produksi dalam menjalankan
roda perekonomian merupakan bagian penting dengan tidak merugikan
kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar, tidak adanya
batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif
berkarya dengan segala potensi yang dimilikinya, kecenderungan manusia
untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas di
kendalikan dengan adanya kewajiban setiap indivudu trhadap
masyarakatnya, keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif
inilah menjadi pendorong bagi bergeraknya roda perekonomian tanpa
merusak Sistem Sosial yang ada.

1.2. Tujuan
Menentukan Kelebihan sistem perekonomian islam di banding
sistem perekonomian lainnya dan membandingkan konsep syariah
dan konvenional.
Mengenal sistem perekonomian islam dan prinsip-prinsipnya.
Mengetahui konsep halal tourism pada restauran, fasion, dll.
BAB II
SEJARAH EKONOMI ISLAM
2.1. Sejarah perkembangan ekonomi islam
1. Ekonomi Islam Abad 7 M 12 M (1 H 6 H)

Tidak disangkakan lagi bahwa lahirnya sumber hukum dari sistem


ekonomi Islam ada pada periode Rasulullah Saw hingga periode Ali
bin Abi Thalib, sebab periode Ali adalah periode shahabat Nabi yang
terakhir dimana para ulama menyebutnya sebagai akhir periode
Khulafaur Rasyidin (Khalifah-Khalifah yang lurus). Periode shahabat
adalah periode yang termasuk sumber hukum Islam yang ketiga dari
sistem ekonomi Islam, yaitu Ijma Shahabat Nabi.
a. Pemanfaatan kepemilikan telah banyak dijelaskan dalam kitab-
kitab fiqih ulama yang bersumber dari kitab-kitab hadits para
perawi hadits. Seperti pembahasan seputar kewajiban membayar
zakat, memberi shodaqoh, hibah, wasiat dan lain sebagainya, juga
larangan dari sifat bukhl (pelit), isrof (berlebihan), risywah (suap)
dan lain sebagainya. Juga pembahasan seputar hukum perdagangan
atau jual beli, syirkah (kerjasama bisnis), syinaah (industri), az-
zaraah (bertani) dan lain sebagainya, juga larangan terhadap
praktek qimar (judi), riba, tadlis fil bai (menyembunyikan cacat
dalam jual beli), ghabn fahisy (penipuan) dan lain sebagainya.
Hukum-hukum demikian adalah hukum-hukum Islam mengenai
pemanfaatan kepemilikan, baik pembelanjaan harta (infaq) maupun
pengembangan harta (tanmiyah).

Pendistribusian harta juga telah ditetapkan di masa Rasulullah saw,


contohnya yaitu dalam pendistribusian harta zakat, al-quran telah
menetapkan dalam surat at-Taubah: 60 bahwa zakat hanya pada
delapan golongan dari masyarakat muslim, dan tidak dibolehkan
diberikan pada selain itu. Apabila pemungut zakat ditetapkan
pelakunya adalah negara sebagaimana terdapat dalam at-Taubah:
103, maka tentu pendistribusi harta tersebut juga tidak lain adalah
negara.
b. Masa Khulafaur Rasyidin

Masa Khulafaur Rasyidin (Khalifah-Khalifah yang lurus) adalah


masa saat pemerintahan Islam dipimpin secara bergantian oleh Abu
Bakar Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib selama kurang lebih 30 tahun pasca wafatnya
Rasulullah Saw. Masa ini juga termasuk masa dimana sumber
hukum Islam masih ada, yaitu sumber hukum Islam yang ketiga,
Ijma Shahabat. Artinya, sumber hukum dari sistem ekonomi Islam
juga masih ada. Dimana kesesuaian dan ketidaksesuaian praktek
ekonomi pada masa itu akan dijelaskan dan ditetapkan oleh para
shahabat Nabi Saw yang akan kita ketahui melalui kisah-kisahnya.
c. Masa Bani Umayyah

Periode sumber hukum dari sistem ekonomi Islam telah berakhir.


Sebab periode bani Umayyah adalah periode dimana seringnya
suatu relitas ditentang oleh sebagian dari shahabat Nabi, sehingga
hampir tidak pernah terjadi ijma shahabat. Tinggal masanya
pemerintahan ini melanjutkan berjalannya roda sistem ekonomi
Islam yang sudah digelindingkan para pendahulunya, walaupun
perputarannya terkadang keluar masuk pada jalurnya.
d. Masa Bani Abbasyiah

Sebagaimana masa bani Umayyah, masa bani Abbasyiah juga masa


dimana roda dari praktek sistem ekonomi Islam terkadang keluar
dan masuk pada relnya. Oleh karena itu masa Abbasyiah adalah
masa dimana banyak lahir para ulama sekaligus ekonom muslim
yang memantau dan menjaga agar sistem ekonomi Islam tetap
berjalan diatas relnya, sekaligus merumuskan ilmu-ilmu ekonomi
Islam dengan lebih spesifik dari masa-masa sebelumnya.
Diantaranya yang tersohor adalah Abu Yusuf, al-Syaibani, Abu
Ubaid, Yahya bin Umar, al-Mawardi, al-Ghazali, al-Syatibi, Ibnu
Taimiyah dan Ibnu Khaldun.

