Anda di halaman 1dari 19

Referat Kepaniteraan Klinik Farmasi Kedokteran

EFEKTIFITAS TERAPI METFORMIN PADA PASIEN DIABETES


MELITUS TIPE 2

Oleh:

Lutfi Arifudin 10700206


Desy Raubaida Yusaka Wakasala 11700379
Nisa Fathonah 12700134
Ririn Riwayati 12700136
Annisa Fitri Shaza Nabella 12700236

Pembimbing :
Roostantia Indrawati,dr,M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
MARET 2017

1
Lembar Pengesahan

EFEKTIFITAS TERAPI METFORMIN PADA PASIEN DIABETES

MELITUS TIPE 2

Makalah ini diajukan untuk memenuhi

Persyaratan Kepaniteraan Klinik Farmasi Kedokteran

Disusun oleh :

Lutfi Arifudin 10700206

Desy Raubaida Yusaka Wakasala 11700379

Nisa Fathonah 12700134

Ririn Riwayati 12700136

Annisa Fitri Shaza Nabella 12700236

Telah diseminarkan tanggal Maret 2017

Pembimbing,

Roostantia Indrawati,dr,M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nya yang telah memberikan berbagai kemudahan kepada penulis untuk
menyelesaikan Referat Kepaniteraan Klinik Farmasi dengan judul EFEKTIFITAS
TERAPI METFORMIN PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
.Adapun penulisan Tugas ini merupakan salah satu syarat untuk lulus dari
stase farmasi di Jurusan Pendidikan Dokter Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Dalam proses penyusunan tugas ini tentunya tidak lepas dari dorongan dan
bantuan berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. dr. Soedarto, DTM & H, Ph.D, Sp.ParK., Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memberi kesempatan kepada
penulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
2. Roostantia Indrawati,dr,M.Kes selaku dosen pembimbing kuliah farmasi
kedokteran yang telah sabar membimbing serta mengarahkan untuk penulisan
tugas ini.
3. Dosen-dosen pengajar kepaniteraan klinik farmasi kedokteran yang telah
membimbing.
4. Teman-teman gelombang 1 khususnya kelompok yang memberikan inspirasi
dan semangatnya selama proses penyusunan Tugas farmasi ini.
5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga
membantu menyelesaikan Referat ini.
Penulis menyadari Referat ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dalam
rangka penyempurnaan penulisan berikutnya. Semoga Tugas Farmasi ini dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Surabaya, Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI
Judul............ i

3
Lembar Pengesahan ..... ii
Kata Pengantar............ iii
Daftar Isi................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan.......... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Farmasi-Farmakologi .................... 3
1. Sifat fisikokimia dan rumus kimia obat..... 3
2. Farmakologi umum.... 3
B. Farmakodinamik........... 4
C. Farmakokinetik......... 5
D. Toksisitas........... 6
BAB 3 Penyelidikan dan Penelitian yang Telah Dilakukan ..... 7
BAB 4 PEMBAHASAN
A. Pembahasan................................................................ 10
BAB 5 PENUTUP
A. Kesimpulan ... 12
B. Saran ............ 12
SUMMARY ...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ......... 14

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau

gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan

tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme

karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.

Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi

produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans, kelenjar pankreas, atau

disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO,

1999).

Menurut WHO (2011), jumlah penderita Diabetes Melitus di Indonesia

menduduki rangking ke 4 terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, India,

dan Cina. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang

diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi

kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000

menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO,

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi

kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta

pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan ke

2 nya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-

3 kali tingkat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).

1
Berdasarkan data Riskesdas 2007, angka prevalensi DM pada penduduk

usia 15 tahun ke atas yang tinggal di daerah perkotaan di Indonesia adalah

5,7%. Diabetes Mellitus yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah

Diabetes Mellitus Tipe II (DM Tepi II) (Soegondo, 2002). Penderita Diabetes

Mellitus Tipe II mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita

diabetes (Kannan, 2012).

Masih tingginya insidensi diabetes mellitus, banyaknya faktor resiko

yang dapat mencetus terjadinya diabetes mellitus dan bahaya komplikasi

yang dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus karena itu pengelolaan obat

harus diperhatikan dengan benar, berbagai obat anti diabetes yang dapat

digunakan untuk pengobatan pasien diabetes mulai dari glibenclamide,

glikazid, tolbutamid, chlorpropamid, metformin.