2. Ekonomi Islam Abad 13 M 20 M (7 H 14 H)

a. Masa Bani Utsmani

Sebutan lainnya adalah Turki Utsmani, yang biasa disebut bangsa


Eropa sebagai Ottoman. Adalah pemerintahan Islam yang beribu
kota di bekas ibu kota kekaisaran Romawi Timur, Konstantinopel.
Wilayahnya terbentang dari barat Afrika bagian utara, jazirah Arab,
Syam, Persia hingga Eropa bagian timur. Tidak banyak
perkembangan ilmu ekonomi Islam yang dikisahkan dari
sejarahnya, melainkan hanya cerita tentang keadaan ekonomi yang
melanda pemerintahan tersebut.
b. Lenyapnya Ekonomi Islam

Lenyapnya ekonomi Islam pada periode sebelum ini seiring dengan


lenyapnya sistem Islam yang menaunginya. Kekhilafahan Islam
bani Utsmani tercatat runtuh pada 3 Maret 1924 dengan
diproklamirkan sistem kenegaraan yang baru, Republik Turki.
Sejak saat itu tidak ada lagi penerapan ekonomi Islam sebagai
sebuah sistem. Yang ada hanya penerapan ekonomi Islam bagi
individu masyarakat yang ingin menerapkan untuk dirinya saja.
Namun demikian tidak dapat memaksakan agar orang lain juga
menerapkan sebagaimana yang ia terapkan, sebab saat itu hingga
saat ini ekonomi Islam bukanlah suatu sistem ekonomi yang
memaksa suatu masyarakat untuk menerapkannya. Berbeda
tentunya dengan saat ekonomi Islam sebagai sebuah sistem
ekonomi yang diterapkan sebelum saat keruntuhan sistem Islam
yang menaunginya. Dimana masyarakat dengan rela maupun tidak,
akan tetap menerapkan ekonomi Islam, sebab ekonomi Islam saat
itu adalah sebuah sistem ekonomi yang memaksa. Sebagaimana
sistem ekonomi Kapitalisme saat ini yang juga memaksa

3. Ekonomi Islam Abad 20 M 21 M (14 H 15 H)

ahirnya Kembali Ekonomi Islam


setelah berpuluh tahun masyarakat Islam hidup tanpa ekonomi Islam
sebagai sebuah sistem ekonomi, kerinduan untuk berpraktek ekonomi
dengan cara Islam mulai merasuk kesetiap dada orang Islam. Bukan hanya
sekedar karena ekonomi Kapitalisme tak mampu memberikan rasa adil,
tak mampu menyejahterakan masyarakat, dan semakin memperlebar jarak
antara yang kaya dan yang miskin. Melainkan juga karena orientasi
kehidupan akherat membuat orang Islam terdorong untuk berekonomi
dengan cara yang bisa menghantarkannya pada surga Allah dan
menjauhinya dari siksa neraka.
Kemunculan kembali isu ekonomi Islam lebih banyak dipengaruhi karena
kecintaan masyarakat Islam terhadap praktek ekonomi yang diridhoi oleh
Allah dan RasulNya. Terbukti pada kasus lain, seperti penggunaan jilbab,
dimana pasca keruntuhan Khilafah Turki Utsmani pakaian jilbab dilarang
untuk digunakan oleh rakyat Turki, namun belakangan pakaian
bercirikhaskan Islam itu mulai banyak yang menggunakannya kembali.
Termasuk di Indonesia, kita dapat melihat perbedaanya antara tahun 1970-
an dengan tahun-tahun sekarang. Ini menunjukkan kerinduan terhadap
praktek kehidupan dengan cara yang diridhoi Allah dan RasulNya mulai
kembali dirindukan.
Sejarah mencatat bahwa bibit-bibit sistem ekonomi Islam mulai bangkit
kembali dan menampakkan tunasnya tidak lama setelah keruntuhannya,
yaitu diakhir abad 20 telah mulai diselenggarakan muktamar dan seminar
ekonomi Islam diberbagai tingkat, baik lokal suatu daerah maupun tingkat
internasional. Sebagai titik awal dari kembalinya ekonomi Islam.
Demikian catatan sejarah:
o Muktamar Ekonomi Islam Internasional yang pertama, di Universitas
Malik bin Abdul Aziz, Jeddah, pada tahun 1976.
o Muktamar Bank Islam pertama di Bank Islam Dubai, tahun 1978.
o elompok Studi Ekonomi Islam dalam Lapangan Penerapan, Abu Dhabi,
tahun 1981.
o Seminar Ekonomi Islam di Unversitas al-Azhar pada tahun 1980 dan
tahun 1981.
o Muktamar Ekonomi Islam Internasional yang kedua, di Islamabad
Pakistan pada tahun 1983.
o Muktamar Bank Islam yang kedua di Baitit Tamwil al-Kuwaiti, Kuwait,
pada tahun 1983.
o Muktamar Sistem Ekonomi menurut Islam, antara Teori dan Praktek, di
Universitas Mansourouh, Mesir, pada tahun 1983.
BAB III
PRINSIP EKONOMI ISLAM

3.1. Pandangan Islam Terhadap Ekonomi

Islam adalah agama yang berorientasi kepada kebaikan dan


keadilan seluruh manusia. Islam senantiasa mengajarkan agar manusia
mengedepankan keadilan, keseimbangan, dan juga kesejahteraan bagi
umat manusia. Islam tidak mengajarkan pada kesenjangan sosial, prinsip
siapa cepat dia menang, atau pada kekuasaan yang hanya terpuasat pada
satu kelompok atau orang tertentu saja.

Prinsip-prinsip tersebut pun diajarkan islam dalam hal ekonomi.


Dalam hal ekonomi, islam pun telah mengatur dan memberikan arahan
atau pencerahan agar umat manusia tidak terjebak kepada ekonomi yang
salah atau keliru sehingga bisa merugikan bagi dirinya ataupun orang lain.

Hal-hal yang diatur islam mengenai ekonomi diantaranya seperti:

Masalah kewajiban zakat, infaq, shodaqoh

Larangan judi dan mengundi nasib dengan panah

Membayar pajak

Menjual dengan neraca yang adil

Membuat catatan keuangan

Dan lain sebagainya

Ekonomi islam tentunya sangat berbeda dengan ekonomi yang


mengarah kepada prinsip kapitalisme atau liberalisme. Ekonomi islam
bertujuan agar dapat terpenuhinya kebutuhan manusia, bukan hanya satu
orang saja melainkan seluruh umat manusia secara keseluruhan agar dapat
hidup berkualitas dan menunanaikan ibadah dengan baik. Sedangkan
prinsip liberalisme atau kapitalisme hanya berdasarkan kepada pemilik
modal, pasar bebas, dan tidak berpihaknya pada masyarakat lemah atau
kurang mampu.