Obat Antidiabet yang ideal adalah yang dapat bekerja dengan cepat,

bersifat poten, dan aman bagi pasien diabetes , dan pada makalah ini kami

akan membahas tentang efektivitas metformin pada penderita diabetes

mellitus.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana efektifitas terapi metformin pada pasien diabetes melitus tipe 2?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui efektifitas terapi metformin pada penderita diabetes melitus

tipe 2
2. Mengetahui mekanisme kerja terapi metformin pada penderita diabetes

melitus tipe 2

2
3. Mengetahui efek samping terapi metformin pada penderita diabetes

melitus tipe 2

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Farmasi-Farmakologi
a. Sifat Fisiko-Kimia dan Rumus Kimia Obat
Sifat fisika pada Metformin umumnya terdapat dalam bentuk

metformin hidroklorida, merupakan kristal putih atau putih tulang (off-white)

dengan BM 165,63. Metformin hidroklorida sangat mudah larut dalam air,

dan praktis tidak larut dalam aseton, eter ataupun kloroform. pKa metformin

= 12,4 dan pH larutan 1% metformin hidroklorida = 6,68


Rumus Kimia obat

Gambar 1. Rumus struktur Metformin

HCl

Nama Kimia : N,N-Dimethylimidodicarbonimidic diamide

Rumus Molekul : C4H11N5HCl

Berat Molekul : 165,6 g/mol

b. Farmakologi Umum
Metformin adalah obat golongan Biguanida yang bekerja langsung

pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa

golongan Biguanida tidak merangsang sekresi insilun, dan tidak pernah

menyebabkan hyperglikemia. Metformin berkhasiat memperbaiki sensitivitas

insulin, terutama menghambat pembentukan glukosa dalam hati serta

menurunkan kolesterol LDL dan Trigliserida. Metformin juga bekhasiat

menekan nafsu makan dan tidak meningkatkan berat badan. Oleh karena itu

4
digunakan sebagai monoterapi pilihan pertama pada Diabetes type 2 terutama

pada pasien (sangat) gemuk (Tan dan Kirana, 2015).


Kontraindikasi biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien

penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung

kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik. Pada pasien yang akan

diberikan zat kontras intravena atau yang akan dioperasi, pemberian obat ini

sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh

diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk

mencega terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat

asidosis laktat. Insiden asidosis laktat akibat metformin kurang dari 0.1 kasus

per 1000 patient years dan mortilitas lebih rendah.


Dosis oral metformin adalah 3x sehari 500 mg atau 2x sehari 850 mg

d.c. bila perlu berangsur-angsur dinaikkan dalam waktu 2 minggu sampai

maksimal 3x sehari 1 g. (Tan dan Kirana, 2015).


B. Farmakodinamik
Metformin bekerja langsung pada hati (hepar), yaitu menurunkan

produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Disamping itu, metformin juga meningkatkan sensitivitas sel-

sel tubuh terhadap insulin dengan jalan memperbaiki transport dan

meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel-sel otot dan ekstrahepatik lainnya.

Antidiabetik oral golongan biguanida (eg, metformin) mempunyai mekanisme

kerja yang berbeda dengan golongan sulfonilurea.


Metformin bekerja tidak melalui perangsangan sekresi insulin.

Menurunkan konsentrasi gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (tidak

tergantung insulin) tanpa meningkatkan sekresi insulin dari sel beta () pancreas.

Biasanya tidak menyebabkan penurunan glukosa darah berlebih (hipoglikemik),

5
tetapi dapat terjadi hipoglikemik ketika overdosis metformin. Glukosa darah

puasa dan postprandial rendah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Meningkatkan sensitivitas insulin dengan menurunkan produksi glukosa dan

meningkatkan stimulasi masukan insulin ke dalam sel dan pemanfaatan glukosa

oleh jaringan perifer / tepi (contoh: otot rangka, adipose).


C. Farmakokinetik
Metformin diperkirakan 50%-60% bioavalabilitasnya oral, kelarutannya

dalam lipid rendah. Metformin mempunyai t 1,5-3 jam, tidak terikat protein

plasma, tidak dimetabolisme, dan dieksresi oleh ginjal sebagai senyawa aktif.