3.2. Ayat Al-Quran Mengenai Prinsip Ekonomi

Prinsip dasar dari ekonomi islam tentunya tidak hanya bergantung


atau memberikan keuntungan kepada salah satu atau sebagian pihak saja.
Ajaran islam menghendaki transaksi ekonomi dan sistem ekonomi yang
dapat memberikan kesejahteraan serta kemakmuran bagi kehidupan
manusia di muka bumi.

Prinsip dasar ekonomi ini juga tentu berlandasakan kepada Rukun


Islam, Dasar Hukum Islam, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, Sumber
Syariat Islam, dan Rukun Iman. Berikut adalah Prinsip-prinsip Ekonomi
Islam dalam islam yang senantiasa ada dalam aturan islam.

1. Tidak Menimbulkan Kesenjangan Sosial

Prinsip dasar islam dalam hal ekonomi adalah mengutamakan


keadilan. Islam tidak menghendaki ekonomi yang dapat berdampak pada
timbulnya kesenjangan. Misalnya seperti sistem ekonomi kapitalis yang
hanya mengedepankan para pemilik pemodal tanpa mempertimbangkan
aspek buruh, kemanusiaan, dan masayrakat marginal lainnya.

Untuk itu, islam memberikan aturan kepada umatnya untuk saling


membantu dan tolong menolong. Dalam islam memang terdapat istilah
kompetisi atau berlomba-lomba untuk melaksanakan kebaikan. Akan
tetapi, hal tersebut tidak berarti mengesampingkan aspek keadilan dan
peduli pada sosial.
Hal ini sebagaimana perintah Allah, Dan dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat. (QS An-Nur : 56)

Zakat, infaq, dan shodaqoh adalah cara atau metode islam dalam
menyeimbangkan ekonomi. Yang kaya atau berlebih harus membantu yang
lemah dan yang kurang mampu pun harus berjuang agar dirinya bisa
keluar dari garis ketidakberdayaan dengan mampu dan dapat produktif
menghasilkan rezeki dari modal yang diberikan padanya.

2. Tidak Bergantung Kepada Nasib yang Tidak Jelas

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.


Katakanlah: Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya. (QS Al-Baqarah : 219)

Islam melarang umatnya untuk menggantungkan nasib kepada hal


yang sangat tidak jelas, tidak jelas ikhtiarnya, dan hanya mengandalkan
peruntungan dan peluang semata. Untuk itu islam melarang perjudian dan
mengundi nasib dengan anak panah sebagai salah satu bentuk aktivitas
ekonomi.

Pengundian nasib adalah proses rezeki yang dilarang oleh Allah


karena di dalamnya manusia tidak benar-benar mencari nafkah dan
memakmurkan kehidupan di bumi. Uang yang ada hanya diputar-putar
saja, membuat kemalasan, membuat tidak produktifnya manusia, dan
dapat menggeret manusia pada jurang kesesatan atau lingkaran setan.

Untuk itu, prinsip ekonomi islam berpegang kepada kejelasan


transaksi dan tidak bergantung kepada nasib yang tidak jelas, apalagi
hingga membuat melalaikan ikhtiar dan kerja keras.
3. Mencari dan Mengelola Apa yang Ada di Muka Bumi

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di


muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung. (QS Al Jumuah : 10)

Allah memberikan perintah kepada manusia untuk dapat


mengoptimalkan dan mencari karunia Allah di muka bumi. Hal ini seperti
memanfaatkan hasil bumi, mengoptimalkannya, serta dengan
memperhatikan hubungan dan transaksinya dengan sesama manusia.

Untuk itu dalam prinsip ekonomi islam, jangan sampai manusia


tidak mengoptimalkan atau membiarkan apa yang telah Allah berikan di
muka bumi. Nikmat dan rezeki Allah dalam hal ekonomi akan melimpah
jika manusia dapat mencari dan mengelolanya dengan baik.

4. Larangan Ekonomi Riba

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. (QS Al-Baqarah :278)

Prinsip Islam terhadap ekonomi yang lainnya adalah larangan


praktik riba. Riba adalah tambahan yang diberikan atas hutang atau
transaksi ekonomi lainnya. Orientasinya dapat menyulitkan atau
memberatkan para peminjam dana, khususnya orang yang tidak mampu
atau tidak berkecukupan. Dalam Al-Quran Allah melaknat dan
menyampaikan bahwa akan dimasukkan ke dalam neraka bagi mereka
yang menggunakan riba dalam ekonominya.
5. Transaksi Keuangan yang Jelas dan Tercatat

Transaksi keuangan yang diperintahkan islam adalah transaksi


keuangan yang tercatat dengan baik. Transaksi apapun di dalam islam
diperintahkan untuk dicatat dan ditulis bahkan jika perlu, saksi pun bisa
dihadirkan. Pada zaman modern ini maka ilmu akuntansi tentu harus
digunakan dalam aspek ekonomi. Hal ini tentu saja bisa menghindari
adanya konflik dan permasalahan di kemudian hari. Manusia bisa saja lupa
dan lalai, untuk itu pada masalah ekonomi, semuanya harus benar-benar
tercatat dengan baik.

Hal ini sebagaimana Allah sampaikan, Hai orang-orang yang


beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar (QS Al Baqarah :
282)

6. Keadilan dan Keseimbangan dalam Berniaga

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan


timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya. (QS Al Isra : 35)

Allah memerintahkan manusia agar ketika melaksanakan


perniagaan maka harus dilakukan dengan keadilan dan keseimbangan. Hal
ini juga menjadi dasar untuk perekonomian dalam islam. Perniagaan
haruslah sesuai dengan neraca yang digunakan, transaksi keuangan yang
digunakan, dan juga standar ekonomi yang diberlakukan. Jangan sampai
ketika bertransaksi kita melakukan kecurangan, melakukan penipuan, atau
menutupi kekurangan atau kelemahan dari apa yang kita transaksikan.
Tentu saja, segalanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
BAB IV
SISTEM EKONOMI ISLAM, SISTEM EKONOMI KAPITALIS,
DAN SOSIALIS

4.1. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam:

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah
swt kepada manusia.

2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.

4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai


oleh segelintir orang saja.

5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya


direncanakan untuk kepentingan banyak orang.

6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di
akhirat nanti.

7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)

8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

4.2. Ciri-ciri Ekonomi Islam:

1. Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahhkan


kegiatan ekonomi

2. Syariah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi

3. Akhlak berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan


ekonomi
4.3. Sistem Ekonomi Kapitalis

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan


secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan
perekonomian seperti memproduksi baang, manjual barang, menyalurkan
barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil
bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan
perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur
dalam ekonomi.

Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya


sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam
bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas
malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan
berbagai cara.

Ciri-ciri sistem ekonomi kapitalisme berikut ini.

1. Setiap orang bebas memiliki alat-alat produksi.

2. Adanya kebebasan berusaha dan kebebasan bersaing.

3. Campur tangan pemerintah dibatasi.

4. Para produsen bebas menentukan apa dan berapa yang akan


diproduksikan.

5. Harga-harga dibentuk di pasar bebas.


6. Produksi dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan laba serta semua
kegiatan ekonomi didorong oleh prinsip laba

4.4. Sistem Ekonomi Sosialis

Sosialis adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan


yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi
tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam
perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-
jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya.

Sistem ekonomi sosialis adalah suatu sistem ekonomi dengan kebijakan


atau teori yang bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik
dengan tindakan otoritas demokratisasi terpusat dan kepadanya perolehan
produksi kekayaan yang lebih baik daripada yang kini berlaku sebagaimana yang
diharapkan.

Sistem Sosialis ( Socialist Economy) berpandangan bahwa kemakmuran


individu hanya mungkin tercapai bila berfondasikan kemakmuran bersama.
Sebagai Konsekuensinya, penguasaan individu atas aset-aset ekonomi atau faktor-
faktor produksi sebagian besar merupakan kepemilikan sosial.

Prinsip Dasar Ekonomi Sosialis

Pemilikan harta oleh negara


Kesamaan ekonomi

Disiplin Politik

Ciri-ciri Ekonomi Sosialis:

1. Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).

2. Peran pemerintah sangat kuat

3. Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi


BAB V
PERBANDINGAN KONSEP SYARIAH DAN KONVENSIONAL

Tabel 5.1 - Perbedaan Sistem Perbankan Syariah vs Perbankan Konvensional


Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional
Syariah Islam berdasarkan Al-
Quran dan Hadist dan telah Hukum positif yang berlaku di
Hukum difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
Indonesia (MUI)

Investasi Usaha yang halal saja Semua usaha


Keuntungan (profit oriented),
Orientasi kemakmuran, dan kebahagian Keuntungan (profit oriented)
dunia akhirat
Keuntungan Bagi hasil Bunga
Hubungan
Nasabah dan Kemitraan Kreditur dan debitur
Bank
Dewan Pengawas Ada Tidak ada

1. Perbedaan Hukum yang Digunakan

Bank syariah menggunakan sistem yang didasari syariat Islam


yang berdasarkan Al-Quran, Hadist, dan Fatwa Ulama (Majelis Ulama
Indonesia). Sementara itu, bank konvensional menggunakan sistem yang
didasari oleh hukum positif yang berlaku di Indonesia.
2. Perbedaan Investasi

Pada bank syariah, peminjaman dana diperkenankan apabila jenis


usaha yang dimiliki merupakan jenis usaha yang halal dan baik, seperti
pertanian, peternakan, dagang, dan lain sebagainya. Sementara itu, pada
bank konvensional, seseorang boleh mengajukan pinjaman terhadap
usaha-usaha yang diizinkan hukum positif di Indonesia. Usaha yang tidak
halal tapi diakui hukum positif di Indonesia tetap diterima dalam
pengajuan pinjaman.
3. Perbedaan Orientasi

Pada sistem bank konvensional, orientasinya semata-mata hanya


berupa keuntungan atau profit oriented. Sementara itu, pada bank syariah
selain orientasinya berupa keuntungan, diperhatikan juga kemakmuran
serta kebahagiaan hidup dunia dan akhirat dalam kerjasamanya.
4. Pembagian Keuntungan

Sistem bank konvensional dalam pembagian keuntungan


menerapkan sistem bunga tetap atau bunga mengambang. Oleh karena itu
bank konvensional menganggap usaha yang dijalankan oleh nasabah akan
selalu untung. Lain halnya dengan bank syariah, dimana keuntungan dari
penggunaan modal dibagi sesuai akad yang disepakati di awal. Bank
syariah akan tetap memperhatikan kemungkinan untung atau rugi usaha
yang dibiayainya. Jika dirasa tidak menguntungkan, bank syariah akan
menolak pengajuan pinjaman tersebut.
5. Hubungan Nasabah dan Bank

Pada bank syariah, diterapkan sistem kemitraan antara nasabah


dengan bank. Sementara itu, pada bank konvensional hubungan nasabah
dan bank disebut kreditur dan debitur.
6. Perbedaan Pengawasan

Setiap sistem transaksi yang dilakukan bank syariah harus berada


dibawah pengawasan Dewan Pengawasan yang terdiri dari ulama dan ahli
ekonomi yang menguasai pemahaman fiqih muamalah. Sementara itu,
setiap transaki pada bank konvensional tidak diawasi selain oleh hukum
positif.