Kerja metformin pada glukoneogenesis di hati diduga mengganggu pengambilan

asam laktat oleh hati. Pada pasien insufisiensi ginjal (terjadi akumulasi

metformin) dapat meningkatkan risiko asidosis laktat sehingga dapat berakibat

fatal. Absorpsi metformin relatif lambat dan dapat diperpanjang menjadi sekitar

6 jam. Obat ini diekskresikan dalam urin dengan kecepatan klirens ginjal yang

tinggi yaitu 450 ml/menit. Eliminasi awal metformin adalah cepat dengan waktu

paruh bervariasi antara 1.7 dan 3 jam. Terminal fase eliminasi diketahui selama

4-5% dari dosis terserap lambat dengan waktu paruh antara 9-17 jam. Tempat

utama konsentrasi obat adalah mukosa usus dan kelenjar liur. Konsentrasi

plasma pada keadaan tunak berkisar sekitar 1 hingga 2 mcg/ml. Metformin

dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerulus.


D. Toksisitas
Efek samping pemberian metformin utamanya adalah 20% gangguan

pada saluran pencernaan seperti anoreksia, mual, muntah, gangguan pada bagian

abdominal, dan diare terutama pada dosis diatas 1,5g/hari. Jarang sekali terjadi

asidosis asam laktat yang mengancam jiwa, terutama lansia. Oleh karena itu

pasien diatas 60 tahun sebaiknya jangan diberi metformin sebagai terapi

6
permulaan. Rasa logam dimulut biasanya dialami, resiko hypoglikemia sangan

kecil.
Untuk menghindari toksisitas metformin, sebaiknya gunakan obat sesuai

dengan dosis yang dianjurkan karena pemakaian dengan dosis berlebihan dapat

menyebabkan keracunan. Menyimpan obat pada tempat yang aman dan jauh dari

jangkauan anak-anak. Jika terjadi toksisitas, terapi penunjang dapat diberikan

secara intensif terutama memperbaiki hilangnya cairan dan gangguan metabolik.

BAB 3

Penyelidikan dan Penelitian yang Telah Dilakukan

Pada hasil penelitian yang di lakukan oleh Dody Novrial, Hidayat Solistyo,

Setiawati, tentang Perbandingan Efek Antidiabetik, Glibenklamin, Metformin dan

Kombinasinya pada tikus yang di induksi. Metformin merupakan obat antidiabetika

oral golongan biguanid, dengan mekanisme kerja yang tidak melalui rangsangan

7
sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Pemberian biguanid pada

pasien nondiabetik tidak menurunkan kadar glukosa darah, tetapi menunjukkan efek

potensiasi dengan insulin. Pada penelitian in vitro, biguanid merangsang glikolisis

anaerob dan anaerobiosis yang berakibat jumlah glukosa memasuki otot lebih banyak

(Handoko dan Suharto, 2004).

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35 ekor tikus jantan

Sprague Dawley yang dibagi dalam 7 kelompok perlakuan. Kelompok 1 (tikus

diabetik yang diberi aquadestilata selama penelitian), Kelompok 2 (tikus diabetik

yang diberi madu), Kelompok 3 (tikus diabetik yang diberi glibenklamid),

Kelompok 4 (tikus diabetik yang diberi metformin), Kelompok 5 (tikus diabetik

yang diberi madu dan glibenklamid), Kelompok 6 (tikus diabetik yang diberi madu

dan metformin) dan Kelompok 7 (tikus diabetik yang diberi glibenklamid dan

metformin) (Erejuwa OO et al, 2011). Pemberian perlakuan tunggal dengan madu,

glibenklamid atau metformin tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam

menurunkan kadar glukosa darah puasa, ekspresi insulin maupun ekspresi Glut 4.

Perbaikan kadar glukosa darah, ekspresi insulin dan ekspresi Glut 4 tampak pada

kelompok yang diberikan kombinasi madu dengan glibenklamid, madu dengan

metformin atau glibenklamid dan metformin.