5.2 Perbedaan Saham Syariah dan Saham Konvensional


Saham merupakan surat berharga yang menunjukkan bagian
kepemilikan atas suatu perusahaan atau PT (Perseroan Terbatas).
Pada dasarnya, pengertian saham syariah sama dengan saham
konvensional, perbedaannya adalah prinsip yang digunakan dimana saham
syariah berbasis pada prinsip syariah sehingga tidak boleh bertentangan
dengan prinsip syariah. Persyaratan agar saham sebuah perusahaan dapat
dianggap sebagai saham syariah yaitu :
1. Kegiatan Perusahaan Tidak Bertentangan dengan Prinsip Syariah

Sebuah saham dikategorikan sebagai saham syariah jika berasal


dari perusahaan dengan kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah, yaitu jenis usaha yang halal dan baik seperti pertanian,
peternakan, dagang, dan lain sebagainya.
2. Total Utang Lebih Kecil dari Aset

Perusahaan harus memiliki total utang berbasis bunga yang lebih


kecil dari total aset. Utang berbasis bunga tidak boleh lebih dari 45% total
aset perusahaan.
3. Pendapatan Tidak Halal Lebih Kecil dari Pendapatan Usaha

Pendapatan perusahaan berupa pendapatan bunga ataupun


pendapatan tidak halal lainnya sebesar <10% dibandingkan pendapat
usaha keseluruhan.
4. Saham Terdaftar di DES

Saham syariah yang resmi harus terdaftar dalam DES (Daftar Efek
Saham). DES merupakan daftar perusahaan yang memiliki saham syariah.
Daftar ini diterbitkan oleh OJK dan Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) sebanyak 2 kali dalam satu tahun.
Walaupun saham menjadi salah satu bentuk investasi, namun
stablitas saham bergantung pada perekonomian dunia. Jika perekonomian
dunia terpuruk, maka harga saham juga akan ikut menurun. Sebaliknya,
emas sebagai salah satu bentuk investasi lain cukup stabil walaupun
mengalami peningkatan dan penurunan.
ALI bin Abdullah menceritakan pada kami, Sufyan menceritakan pada
kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan pada kami, ia berkata: saya
mendengar penduduk bercerita tentang Urwah, bahwa Nabi
Muhammad SAW memberikan uang 1 Dinar kepadanya agar dibelikan
seekor kambing untuk beliau (H.R Bukhari).
Dari hadist diatas, kita bisa mengetahui bahwa harga pasaran
kambing pada zaman Rasulullah SAW adalah 1 Dinar emas. Saat ini, 1
Dinar emas sama dengan Rp. 2.222.996 (2017) dimana jumlah uang ini
cukup untuk membeli seekor kambing dengan kualitas yang sangat baik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sejak zaman Rasulullah SAW sampai
saat ini, stabilitas Dinar emas tetap dan tidak dipengaruhi kenaikan barang
dan jasa. Masya Allah.

Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling


bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang diantara
mereka : sudah berapa lamakah kamu berada (disini) . Mereka
menjawab : kita berada (disini) sehari atau setengah hari. Berkata
yang lain lagi : tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu
berada disini. Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke
kota dengan membawa UANG PERAKMU ini, dan hendaklah dia lihat
manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa
makanan ini untukmu, hendaklah dia berlaku lemah lembut dan
janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun (QS
Al-Kahfi : 19)

Ayat diatas mengisahkan tentang Ashabul Kahfi, dimana mereka


tertidur selama 309 tahun dan Dirham yang mereka miliki masih bisa
digunakan untuk membeli makanan. 1 Dirham perak saat ini sama dengan
Rp. 65.339 (2017) dimana jumlah ini cukup untuk dibelikan makanan
untuk beberapa orang. Masya Allah.

5.3 Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional


Tabel 5.2 Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional

No Prinsip Asuransi Konvensional Asuransi Syariah


Perjanjian antara dua pihak
atau lebih, di mana pihak
Sekumpulan orang yang saling
penanggung mengikatkan diri
membantu, saling menjamin,
kepada tertanggung, dengan
1. Konsep dan bekerja sama, dengan cara
menerima premi asuransi,
masing-masing mengeluarkan
untuk memberikan
dana tabarru.
pergantian kepada
tertanggung.
Dari Al-Aqilah, kebiasaan suku
Dari masyarakat Babilonia Arab jauh sebelum Islam
4000-3000 SM yang dikenal datang. Kemudian disahkan
dengan perjanjian oleh
Hammurabi. Dan tahun Rasulullah menjadi hukum
2. Asal Usul
1668 M di Coffee House Islam, bahkan telah tertuang
London berdirilah Lloyd of dalam konstitusi pertama di
London sebagai cikal bakal dunia (Konstitusi Madinah)
asuransi konvensional. yang dibuat langsung oleh
Rasulullah.
Bersumber dari wahyu Ilahi.
Bersumber dari pikiran Sumber hukum dalam syariah
manusia dan kebudayaan. Islam adalah Al Quran, Sunnah
Sumber
3. Berdasarkan hukum positif, atau kebiasaan Rasulullah, Ijma,
Hukum
hukum alami, dan contoh Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan,
sebelumnya. Urf, tradisi, dan Mashalih
Mursalah.
4. Maghrib Tidak sejalan dengan syariah Bersih dari adanya prakter
(Maysir, Islami karena adanya Maysir, Gharar, dan Riba.
Gharar, dan Maysir, Gharar, dan Riba;
Riba) hal yang diharamkan dalam
muamalah.
Ada, yang berfungsi untuk
Tidak ada, sehingga dalam mengawasi pelaksanaan
DPS (Dewan
banyak prakteknya operasional perusahaan agar
5. Pengawas
bertentangan dengan terbebas dari praktek-praktek
Syariah)
kaidah-kaidah syara/syariah. muamalah yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah

Selain perbedaan pada tabel diatas, berikut ini perbedaan-perbedaan


lainnya.

Akad (Perjanjian)

Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang


melakukannya harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk
mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang.
Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya
suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan
di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus
jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).

Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau


perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas
adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu
di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya
memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-
belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa
besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan
sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita
meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan
perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas
tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung
namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka
perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat
karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh
pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima
pemegang polis (pada produk non-saving).

Gharar (Ketidakjelasan)

Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya


tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.

Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan


tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia
tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang
Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan
meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung
secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung
dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak
tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi
tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran
mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai
gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut
cacat secara hukum.

Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu
suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan
mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat,
karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.

Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan


asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang
terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah
(mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.
Tabarru dan Tabungan

Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya


sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan).
Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan
saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di
antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan
dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang
diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta
untuk saling menolong.

Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah


sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat
besar di hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi
SAW,Barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi
hajatnya.(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).

Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka
dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru
terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh
perusahaan. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan
akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya
akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.

Maisir (Judi)

Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,

Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala,


mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan
keberuntungan.
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional
terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan Al
qimar sama dengan Al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir
dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus
asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum
periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka
ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak
mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional
membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan
yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang
bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis
mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika
perusahaan asuransi mengandalkan banyak atau sedikitnya klaim yang dibayar.
Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak atau
sedikitnya klaim yang dibayarkannya.

Riba

Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya


dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga
dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan
pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan
menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang
harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan
pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.

Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat


Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya
didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam
surat Ali Imran ayat 130,

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang


memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya
kamu mendapatkan keberuntungan.

Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya


dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama.(HR Muslim)

Dana Hangus

Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang


peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa
reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah
membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah
dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving
atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka
premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.

Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan


menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka
yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya
dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah
masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip
muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada
yang merugikan dan dirugikan).

Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus,


karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi
peserta yang baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka
dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian
kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama
berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak
terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi
tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan di awal
perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat
dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus).

Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah

Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan


sistem aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam
makalahnya mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful
(asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi
kesepakatan dari anggota untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau
penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu
masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul
akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk
kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah).
Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk keuntungan
untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah tolong-menolong
seperti yang diajarkan Islam.

Dewan Pengawas Syariah

Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan


Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional
(DSN), baik dari segi operational perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan
DPS dalam Struktur oraganisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.
5.4 Multi Level Marketing Syariah

Multi level marketing syariah hampir sama dengan multi level marketing
pada umumnya, hanya saja akan ada sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang sistem yang diterapkan dalam
multilevel marketing tersebut. DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa No 75 tahun
2009 tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS). Isi fatwanya
adalah sebuah perusahaan MLM akan dianggap sesuai dengan syariah, jika
mampu memenuhi 12 syarat yang ditentukan oleh DSN-MUI, dengan bukti
adanya sertifikat yang diterbitkan.

Cara perdagangan dengan sistem multi level marketing tidak ada di jaman
Rasulullah SAW. Banyak perbedaan pendapat mengenai hukum berbisnis
menggunakan sistem multi level marketing. MUI sebagai suatu organisasi yang
bisa melakukan ijma dan ijtihad melalui DSN MUI, mengeluarkan fatwa tentang
multi level marketing dan menjelaskan persyaratan sistemnya jika dianggap
sebagai bisnis yang berbasis syariah.

Bisnis multi level marketing ada yang berpendapat halal, dan ada pula
yang berpendapat termasuk bisnis haram. Dengan adanya fatwa tentang Penjualan
Langsung Berjenjang Syariah meminimalkan kontroversi multi level marketing
tersebut, karena terdapat persyaratan yang harus bisa dipenuhi agar berkriteria
sebagai bisnis syariah, dan halal. Berikut ini adalah kriteria MLM syariah dari
MUI.

1. Terdapat barang atau jasa yang riil

2. Barang atau jasa yang diperdagangkan tidak haram, dan tidak digunakan
untuk sesuatu yang haram

3. Transaksi dalam multi level marketing tidak mengandung unsur gharar,


riba, maksiat dan sejenisnya

4. Tidak ada kenaikan harga atau biaya yang berlebihan yang berpeluang
merugikan konsumen dan tidak setara dengan kualitas produk
5. Komisi yang diberikan baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan
prestasi kerja

6. Bonus yang diberikan harus jelas jumlahnya sesuai akad target penjualan
yang ditetapkan perusahaan

7. Tidak boleh ada komisi atau bonus pasif yang diperoleh secara reguler
tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan produk

8. Pemberian komisi atau bonus tidak menimbulkan ighra

9. pembagian bonus harus adil antara anggota pertama (upline) dengan


anggota berikutnya (downline)

10. Sistem perekrutan, bentuk penghargaan dan acara seremonial tidak


mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia

11. Setiap mitra usaha wajib membina dan mengawasi anggota yang
direkrutnya

12. Tidak ada unsur money game (permainan uang)

5.5 Trading dan Forex dalam Pandangan Islam

Kembali ke topik kita tentang Hukum Trading Forex menurut Islam.


Prinsip umum trading forex disamakan dengan jual beli emas atau perak seperti
yang yang berlaku pada masa Rasulullah, yakni harus dilakukan dengan kontan
atau tunai "naqdan" agar bebas dari transaksi ribawi "riba fadhl". Rasulullah
SAW bersabda :

"Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, barli dengan barli,
sya'ir dengan sya'ir(jenis gandum), kurma dengan kurma dan garam dengan
garam dalam hal sejenis dan sama haruslah secara kontan(yadan
biyadin/naqdan). Maka apabila berbeda jenisnya, jual lah sekehendak kalian
dengan syarat secara kontan." (HR.Muslim).
Dengan berdasar pada hadits di atas, dalam kitab al-ijma' hal. 58-59, Ibnu
Mundhir membuat sebuah analagi tentang Hukum Trading Forex menurut Islam.
Menurutnya bisnis online trading forex sama dengan pertukaran emas atau perak
yang dalam terminologi fiqih dikenal dengan istilah "Sharf" yang keabsahannya
telah disepakati para ulama. Dengan demikian emas atau perak sebagai mata uang
dilarang ditukarkan dengan sejenisnya, misal rupiah dengan rupiah atau dollar
dengan dollar, kecuali nilainya setara atau sama. Jika hal ini dilakukan
dikhawatirkan akan muncul potensi "riba fadhl".