Pada penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Suharmiati, Betty

Roosihermiatie (2012), tentang Studi Pemanfaatan dan Keamanan Kombinasi

Metformin dengan Ekstrak Campuran Andrographis Paniculata dan Syzygium

Polyanthum untuk pengobatan Diabetes Mellitus, melibatkan sebanyak 30 penderita

DM yang terbagi dibagi dalam 2 kelompok masing-masing 15 orang mendapat

intervensi dengan terapi metformin dan ekstrak herbal campuran Andrographis

8
paniculata dan Syzygium polyanthum, sedangkan sebagai kontrol (15 orang) hanya

mendapatkan terapi konvensional metformin dan placebo. Pemberian Metformin

kombinasi dengan terapi herbal, juga metformin dan placebo sama-sama dapat

menurunkan gula darah puasa secara signifikan.

Pada penelitian selanjutnya dilakukan oleh Siswanto Syamsul, Agung Endro

Nugroho, Suwijiyo Pramono, tentang aktifitas antidiabetes kombinasi ekstrak

terpurfikasi herbal sambalito (Andrographis paniculata) dan Metformin pada tikus

DM tipe 2 resistensi Insulin. Penelitian ini mengelompokkan hewan uji menjadi dua

kategori kelompok tikus normal dan kelompok tikus yang diberi fruktosa dan pakan

kaya lemak (terdiri dari pakan 80%, lemak babi 15% dan kuning telur bebek 5%)

yang diberikan selama 50 hari. Absorpsi metformin berlangsung relative lambat dan

dapat diperpanjang sampai sekitar 6 jam. Makanan menghambat absorpsi

metformin. Metformin yang diekskresikan tidak berubah didalam urin dan tidak

mengalami metabolisme hepatik / ekskresi melalui kandung empedu (Sukandar,

2008).

Metformin mempunyai waktu paruh (t) 1,5-3 jam, tak terikat protein

plasma, tidak dimetabolisme, dan diekskresi oleh ginjal melalui sekresi aktif pada

tubulus proksimal (Sutanegara, 2006). Bioavaibilitas absolut metformin sebanyak

500 mg yang diberikan dalam kondisi puasa adalah 50-60% (Sukandar, 2008).

9
10
BAB 4
PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, mempunyai

mekanisme kerja yang berbeda dengan sulfonilurea, keduanya tidak dapat

dipertukarkan. Efek utamanya adalah menurunkan glukoneogenesis dan

meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Karena kerjanya hanya bila

ada insulin endogen, maka hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet

pankreas. Metformin merupakan obat pilihan pertama pasien dengan berat

badan berlebih dimana diet ketat gagal untuk mengendalikan diabetes, jika

sesuai bisa juga digunakan sebagai pilihan pada pasien dengan berat badan

normal. Juga digunakan untuk diabetes yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi

sulfonilurea.

Hipoglikemia tidak terjadi dengan pemberian metformin, keuntungan lainnya

jarang terjadi peningkatan berat badan dan penurunan kadar insulin

plasma. Metformin tidak menyebabkan hipoglikemia pada pasien non

diabetes kecuali diberikan dosis berlebih.

Mekanisme kerja biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu

antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya

tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar

dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini

terjadi karena adanya aktivasi kinase disel (AMP-activated protein kinase). Meski

masih kontraversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar, banyak data yang

menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini

11
tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glucagon, kartisol, hormon

pertumbuhan dan somatostatin.

Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi

lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan

dengan mekanisme yang belum jelas. Pada orang yang nondiabetik yang gemuk

tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah.

Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestine, dalam darah tidak

terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya

sekitar 2 jam. Dosis awal 2x sehari 50 mg, umumnya dosis pemeriharaan

(maintenance dose) 3x sehari 500 mg, dosis maximal 2,3 gram. Obat minum

diminum pada waktu makan, pasien DM yang tidak memberikan respon dengan

sulfonylurea dapat diatasi dengan metformin atau dapat pula diberikan sebagai terapi

kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.

BAB 5

PENUTUP

12
A. Kesimpulan
1. Metformin merupakan golongan biguanid dan obat pilihan pertama

pasien diabetes melitus tipe 2 dengan berat badan berlebih dimana

diet ketat gagal untuk mengendalikan diabetes.


2. Mekanisme kerja metformin tidak melalui rangsangan sekresi insulin

tetapi langsung terhadap organ sasaran. Pemberian biguanid pada pasien

non diabetik tidak menurunkan kadar glukosa darah, tetapi menunjukkan

efek potensiasi dengan insulin.