Namun ketika jenisnya berbeda seperti rupiah ditukarkan dengan dollar


atau sebaliknya, maka itu dapat dilakukan sesuai dengan harga pasar alias market
rate yang berlaku saat itu dan harus kontan/secara langsung "taqabudh fi'li"
berdasarkan kelaziman pasar (taqabudh hukmi). Perkara kontan atau tunai ini,
sebagaimana dikemukakan Ibnu Qudamah dalam kitab al-mughi, didasarkan pada
kelaziman pasar yang berlaku, termasuk ketika penyelesaiannya (settlement) harus
melewati beberapa jam karena harus melewati proses transaksi. Adapun harga
penukaran nya didasarkan atas kesepakatan penjual dan pembeli dan juga harga
penukaran harus sesuai dengan market rate.

Dalam perspektif hukum Islam, perdagangan berjangka komoditi (PBK),


dimana forex termasuk di dalamnya. Keabsahan transaksi jual beli berjangka ini
ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat sebagai berikut :

1. Rukun
Sebagai unsur utama yang harus ada dalam sebuah transaksi yaitu:

Pihak-pihak pelaku transaksi " 'aqid " yang disebut dengan istilah
Muslim/Muslim ilaih

Objek transaksi "ma'qud ilaih", yaitu barang-barang komoditi yang


berjangka dan nilai tukar(ra's al-mal al-salam dan al-muslim fih).
Kalimat transaksi "sighat a'qad" yaitu ijab dan qabul

2. Syarat-syarat
Sebagai pelengkapnya sebuah transaksi yaitu diantaranya:

Persyaratan menyangkut objek transaksi yaitu bahwa objek transaksi harus


memenuhi kejelasan mengenai jenisnya, ukurannya(kadar), sifatnya,
jangka penyerahan, harga tukar dan tempat penyerahan

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh harga tukar "al-tsaman", yaitu


kejelasan jenis alat tukar apakah itu dirham, dinar, rupiah, dollar dsb. Bisa
juga dengan barang yang dapat ditimbang, disukat dsb, maka harus jelas
apakah menggunakan satuan kilogram, pond atau lainnya

Kejelasan tentang kwalitas objek transaksi, apakah kwalitas istimewa,


baik, sedang atau pun buruk. Syarat di atas ditetapkan dengan maksud
menghilangkan jahalah fi al-'aqd atau alasan ketidak tahuan kondisi-
kondisi barang pada saat transaksi karena ini bisa mengakibatkan
perselisihan antara pelaku transaksi

Kejelasan jumlah harga tukar

Dengan demikian, hukum dan pelaksanaan PBK sampai batas-batas


tertentu boleh dinyatakan dapat diterima atau setidaknya sesuai dengan semangat
dan jiwa norma hukum Islam dengan menganalogikan kepada "bay' as-
salam"(jual beli yang terjamin kebenarannya).

Berdasarkan pembahasan tadi, Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 28/DNS-


MUI/III/2002 tentang kegiatan transaksi jual beli valas pada prinsipnya
dibolehkan, asalkan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus
sama dan secara kontan/tunai. Dan apabila berlainan jenis maka harus dilakukan
dengan nilai tukar(kurs) yang berlaku (di market rate) pada saat transaksi
dilakukan.
BAB VI

KONSEP HALAL TOURISM

Definisi Halal Tourism


Wisata Syariah atau Halal Tourism adalah sistem pariwisata yang dibuat
untuk wisatawan muslim yang pelaksanaannya memenuhi aturan syariah. Dalam
pelaksanaannya, wisata syariah bukanlah wisata yang berkunjung ke tempat
tempat wisata ziarah atau religi saja, melainkan lebih ke pada pelaksanaannya
yang mengedepankan pelayanan berbasis standar halal umat muslim, seperti
penyediaan makanan halal dan tempat ibadah. Halal Tourism sebenarnya sudah
bukan konsep baru di negara negara muslim, namun dikarenakan kurangnya
promosi, perkembangan Halal Tourism menjadi tersendat.
Halal Tourism memang mengedepankan produk produk halal yang aman
dikonsumsi umat muslim, namun bukan berarti Halal Tourism hanya
diperbolehkan untuk umat muslim. Bagi non-muslim, wisata Halal Tourism juga
menjadi sarana untuk berwisata dengan lebih sehat. Karena pada prinsipnya,
implementasi syariah berarti menyingkirkan hal hal yang buruk bagi manusia dan
lingkungannya pada produk dan jasa yang diberikan, dan tentu akan memberikan
kemaslahatan secara umum sesuai dengan misi islam yaitu Rahmatan
Lil-Alamin. Sistem syariah mengajak manusia untuk hidup tenang, aman, dan
sehat, seperti tidak menyediakan alkohol, hiburan yang jauh dari kemaksiatan dan
keamanan dalam sistem keuangan.