3. Dosis oral metformin adalah 3x sehari 500 mg atau 2x sehari 850 mg d.c.

bila perlu berangsur-angsur dinaikkan dalam waktu 2 minggu sampai

maksimal 3x sehari 1 g.
4. Efek samping pemberian metformin utamanya adalah 20% gangguan

pada saluran pencernaan seperti anoreksia, mual, muntah, gangguan pada

bagian abdominal, dan diare terutama pada dosis diatas 1,5g/hari.


B. Saran
1. Sebaiknya pada penggunaan metformin dilakukan evalusi rutin untuk

mencegah terjadinya efek samping dan toksisitas karena pemakaian

jangka panjang.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan metformin

yang dikombinasikan dengan obat lain untuk mengurangi efek samping

dari metformin.

SUMMARY

Metformin is a biguanide dimethyl group OHO used to lower blood glucose levels in
patients with diabetes mellitus type II, to reduce insulin resistance by improving
insulin sensitivity of the tissues of the body. Metformin is the only biguanide class
which serves to lower gluconeogenesis and improve glucose utilization in tissues.
Metformin is the first drug of choice overweight patients where strict diet fails to

13
control diabetes. Physical properties of mefrormi is a metformin hydrochloride, a
white crystal or bone white (off-white). Metformin hydrochloride is very soluble in
water, and insoluble in acetone, ether or chloroform. The Cemical name of
Metformin is N,N-Dimethylimidodicarbonimidic diamide. Molecular formula
metformin is C4H11N5HCl. Molecular weight 165.6 g / mol. Mechanism action of
metformin, add up-take (utilization) peripheral glucose by increasing tissue
sensitivity to insulin, suppresses the production of glucose by the liver, decrease
oxidative fatty acid and increases glucose consumtion in the intestine by non-
oxidative process. Metformin acts directly on the liver (hepatic) namely reducing
liver glucose production by reducing glycogenolysis and gluconeogenesis. Besides,
Metformin increases sensitivity cells to insulin to repairing transport and increase the
use of glucose by muscle cells and other extrahepatic. Oral antidiabetic biguanide
group (eg, metformin) has a different mechanism with the group of sulfonylureas.
Metformin has a 50% -60% oral bioavailability. Eliminated metformin by renal
tubular secretion and glomerular filtration. The half-life of metformin average is 6
hours, although pharmacodynamic, the antihyperglycemic effect of metformin is> 24
hours. Metformin oral dose is 500 mg 3x a day or 850 mg 2x a day d.c. If needed
gradually increased within 2 weeks to maximum of 1 g 3x a day. Side effects and
toxicity of metformin include nausea, diarrhea, and abdominal pain.

DAFTAR PUSTAKA

Ameh., Sunday., Obodozie., Obiageri., Inyang., Uford., Abubakar., Mujibata.,


Garba., Makaji., 2007, A Normative Study of Nigerian Grown Maha Tita
A. Paniculata Int. J. Drug. Dev. & Res.2 (2) : 291-299

14
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI (RISKESDAS). 2007. Riset
Kesehatan Dasar. http://www.depkes.go.id. [Depkes RI, Jakarta].

Departemen Farmakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


2012, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5
Dody Novrial, 2012, Comparison Of Antidiabetic Effects Of Honey, Glibenclamide,
Metformin And Their Combination In The Streptozotocin Induced Diabetics
Rat.
Ele Ferrannini, M.D, 2014, The Target Of Metformin In Type 2 Diabetes.

Kar Gayatri1, 2010, Metformin and N-acetyl Cysteine in Polycystic Ovarian


SyndromeA Comparative Study.

Tjay, T. H., Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-
efek Sampingnya, edisi 7, cetakan ke I, PT. Elex Mania Komputindo
Gramedia, Jakarta.

Umi Athiyah, et al.2014, Profil Informasi Obat pada Pelayanan Resep Metformin
dan Glibenklamid di Apotek di Wilayah Surabaya

WHO 2011. Diabetes Fact Sheet No 312.


http://www.whi.int/mediacentre/factsheet-/fs312-/en/index.html

15

Anda mungkin juga menyukai