Pelaksanaan Halal Tourism


Dalam pelaksanaannya, Halal Tourism dapat mencakup banyak hal. Selain
mengunjungi tempat wisata yang jauh dari maksiat dan memberikan manfaat baik,
unsur pelengkap yang diberikan juga harus memenuhi kebutuhan umat muslim.
Dalam masalah tempat penginapan, hotel biasanya menjadi pilihan. Namun,
perhotelan memiliki stigma yang buruk pada masyarakat, dimana hotel cenderung
dihubungkan pada hal hal negatif seperti bar di hotel yang menyediakan minuman
beralkohol dan menganggap hotel sebagai tempat maksiat bagi pasangan yang
bukan muhrim. Hal ini menjadi tantangan untuk Halal Tourism untuk memilih
hotel yang halal atau bersertifikat halal, dimana hotel yang dipilih tidak boleh
menyediakan minuman beralkohol, dan jika memiliki fasilitas seperti kolam
renang atau spa, harus dipisahkan antara laki laki dan perempuan.
Faktor faktor lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan Halal Tourism
ialah makanan dan pakaian. Dalam wisata, makanan yang disediakan harus
memenuhi standar halal dalam islam, yaitu tidak mengandung makanan yang
diharamkan dan proses pembuatan serta transaksinya juga harus halal. Restoran
yang dikunjungi haruslah restoran yang telah memiliki sertifikasi halal oleh
lembaga setempat. Jika pun berkunjung ke tempat yang minoritas muslim,
pastikan bahwa makanan yang disediakan tidak mengandung bahan makanan
yang diharamkan seperti daging babi atau alkohol. Namun, karena memiliki
prospek yang baik, Halal Tourism dewasa ini telah menjadi bisnis yang
berkembang pesat, bahkan di negara minoritas muslim seperti Singapura dan
Tiongkok sekalipun, sehingga mencari restoran dengan sertifikat halal menjadi
lebih mudah. Pakaian juga merupakan hal yang harus diperhatikan, agar menjaga
pandangan wisatawan dari hal hal yang diharamkan. Walaupun hampir mustahil
untuk membuat wisata yang benar benar terhindar dari melihat aurat orang lain
(tidak semua wanita menggunakan hijab), setidaknya destinasi yang dipilih jauh
dari maksiat sehingga pengunjung lain yang datang juga tidak menggunakan
pakaian yang terbuka.
Halal Tourism di Indonesia

Indonesia sebagai negara mayoritas muslim memiliki potensi Halal


Tourism yang sangat besar dari sisi ekonomi. Pariwisata halal dalam artikel yang
diterbitkan oleh traveltourismindonesia.com digambarkan sebagai berikut:

Tumbuh 100% lebih cepat daripada sektor wisata lainnya

Mencapai $ 135 miliar nilai pemesanan perjalanan ke luar negeri


(outbound)
Diprediksikan akan tumbuh hingga $ 200 Miliar pada tahun 2020

Akan menjadi sebuah generator besar bisnis langsung dan jangka panjang
dengan pendapatan maksimum.

Namun, dalam daftar yang diterbitkan oleh thehalalchoice.com, Indonesia sebagai


negara penduduk muslim terbesar di dunia tidak masuk ke dalam daftar. Indonesia
masih jauh tertinggal dibandingkan negara tetangganya yaitu Malaysia dalam
sektor Halal Tourism. Di Malaysia, wisata syariah sudah menjadi perpaduan di
setiap ajang wisata mereka. Malaysia juga sudah lebih dulu membangun konsep
wisata syariah sejak 2009, bahkan sudah memiliki Direktorat Jenderal Wisata
Syariah pada tahun 2009, sehingga membuat Halal Tourism di Malaysia lebih
terkoordinasi. Selain itu, sudah lebih dari 300 hotel di Malaysia yang
mendapatkan sertifikat halal. Sedangkan di Indonesia sendiri, hotel yang
menerima sertifikat halal dari DSN baru berjumlah 2 buah, jauh tertinggal dari
tetangganya.
BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan

Sistem ekonomi Islam bukan dibuat oleh segelintir orang atau kelompok
melainkan daru wahyu Allah SWT dan tidak sama dengan sistem-sistem ekonomi
yang lain. Sistem yang dianut tidak sama seperti sistem yang manusia buat yaitu
sistem kapitalis dan komunis.

Sistem ciptaan manusia ini dibuat untuk mengatur manusia agar dapat
hidup aman dan nyaman tanpa menitikberatkan soal hati, roh dan jiwa manusia.
Hasilnya,sistem yang digunakan hanya untuk manusia secara general sehingga
ada manusia yang menerapkan sistem yang dibuat manusia dengan terpaksa,
sehingga terkesan ada unsur penindasan, tekanan dan ketidakadilan. Yang kaya
bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin. Ekonomi Islam pula.sangat
berbeda.

7.2. Saran

Seperti yang sudah di jelaskan, ada banyak kelebihan dari Sistem Ekonomi
Islam, karena pengembangan sistem ekonomi Islam bukan untuk menyaingi
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan
untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk
menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Sebaiknya
sistem perekonomian islam diterapkan dalam negara-negara didunia ini karena
banyak keuntungan yang didapat mencakup masyarakat luas, tidak hanya milik
petinggi atau yang memiliki banyak uang.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://kinanzahirah.wordpress.com/2012/05/23/perbedaan-sistem-
ekonomi-sosialis-kapitalis-dan-islam/
2. http://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/prinsip-prinsip-
ekonomi-islam
3. https://baskorouttantoblog.wordpress.com/2013/10/30/sejarah-
perkembangan-ekonomi-islam/ -
4. http://danperbedaan.blogspot.co.id/2016/04/perbedaan-bank-syariah-
dan-bank-konvensional.html
5. http://danperbedaan.blogspot.co.id/2016/04/perbedaan-bank-syariah-
dan-bank-konvensional.html
6. https://www.finansialku.com/apa-saja-perbedaan-saham-syariah-dan-
saham-konvensional-yang-harus-diketahui-para-investor
7. https://www.carajadikaya.com/pilih-investasi-emas-atau-saham/
8. https://votreesprit.wordpress.com/2013/10/28/dinar-dirham-harganya-
sama-sejak-zaman-rasul-sampai-sekarang
9. https://asuransiprudent.wordpress.com/syariah-vs-konvensional/
10. http://www.pojokbisnis.com/multi-level-marketing/ciri-ciri-
perusahaan-multi-level-marketing-syariah-dan-pilihannya
11. http://be-bisnis-lah.blogspot.co.id/2014/01/hukum-trading-forex-
menurut-islam.html

Anda mungkin juga menyukai